Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENGETAHUAN TENTANG TUNA DAKSA DAN


PENDIDIKANNYA

Oleh :
Firda Annisa Humaira (21010644002)
Fortuna Maulina Fitrotul H (21010644016)
Septi Windri Sagita (21010644028)
Syafira Azzahrina (21010644029)

KELAS A
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Surabaya
Tahun Akademik 2021/2022

1
Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pengetahuan Tentang Tuna
Daksa ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Dr.
Endang Purbaningruam M.Pd dan ibu Ruwaida Zafira, S.Pd, M. A , pada Mata Kuliah
Pendidikan Inklusi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
tuna daksa dan pendidikannya bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu selaku dosen mata kuliah Pendidikan Inklusi
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang saya tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan akan nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Surabaya, 2 Oktober 2021

2
Daftar isi

KATA PENGANTAR …………………………………………………...…………………….2


DAFTAR ISI.................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang ..................................................................................................................4
b. Rumusan Masalah………………......................................................................................5
c. Tujuan Makalah..................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian tuna daksa…………………………………………………………………….6
b. Faktor penyebab tuna daksa ……………………………………………………………..6
c. Klasifikasi tuna daksa ……………………………………………………………………8
d. Karakteristik penyandang tuna daksa……………………………………………………10
e. Kecerdasan penyandang tuna daksa……………………………………………………..11
f. Pembelajaran …………………………………………………………………………….12
g. Media pembelajaran……………………………………………………………………...16
h. Layanan khusus…………………………………………………………………………..17
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan.......................................................................................................................18
b. Saran………….................................................................................................................20
Daftar Pustaka...............................................................................................................................21
LAMPIRAN……………………………………………………………………………………..22

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Tidak ada orang yang meminta menjadi cacat. Namun menjadi penyandang
cacatpun bukan berarti tidak bisa berbuat apa-apa. Banyak individu yang meskipun
menjadi penyandang cacat bisa menjadi penerang hidup bagi teman-teman berkebutuhan
khusus lainnya (Abdullah, N, 2013).
Istilah berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada anak yang dianggap
mempunyai kelainan/penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal umumnya, dalam
hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya (Efendi, dalam Abdullah, N,
2013). Berdasarkan pengertian tersebut anak yang dikategorikan berkebutuhan dalam
aspek fisik meliputi kelainan dalam indra penglihatan (tuna netra) kelainan indra
pendengaran (tuna rungu) kelainan kemampuan berbicara (tuna wicara) dan kelainan
fungsi anggota tubuh (tuna daksa) (Abdullah, N, 2013).
Anak dengan gangguan fisik dikatakan sebagai anak tuna daksa. Tuna Daksa
adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-
musculardan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk
cerebral palsy, amputasi, polio dan lumpuh (Gunawan, U., Sagap, S., & Sartika, D.
2019). Para penyandang tuna daksa secara tidak langsung akan mengalami kesulitan
dalam melakukan aktivitas, selain itu secara psikis para penyandang tuna daksa akan
mengalami perasaan rendah diri atau minim kepercayaan diri dan kesulitan dalam
menyesuaikan diri dalam lingkungan masyarakat, ditambah akan ada perlakuan berbeda
seperti celaan atau belas kasihan pada para penyandang tuna daksa. Masalah yang
menimpa para penyandang tuna daksa jika tidak dapat terselesaikan dengan sikap yang
positif akan membuat penyandang tuna daksa mengalami kecemasan berlebihan, putus
harapan, takut bertemu dengan orang, malu berlebihan, suka menyendiri dan nantinya
mereka akan memandang bahwa dirinya rendah (Wulandari, Y, 2016).
Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, sosial, dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa sehingga perlu
mendapatkan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya
(diambil dari Permendiknas No. 70 Tahun 2009, Tentang Pendidikan Inklusif bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan memiliki Potensi Kecerdasan dan atau Bakat
Istimewa dalam Gunawan, U., Sagap, S., & Sartika, D. 2019)
Secara kodrati semua manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan, tak
terkecuali anak berkebutuhan khusus. Salah satu diantaranya kebutuhan pendidikan.
Dengan terpenuhi kebutuhan akan pendidikan anak berkebutuhan khusus diharapkan bisa
mengurusi dirinya sendiri dan dapat melepaskan ketergantungan dengan orang lain.

4
Tertampungnya anak berkebutuhan khusus dalam lembaga pendidikan semaksimal
mungkin berarti sebagian dari kebutuhan mereka terpenuhi. Diharapkan lewat pendidikan
yang mereka dapatkan mampu memperluas cakrawala pandangan hidupnya. Sehingga
mampu berfikir secara kreatif, inovatif dan produktif (Abdullah, N, 2013).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari tuna daksa?
2. Bagaimana faktor penyebab seseorang mengalami kelainan tuna daksa?
3. Bagaimana klasifikasi tuna daksa?
4. Bagaimana karakteristik seseorang yang mengalami kelainan tuna daksa?
5. Bagaimana kecerdasan seseorang yang mengalami kelainan tuna daksa?
6. Bagaimana seharusnya pembelajaran yang dihadirkan kepada seseorang yang
mengalami kelainan tuna daksa?
7. Apa saja media yang bisa digunakan untuk memberikan pengajar kepada
seseorang yang mengalami kelainan tuna daksa?
8. Apa saja layanan khusus yang disiapkan untuk penderita tuna daksa?

C. TUJUAN MAKALAH
1. Mengetahui pengertian dari tuna daksa.
2. Mengetahui factor pengebab seseorang megalami kelainan tuna daksa.
3. Mengetahui klasifikasi tuna daksa.
4. Megetahui karakteristik seseorang yang mengalami kelainan tuna daksa.
5. Mengetahui kecerdasan seseorang yang mengalami kelainan tuna daksa.
6. Mengetahui pembelajaran yang dihadirkan kepada seseorang yang mengalami
kelainan tuna daksa.
7. Mengetahui media yang bisa digunakan untuk memberikan pengajar kepada
seseorang yang mengalami kelainan tuna daksa.
8. Mengetahui layanan khusus yang disiapkan untuk penderita tuna daksa.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TUNA DAKSA
Tuna daksa berasal dari kata “tuna dan daksa”, tuna artinya rugi, kurang,
sedangkan daksa artinya tubuh. Sehingga tuna daksa ditujukan kepada mereka-mereka
yang memiliki anggota tubuh yang kurang atau tidak sempurna, misalnya buntung atau
cacat. Cacat yang dimaksud disini adalah cacat tubuh dan cacat fisik, yang mana mereka
memiliki cacat pada anggota tubuh bukan cacat pada inderanya.

Pengertian tuna daksa secara terminologis, yaitu seseorang yang mengalami


kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit,
pertumbuhan yang salah perlakuan, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan
gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.

Menurut Suroyo, 1977 pengertian tuna daksa adalah ketidakmampuan anggota


tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota
tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan
yang tidak sempurna.

Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2006), istilah yang sering digunakan
untuk menyebutkan tunadaksa, seperti cacat fisik, cacat tubuh, tuna tubuh ataupun cacat
ortopedi.

Somantri ,2006 mengemukakan tuna daksa merupakan suatu kondisi yang


menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan
otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan
untuk berdiri sendiri.

Tuna daksa dapat didefinisikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada
sistem otot, tulang, persendian dan saraf yang disebabkan oleh penyakit, virus, dan
kecelakaan baik yang terjadi sebelum lahir, saat lahir dan sesudah kelahiran. Gangguan
itu mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi dan gangguan
perkembangan pribadi.

B. FAKTOR PENYEBAB

Terdapat 3 faktor penyebab Tuna Daksa, yakni Faktor Prenatal, faktor Neonatal
dan Faktor Postnatal.

Faktor Prenatal (sebelum kelahiran.)

Faktor yang menyebabkan bayi mengalami kelainan saat dalam kandungan

6
adalah:

1.Anoxia prenatal
hal ini disebabkan pemisahan bayi dari plasenta.

2.penyakit
anemia, kondisi jantung yang gawat, shock, dan percobaan pengguguran
kandungan atau aborsi

3.gangguan metabolisme pada ibu


bayi dalam kandungan terkena radiasi, radiasi langsung mempengaruhi
sistem syaraf pusat sehingga sehingga struktur maupun fungsinya terganggu

4.ibu mengalami trauma (kecelakaan).


Trauma ini dapat mempengaruhi sistem pembentukan syaraf pusat.
Misalnya ibu yang jatuh dan mengalami benturan keras pada perutnya dan
mengenai kepala bayi akan mengganggu sistem syaraf pusat.

5. infeksi atau virus yang menyerang ibu hamil.


Tunadaksa juga bisa disebabkan oleh virus yang mungkin menggerogoti
tubuh ibunya. Misalnya rubella dan herpes simplex

Faktor Neonatal (saat lahir)


Mengalami kendala saat melahirkan, seperti:

1.Kesulitan melahirkan
Dikarenakan posisi bayi sungsang atau bentuk pinggul ibu yang terlalu
kecil.

2.pendarahan pada otak saat kelahiran.

3.kelahiran premature.

4.penggunaan alat bantu kelahiran


misal berupa tang karena mengalami kesulitan kelahiran yang dapat
mengganggu fungsi otak pada bayi.

5.gangguan plasenta
yang mengakibatkan kekurangan oksigen yang dapat menjadi penyebab
terjadinya anoxia.

6.pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan.


Pemakaian anestasi yang berlebihan ketika proses operasi juga dapat
mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi yang berakibat pada disfungsi otak.

7
Postnatal (setelah kelahiran)

Walaupun proses melahirkan sudah berlalu, tidak ada jaminan seorang


individu untuk terbebas dari Tuna Daksa seumur hidupnya. Kelainan setelah
kelahiran disebabkan oleh:

1.Penyakit
seperti meningitis (radang selaput otak), enchepalitis (radang otak),
influenza, diphteria, dan partusis adalah beberapa penyakit yang dapat berdampak
fatal dan menyebabkan disfungsi otak.

2.mengalami benturan keras di bagian kepala saat terjatuh dari tempat yang tinggi
tanpa menggunakan pengaman kepala juga merupakan faktor penyebab Tuna
Daksa.

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi tuna daksa dilihat dari sistem kelainannya yaitu:
A. Kelainan pada sistem cerebral
adalah suatu kelainan gerak, postur, atau bentuk tubuh, gangguan koordinasi, dan
kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris yang disebabkan oleh adanya
kerusakan pada masa perkembangan otak.
1) Penggolongan menurut derajat kecacatan

a. Golongan ringan mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas,
dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan seharihari.
b. Golongan sedang mereka yang membutuhkan treatment atau latihan khusus untuk
berbicara, berjalan dan mengurus dirinya sendiri, memerlukan alat khusus seperti brace,
krutch, dsb.
c. Golongan berat mereka yang tetap membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi,
berbicara, dan menolong dirinya sendiri. Tidak dapat hidup sendiri di tengah masyarakat.

2) Penggolongan menurut topografi (banyaknya anggota tubuh yang lumpuh)

a. Monoplegia: hanya satu anggota gerak yang lumpuh


b. Hemiplegia: lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan
kanan dan kaki kanan.
c. Paraplegia: lumpuh pada kedua tangan atau kedua kaki.
d. Triplegia: tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua
kakinya lumpuh.
e. Quadriplegia/tetraplegia: kelumpuhan pada seluruh anggota gerak.

3) Penggolongan menurut fisiologi, kelainan gerak

8
a. Spastik: terdapat kekakuan pada sebagian atau seluruh otot-ototnya dan juga kekakuan
pada otot-otot organ bicaranya.
b. Dyskenisia: tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak seperti: athetosis, rigid, hipotonia,
dan tremor.
c. Athetosis: terdapat gerakan-gerakan yang tidak terkontrol yang terjadi sewaktu-waktu
dan tidak dapat dicegah, otomatis.
d. Rigid: ada kekakuan pada seluruh anggota gerak, tangan dan kaki sulit dibengkokkan,
leher dan punggung hiperekstensi.
e. Hipotonia (atonia): tidak ada ketegangan otot, ototnya tidak mampu merespon
rangsangan yang diberikan.
f. Tremor: ada getaran-getaran kecil(ritmis) yang terus menerus pada mata, tangan, atau
kepala.
g. Ataxia: ada gangguan keseimbangan, langkahnya seperti orang mabuk, kadang terlalu
lebar atau terlalu pendek, jalannya gontai, pada saat mengambil suatu barang sering
terjadi salah perhitungan.
h. Mixed (campuran).
B. Kelainan pada sistem otot dan rangka
ada beberapa macam yaitu Poliomyelitis, Muscle Dystrophy, Spina Bifida.
1). Poliomyelitis suatu infeksi penyakit pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh
virus polio. Akibatnya berupa kelumpuhan yang sifatnya permanent. Kecerdasannya
normal. Ada tiga type polio:
a. Type spinal, yaitu kelayuhannya pada otot leher, sekat dada, tangan, dan kaki.
b. Type bulbair, yaitu kelumpuhan fungsi motorik atau lebih saraf tepi, ditandai dengan ada
gangguan pernafasan.
c. Type bulbospinal, yaitu gabungan dari keduanya2.
2). Muscle dystrophy penyakit otot yang mengakibatkan otot tidak dapat berkembang,
kelumpuhannya bersifat simetris, yaitu pada kedua tangan atau kedua kaki.ada dua type
muscle dystrophy, yaitu:
a. Type duchenne, hanya dijumpai pada anak laki-laki, kelumpuhannya terdapat pada otot
pinggang, bahu, kaki dan tangan. Jarang berusia sampai remaja.
b. Type fasioscapulohumeral, dijumpai pada anak lelaki dan perempuan, kelumpuhannya
lebih mencolok pada otot bahu dan tangan ketimbang otot kaki dan wajah.
3). Spina bifida kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya satu atau
tiga ruas tulang belakang yang disebabkan oleh tidak tertutupnya kembali ruas tulang
belakang selama proses perkembangan terjadi. Akibatnya fungsi jaringan saraf terganggu
dan dapat mengakibatkan kelumpuhan. Ada tiga jenis spina bifida, yaitu:
a. Spina bifida occulata : spinal cord-nya tidak mengalami penonjolan. Satu atau lebih ruas
tulang belakang terbuka (tidak terbentuk).
b. Meningocele : bentuk spina bifida yang ditandai dengan penonjolan punggung pada
bagian tulang belakang yang terkena tumor. Benjolannya berisi cairan spinal yang tidak
mengakibatkan kelumpuhan.

9
c. Myelomeningocele : kelainannya paling berat karena benjolan pada ruas tulang belakang
menimbulkan kerusakan saraf. Sering mengalami kelumpuhan pada kaki, organ saluran
kencing, merasa nyeri, dan ada yang hydrocephalus.
C. Kelainan Ortopedi karena bawaan.
1). Cacat bawaan pada anggota gerak atas
a. Syndactilus : jari tangan kurang dari lima atau tidak memiliki jari-jari tangan.
b. Plydactilus : lahir dengan jumlah jari tangan lebih dari lima.
c. Sprengel disease : scapula meninggi dan terputar.
d. Torticollis : leher miring ke kiri atau ke kanan, otot lehernya tegang sebelah, wajah dan
mata tidak simetris.
2). Cacat bawaan pada anggota gerak bawah
a. Dislokasi pinggul disebabkan oleh pertumbuhan otot sendi pangkal paha tidak sehat
sehingga kepala sendi tidak dapat masuk ke dalam mangkok sendi.
b. Genu recurvatum: lutut bengkok ke belakang berlebihan.
c. Cacat pseudoarthosis: antara lutut dan mata kaki ada sendi lagi.
d. Club foot: talipes (pes) planus atau platfoot (telapak kaki datar), pes calcaneus (kaki
bagian depan terangkat), pes cavus (kaki bagian tengah terangkat).
3). Klasifikasi tunadaksa dilihat dari faktor penyebabnya:
a. cacat bawaan: sudah terjadi pada saat dalam kandungan atau saat anak dilahirkan.
b. infeksi: dapat menyebabkan kelainan pada anggota gerak atau bagian tubuh lainnya.
c. gangguan metabolisme: dapat terjadi pada bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh
faktor gizi, sehingga mempengaruhi perkembangan tubuh dan mengakibatkan kelainan
pada sistem dan fungsi intelektual.
d. kecelakaan atau trauma: dapat mengakibatkan kelainan ortopedis berupa kelainan
koordinasi, mobilisasi, dll.
e. penyakit yang progresif: diperoleh melalui genetik atau karena penyakit, misalnya dmp
(dystrophia musculorum progressive).

D. KARAKTERISTIK

Selain klasifikasi tuna daksa, ada karakteristik tuna daksa, karakteristik tuna daksa
banyak jenis dan variasi anak tuna daksa, sehingga untuk mengidentifikasi
karakteristiknya diperlukan pembahasan yang sangat luas. Berdasarkan berbagai sumber
ditemukan beberapa karakteristik umum bagi anak tuna daksa, diantaranya sebagai
berikut :

(1) Karakteristik akademik, penyandang tuna daksa yang mengalami kelainan pada
sistem otot dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan
individu normal, sedangkan penyandang tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem
cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat idiocy sampai dengan gifted.
(2) Karakteristik Sosial atau emosional, karakteristik sosial atau emosional
penyandang tunadaksa bermula dari konsep diri individu yang merasa dirinya cacat, tidak

10
berguna, dan menjadi beban orang lain yang mengakibatkan mereka malas belajar,
bermain dan membentuk perilaku yang salah. Kehadiran individu cacat yang tidak
diterima oleh orang tua dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan
pribadi seseorang. Kegiatan jasmani yang tidak dapat dilakukan oleh penyandang
tunadaksa dapat mengakibatkan timbulnya masalah emosi, seperti mudah tersinggung,
mudah marah, rendah diri, minder, kurang dapat bergaul, pemalu, menyendiri, dan
frustrasi.

(3) Karakteristik Fisik atau Kesehatan, karakteristik fisik atau kesehatan penyandang
tunadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami
gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, dan
gangguan bicara. Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada penyandang tuna daksa
sistem cerebral.

(4) Karakteristik kepribadian, mereka yang cacat sejak lahir tidak pernah memperoleh
pengalaman,yang demikian tidak menimbulkan frustasi. Tidak ada hubungan antara
pribadi yang tertutup dengan lamanya kelainan fisik yang diderita. Adanya kelainan fisik
tidak mempengaruhi kepribadian atau ketidak mampuan individu dalam menyesuaikan
diri. Anak cerebal-palsy dan polio cenderung memiliki rasa takut yang tinggi.

(5) Karakteristik Intelegensi tidak ada hubungan antara kecerdasan dan kecacatan, tapi
ada beberapa kecenderungan adanya penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila
cacatnya meningkat. Hasil dari beberapa penelitian ternyata IQ anak tuna daksa rata-rata
normal.

E. KECERDASAN

Penyandang tuna daksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka
adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan individu normal,
sedangkan penyandang tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral, tingkat
kecerdasannya berentang mulai dari tingkat idiocy sampai dengan gifted (Pratiwi, I., &
Hartosujono, H. 2014). Menurut Piaget, gangguan ini berdampak pada kemampuan
kognitif penyandang tuna daksa. Sebab, hal tersebut berpengaruh pada pada kegiatan
eksplorasii yang dapat menghambat masukan sensoris seseorang secara wajar (Somantri,
dalam Waqiati, H. A. 2012 ). Pada anak cerebral palsy selain mengalami gangguan pada
perkembangan fungsi kognitifnya, juga mengalami kesulitan dalam komunikasi, persepsi
maupun control gerakannya, bahkan ada diantara mereka yang mengalami
keterbelakngan mental (Effendi, dalam Wagiati H.A 2012). Hardman (1990)
mengemukakan bahwa 45% anak cerebral palsy mengalami keterbelakangan mental
(tunagrahita), 35% mempunyai tingkat kecerdasan normal dan di atas normal. Sisanya
berkecerdasan sedikit di bawah rata-rata.

11
Kemudian, dalam hal Intelegensi tidak ada hubungan antara kecerdasan dan
kecacatan, tapi ada beberapa kecenderungan adanya penurunan sedemikian rupa
kecerdasan individu bila cacatnya meningkat. Hasil dari beberapa penelitian ternyata IQ
anak tuna daksa rata-rata normal.

F. PEMBELAJARAN
Tujuan pendidikan anak tunadaksa bersifat ganda (dual purpose), yaitu:
1. Berhubungan dengan aspek rehabilitasi dan pengembangan fungsi fisik, tujuannya
adalah untuk mengatasi permasalahan yang timbul sebagai akibat langsung atau tidak
langsung dari kecacatannya.
2. Berkaitan dengan pendidikan, tujuannya adalah untuk membantu menyiapkan peserta
didik agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai
pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan
kemampuannya dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan (uu no.2 tahun
1989 tentang uspn dan pp no.72 tentang plb)

Connor (1975) dalam Musyafak Asyari (1995) mengemukakan bahwa dalam


pendidikan peserta didik tunadaksa perlu dikembangkan 7 aspek yang diadaptasikan
sebagai berikut:

a) pengembangan Intelektual dan Akademik. Pengembangan aspek ini dapat


dilaksanakan secara formal di sekolah melalui kegiatan pembelajaran. Sekolah khusus
peserta didik tunadaksa (SLB-D) tersedia seperangkat kurikulum dengan semua
pedoman pelaksanaannya, namun hal yang lebih penting adalah pemberian
kesempatan dan perhatian khusus pada peserta didik tunadaksa untuk
mengoptimalkan perkembangan intelektual dan akademiknya
b) membantu perkembangan fisik. Peserta didik tunadaksa mengalami hambatan fisik
maka dalam proses pendidikan guru harus turut bertanggung jawab terhadap
pengembangan fisiknya dengan cara bekerja sama dengan staf medis. Hambatan
utama dalam belajar adalah adanya gangguan motorik. Guru harus dapat mengatasi
gangguan tersebut sehingga peserta didik memperoleh kemudahan dalam mengikuti
pendidikan. Guru harus membantu memelihara kesehatan fisik peserta didik,
mengoreksi gerakan peserta didik yang salah dan mengembangkan ke arah gerak
yang normal

12
c) meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri peserta didik., Guru
bekerja sama dengan psikolog dalam proses pendidikan harus menanamkan konsep
diri yang positif terhadap hambatan agar dapat menerima dirinya. Hal ini dapat
dilakukan dengan menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif sehingga dapat
mendorong terciptanya interaksi yang harmonis
d) mematangkan aspek sosial. Aspek sosial yang meliputi kegiatan kelompok dan
kebersamaannya perlu dikembangkan dengan pemberian peran kepada peserta didik
tunadaksa agar turut serta bertanggung jawab atas tugas yang diberikan serta dapat
bekerja sama dengan kelompoknya
e) mematangkan moral dan spiritual. Dalam proses pendidikan perlu diajarkan
kepada peserta didik tentang nilai-nilai, norma kehidupan, dan keagamaan untuk
membantu mematangkan moral dan spiritualnya
f) meningkatkan ekspresi diri. Ekspresi diri peserta didik tunadaksa perlu ditingkatkan
melalui kegiatan kesenian, keterampilan atau kerajinan
g) mempersiapkan masa depan peserta didik. Dalam proses pendidikan, guru dan
personel lainnya bertugas untuk menyiapkan masa depan peserta didik. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan cara membiasakan peserta didik bekerja sesuai dengan
kemampuannya, membekali mereka dengan latihan keterampilan yang menghasilkan
sesuatu yang dapat dijadikan bekal hidupnya.

Kirk (1986) mengemukakan bahwa adaptasi pendidikan peserta didik tunadaksa


apabila ditempatkan di sekolah umum adalah sebagai berikut:
a) penempatan di kelas reguler. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1) menyiapkan lingkungan belajar tambahan sehingga memungkinkan peserta
didik tunadaksa untuk bergerak sesuai dengan kebutuhannya, misalnya
membangun trotoar, pintu agak besar sehingga peserta didik dapat
menggunakan kursi roda
2) menyiapkan program khusus untuk mengejar ketinggalan peserta didik
tunadaksa karena peserta didiksering tidak masuk sekolah
3) guru harus mengadakan kontak secara intensif dengan peserta didiknya untuk
melihat masalah fisiknya secara langsung
4) perlu mengadakan rujukan ke ahli terkait apabila timbul masalah fisik dan
kesehatan yang lebih parah
b) Penempatan di ruang sumber belajar dan kelas khusus. Murid yang mengalami
ketinggalan dari temannya di kelas reguler karena ia sakitsakitan diberi layanan
tambahan oleh guru di ruang sumber. Murid yang datang ke ruang sumber tergantung
pada materi pelajaran yang menjadi ketinggalannya, sedangkan peserta didik yang
mengunjungi kelas khusus biasanya peserta didik yang mengalami kelainan fisik
tingkat sedang dengan inteligensia normal. Misalnya, peserta didik yang tidak dapat
berbicara maka ia perlu masuk kelas khusus sebagai persiapan peserta didik untuk
memasuki kelas reguler karena selama peserta didik di kelas khusus ia sering
bermain, ke kantin, dan upacara bersama dengan peserta didik normal (peserta didik
kelas reguler).

Beberapa pembelajaran dapat dipilih untuk meningkatkan perkembangan anak


tunadaksa terutama mengenai penyampaian materi di kelas. Materi yang disampaikan

13
haruslah disesuaikan dengan kebutuhan anak, yaitu mengoptimalkan bagian tubuh
lain yang masih bisa berfungsi normal. Beberapa contoh yang dapat dilakukan dalam
penyampaian materi itu adalah sebagai berikut.

Bagi anak penyandang tunadaksa,materi pembelajaran memang sama


dengan anak reguler pada umumnya. Tetapi, dalam pengaplikasiannya tentu harus
disesuaikan, seperti gambar di atas. Dalam gambar tersebut, diketahui bahwa guru
melakukan pembelajaran dengan menggunakan alternatif video atau gambar, guna
memperkenalkan anak kepada objek yang diajarkan. Hal ini sesuai dengan anak
tunadaksa terutama pada mereka yang memiliki keterbatasan pada anggota gerak
atas seperti tangan.

Kemudian bagi mereka yang memiki keterbatasan gerak pada bagian


bawah, ruang belajar juga harus ikut disesuaikan. Hal ini dilakukan dalam rangka
memberi keluasan anak untuk bergerak bebas dan melatih motorik tubuhnya tanpa
khawatir akan terluka oleh benda-benda yang ada,

14
Pembelajaran seni juga bisa dirasakan bagi anak tunadaksa. Bagian
tumbuh yang bisa berfungsi normal maupun memiliki kekurangan yang
dikategorikan ringan, jika dilatih maka bukan hal yang tidak mungkin bagi anak
tunadaksa untuk memainkan alat-alat musik. Bagi mereka yang terhalang oleh
anggota geraknya, implikasi musik juga dapat dilakukan dengan metode suara
seperti bernyanyi ataupun yang lainnya.

Pembelajaran di bidang olahraga juga bukan halangan bagi mereka yang memiliki
kekurangan dalam anggota geraknya, dengan pengawasan guru atau orang yang ahli. Di
zaman yang sudah serba mudah ini, alat bantu gerak bagi penyandang tunadaksa juga
bisa menunjang pembelajarannya. Seperti contoh gambar diatas. Jika hal ini terus dilatih
dan berkembang, maka dimungkinkan bagi anak tunadaksa menggapai mimpinya untuk
berkerja di bidang yang membutuhkan alat gerak.

15
Dikutip dari jurnal Ardhia Rizeki, dijelaskan bahwa seorang anak yang
mengalami tunadaksa dibagian anggota gerak atas, yaitu tangan, sebelum memulai
pembelajaran dilakukan cara-cara untuk melemaskan ototnya, seperti salah satunya yaitu
meremas kertas. Hal ini terbukti dengan anak itu yang sebelumnya belum bisa menulis
dan memegang pensil, menjadi bisa memegang pensil meski dalam menulis anak tersebut
masih keluar dari garis.
Selain dimbangi dengan melemaskan otot pada jari-jari tangan, pembelajaran
menulis juga bisa dilakukan dengan melakukan penebalan pada huruf-huruf atau bentuk-
bentuk lain yang mana dapat melatih anak untuk menulis rapi dan melatih kinerja
motorik tangan.

Untuk anak yang mengalami cerebral palsy, pembelajaran dapat dilakukan baik
secara bersama-sama dengan anak reguler lainnya maupun secara individual dengan
syarat lebih menekankan materi melalui komunikasi yang intens. Hal ini dikarenakan
kemampuan responsif dari anak cerebral palsy yang dinilai memiliki keterlambatan,
sehingga membutuhkan media belajar yang lebih mendukung terutama pada aspek
manusianya atau pendidiknya.

G. MEDIA PEMBELAJARAN
Sesuai dengan klasifikasinya maka,setiap pembelajaran memilki karakteristik
sendiri-sendiri. Karakteristik tersebut dapat diihat menurut kemampuan media
pembelajaran untuk membangkitkan rangsangan indra
penglihatan,perabaan,penciuman,pendengaran,dari kaarteristik ini untuk memilih media
pembelajaran yang akan digunakan oleh seorang guru pada saat melakukan proses
belajar-mengajar,dapat disesuaikan dengan suatu situasi tertentu:
1 . Media Grafis
Media grafis adalah suatu jenis media yang akan menuangkan pesan yang akan
disampaikan dlam bentuk symbol-symbol komunikasi verbal,symbol-symbol tersebut
artinya perlu dipahami dengan benar,agar proses penyampaian pesannya dapt berhasil
dengan baik dan efisens. Selain fungsi tersebut sevara khusus grafis berfungsi menarik
perhatian,memperjelas sajian ide,mengilustrasikan atau menghiasi fakta yang mungkin
bila mana jika tidak digrafiskan maka akan cepat terlupakan. Bentuk-bentuk media grafis
antara lain adalah: Gambar foto, Sketsa, Diagram, Bagan, Grafik, Kartun, Poster, Peta,
Papan Flannel dan Papan Buletin

16
2. Media Audio
Media audio berkaitan dengan indra pendengaran,pesan yang disampaikan lewat
audio dituangkan ke dalam lambing-lambang auditif,baik verbal maupun non verbal.
Beberapa media yang dapat dimasukkan kedalam kelompok media audio antara lain:
Radio, Alat perekam,pita magnetic,alat perekam pita kaset.
2. Media Proyeksi
Media proyeksi diam memiliki persamaan dengan media grafis, dalam arti dapat
menyajikan rangsangan-rangsangan visual. Bahan-bahan grafis banyak digunakan juga
dlam media proyeksi diam. Media proyeksi gerak ,pembuatannya juga memerlukan
bahan-bahan grafis, misalnya untuk lembar peraga dengan menggunakan perangkat
computer,rekayasa pryeksi gerak dapat lebih bervariasi,dan dapat dikerjakan hampir
keseluruhannya menggunakan perangkat computer. Untuk mengerjakan skill proyeksi
gerak mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan proyeksi diam, beberapa
media proyeksi antara lain: Film bingkai, film rangkai, film gelang, film transparansi,film
gerak 8mm,16mm,32mm dan televise dan video.

H. LAYANAN KHUSUS
Dalam proses pembelajaran, anak tunadaksa memerlukan metode - metode khusus
yang disesuaikan dengan kondisi tubuh. Tidak setiap anak tunadaksa dapat menulis
dengan baik dikarenakan kondisi motorik halus yang tidak memungkinkan. Selain
pembelajaran berbasis akademik, anak tunadaksa juga memerlukan pembelajaran-
pembelajaran khusus untuk melatih Soft Skill agar dapat memanfaatkan sisa kemampuan
atau fungsi gerak untuk dapat menghasilkan karya cipta. Pelayanan-pelayanan tersebut
sangat diperlukan anak-anak tunadaksa agar dapat membantu kualitas hidupnya lebih
baik dan mandiri (Nisa, K., Mambela, S., & Badiah, L. I. 2018).
Model layanan pendidikan bagi anak tunadaksa dibagi pada sekolah khususdan
atau sekolah terpadu atau inklusi :

 Sekolah Khusus adalah diperuntukkan bagi anak yang mempunyai problema yang
lebih berat bagi intelektualnya maupun emosinya.
 Sekolah terpadulinklusi, sekolah ini diperuntukkan bagi anak tunadaksa yang
mempunyai problema ringan dan problema penyerta dan tidak disertai oleh problema
retadasimental.

17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pengertian tuna daksa
Pengertian tuna daksa secara terminologis, yaitu seseorang yang
mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari
luka, penyakit, pertumbuhan yang salah perlakuan, dan akibatnya kemampuan
untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.

2. Faktor penyebab tuna daksa


 Faktor prenatal : anoxia prenatal, penyakit, gangguan metabolism pada
ibu, ibu mengalami trauma (kecelakaan), infeksi atau virus yang
menyerang ibu hamil.
 Faktor neonatal : kesulitan melahirkan, pendarahan pada otak saat
melahirkan, kelahiran premature, penggunaan alat bantu pada kelahiran,
gangguan plasenta, pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan.
 Faktor postnatal : penyakit, mengalami benturan keras di bagian kepala,
kecelakaan.

3. Klasifikasi tuna daksa


Kelainan pada system celebral
 Penggolongan menurut derajat kecacatan : golongan ringan, sedang, berat.
 Penggolongan menurut topografi: monoplegia, hemiplegia, paraplegia,
triplegia, tetraplegia.
 Penggolongan menurut fisiiografi : spastik, dyskenisia, athetosis, rigid,
hipotonia, tremor, ataxia, mixed.
Kelainan pada system otot dan rangka
 Poliomyelitis: tipe spinal, bulbair, dan bulbospinal.
 Muscle dystrophi : type Duchenne, type fasioscapulohumeral.
 Spina bifida : spina bifida occulata, meningocele, myelomeningcele.
Kelainan ortopedi karena bawaan
 Cacat bawaan pada anggota gerak atas : syndactilus, plydactilus, sprengel
desease, torticollis.
 Cacat bawaan pada anggota gerak bawah : dislokasi punggung, genu
recurvatum, cacat pseudoarthosis, club foot
 Dilihat dari faktor penyebabnya : cacat bawaan, infeksi, gangguan
metabolism, kecelakaan atau trauma,penyakit yang progesive.

18
4. Karakteristik tuna daksa
 Karakteristik akademik : kebanyakan normal, tetapi kasus penyandang
tuna daksa yang mengalami cerebral palsy kecerdasannya berentang
idiocy sampai gifted.
 Karakteristik sosial dan emosional : mengalami berbagai masalah emosi.
 Karateristik fisik dan Kesehatan : kecenderungan mengalami gangguan
lain.
 Krakteristik kepribadian : rasa takut lebih tinggi
 Karakteristik intelegensi : rata – rata normal, namun ada beberapa kasus
yang menyebabkan penurunan IQ.

5. Kecerdasan tuna daksa


Penyandang tuna daksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan
rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan individu
normal, sedangkan penyandang tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem
cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat idiocy sampai
dengan gifted (Pratiwi, I., & Hartosujono, H. 2014).

6. Pembelajaran tuna daksa


Connor (1975) dalam Musyafak Asyari (1995) mengemukakan bahwa
dalam pendidikan peserta didik tunadaksa perlu dikembangkan 7 aspek yang
diadaptasikan sebagai berikut:
a. Pengembangan intelektual dan akademik
b. Membantu perkembangan fisik
c. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri peserta didik
d. Mematangkan aspek social
e. Mematangkan moral dan spiritual
f. Meningkatkan ekspresi diri
g. Mempersiapkan masa depan peserta didik

7. Media pembelajaran
Karena kebanyakan anak dengan kelainan tuna daksa hanya memiliki
keterbatasan dalam mobilis jadi bisa menggunakan berbagai media belajar dalam
penyampaian informasi sebagai berikut :
 Media grafis
 Media audio
 Media proyeksi
Namun untuk anak tertentu yang juga memiliki gangguan pendengaran,
penglihatan, atau yang lain bisa mamanfaatkan kelebihan yang dimiliki dengan
memiliki salah satu dari media belajar tersebut

19
8. Layanan khusus
 Sekolah khusus
 Sekolah terpadu inklusi

B. SARAN
Diharapkan dengan makalah ini, dengan mengerti pengertian,faktor
penyebab,klasifikasi dan pembelajaran dari tuna daksa untuk membawa kesadaran dalam
kehidupan. Sehingga, semua orang dapat mengerti kemudian memperlakukan mereka
yang menderita tuna daksa dengan baik dan membuat mereka nyaman dengan kondisi
disekelilingnya.

20
DAFTAR PUSTAKA
Waqiati, H. A. (2012). Hubungan antara dukungan sosial dan efikasi diri dengan kecemasan menghadapi
dunia kerja pada penyandang tuna daksa.
Pratiwi, I., & Hartosujono, H. (2014). Resiliensi pada Penyandang tuna Daksa non bawaan. Jurnal
Spirits, 5(1), 48-54.
Nisa, K., Mambela, S., & Badiah, L. I. (2018). Karakteristik Dan Kebutuhan Anak Berkebutuhan
Khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 33-40.
https://ycaitasikmalaya46111.wordpress.com/konseling-abk/pendidikan-khusus/tunadaksa/. Diakses pada
3 Oktober 2021
Lathifah, I. A. (2015). Metode pengembangan kepercayaan diri anak tuna daksa di Sekolah Luar Biasa
(SLB) C Kemala Bhayangkari 2 Gresik (Doctoral dissertation, UIN Walisongo).
Mais, A. (2016). Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK): Buku Referensi untuk Guru,
Mahasiswa dan Umum. Pustaka Abadi.
A, A. R. (n.d.). PENANGANAN PEMBELAJARAN pada ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
terutama pada TUNA DAKSA di MI NURUL HUDA SEDATI. 12-13.
Atanasius, E. P. (2016). MODUL GURU PEMBELAJAR PLB TUNADAKSA. Bandung: PPPPTK TK
DAN PLB BANDUNG.
Widati, S. (n.d.). PENDIDIKAN BAGI ANAK TUNADAKSA. Retrieved 10 1, 2021, from
http://file.upi.edu/: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195310141987032-
SRI_WIDATI/MK_ATD_2/PENDIDIKAN_BAGI_ANAK_TUNADAKSAfix.pdf

Gunawan, U., Sagap, S., & Sartika, D. (2019). METODE PEMBIMBING DALAM MENINGKATKAN
KEPERCAYAAN DIRI ANAK TUNA DAKSA DI SLB PROF DR SRI SOEDEWI MASCJHUN SOFWAN
SH TELANAIPURA KOTA JAMBI (Doctoral dissertation, UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi).
Abdullah, N. (2013). Mengenal anak berkebutuhan khusus. Magistra, 25(86), 1.
Wulandari, Y. (2016). PENGARUH KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP PENYESUAIAN SOSIAL
PENYANDANG TUNA DAKSA DI BALAI REHABILITASI TERPADU PENYANDANG
DISABILITAS (BRTPD) BANTUL YOGYAKARTA TAHUN 2016. Prodi. Bimbingan dan Konseling,
FKIP, Universitas PGRI Yogyakarta.

21
LAMPIRAN
Pertanyaan-pertanyaan!
1. Tri Mulyani (014) : jika ada anak yang memiliki cacat tubuh tapi kecerdasannya normal, harus
sekolah inklusi atau umum. Kemudian apakah dia juga memerlukan bantuan dari guru ?
Jawab :
a. Fortuna maulina (016): menurut saya sebaiknya disekolahkan di sekolah inklusi yaitu
SLB-D yang ditujukan untuk para penyintas tuna daksa. Tunadaksa sendiri adalah
kondisi yang dimana para penderitanya mengalami gangguan gerak yang disebabkan oleh
kelainan struktur tubuh yang bersifat bawaan atau karena kecelakaan dan lain hal. Karena
kalua disekolahkan disekolah yang umum, meskipun memiliki Kesehatan mental yang
normal, tetapi kadang mereka yang memiliki kekurangan seperti itu mengalami
deskriminasi oleh siswa lainnya.
b. Firda annisa (002) : menurut saya hal ini bisa dikembalikan kepada bagaimana tingkat
ketunadaksaan anak. Apakah tergolong pada tingkat ringan, sedang atau berat. Apakah
terjadi permasalahan penglihatan, pendengaran dan kecerdasaan atau tidak. Nah kalau
tingkatnya ringan, kemudian anak tersebut masih bisa bergerah dengan leluasa dan tidak
ada gangguan kecerdasan maka lebih baik sekolah disekolah umum. Selagi anak tersebut
menyatakan bersedia dan tetap mempertimbangkan bagaimana respon teman karena
nantinya akan berpengaruh pada psikisnya. Karena disana akan lebih menanamkan jiwa
sportivitas dan menunjang prestasinya. Sedangkan pada tingkat tuna daksa yang sedang ,
berat, atau mungkin dia memiliki masalah pada pendengaran, penglihatan atau
kecerdasan, maka lebih baik sekolah di sekolah inklusi. Agar mendapatkan pelayanan
khusu yang sesuai dengan siswa tersebut.

2. Inneke Putri (019): ABK tidak hanya terguncang secara fisik namun mentalnya juga kena,
bagaimana peran guru terhadap murid yang kita tidak tahu bagaimana kondisi lingkungan keluarga
dan masyarakatnya?
a. Syafira Azzarina (029) : guru berperan sebagai suri tauladan. jadi guru memberikan
contoh menyikapi anak-anak yang memiliki kekurangan atau keterbatasan.
kemarin juga sempat di singgung oleh Bu Endang bahwa anak SD itu sangat
bergantung dengan gurunya. selain itu guru juga harus menjadi inspirasi dan
memberikan motivasi kepada muridnya dengan menerima kenyataan yg dimiliki
perlahan-lahan dan memotivasi agar siswa itu dapat mengembangkan bagian lain
dari dirinya yang masih berfungsi normal. sehingga dapat disimpulkan bahwa
guru itu dapat berperan ganda. yang pertama adalah diluar anak berkebutuhan
khusus itu gimana adalah lingkungan sosialnya. dan diri dari anak yang
berkebutuhan tersebut.
b. Firda Annisa (002) : selain itu, guru harus lebih peka terhadap siswanya.
Biasanya anak yang sedang memiliki masalah akan berbeda gerak geriknya dan
tidak seperti biasanya. Mungkin siswa tersebut tiba – tiba murung, pasih, dll.
Sehingga guru bisa membaca kondisi siswa dari perbedaan gerak gerik tersebut.
Setelah guru menyadari, alangkah lebih baik jika guru melakukan pendekatan
kepada siswa tersebut agar mengetahui masalah dan latar belakangnya.

22
3. Adelia Yunitasari (025): bagaimana cara guru memperlakukan ABK golongan sedang?
a. Firda Annisa (002): Dengan memberikan treatment khusu kepada mereka, jika mereka
memiliki pemmasalahan dalam bicara maka guru bisa mengajarinya untuk berbicara.
Kemudian mengajari dia berjalan, dan memberitahu bagaimana perkerjaan yang bisa ia
lakukan sendiri. Seperti memegang pensil, mengambil makanan, menulis, dll.selain itu,
guru juga harus membantunya melakukan kegiatan yang mungkin tidak bisa ia lakukan
karena siswa dengan tuna daksa memang kesulitan dalam hal mobilitas.

4. Amrul huda (004) : saya memiliki siswa yang memiliki kelainan tunadaksa tingkat ringan.
Kecerdasannya hamper sama atau kadang melebihi anak regular. Namun dia sangat minder. Nah,
guru kan seharusnya jadi suri tauladan. tetapi anak itu sudah terlanjur sangat minder dan sulit
mengontrol emosinya. Bagaimana cara guru mengatasi masalah ini?
a. Syafira azzarina(029) : Mungkin bisa memperhatikan faktor dari orangtuanya dan
lingkungannya bukan hanya dari sisi gurunya saja,seperti mengajak teman-
temannya si anak abk ini untuk selalu mensuport dia ketika ingin aktif dikelas
atau selalu menyemangati ketika akan menjalani ujian pokoknya menjadi teman
bercerita/teman main yang baik untuk dia. Kemudian dari sisi orang tuanya, bisa
lebih memperhatikan kegiatannya,misalnya ketika berprestasi,meskipun menurut
orangtua kemenangannya tidak terlihat spesial,tetapi ketika si anak ini menang,dia
bisa gembira sekali tentang kesuksesan dia, kemudian bisa mendekati buah
hatinya dari hati ke hati,kemudian selalu menerapkan sikap optimis atau berpikir
positif kepada diri buah hatinya,

5. Ratih Nadia : tadi dikatakan penyandang kelainan dyskenisia tidak dapat mengontrol gerak seperti
tremor. Apakah penderita kelainan tersebut tidak dapat diajari cara mengontrol gerak? Jika bisa
bagaimana caranya?
a. Fortuna Maulina (016): ini pendapat saya. dalam hal yang serius guru dapat
berkonsultasi dengan dokter terutama spesialis dari masalah tersebut sehingga
treatment yang akan diberikan pada saat pembelajaran itu dapat sesuai. seperti
yang dicontohkan dalam pembelajaran tadi bahwa sebelum memulai
pembelajaran anak dapat melemaskan otot-otot tangan terutama pada jari dengan
berbagai macam media diantaranya adalah kertas atau balon yang ukuran sesuai
dengan tangannya. hal ini dilakukan agar secara waktu ke waktu, Tremor anak
dapat berkurang

6. Izzatul Karimah : bagaimana car akita nantinya melakukan pembelajaran untuk penyandang
tetraplegia? Dan apakah ada kemungkinan kesembuhan untuk anak tetraplegia?
a. Firda Annisa (002) : Menurut saya apapun kekurangan peserta didik pasti masih
ada yang bisa dimanfaatkan untuk penyampaian informasi. Jadi kita bisa
memanfaatkannya. Seperti dalam presentasi tadi dijelaskan bahwa ada 3 media
pembelajaran yaitu visual, audio, dan proyeksi. Kita bisa memanfaatkannya
dengan mempertimbangkan kemampuan peserta didik, apakah anak ini mudah
menerima dengan visual, audio ataupun proyeksi. Karena bisa jadi jika kelainan
ini termasuk celebral palsy akan menyebabkan ganguan juga di sistem

23
pendengaran, penglihatan atau yang lainnya. Jadi guru bisa memanfaatkan
kelebihan dari anak tersebut.
Kemudian untuk kemungkinan kesembuhan segala macam kelainan bisa
bertahap. Kembali lagi, kita bisa berkonsultasi dengan dokter bagaimana
treatment yang baik untuk penyandang tuna daksa ini. Terapi terapi yang biasa
dilakukan antara lain:
- fisioterapi
- terapi okupasi
- terapi wicara
- terapi psikologis

24

Anda mungkin juga menyukai