Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TUNADAKSA

Disusun Oleh:

Nama Mahasiswa : 1. Andre Silaen (6173321005)


2. Angga Dwi Putra (6171121007)
3. Ester Junianti F Harianja (6183821036)
4. Fathur Rizki Nasution (6183321036)
5. Novia Fajri Saputra (6183121032)
6. Roni Wijaya Saragih (6172121008)
7. Zonanda Girsang
Mata Kuliah : Olahraga Berkebutuhan Khusus
Dosen Pengampu : Yan Indra Siregar, S.Pd., M.Pd.

PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Olahraga Berkebutuhan Khusus. Selain itu penyusunan makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan mahasiswa/mahasiswi.
Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,dengan segala
kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan makalah ini selanjutnya
menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih dan semoga makalah
ini bermanfaat untuk kami dan juga pembaca.

Wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Medan, 19 April 2021


Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1

C. Tujuan.............................................................................................................................1

BAB II. PEMBAHASAN..........................................................................................................2

A. Pengertian Tunadaksa.....................................................................................................2

B. Jenis Jenis Tunadaksa.....................................................................................................2

C. Ciri-Ciri Tunadaksa.........................................................................................................3

D. Faktor Penyebab Tunadaksa...........................................................................................4

E. Karakteristik Penyandang Tunadaksa.............................................................................5

F. Pelayanan dan Rehabilitasi Tunadaksa..........................................................................6

G. Pendidikan Anak Tunadaksa...........................................................................................8

H. Tempat Pendidikan..........................................................................................................9

I. System Pendidikan..........................................................................................................9

J. Cara Membantu Siswa Tunadaksa Berhasil Dikelas Inklusif.......................................10

BAB III. PENUTUP.................................................................................................................12

A. Kesimpulan...................................................................................................................12

B. Saran..............................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus sudah semestinya mendapatkan pelayanan yang layak
demi kelangsungan hidupnya. Mereka tidak hanya disekolahkan disekolah luar biasa,
tetapi dapat juga ditempatkan disekolah biasa atau yang disebut dengan pendidikan
inklusi. Adapun beberapa landasan tentang pendidkan inklusi yaitu salah satunya 
landasan Yuridis yaitu UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau memiliki kecerdasan
luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus. 
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan
dengan orang lain karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai makhluk sosial, dimana
kita saling membutuhkan orang lain dan tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu kita
sebagai manusia selalu saling berinteraksi satu dengan yang lain untuk dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara fisik, maupun kebutuhan psikologis.
Interaksi adalah salah satu usaha untuk menyesuaikan diri, dimana manusia tidak
dapat melepaskan diri dari lingkungannya, bahkan individu selalu berusaha untuk
bertingkah laku sesuai dengan tuntutan-tuntutan masyarakat agar dapat diterima.
Soemantri (2006) mengatakan bahwa banyak terdapat individu yang mengalami kesulitan
dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial ini, salah satunya seperti keadaan yang
dibawa sejak lahir, hal ini bisanya berhubungan denga keadaan diri individu yang tidak
dapat diperbaiki, misalnya cacat tubuh.
Keterbatasan fisik atau cacart tubuh, yang biasa dikenal dengan sebutan tunadaksa
merupakan cacat pada anggota tubuhnya (Marhijanto, 1993). Tunadaksa dapat
didefiniskan sebagai penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang
dan persendian yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi,
mobilisasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi (Debdikbud, 1991).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian tunadaksa secara umum dan menurut para ahli?
2. Apa saja jenis jenis tunadaksa?
3. Apa saja ciri ciri tunadaksa?
4. Bagaimana karakteristik penyandang tunadaksa?
5. Apa saja faktor penyebab tunadaksa?
6. Bagaimana pelayanan dan rehabilitasi tunadaksa?
7. Bagaimana pendidikan untuk anak tunadaksa?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tersusunlah tujuannya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian tunadaksa secara umum dan menurut para ahli
2. Untuk mengetahui apa saja jenis jenis tunadaksa
3. Untuk mengetahui ciri ciri tunadaksa
4. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik penyandang tunadaksa
5. Untuk mengetahui faktor penyebab tunadaksa
6. Untuk mengetahui Bagaimana pelayanan dan rehabilitasi tunadaksa
7. Untuk mengetahui Bagaimana pendidikan untuk anak tunadaksa

1
BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Tunadaksa
Tunadaksa adalah suatu kondisi dimana terjadi ketidakmampuan anggota tubuh
untuk melaksanakan fungsinya yang disebabkan kelainan atau kecacatan sistem otot,
tulang atau persendian sehingga mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi,
adaptasi, mobilisasi dan perkembangan keutuhan pribadi. 
Tunadaksa berasal dari kata Tuna yang artinya rugi, kurang dan kata daksa berarti
tubuh. Sehingga tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang yang memiliki
kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan atau bentuk tubuh.
Penderita tunadaksa merupakan seseorang yang mengalami kesulitan akibat kondisi
tubuhnya sendiri sehingga membutuhkan bantuan untuk orang lain.
Seseorang yang menyandang tunadaksa membutuhkan rehabilitasi sebagai sarana
pemulihan penyandang cacat tubuh yang diakibatkan kerusakan pada gangguan pada
tulang otot. Selain tempat untuk penyembuhan secara fisik, penyembuhan secara mental
dengan memotivasi, dan tempat bersosialisasi antar sesama penyandang cacat dan
penyandang cacat dengan masyarakat sekitar.

Definisi dan pengertian tuna daksa menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut soemantri (2006) tunadaksa adalah suatu keadaan rusak atau terganggu
sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam
fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau
dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir. 
2. Menurut Efendi (2008), tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk
melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh
untuk melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan
yang tidak sempurna

D. Jenis Jenis Tunadaksa


Menurut Aziz (2015), kelainan yang dikategorikan sebagai tunadaksa
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Tunadaksa Ortopedi (orthopedically handicapped)
Merupakan penyandang tunadaksa yang mengalami kecacatan tertentu pada
bagian tulang, otot tubuh maupun persendian. Jenis tunadaksa ini adalah mereka yang
mengalami kelainan, kecacatan, ketunaan tertentu pada bagian tulang, otot tubuh,
ataupun daerah persendian baik yang dibawa sejak lahir maupun yang diperoleh
kemudian (karena penyakit atau kecelakaan) sehingga mengakibatkan terganggunya
fungsi tubuh secara normal.
Adapun jenis-jenis penyandang tunadaksa dalam kelompok kelainan sistem otot
dan rangka atau tunadaksa ortopedi adalah sebagai berikut:
 Poliomyelitis, merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang
disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan bersifat
menetap.
 Muscle dystrophy, merupakan jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak
berkembang karena mengalami kelumpuhan yang bersifat progresif dan
simetris. Penyakit ini ada hubungannya dengan keturunan. 
 Spina bifida, merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai
dengan terbukanya satu tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya kembali

2
selama proses perkembangan. Akibatnya fungsi jaringan saraf terganggu dan
dapat mengakibatkan kelumpuhan.

2. Tunadaksa saraf (nurologically handicapped)


Merupakan penyandang tunadaksa yang mengalami kelemahan pada gerak dan
fungsi salah satu atau beberapa alat geraknya yang disebabkan oleh kelainan pada
saraf di otak. 
Menurut derajat kecacatannya, tudadaksa saraf dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: 
 Ringan, dengan ciri-ciri, yaitu dapat berjalan tanpa alat bantu, bicara jelas dan
dapat menolong diri sendiri. 
 Sedang, dengan ciri-ciri: membutuhkan bantuan untuk latihan berbicara,
berjalan, mengurus diri dan menggunakan alat-alat khusus. 
 Berat, dengan ciri-ciri: membutuhkan perawatan tetap dalam ambulasi, bicara
dan tidak dapat menolong diri sendiri. 
Menurut Letak Kelainan Otak Dan Fungsi Gerak: 
 Spastik, dengan ciri-ciri seperti ada kekakuan pada sebagian atau seluruh
ototnya. 
 Dyskenesia, yang meliputi a'hetosis (penderita memperlihatkan gerak yang
tidak terkontrol), rigid (kekakuan pada seluruh tubuh sehingga sulit
dibengkokkan), tremor (getaran kecil yang terus menerus pada mata,tangan
atau kepala). 
 Ataxia, adanya gangguan keseimbangan, jalannya gontai, koordinasi mata dan
tangan tidak berfungsi. 
 Jenis campuran, seseorang mempunyai kelainan dua atau lebih dari tipe-tipe
kelainan diatas.

E. Ciri-Ciri Tunadaksa
Adapaun Ciri-ciri tunadaksa secara umum, yaitu sebagai berikut :
1. Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh
2. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna,tidak lentur/tidak terkendali)
3. Terdapat bagian angggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebihh
kecil dari biasanya
4. Terdapat cacat pada alat gerak
5. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam
6. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak
normal
7. Hiperaktif/tidak dapat tenang
Adapun Ciri-ciri fisik tuna daksa yaitu sebagai berikut :
1. Anak memiliki keterbatasan atau kekurangan dalam kesempurnaan tubuh.
Misalnya tangannya putus, kakinya lumpuh atau layu, otot atau motoriknya
kurang terkoordinasi dengan baik.
2. Anak memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas
3. Depresi, kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai dengan
kedengkian dan permusuhan. Orang tersebut begitu susah dan frustasi atas
cacat yang dialami
4. Penyangkalan dan penerimaan, atau suatu keadaan emosi yang mencerminkan
suatu pergumulan yang diakhiri dengan penyerahan. Ada saat-saat di mana
individu tersebut menolak untuk mengakui realita cacat yang telah terjadi
meskipun lambat laun ia akan menerimanya.

3
5. Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama. Ini adalah fase di mana
individu tersebut mencoba menyesuaikan diri untuk dapat hidup dengan
kondisinya yang sekarang. Ada saat-saat ia ingin tidak bergantung, ada saat-
saat ia betul-betul membutuhkan bantuan sesamanya. Keseimbangan ini
kadang-kadang sulit dicapai.
Adapun Ciri-ciri sosial Tunadaksa yaitu sebagai berikut:
Anak kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena keterbatasan
aktivitas geraknya. Dan kadang-kadang anak menampakkan sikap marah-marah (emosi)
yang berlebihan tanpa sebab yang jelas. Untuk kegiatan belajar-mengajar disekolah
diperlukan alat-alat khusus penopang tubuh, misalnya kursi roda, kaki dan tangan buatan.

F. Faktor Penyebab Tunadaksa


Adapun 3 faktor penyebab tunadaksa, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor Prenatal (Sebelum kelahiran)
Kelainan fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi
lahir atau ketika dalam kandungan dikarenakan faktor genetik dan kerusakan pada
sistem saraf pusat. Faktor yang menyebabkan bayi mengalami kelainan saat dalam
kandungan adalah:
 Anoxia prenatal, hal ini disebabkan pemisahan bayi dari placenta, penyakit
anemia, kondisin jantung yang gawat, shock, dan percobaan pengguguran
kandungan atau aborsi.
 Gangguan metabolisme pada ibu
 Bayi dalam kandungan terkena radiasi Radiasi langsung mempengaruhi
sistem syaraf pusat sehingga sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
 Ibu mengalami trauma (kecelakaan) Trauma ini dapat mempengaruhi sistem
pembentukan syaraf pusat. Misalnya ibu yang jatuh dan mengakibatkan
benturan keras pada perutnya dan secara kebetulan tepat mengenai kepala
bayi maka akan mengganggu sistem syaraf pusat.
 Infeksi atau virus yang menyerang ibu hamil sehingga mengganggu otak
bayi yang dikandungnya
2. Faktor Neonatal (saat lahir)
Adapun faktor neonatal yaitu sebagai berikut:
 Kesulitan pada kelahiran karena posisi bayi sungsang atau bentuk pinggul
ibu yang terlalu kecil.
 Pendarahan pada otak saat kelahiran.
 Kelahiran prematur.
 Penggunaan alat bantu kelahiran berupa tang saat mengalami kesulitan
kelahiran sehingga mengganggu fungsi otak padabayi.
 Gangguan placenta yang mengakibatkan kekurangan oksigen yang dapat
mengakibatkan terjadinya anoxia.
 Pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan
 Pemakaian anestasi yang berlebihan ketika proses operasi saat melahirkan
dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak
mengalami kelainan struktur ataupun fungsi.
3. Faktor Postnatal (setelah kelahiran)
Adapun faktor postnatal yaitu sebagai berikut:
 Faktor penyakit seperti meningitis (radang selaput otak), enchepalitis
(radang otak), influenza, diphteria, dan partusis.

4
 Faktor kecelakaan. Misalnya kecelakaan lalu lintas, terkena benturan benda
keras, terjatuh dari tempat yang berbahaya bagi tubuhnya khususnya kepala
yang melindungi otak.
 Pertumbuhan tubuh atau tulang yang tidak sempurna

G. Karakteristik Penyandang Tunadaksa


Menurut Aziz (2015), seorang penyandang tunadaksa memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Karakteristik Kognitif
Implikasi dalam konteks perkembangan kognitif ada empat aspek yang turut
mewarnai yaitu: pertama, kematangan yang merupakan perkembangan susunan
saraf misalnya mendengar yang diakibatkan kematangan susunan saraf tersebut.
Kedua, pengalaman yaitu hubungan timbal balik antara organisme dengan
lingkungan dan dunianya. Ketiga, transmisi sosial yaitu pengaruh yang diperoleh
dalam hubungannya dengan lingkungan sosial. Keempat, ekuilibrasi yaitu adanya
kemampuan yang mengatur dalam diri anak. Wujud konkrit dapat dilihat dari angka
indeks kecerdasan (IQ). Kondisi ketunadaksaan sebagian besar menimbulkan
kesulitan belajar dan perkembangan kognitif.
2. Karakteristik Inteligensi,
Untuk mengetahui tingkat inteligensi anak tunadaksa dapat digunakan tes yang
telah dimodifikasi agar sesuai dengan anak tunadaksa. Tes tersebut antara lain
hausserman Test (untuk tunadaksa ringan), illinois test dan peabody picture
vocabulary test.
3. Karakteristik Kepribadian,
Ada beberapa hal yang tidak menguntungkan bagi perkembangan kepribadian
anak tunadaksa atau cacat fisik, diantaranya: pertama, terhambatnya aktivitas
normal sehingga menimbulkan perasaan frustrasi. Kedua, timbulnya kekhawatiran
orangtua biasanya cenderung over protective. Ketiga, perlakuan orang sekitar yang
membedakan terhadap penyandang tunadaksa menyebabkan mereka merasa bahwa
dirinya berbeda dengan orang lain. Efek tidak langsung akibat ketunadaksaan yang
dialaminya menimbulkan sifat harga diri rendah, kurang percaya diri, kurang
memiliki inisiatif atau mematikan kreativitasnya. Selain itu yang menjadi problem
penyesuaian penyandang tunadaksa adalah perasaan bahwa orang lain terlalu
membesar-besarkan ketidakmampuannya.
4. Karakteristik Fisik,
Selain potensi yang harus berkembang, aspek fisik juga merupakan potensi
yang harus dikembangkan oleh setiap individu. Akan tetapi bagi penyandang
tunadaksa, potensi itu tidak utuh karena ada bagian tubuh yang tidak sempurna.
Secara umum perkembangan fisik tunadaksa dapat dinyatakan hampir sama dengan
orang normal pada umumnya kecuali pada bagian-bagian tubuh yang mengalami
kerusakan atau terpengaruh oleh kerusakan tersebut.
5. Karakteristik Bahasa/Bicara,
Setiap manusia memiliki potensi untuk berbahasa, potensi tersebut akan
berkembang menjadi kecakapan berbahasa melalui proses yang berlangsung sejalan
dengan kesiapan dan kematangan sensori motoriknya. Pada penyandang tunadaksa
jenis polio, perkembangan bahasa atau bicaranya tidak begitu normal, lain halnya
dengan penyandang cerebral palsy. Gangguan bicara pada penyandang cerebral
palsy biasanya berupa kesulitan artikulasi, phonasi, dan sistem respirasi.
H. Pelayanan dan Rehabilitasi Tunadaksa

5
Menurut Murtie (2014), penanganan yang dapat dilakukan terhadap anak
penyandang tunadaksa adalah sebagai berikut: 
1. Orangtua perlu menyadari dan menerima sepenuhnya keadaan anak.
2. Mencari info yang sebanyak-banyaknya tentang hal yang terkait dengan penanganan
terhadap penyandang tunadaksa. 
3. Memberikan ruang gerak dan sekolah yang sesuai bagi anak agar mereka mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya. 
4. Stimulasi kemampuan anak dalam bidang yang dikuasai dan digemarinya.

Penyandang tunadaksa sebaiknya dilakukan terapi di pusat rehabilitasi penyandang


tunadaksa.  Rehabilitasi adalah usaha yang dilakukan dalam berbagai bentuk dan cara,
sedikit-demi sedikit mengembalikan kemampuan yang hilang atau belum berfungsi
optimal.
Cara penanganan kelainan cacat bawaan atau diperoleh
1. Cara penanganan secara umum Dasar
Penanganannya adalah memperhatikan masalah medis dan masalah
rehabilitasime akibat kalainan bawaan tersebut. Pelaksanaan penanganan masalah
medis dan rehabilitasi tersebut dilakukan secara dini. Agar dapat segera memperbaiki
fungsi keseimbangan, duduk, berdiri, dan jalan.
2. Cara penanganan khusus, yaitu sebagai berikut:
 Anggota gerak atas
Problem medis anggota gerak atas secara garis besar adalah adanya
amputasi dan sisa anggota gerak berupa jari disebut phokomelia. Cara
penanganan problem medis ini adalah Pemberian protesa sesuai dengan jenis
amputasi.
 Anggota gerak bawah
Problem medis utama akibat amputasi anggota gerak bawah adalah adanya
kaki yang diamputasi yang fungsinya tidak sempurna. Adapun langkah
penanganannya adalah: 1) Pemberian protesa anggota gerak bawah, dan 2) Jenis
latihan penggunaan protesa anggota gerak bawah.
 Cara penanganan masalah rehabilitasi medis anak tunadaksa akibat cacat bawaan
atau diperoleh, yaitu sebagai berikut:
 Jenis masalah rehabilitasi
 Masalah memelihara diri (ADL)
Latihan ADL dengan menggunakan tangan saja bagi amputee
anggota gerak atas perlu latihan khusus. Amputee anggota gerak
atas akan diberikan latihan koordinasi gerak fungsional.
Selanjutnya okupasional terapis akan melatih ADL yang lebih
komplek.
 Masalah mobilitas
Gangguan mobilitas akan menonjol pada amputee anggota
gerak bagian bawah. Makin tinggi daerah amputasinya maka makin
komplek jenis protesenya. Maka latihan mobilitas diutamakan pada
posisi berdiri dari duduk sampai stabil atau sebaliknya. Setelah
berdiri stabil latihan selanjutnya adalah jalan di tempat sambil
mengatur posisi tegak. Akhirnya latihan jalan di tempat datar lalu
latihan naik turun tangga.

 Masalah psikologi sosial

6
Masalah psikologis dan sosial bagi amputee anggota gerak
atas akan menyebabkan trauma psikis yang lebih sebab protesa
anggota atas akan dengan mudah dilihat dibandingkan dengan
protesa anggota bawah yang mudah terlindungi dengan celana
panjang. Akan tetapi setelah dikompensasi dengan kemampuan
pemakaian alat yang baik, seperti dengan menggunakan anggota
normal maka rasa resah diri akan berkurang.
 Masalah pendidikan
Masalah pendidikan anak tuna daksa akibat kelainan bawaan
akan mengalami hambatan oleh karena alat yang digunakan
mengatasi kekurangannya berupa protesa. Maka dari itu sikap dari
pendidik anak tuna daksa akibat kelainan bawaan harus
memperhatikan hal-hal berikut: Bahwa protesa anggota gerak atas
selama digunakan untuk kegiatan pendidikan gerakannya. Bahwa
sebagai guru perlu memahami komponen prinsip alat protesa,
sehingga dapat mengetahui kelainan yang mungkin timbul. Bahwa
sebagai seorang guru akan mampu memberikan pelajaran tentang
cara-cara merawat protesa sehingga anak dapat dinilai
kemampuannya sebagai bagian dari pelajaran ketrampilan. Bahwa
anak tuna daksa akibat cacat bawaan atau diperoleh apabila
menggunakan protesa perlu diperhatikan dalam kemampuannya
melaksanakan ADL atau ketrampilan lainnya.

Adapun fasilitas-fasilitas yang tersedia di pusat rehabilitasi penyandang tunadaksa antara


lain adalah sebagai berikut: 
1. Medis. Dokter spesialis ortopedi, yang menata program rehabilitasi yang meliputi
upaya promotif yaitu berusaha meningkatkan kesembuhan tuna daksa, preventif yaitu
pencegahan kerusakan yang dimana terkait dengan permasalahan tulang belakang,
dan kuratif yaitu mengobati tuna daksa dengan media obat atau terapi.
2. Fisioterapi. Fasilitas fisioterapi melaksanakan upaya pelayanan kesehatan yang
bertanggung jawab atas kapasitas fisik dan kemampuan fungsional. Fasilitas ini
didukung dengan elektro terapi, aktino terapi, mekano terapi, terapi latihan, dan
nebulizer. 
3. Terapi okupasi. Terapi okupasi bertujuan mempertahankan dan meningkatkan
kemandirian terutama kemampuan fungsi aktivitas kehidupan sehari-hari. Terapi ini
juga melatih dan memberikan terapi pada gangguan koordinasi, keseimbangan
aktivitas lokomotor dengan memperhatikan efektivitas serta efisiensi. Disamping itu
okupasi ini melatih pemakaian alat adaptif fungsional (adaptive device). Berbagai
kegiatan dari terapi okupasi ini adalah latihan koordinasi, latihan aktivitas kehidupan
sehari-hari, melatih pemakaian fungsional dan adaptif serta berbagai fasilitas simulasi
untuk penyandang cacat. 
4. Psikologi. Kegiatan dari fasilitas psikologi adalah melaksanakan pemeriksaan dan
evaluasi psikologis, memberikan bimbingan, dukungan dan terapi psikologis bagi
pasien dan keluarganya serta mengupayakan pemeliharaan motivasi pasien menuju
tujuan rehabilitasi. 5. Elektro terapi. Terapi yang merangsang sensor motorik dengan
pemijatan pada sendi-sendi yang mengalami gangguan dalam bergerak atau sakit. 
5. Petugas sosial medik. Petugas sosial medik bertugas mengevaluasi, menganalisa,
dan memberikan alternatif penyelesaian masalah sosial ekonomi pasien, serta
memberikan saran dan mencari peluang untuk mengatasi masalah pendanaan bagi
pasien yang membutuhkan. Di samping itu, petugas sosial medis memberikan

7
informasi tentang peraturan dan ketentuan yang berlaku di rumah sakit, serta instansi
lain yang terkait dengan bidang sosial. 
6. Hydroteraphy. Terapi yang menggunakan media air pada kolam, berfungsi sebagai
meringankan pergerakan otot-otot dan relaksaksi.

I. Pendidikan Anak Tunadaksa


Tujuan pendidikan anak tuna daksa mengacu pada peraturan pemerintah No. 72
tahun 1991 agar peserta didik mampu mengembangkan sikap pengetahuan, dan
keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan
timbal balik dengan lingkungan social, budaya, dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan .
Dalam pendidikan anak tuna daksa perlu dikembangkan 7 aspek yang diadaptasikan
sebagai berikut:
1. Pengembangan intelektual dan akademik
Pengembangann aspek ini dapat dilaksanakan secara formal disekolah melalui
kegiatan pembelajaran. Disekolah khusus anak tuna daksa (SLB-D) tersedia
seperangkat kurikulum dengan semua pedoman pelaksanaannya, namun hal yang
lebih penting adalah pemberian kesempatan dan perhatian khusus pada anak tuna
daksa untuk mengoptimalkan perkembangan inteklektual dan akdemiknya.
2. Membantu perkembangan fisik
Oleh karena anak tuna daksa mengalami kecacatan fisik maka dalam proses
pendidikan guru harus turut bertanggung jawab terhadap pengembangan fisiknya
dengan cara bekerja sama dengan staf medis. Hambatan utama dalam belajar adalah
adanya gangguan motorik. Oleh karena itu, guru harus dapat mengatasi gangguan
tersebut sehingga anak memperoleh kemudahan dalam mengikuti pendidikan. Guru
harus membantu memelihara kesehatan fisik anak , mengoreksi gerakan anak yang
salah dan mengembangkan kearah gerak yang normal.
3. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak dalam proses
pendidikan,
Para guru bekerja sama dengan psikolog harus menanamkan konsep diri yang
positif terhadap kecacatan agar dapat menerima dirinya. Hal ini dapat dilakukan
dengan menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif sehingga dapat mendorong
terciptanya interaksi yang harmonis.
4. Memantangkan aspek social
Aspek social yang meliputi kegiatan kelompok dan kebersamaannya perlu
dikembangkan dengan pemberian peran kepada anak tuna daksa agar turut serta
bertanggung jawab atas tugas yang diberikan.
5. Mematangkan moral dan spiritual
Dalam proses pendidikan perlu diajarkan kepada anak tentang nilai-nilai, norma
kehidupan dan keagamaan untuk membantu mematangkan moral dan spiritualnya
6. Meningkatkan ekspresi diri
Ekspresi diri anak tuna daksa  perlu ditingkatkan melalui kegiatan kesenian,
keterampilan atau kerajinan.
7. Mempersiapkan masa depan anak
Dalam proses pendidikan, guru dan personel lainnya bertugas untuk menyiapkan
masa depan anak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membiasakan anak
bekerja sesuai dengan kemampuannya, membekali  mereka dengan latihan
keterampilan yang menghasilkan sesuatu yang dapat dijadikan bekal hidupnya.

J. Tempat Pendidikan

8
Model layanan pendidikan yang sesuai dengan jenis, derajat kelainan dan jumlah
peserta didik diharapkan akan memperlancar proses pendidikan. Anak tuna daksa dapat
mengikuti pendidikan pada tempat-tempat berikut:
1. Sekolah khusus berasrama (Full-Time Residential School), Model ini diperuntukkan
bagi anak tuna daksa yang derajat kelainanya berat dan sangat berat .
2. Sekolah khusus tanpa asrama (Special Day School), Model ini dimaksudkan bagi
anak tuna daksa yang memiliki kemampuan pulang pergi kesekolah atau tempat
tinggal mereka yang tidak jauh dari sekolah.
3. Kelas khusus penuh (full-Time Special Class), Anak tuna daksa yang memiliki tingkat
kecacatan ringan dan kecerdasan homogen dilayani dalam kelas khusus secara penuh.
4.  Kelas reguler dan khusus (Part-time Reguler Class and Part-Time Special Class),
Model ini digunakan apabila menyatukan anak tuna daksa dengan anak normal, pada
mata pelajaran tertentu. Mereka belajar dengan anak normal dan apabila anak tuna
daksa mengalami kesulitan mereka belajar dikelas khusus.
5. Kelas reguler dibantu oleh guru khusus, Anak tuna daksa bersekolah bersama-sama
anak normal disekolah umum dengan  bantuan guru khusus apabila anak mengalami
kesulitan
6. Kelas biasa dengan layanan konsultasi untuk guru umum, Tanggung jawab
pembelajaran model ini sepenuhnya dipegang oleh guru umum. Anak tuna daksa
belajar bersama dengan anak normal disekolah umum, dan untuk membantu
kelancaran pembelajaran ada guru kunjung yang berfungsi sebagai konsultan guru
reguler.
7. Kelas biasa (Reguler Class), Model ini diperuntukkan bagi anak tuna daksa yang
memilki kecerdasan normal, memilki potensi dan kemampuan yang dapat belajar
bersama-sama dengan anak normal.

K. System Pendidikan
Adapun system pendidikan untuk tunadaksa yaitu sebagai berikut:
1. Pendidikan integrasi (terpadu)
Walaupun pendidikan anak tuna daksa di Indonesia banyak dilakukan melalui
jalur khusus, yaitu anak tuna daksa di tempatkan secara khusus di SLB-D (sekolah
luar biasa bagian D), namun anak tuna daksa ringan (jenis poliomyelitis) telah ada
yang mengikuti pendidikan disekolah biasa. Sementara ini anak tuna daksa yang
mengikuti pendidikan disekolah umum harus mengikuti pendidikan sepenuhnya tanpa
memperoleh program khusus sesuai dengan kebutuhannya. Akibatnya, mereka
memperoleh nilai hanya berdasarkan hadiah terutama dalam mata pelajaran yang
berkaitan dengan kegiatan fisik. Sehubungan dengan itu Kirk (1986) mengemukakan
bahwa adaptasi pendidikan anak tuna daksa apabila ditempatkan disekolah umum
adalah sebagai berikut:
 Penempatan dikelas regular
Hal-hal yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut :
 Menyiapkan lingkungan belajar tambahan sehingga memungkinkan anak
tuna daksa untuk bergerak sesuai dengan kebutuhannya, misalnya
membangun trotoar, pintu agak besar sehingga anak dapat menggunakan
kursi roda. 
 Menyiapkan program khusus untuk mengejar ketinggalan anak tuna daksa
karena anak sering tidak masuk sekolah
 Guru harus mengadakan kontak secara intensif  dengan siswa nya untuk
melihat masalah fisiknya secara lansung

9
 Perlu mengadakan rujukan keahli terkait apabila timbul masalah fisik dan
kesehatan yang lebih parah
 Penempatan di ruang sumber belajar dan kelas khusus
Murid yang mengalami ketinggalan dari temannya dikelas reguler karena ia
sakit-sakitan diberi layanan tambahan oleh guru diruang sumber. Murid yang
datang keruang sumber tergantung pada mateeri pelajaran yang menjadi
ketinggalannya, sedangkan siswa yang mengunjungi kelas khusus biasanya anak
yang mengalami kelainanan fisik tingkat sedang dengan intelegensia normal.
Misalnya, anak yang tidak dapat berbicara maka ia perlu masuk kelas khusus
sebagai persiapan anak untuk memasuki kelas regular karena selama anak
dikelas khusus ia sering bermain, kekantin dan upacara bersama dengan anak
normal (siswa kelas reguler).

2. Pendidikan segregasi (terpisah)


Penyelenggaraan pendidikan bagi anak tuna daksa yang ditempatkan ditempat
khusus, seperti sekolah khusus adalah menggunakan kurikulum Pendidikan Luar
Biasa Tuna daksa 1994 (SK Mendikbud,1994). Perangkat kurikulum Pendidikan luar
Biasa 1994 terdiri atas komponen berikut:
 Landasan, program dan pengembangan kurikulum, memuat hal-hal, yaitu
landasan yang dijadikan acuan dan pedoman dalam pngembangan kurikulum,
tujuan, jenjang dan satuan pelajaran, program pengajaran yang mencakup isi
program, pengajaran, lama pendidikan dan susunan program pengajaran,
pelaksanaan pengajaran dan penilaian, serta pengembangan kurikulum sebagai
suatu proses berkelanjutan ditingkat nasional dan daerah
 Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) memuat: pengertian dan fungsi
mata pelajaran, tujuan, ruang lingkup bahan pelajaran, pokok bahasan tema dan
uraian tentang kedalaman dan keluasan, alokasi waktu, rambu-rambu
pelaksanaanya dan uraian /cara pembelajaran yang disarankan
 Pedoman pelaksanaan kurikulum memuat: pedoman pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar, rehabilitasi, pelaksanaan bimbingan, administrasi sekolah dan
pedoman penilaian kegiatan dan hasil belajar.

L. Cara Membantu Siswa Tunadaksa Berhasil Dikelas Inklusif


Lingkungan yang paling kondusif guna pembelajaran siswa-siswa berkelainan fisik
adalah kelas regular. Dalam rangka mempelajari dengan baik cara hidup disuatu
lingkungan komunitas yang berbeda sebagai orang dewasa, anak-anak dan remaja
dibutuhkan suatu kelas dan sekolah yang paling inklusif yang tepat bagi kebutuhan
pendidikan, social dan fisik mereka. integrasi siswa-siswa ini memerlukan penggabungan
tenaga konsultan yang efektif dikelas. Hal yang sama penting bagi adaptasi dan terapi
fisik yaitu susasana sikap dikelas. Sikap-sikap yang diterima dikelas menciptakan konteks
yang tepat dalam membantu kemandirian yang akan diperlukan siswa berkelainan fisik
dalam kehidupan sebagai orang dewasa.
Adapun beberapa cara membantu siswa tuna daksa/ berkelainan fisik berhasil dikelas
inklusif adalah sebagai berikut:
1. Pengajaran kemandirian yang optimal
Penekanan dalam pengajaran bagi siswa-siswa ini harus pada kemandirian yang
optimal dan memperhatikan perbedaan antarpribadi (self-determination). Melalui
pengajaran kepada mereka maka keahliannya dibutuhkan bagi kemandirian pribadi,
percaya diri dan self-esteem dapat diperkokoh juga. Kamampuan siswa dalam
menegakkan hubungan social dapat ditingkatkan sehingga dia menjadi lebih mandiri.

10
Beberapa cara dalam mendorong perbedaan antar pribadi dalam diri siswa
dengan  keterbatasan gerak (disaktivitas) adalah sebagai berikut:
 Mengajarkan pilihan, pembuatan keputusan dan kemampuan perlindungan diri.
 Membangun lingkungan sekolah yang menjamin kesemapatan dalam memilih
 Berfungsi sebagai sumber daya, baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat
 Menjadi penasihat perubahan masyarakat dan dukungan pendampingan orang
tua
 Dukungan masyarakat dalam mempermudah kebutuhan anak-anak ini
 Membentuk kemitraan dengan para pengusaha dan masyarakat

2. Belajar kelompok
Belajar kelompok disekolah seringkali dilakukan dengan tujuna menciptakan
kamampuan atau ketrampilan yang lebih homogen. Pengelompokan yang fleksibel
(flexible grouping) adalah suatu teknik yang memberikan siswa dengan dan tanpa
kelainan bekerja sama kearah pencapaian tujuan-tujuan tertentu. Pengelompokan
siswa ini dapat dibentuk dan diubah disesuaikan agar tujuan pembelajarannya yang
utama dapat dipenuhi dan mengembangkan hall yang baru. Flexible
grouping   meliputi sekurang-kurangnya dua orang dan sebanyak-banyaknya 10
orang, tiap anggota kelompok didorong untuk memberikan tugas yang dekat dan
tertentu menurut kemampuannya. Flexible grouping mungkin cara yang terbaik dalam
melibatkan siswa yang berkelainan dalam kegiatan seni, proyek penelitian studi social
atau aktivitas lainnya yang menjadikan individu yang berbeda memberikan
sumbangan bagi usaha-usaha kelompok.

3. Team teaching
Hal yang paling penting bagi pembentukan kelas dan sekolah yang lebih inklusif
adalah pendidik bekerja sama lebih kooperatif dalam memberikan lingkungan
pembelajaran yang kondusif serta pengajaran yang efektif bagi semua siswa yang
berkelainan, namun juga memberikan hasil pembelajaran yang meningkat bagi siswa
lain. Telah ditunjukkan bahwa dengan perencanaan dan jadwal secara seksama, serta
pembuatan tujuan yang terartikulasi dengan jelas, siswa berkelainan dapat diberi
pengajaran secara efektif bersama siswa yang tidak mempunyai kelainan.

11
BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Tunadaksa adalah suatu kondisi dimana terjadi ketidakmampuan anggota tubuh
untuk melaksanakan fungsinya yang disebabkan kelainan atau kecacatan sistem otot,
tulang atau persendian sehingga mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi,
adaptasi, mobilisasi dan perkembangan keutuhan pribadi. Gambaran seseorang yang
diidentifikasi mengalami ketunadaksaan adalah mereka yang mengalamai kelainan atau
kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian. Dalam pendidikan anak tuna daksa
perlu dikembangkan 7 aspek. Anak tuna daksa dapat mengikuti pendidikan pada tempat-
tempat berikut: Sekolah khusus berasrama, Sekolah khusus tanpa asrama, Kelas khusus
penuh, Kelas reguler dan khusus, Kelas reguler dibantu oleh guru khusus, Kelas biasa
dengan layanan konsultasi untuk guru umum dan Kelas biasa.

M. Saran
Semoga dengan makalah ini kita dapat lebih mengerti dan memahami semua tentang
tuna daksa atau tuna raga, baik itu kepribadiannya dan sistem pembelajarannya. Tidak
hanya itu, semoga kita juga dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://46olahraga.blogspot.com/2017/10/makalah-tuna-daksa.html

http://eprints.umsida.ac.id/4041/1/Ardhia%20Rizeki%20A%20%28152071200018%29.pdf

https://femiliancr.blogspot.com/2015/03/konsep-media-pembelajaran-anak-tunadaksa.html

https://www.sehatq.com/artikel/memahami-pengertian-tuna-daksa-dan-pilihan-
pendidikannya/amp

http://slbnbanjarsariwetan.sch.id/2016/09/05/penngertian-ciri-ciri-dan-karakteristik-
anaktunadaksa/

http://www.kajianpustaka.com/2020/07/tunadaksa.html?m=1

1. Irhamna (kel.2) –
2. Lacosta (kel.6) – bagaimana kita sebagai guru untuk menimbulkan rasa percaya diri anak
anak tuna daksa terhadap anak anak normal lainnya?
3. Bg dimas (kel.4) – apa yang anda lakukan agar anak tuna daksa itu mau mengikuti
pelajaran olahraga?

Kita beri pemahaman tentang anak berkebutuhan khusus ini utamanya anak tuna daksa
kepada masyarakat masyarakat sekitar, sehingga mereka mengerti

1. Aldi kel.5 apakah anak tuna daksa harus belajar disekolah khusus?

13

Anda mungkin juga menyukai