Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebijakan publik adalah suatu keputusan politik yang dibuat oleh lembaga
publik. Setiap kegiatan apapun bentuk dan jenisnya, sadar atau tidak sadar, selalu
diharapkan kepada tujuan yang ingin dicapai. Pendidikan sebagai suatu bentuk
kegiatan manusia dalam kehidupannya juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu
yang hendak dicapai, baik tujuan yang dirumuskan bersifat abstrak sampai pada
rumusan yang dibentuk secara khusus untuk memudahkan pencapaian tujuan yang
lebih tinggi. Cita-cita atau tujaun yang ingin dicapai harus dinyatakan secara jelas,
sehingga semua pelaksana dan sasaran pendidikan memahami atau mengetahui
suatu proses kegiatan pendidikan.
Perkembangan manusia merupakan perubahan yang progresif dan
berlangsung terus menerus atau berkelanjutan. Tidak setiap anak mengalami
perkembangan normal. Banyak di antara mereka yang dalam perkembangannya
mengalami hambatan, gangguan, kelambatan atau memiliki faktor-faktor resiko
sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau
intervensi khusus. Kelompok inilah yang di kenal sebagai Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK). Anak-anak berkebutuhan khusus ini merupakan anak-anak yang
memiliki keunikan tersendiri dalam jenis karakteristiknya.
Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan guru dalam
mengenali dan memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus.
Namun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai
hakikat anak berkebutuhan khusus, maka mereka akan dapat memenuhi
kebutuhan anak-anak tersebut.
Hak anak yang wajib dipenuhi adalah hak untuk memperoleh pendidikan
dan pengajaran. Anak berkebutuhan khusus usia dini yang ada dimasyarakat
belum semuanya mendapatkan layanan pendidikan anak usia dini. Hak anak
adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi
oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Hal ini disebabkan
karena keberadaan pendidikan usia dini belum mampu memberikan pelayanan

1
sesuai dengan kebutuhannya. Untuk memberikan pelayanan anak berkebutuhan
khusus usia dini, maka pendiidkan usia dini yang telah ada seharusnya dapat
menerima dan melayani anak berkebutuhan khusus. Pelayanan anak pendidikan
anak usia dini yang memberikan pelayanan bersama-sama antar anakyang tidak
mengalami hambatan hambatan dan anak berkebutuhan khusus disebut
pendidikan anak usia dini inklusif.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa saja kebutuhan anak berkelainan?
2. Apa hak anak berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana kebijakan pemerintah tentang anak berkebutuhan khusus?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kebutuhan anak berkelainan
2. Untuk mengetahui hak anak berkebutuhan khusus
3. Untuk mengetahui bagaimana kebijakan pemerintah tentang anak berkebutuhan
khusus

D. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Anak Berkebutuhan Khusus juga sebagai bahan referensi untuk
memberikan informasi mengenai hak dan kebijakan anak berkebutuhan khusus.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 pasal 5 ayat (2) tentang sistem
Pendidikan Nasional menegaskan bahwa “warga negara yang memiliki kelainan
fisik, emosional, mental intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus”. Dan pada pasal 32 ayat (1), “bahwa pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.

B. Kebutuhan Anak Berkelainan (Berkebutuhan Khusus)


Tidak berbeda dengan orang-orang normal, para penyandang kelainan juga
mempunyai kebutuhan yang sama. Kebutuhan ini dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu kebutuhan fisik/kesehatan, kebutuhan sosial/emosional, dan kebutuhan
pendidikan (Astati, 2014,35).
1. Kebutuhan Fisik/Kesehatan
Sebagaimana halnya manusia normal, para penyandang kelainan
memerlukan fasilitas yang memungkinkan mereka bergerak sesuai dengan
kebutuhannya atau menjalankan kegiatan rutin sehari-hari tanpa harus selalu
tergantung pada bantuan orang lain. Kebutuhan fisik ini tentu terkait erat dengan
jenis kelainan yang disandang. Misalnya, bagi penyandang tuna daksa yang
menggunakan kursi roda, adanya sarana khusus bagi kursi roda, seperti jalan
miring sebagai pengganti tangga dalam bahasa asing disebut ram atau lift dalam
gedung bertingkat akan sangat membantu mereka dalam mobilitasnya.
Penyandang tunanetra memerlukan tongkat yang membantunya untuk mencari
arah, sedangkan penyandang tuna rungu memerlukan alat bantu dengar.
Sebagaimana halnya orang normal, para penyandang kelainan ini juga
mempunyai kebutuhan untuk menjaga kesehatannya. Terkait dengan jenis
kelainan yang disandangnya, berbagai layanan kesehatan khusus diperlukan oleh
anak-anak ini. Layanan tersebut, antara lain physical therapy dan occupational

3
therapy, yang keduanya berkaitan dengan keterampilan gerak (motor skills), dan
speech therapy atau bina wicara bagi para tunarungu. Jika physical therapy lebih
terkait dengan gerakan bawah tubuh (kaki) maka occupational therapy lebih
terkait dengan gerakan bagian atas tubuh, yaitu tangan atau dengan gerakan yang
lebih halus. Para ahli yang terlibat dalam menangani kesehatan para penyandang
kelainan terdiri dari dokter umum, dokter gigi, ahli physical therapy dan ahli
occupational therapy, ahli gizi, ahli bedah tulang (orthopedist), ahli THT, dokter
spesialis mata dan perawat. Jenis ahli ini tentu dapat bertambah sesuai dengan
jenis kelainan gangguan kesehatan yang diderita para penyandang kelainan.
2. Kebutuhan Sosial-Emosional
Bersosialisasi merupakan kebutuhan setiap makhluk, termasuk para
penyandang kelainan. Sebagai akibat dari kelainan yang disandangnya, kebutuhan
tersebut kadang-kadang susah dipenuhi. Berbagai kondisi/ keterampilan, seperti
mencari teman, memasuki masa remaja, mencari kerja, perkawinan, kehidupan
seksual, dan membesarkan anak merupakan kondisi yang menimbulkan masalah
bagi penyandang kelainan.
Seorang tuna rungu atau tuna grahita yang memasuki masa remaja, mereka
tentu dalam kondisi yang sulit. Remaja putri tunarungu mungkin mampu
membersihkan diri sendiri pada masa datang bulan atau haid, namun mereka
mungkin tidak sadar akan bahaya yang mungkin mereka alami karena mereka
sangat lugu. Sebaliknya, remaja tuna grahita mempunyai masalah yang cukup
kompleks. Selain tidak mampu membersihkan diri sendiri, mereka juga tidak
sadar apa arti remaja bagi seorang wanita dan bagi seorang pria, sementara
kebutuhan seksual mereka mungkin berkembang secara normal. Oleh karena itu,
mereka memerlukan lindungan dan bantuan para pekerja sosial, psikolog, dan ahli
bimbingan yang dapat membantu mereka dalam menghadapi berbagai masalah
yang berkaitan dengan sosialisasi dan menjadi remaja.
Masalah-masalah sosialisasi dapat menyebabkan gangguan emosional,
lebih-lebih bagi keluarga yang mempunyai ABK. Oleh karena itu, bantuan para
pekerja sosial, para psikolog, dan ahli bimbingan juga dibutuhkan oleh para
keluarga. Bahkan dari pengalaman sehari-hari dapat disimpulkan bahwa keluarga
lebih memerlukan bantuan tersebut dari pada ABK sendiri. Dengan bantuan ini,

4
para orang tua diharapkan mau menerima anaknya sebagaimana adanya dan
berusaha membantu mereka mengembangkan potensi yang dimilikinya.
3. Kebutuhan Pendidikan
Kebutuhan pendidikan penyandang keluarbiasaan, meliputi berbagai aspek
yang terkait dengan keluarbiasaan yang disandangnya. Misalnya, secara khusus,
penyandang tuna rungu memerlukan bina persepsi bunyi yang diberikan oleh
seorang speech therapist, tunanetra memerlukan bimbingan khusus dalam
mobilitas dan huruf Braille, dan tuna grahita memerlukan keterampilan hidup
sehari-hari. Namun secara umum, semua penyandang kelainan memerlukan
latihan keterampilan/vokasional dan bimbingan karier yang memungkinkan
mereka mendapat pekerjaan dan hidup mandiri tanpa banyak tergantung dari
bantuan orang lain.
Para profesional yang terlibat dalam memenuhi kebutuhan pendidikan
penyandang keluarbiasaan antara lain guru pendidikan khusus, psikolog yang
akan membantu banyak dalam mengidentifikasi kebutuhan pendidikan ABK,
audiolog, speech therapist, dan ahli bimbingan. Guru pendidikan khusus dapat
merupakan guru tetap di sekolah luar biasa, dapat pula sebagai guru pembimbing
khusus di sekolah-sekolah terpadu. Di samping itu, akhir-akhir ini muncul
kebutuhan akan guru Pendidikan Jasmani yang khusus menangani ABK.
Diharapkan guru Pendidikan Jasmani ini akan mampu menyediakan
program/latihan yang sesuai dengan kondisi fisik/kebutuhan ABK yang diajarnya.

C. Hak Anak Berkebutuhan Khusus


Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,
dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan
negara. Hak anak yang wajib dipenuhi diantaranya adalah hak untuk memperoleh
pendidikan dan pengajaran. Anak berkebutuhan khusus usia dini yang ada
dimasyarakat belum semuanya mendapatkan layanan pendidikan anak usia dini.
Hal ini disebabkan karena keberadaan pendidikan usia dini belum mampu
memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhannya. Untuk memberikan
pelayanan anak berkebutuhan khusus usia dini, maka pendidikan usia dini yang
telah ada seharusnya dapat menerima dan melayani anak berkebutuhan khusus.

5
Pelayanan anak pendidikan anak usia dini yang memberikan pelayanan
bersama-sama antar anak yang tidak mengalami hambatan-hambatan dan anak
berkebutuhan khusus disebut pendidikan anak usia dini inklusif.
Pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang menyertakan semua
anak secara bersama-sama dalam suatu iklim proses pembelajaran dengan
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan pada semua anak
secara bersama-sama dalam suatu iklim proses pembelajaran dengan layanan
pendidikan yang layak dan sesuai kebutuhan individu siswa tanpa membedakan
anak dari latar belakang suku, ras, status sosial, kemampuan ekonomi, status
politik, bahasa, geografis, jenis kelamin, agama/kepercayaan, dan perbedaan
kondisi fisik atau mental.
Anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak yang sama dengan anak
yang lainnya sehingga mereka berhak mendapatkan layanan sesuai dengan
kebutuhannya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan
Anak menyatakan bahwa:
1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat
dan bakatnya.
2. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Berdasarkan Undang-Undang itu dapat disimpulkan bahwa semua anak
berhak mendapatkan pendidikan termasuk didalamnya anak berkebutuhan khusus
usia dini. Adapun hak-hak anak berkebutuhan khusus dalam beberapa bidang,
yaitu:
1. Bidang Pendidikan
Semua hak anak di Indonesia di samaratakan, baik itu anak normal
maupun anak berkebutuhan khusus. Mereka masing-masing diberi fasilitas yang
serupa untuk menunjang hidup ataupun pendidikannya. Contohnya pada anak
normal yang diberikan buku panduan untuk belajar, anak penyandang tuna netra
juga diberi buku yang sama meskipun dengan bentuk yang berbeda. Buku yang

6
digunakan untuk penyandang tuna netra didesain tersendiri supaya dapat dibaca
oleh penyandang tuna netra, buku tersebut berhuruf braille. Huruf timbul seperti
titik-titik yang membentuk huruf. Bukan hanya dibidang pendidikan, anak
berkebutuhan khusus juga mempunyai hak di bidang kesehatan, politik, sosial,
ekonomi, dll.
2. Bidang Kesehatan
Semua orang berhak hidup sehat, begitu pula anak berkebutuhan khusus,
mereka berhak mendapat pengobatan untuk kesembuhan mereka. Di Indonesia
sudah ditetapkan BPJS untuk membantu pengobatan masyarakat baik orang
normal maupun cacat fisik/mental.
3. Bidang Politik
Anak yang berkebutuhan khusus juga berhak berpartisipasi dalam dunia
politik, misalnya ikut serta dalam pemilu. Meskipun dibantu, tapi hal itu
menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus juga berhak ikut serta dalam
dunia politik.
4. Bidang Sosial
Anak normal yang sering berkomunikasi dengan lingkungan sosialnya
tentu saja sangat mudah diterima, namun tak sama dengan anak berkebutuhan
khusus, terkadang dilingkungan sosialnya ia susah berkomunikasi entah karena
memang sulit berkomunikasi atau karena dikucilkan dari lingkungan. Maka dari
itu guru psikolog atau guru luar biasa bisa membantu anak berkebutuhan khusus
untuk bisa berkomunikasi dengan lingkungannya.
5. Bidang Ekonomi
Anak berkebutuhan khusus bukan berarti tidak bisa apa-apa dibidang
ekonomi, tidak sedikit anak berkebutuhan khusus yang mampu bekerja dan
menghasilkan uang sendiri seperti layaknya orang normal.
D. Kebijakan Anak Berkebutuhan Khusus
1. UUD 1945 (Amandemen)
Pasal 31    ayat (1) : “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”
ayat (2) : “Setiap warga negarawajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya.”

7
Pasal ini merupakan dasar penyelenggaraan pendidikan Indonesia dimana
penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan secara adil dan merata tanpa
memandang latar belakang keadaan jasmaniah dan rohaniah peserta didik. Dalam
kajian tentang hak anak berkebutuhan khusus, anak berkebutuhan khusus
(selanjutnyadinamakan anak ABK) berhak memperoleh pendidikan yang layak
sesuai dengan potensi yang dimilikinya dimana biaya penyelenggaraan
pendidikan khusus tersebut ditanggung oleh pemerintah.
2. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 3:“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berahlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.”
Pasal 5 ayat (1) : “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.”
ayat (2) : “Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.”
ayat (3) : “Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus.”
ayat (4) : ”Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.”
Pasal 32 ayat (1): “Pendidikan khusus merupakan merupakan pendidikan bagi
peserta peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa.”
ayat (2): “Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikann bagi
peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat

8
adat yang terpencil,  dan/atau mengalami bencana alam,
bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.”
Pasal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan khusus bagi anak ABK
memiliki urgensi tersendiri berkenaan dengan pencapaian tujuan pendidikan
nasional Indonesiadalam rangka mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam  rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab dimana penyelenggaraan pendidikan
demi mencapai tujuan pendidikan tersebut adalah dilaksanakan secara adil dan
merata.
3. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 51 :“Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan
kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh
pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.”
Dalam pasal ini menegaskan bahwa anak dengan cacat fisik dan/ atau
mental diberikan kesempatan yang sama dalam hal pendidikan. Anak tersebut
mendapatkan hak pendidikan biasa yang dialami anak normal dan juga
mendapatkan pendidikan luar biasa, maksudnya pendidikan yang dikhususkan
untuk anak dengan cacat fisik dan/ atau mental.
Pasal 52 :“Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan
aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.”
Pasal ini menegaskan bahwa anak yang diberikan keunggulan dalam hal
tertentu diberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan khusus. Mereka
memperoleh pendidikan biasa hanya saja ada beberapa hal yang dikhususkan bagi
mereka.

9
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2016
TENTANG PENYANDANG DISABILITAS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan
fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang
dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan
kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara
lainnya berdasarkan kesamaan hak.
2. Kesamaan Kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang dan/atau
menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk menyalurkan
potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat.
3. Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian pembatasan, pelecehan,
atau pengucilan atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak pada
pembatasan atau peniadaan pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan hak
Penyandang Disabilitas.

4. Penghormatan adalah sikap menghargai atau menerima keberadaan


Penyandang Disabilitas dengan segala hak yang melekat tanpa berkurang.

5. Pelindungan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi,


mengayomi, dan memperkuat hak Penyandang Disabilitas.
6. Pemenuhan adalah upaya yang dilakukan untuk memenuhi, melaksanakan,
dan mewujudkan hak Penyandang Disabilitas.
7. Pemberdayaan adalah upaya untuk menguatkan keberadaan Penyandang
Disabilitas dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan potensi
sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau kelompok
Penyandang Disabilitas yang tangguh dan mandiri.
8. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk Penyandang
Disabilitas guna mewujudkan Kesamaan Kesempatan.
9. Akomodasi yang Layak adalah modifikasi dan penyesuaian yang tepat dan
diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi
10
manusia dan kebebasan fundamental untuk Penyandang Disabilitas
berdasarkan kesetaraan.
10. Alat Bantu adalah benda yang berfungsi membantu kemandirian Penyandang
Disabilitas dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
11. Alat Bantu Kesehatan adalah benda yang berfungsi mengoptimalkan fungsi
anggota tubuh Penyandang Disabilitas berdasarkan rekomendasi dari tenaga
medis.
12. Konsesi adalah segala bentuk potongan biaya yang diberikan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang kepada Penyandang
Disabilitas berdasarkan kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
13. Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara
pelayanan publik.
14. Unit Layanan Disabilitas adalah bagian dari satu institusi atau lembaga yang
berfungsi sebagai penyedia layanan dan fasilitas untuk Penyandang
Disabilitas.
15. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau
badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain.
16. Komisi Nasional Disabilitas yang selanjutnya disingkat KND adalah lembaga
nonstruktural yang bersifat independen.
17. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
18. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
19. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.

11
20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang sosial.
Pasal 2
Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas berasaskan:
a. Penghormatan terhadap martabat;

b. otonomi individu;

c. tanpa Diskriminasi;

d. partisipasi penuh;

e. keragaman manusia dan kemanusiaan;

f. Kesamaan Kesempatan;

g. kesetaraan;

h. Aksesibilitas;

i. kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak;

j. inklusif; dan

k. perlakuan khusus dan Pelindungan lebih.

Pasal 3
Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan:
a. Mewujudkan Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak asasi
manusia serta kebebasan dasar Penyandang Disabilitas secara penuh dan setara;

b. Menjamin upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak


sebagai martabat yang melekat pada diri Penyandang Disabilitas;

c. Mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih berkualitas, adil,


sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta bermartabat;

d. Melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi, pelecehan


dan segala tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak asasi manusia; dan

e. Memastikan pelaksanaan upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan


Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas untuk mengembangkan diri serta
mendayagunakan seluruh kemampuan sesuai bakat dan minat yang dimilikinya
untuk menikmati, berperan serta berkontribusi secara optimal, aman, leluasa, dan
12
bermartabat dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat

BAB III
HAK PENYANDANG DISABILITAS
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1) Penyandang Disabilitas memiliki hak:

a. hidup;

b. bebas dari stigma;

c. privasi;

d. keadilan dan perlindungan hukum;

e. pendidikan;

f. pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi;

g. kesehatan;

h. politik;

i. keagamaan;

j. keolahragaan;

k. kebudayaan dan pariwisata;

l. kesejahteraan sosial;

m. Aksesibilitas;

n. Pelayanan Publik;

BAB III
13
PENUTUP

A. Simpulan
Tidak berbeda dengan orang-orang normal pada umumnya, para
penyandang kelainan juga mempunyai kebutuhan yang sama. Kebutuhan anak
berkelainan dibagi menjadi tiga yaitu kebutuhan fisik/kesehatan, kebutuhan sosial
emosional, dan kebutuhan pendidikan.
Anak berkebutuhan khusus juga memiliki hak yang sama dengan anak
yang lainnya sehingga mereka berhak mendapatkan layanan sesuai dengan
kebutuhannya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang perlindungan
Anak menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai dengan minat dan bakatnya, setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Anak berkebutuhan khusus seharusnya memperoleh pelayanan secara
khusus. Untuk itu kebijakan anak berkebutuhan khusus sudah diatur oleh
pemerintah dalam Undang-Undang Dasar 1945.

B. Saran
Pelayanan pada anak berkebutuhan khusus hendaknya pemerintah mampu
memberikan layanan secara khusus pada anak-anak yang membutuhkan
pelayanan khusus, sehingga anak-anak tersebut tidak kehilangan hak-haknya.
Melayani dan selalu memperhatikan anak berkebutuhan khusus disetiap jenjang
pendidikan agar mempunyai kemampuan untuk terjun ke lapangan pekerjaan
setelah mereka dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

14
Rahayu, S. M. (2013). Memenuhi Hak Anak Berkebutuhan Khusus Anak Usia
Dini Melalui Inklusif. Jurnal Pendidikan Anak , 355-363.
Sari, N. C. (2016). Studi Tentang Kebijakan dalam Pelaksanaan Pendidikan Bagi
Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN)
Tenggarong Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Ilmu Sosial
MAHAKAM , 37-44.
Thompson, J. (2010). Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Esensi
Erlangga Group.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
Astati. (2014). Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Universitas Terbuka.

LAMPIRAN

15
JURNAL
STUDI TENTANG KEBIJAKAN DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN BAGI
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI
(SLBN) TENGGARONG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
Novira Cahya Wulan Sari
Permasalahan
Kebijakan penyelenggaraan pendidikan bagi ABK masih menyisakan
berbagai permasalahan seperti belum adanya pemahaman mengenai kebijakan
penyelenggaraan pendidikan, belum tertampungnya anak-anak yang tergolong
ABK dan belum tersedianya sumber daya pendidik yang benar-benar memiliki
pengetahuan dan basic pendidikan untuk ABK. Melihat kondisi yang ada saat ini,
tentu perlu menjadi perhatian kita, bahwa pendidikan itu penting untuk siapapun,
bahkan untuk ABK.
Permasalahan yang ditemui saat ini bisa dilihat dari tenaga pendidik dan
sarana yang ada. Idealnya untuk mendidik anak autis, diperlukan 1 guru untuk 1
anak. Tetapi pada kenyataannya terkadang 1 guru harus membimbing hingga 5-8
anak dalam satu kelas atau yang sering disebut rombongan belajar. Tenaga
pengajar yang berlatarbelakang pendidikan berkebutuhan khusus yang masih
kurang, serta sarana atau fasilitas atau ruang terapi untuk saat ini belum ada untuk
membantu anak anak sesuai dengan ketunaan mereka.
Peran serta Pemerintah Daerah Kutai Kartanegara dalam pelaksanaan
pendidikan bagi ABK sangat diperlukan demi tercapainya pemerataan pendidikan
dan untuk mencapai prestasi serta mengembangkan kemampuannya secara
optimal, bagi ABK di Kecamatan Tenggarong Kutai Kartanegara salah satunya
dengan menyediakan atau membangun sekolah-sekolah inklusi untuk menampung
anak-anak yang bertempat tinggal di luar Tenggarong. Kondisi asrama bagi anak-
anak yang dititipkan ke SLBN Tenggarong juga perlu menjadi perhatian oleh
pemerintah karena kondisi gedung asrama yang kurang memadai untuk saat ini
dan hanya sekali mengalami perbaikan, dan itupun hanya atap saja
Berdasarkan permasalahan-permasalahan hasil pengamatan singkat
tersebut dapat disimpulkan bahwa ada indikasi pelaksanaan pendidikan inklusi
yang terealisasikan pada kegiatan pembelajaran pada umumnya di sekolah dasar
inklusi masih belum optimal dan belum berjalan sesuai prinsip pendidikan inklusi
16
itu sendiri. Pendidikan inklusi hendaknya menjadi pendidikan fasilitator untuk
semua siswanya terutama siswa berkebutuhan khusus. Baik guru kelas inklusi
maupun guru pendamping. Khusus hendaknya mengetahui tugas dan peran
masing-masing sehingga dapat berkolaborasi menciptakan pembelajaran yang
ramah dan fungsional.

Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan ABK pada SLBN


Tenggarong, Kendal utama yaitu :
1. Belum tersedianya sekolah-sekolah inklusi di tiap kecamatan
2. Kurangnya tenaga pengajar berlatarbelakang pendidikan khusus
3. Kurangnya fasilitas khusus ketunaan, contoh : ruang terapi, alat bantu
dengar, dan lainnya

Harapan dan Upaya-upaya dalam pelaksanaan pendidikan ABK di SLBN


Tenggarong, Harapan yaitu :
1. Kemandirian/memiliki bekal hidup dalam bermasyarakat, pembiasaan diri
serta tidak dipandang sebelah mata dalam kehidupan bermasyarakat
2. Mengetahui potensi minat/bakat anak
3. Adanya lapangan pekerjaan/diterimanya bekerja sesuai dengan
keterampilan yang dimiliki
4. Adanya pemerhati masalah ABK

Upaya-upaya yang sudah dilakukan yaitu:


Dari pemerintah pusat : pemberian beasiswa/biaya penunjang pendidikan
tiap tahunnya. Untuk jenjang SD dan SMP nominal yang diberikan sebesar
Rp.1.100.000,- tidak diberikan dalam bentuk uang tunai, melainkan dalam bentuk
barang-barang perlengkapan sekolah. Sedangkan untuk jenjang SMA diberikan
dalam bentuk uang tunai dengan nominal sebesar Rp. 2.240.000,-. Adapun
pemberian bantuan beasiswa kepada siswa ini dengan tujuan untuk meringankan
beban orang tua siswa. Memberi motivasi kepada siswa untuk lebih giat belajar.
Memberi motivasi kepada orang tua untuk lebih memperhatikan.

17
1. Pendidikan anaknya serta mendorong sekolah untuk lebih memberikan
pelayanan pendidikan
2. Dari SLBN Tenggarong : mengikutsertakan anak-anak mengikuti
perlombaan sesuai dengan bakat mereka, mengadakan sosialisasi ke
kecamatan untuk menyadarkan orangtua bahwa pendidikan anak sangatlah
penting.

18

Anda mungkin juga menyukai