Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Komparasi Penjas Adaptif
Disusun Oleh :
2019
DAFTAR ISI
PEMBAHASAN
A. Kecacatan ..................................................................................................................... 1
B. Sejarah dan sikap masyarakat terhadap kecacatan ....................................................... 3
1
PEMBAHASAN
A. Kecacatan
Kecacatan bagi sebagian orang merupakan suatu masalah yang berat serta dapat
menghambat cita-cita dan aktivitas. Permasalahan yang dihadapi penyandang cacat
bukan hanya masalah psikologis seperti rendah diri, merasa tidak mampu dan tidak
berdaya, menutup diri dan tidak percaya diri untuk bergaul tetapi juga masalah dunia
kerja seperti akses informasi, kesempatan dan peluang mendapatkan pekerjaan
Meskipun demikian adapula penyandang cacat tubuh yang tegar dengan kondisi
kecacatannya.
Penyandang cacat fisik pada dasarnya memiliki kesempatan untuk bekerja seperti
halnya orang normal. Dalam Undang– Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat, pada Bab IV pasal 9 yang berbunyi “Setiap penyandang
cacat mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan.” Pasal 13 yang berbunyi “Setiap penyandang cacat mempunyai
kesamaan untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dengan jenis dan derajad
kecacatannya.” Dalam Undang–Undang tersebut jelaslah bahwa kesempatan untuk
bekerja bagi penyandang cacat sama dengan orang normal lainnya.
Setiap manusia tidak pernah lepas dari berbagai kesulitan. Hal ini juga dialami
oleh para penyandang cacat fisik yang dalam hidupnya tidak pernah lepas dari
kesulitan-kesulitan. Kondisi kelainan fisik yang dialaminya semenjak lahir ini sangat
mengganggu aktivitas sehari-hari mereka, serta sangat berpengaruh terhadap
penyesuaian dengan lingkungan dan kepribadiannya. Pengaruh dari suatu kecacatan
ini tergantung cara individu yang bersangkutan menerima/memandang dan
menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut. Individu yang tidak dapat menerima
serta menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya dapat menjadi minder atau
tidak percaya diri.
Sebagian besar anak penyandang cacat tumbuh denga n pesan-pesan bahwa
mereka tidak sebaik anak tanpa kecacatan, bahwa kelainannya membuat mereka
2
"tidak okay". Akibatnya, banyak penyandang cacat memasuki masa dewasa dengan
merasa membutuhkan persetujuan dan validasi. Seorang konselor sebaiknya
menyadari sikap negative masyarakat terhadap kecacatan dan dampak sikap negative
tersebut pada rasa harga diri individu tersebut.
Kepercayaan diri sangat penting dimiliki oleh setiap individu, agar ia dapat
beinteraksi secara baik, serta tidak memiliki rasa rendah diri terhadap orang-orang di
sekelilingnya, terutama bagi penyandang cacat fisik. Penyandang cacat fisik bawaan
tidak/belum pernah merasakan kondisi fungsi fisik yang utuh, sehingga dapat
berpengaruh terhadap kepribadiannya. Penyandang cacat fisik hidup di tengah-tengah
masyarakat, sehingga akan dipengaruhi oleh beberapa perilaku orang lain, berbagai
keinginan dan nnorma-norma yang ada dalam masyarakat. Kondisi ini dapat
menyebabkan penyandang cacat fisik mempunyai motivasi untuk dapat hidup dengan
orang normal, tetapi dapat juga mereka tersisih akibat adanya persaingan/kompetisi.
Individu dapat merasa bahwa dirinya tidaklah sama dengan orang normal baik itu
status maupun fungsinya.
Agar dapat tetap hidup dalam menghadapi lingkungan yang keras setiap warga
masyarakat harus memiliki kekuatan dan kelincahan. Oleh karena itu seseorang yang
tidak memiliki kemampuan jasmani tersebut biasanya dibunuh dan dibuang oleh
warga lainnya atau penguasa setempat.
3
Pada masa kira – kira tahun 500 SM masyarakat mempunyai pandangan yang
mengangsikan sesuatu kondisi yang tidak jelas yang terjadi pada lingkungan mereka.
Untuk mengantisipasi keadaan yang sangat membahayakan, mereka mengembangkan
kepercayaan tahayul dan kepercayaan agama. Pengobatan terhadap orang yang tidak
jelas sebab musababnya dilakukan melalui sihir dengan membaca mantra – mantra
dan cara itu dilakukan karena orang tersebut, dianggap telah dirasuki oleh roh jahat.
Terdapat bukti bahwa peradaban maju dan dahulu telah berkembang seperti di
Cina, Babilion, dan Mesir yang digambarkan dalam tulisan – tulisan dan gambar.
Didalamnya tercermin ekspresi rasa takut dan kepercayaan tahayul yang
membelenggu kehidupan mereka. Tubuh yang kekar dan sempurna pada orang –
orang kuno membuat mereka sombong dan hanya sebagian kecil diantara mereka
yang memberikan kesempatan bagi orang cacat untuk hidup. Orang – orang cacat,
baik dewasa maupun anak – anak, diperlakukan secara keji dan biadab serta dijadikan
sebagai hiburan dari kaum Aristokratis.
Pada masa berikutnya suatu hal yang menggembirakan yaitu dunia kedokteran
olahraga mampu melakukan beberapa terobosan penting dalam mengatasi berbagai
kelemahan dan kekurangan manusia yang percaya terhadap kekuatan supranatural.
Kepercayaan itu lambat laun diganti oleh kepercayaan yang berlandaskan pada
penalaran tentang hubungan sebab akibat yang disebut penalaran ilmiah.
4
dirundung rasa takut yang terus menerus. Namun pada akhirnya manusia menemukan
pemecahan yang diekspresikan dalam doktrin kebenaran keagamaan. Ungkapan
pikiran dan penampilan seseorang yang semula dianggap banyak dikuasai oleh
kekuatan roh jahat, selanjutnya hilang secara perlahan – lahan. Kekaguman manusia
terhadap fenomena disekitarnya dapat dijelaskan dengan penalaran manusia yang
ditunjang oleh hasil – hasil penemuan ilmiah.
5
militer akibat pertempuran, dan sekaligus menyusun program yang tepat dalam
proses rehabilitasi.
Bidang kedokteran sangat berperan dalam upaya pengobatan secara fisik. Oleh
karena itu rumah - rumah sakit dijadikan sebagai tempat penelitian untuk
menemukan cara – cara baru dalam menangani orang – orang cacat misalnya terapi
fisk, korektif, rehabilitasi, dan terapi kesejahteraan misalnya rekreasi, pendidikan,
dan lain – lain.
Awal tahun 1900 merupakan periode yang sangat penting bagi penanganan
orang cacat. Pada masa itu dikeluarkan Undang – undang federal di AS yang
menjamin hak orang – orang cacat, serta swadaya masyarakat untuk menjunjung
hak sipil dari orang – orang cacat. Setelah keluar Undang – undang tersebut,
selanjutnya terjadi peningkatan yang berarti dalam hal pengobatan, perawatan, dan
pelayanan pendidikan terhadap semua orang cacat.
6
Sikap negatif dari masyarakat terhadap penderita cacat terutama terjadi pada
jaman primitif. Mereka menganggap bahwa seseorang yang lahir cacat merupakan
hukuman Tuhan atau akibat dari roh – roh jahat yang menyelimuti kehidupan orang
tuanya. Oleh karena itu, apabila seseorang bayi lahir cacat maka orang tuanya
langsung membunuhnya, karena dianggap member aib kepada keluarganya.
Pandangan negatif terhadap anak cacat, juga masih terlihat di tanah air kita,
terutama di daerah – daerah pedesaan. Para orang tua akan merasa malu apabila
melahirkan seorang anak cacat, dan untuk menutupi perasaan malu biasanya anak
tersebut dikucilkan dari keluarganya.
Pada jaman primitif, anak yang menderita cacat setelah besar, umumnya
diperlakukan tidak manusiawi yakni dibunuh atau dibuang dari kehidupan keluarga,
sehingga pada akhirnya anaktersebut meninggal karena tidak dapat memenuhi
kehidupannya. Pada waktu sekitar tahun 500 SM sampai tahun 500 M, di kalangan
warga masyarakat tertentu, khususnya para dokter filosof, telah memahami tentang
penyebab kecacatan dari segi medis. Namun pada sisi lain, masyarakat belum dapat
menerima keadaan itu secara wajar sehingga pembunuhan terhadap bayi cacat
masih terus berlangsung. Sebagai contoh di Yunani, orang-orang Sparta membunuh
bayinya yang cacat dengan cara melemparkannya ke sungai dan dibiarkan meninggal
di pegunungan.
Orang dewasa yang cacat dan dianggap tidak produktif lagi di masyarakat, juga
diperlakukan tidak manusiawi dan dimanfaatkan sebagai mainan pada acara – acara
social. Penguasa di Romawi yang bernama Commadus memanfaatkan orang – orang
dewasa yang cacat/pincang sebagai sasaran dalam latihan panahan.
7
Pada abad pertengahan, sekitar 500 – 1500 terdapat dua sikap yang berbeda
dikalangan masyarakat terutama terhadap orang – orang yang memiliki mental
terbelakang. Pada satu sisi masyarakat memperlakukan mereka dengan baik penuh
kasih sayang serta membangun fasilitas untuk merawat orang – orang yang memiliki
mental terbelakang. Sedangkan pada sisi lain, orang – orang bermental terbelakang
itu banyak diperlakukan dengan kejam dan tidak manusiawi serta dibunuh karena
dianggap sebagai tenun.
Sekitar tahun 1500 – 1900 merupakan titik balik perubahan yaitu terjadi
perubahan sikap masyarakat kearah positif terhadap orang – orang cacat termasuk
dalam hal pengobatannya. Pada periode ini masyarakat telah menjunjung tinggi hak-
hak setiap individu dan dapat menerima penjelasan yang sifatnya ilmiah mengenai
sebab musibah kecacatan yang dialami oleh manusia. Oleh karena itu masyarakat
membangun gedung yang khusus digunakan untuk perawatan orang – orang yang
menderita cacat.
8
sempurna, kemudian dihina, disiksa, dan bahkan dibunuh dengan cara yang sangat
sadis.
Menurut Seamen, Jennet A. and De Pauw, Keren P. (1982: 109) ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam penyelarasan gerak fisik bagi penderita cacat yaitu:
9
Sherril, C. (1982: 219) mengemukakan bahwa permainan merupakan dasar
bagi pengobatan secara berkelompok dan dapat dikatakan sebagai salah satu metode,
agar seseorang dapat mengembangkan kemampuannya, dapat mengenal dirinya, dan
dapat memupuk hubungan antara sesama serta lingkungannya. Permainan akan
menyingkap tabir kesepian hidup menyendiri dan ini memang perlu sekali agar dia
dapat melihat kenyataan, bahwa banyak orang berada di sekitarnya.
Dalam hal ini French, R.W. & Jansma, P. (1982: 123) mengemukakan bahwa
mengingat manifestasi dari kelumpuhan ini dapat berbeda-beda dalam tingkatannya,
maka bagi perawatannya yang berupa latihan fisik telah dilakukan berbagai
percobaan untuk mencari latihan yang selaras dengan tingkat kelumpuhannya.
Ternyata ada latihan yang paling tepat, yaitu renang. Ini dapat dimengerti karena di
dalam air terasa berat badan lebih ringan dan dengan demikian akan lebih mudah
mengadakan kontrol terhadap sikap untuk melakukan gerak. Selain dari itu, aktivitas
jasmani seperti naik kuda dapat menimbulkan perasaan untuk dapat berkuasa dan
membantu penderita mengadakan kontrol terhadap sikap yang cocok.
Menurut Piaget yang dikutip Beltasar Tarigan. (1999: 37), sewaktu anak
menginjak usia 2 tahun nyata sekali mulai terlihat gejolak gerak fisik untuk bermain
dan berkomunikasi dengan benda-benda yang ada disekitarnya. Dengan demikian,
maka dalam proses pertumbuhan si anak selanjutnya akan berkembang gerak fisik
menuju kesempurnaan. Dalam pada itu akan terpupuk pula rasa keterikatan antara
sesama yang sudah barang tentu akan timbul pula saling banding membanding dalam
usaha menyesuaikan diri, baik mengenai sikap dan tingkah laku serta hal lainnya.
10
Sehubungan dengan apa yang diuraikan tersebut di atas, maka dapatlah dimengerti
bahwa aktivitas jasmani mempunyai makna dan manfaat tersendiri bagi penderita
cacat, mengingat peranannya untuk:
a. Perawatan
11
menghantui setiap orang, termasuk penderita cacat dalam melakukan pekerjaan di
perusahaan atau kantor, dapat dikurangi dan bahkan dilenyapkan melalui aktivitas
jasmani. Dalam hal ini Arma Abdoellah. (1996: 54) mengemukakan bahwa
melakukan aktivitas jasmani secara bersamasama dengan orang biasa tentu akan
dapat mengembalikan gairah bagi penderita cacat adalah jembatan untuk:
- memupuk persaudaraan
Memang berat batu ujian yang harus dihadapi para penderita cacat untuk
memasuki kehidupan yang cerah. Modal utama hanyalah ketabahan tanpa mau
menyerah kepada nasib karena cacatnya.
c. Penyaluran dalam kehidupan masyarakat
Sebagaimana telah dikemukakan, aktivitas jasmani berguna sekali untuk mengikat
hubungan penderita cacat dengan dunia sekitarnya, termasuk orang-orang biasa yang
tidak cacat. Mereka diharapkan dapat beraktivitas jasmani dan bahkan mampu
berbuat dan bertanding seperti oring biasa, misalnya mereka dapat memanah di atas
kursi roda. Demikian pula bowling dan tennis meja, sedangkan penderita cacat tubuh
kaki atau tangan, orang buta dan tuli dapat berlomba renang melawan orang biasa.
Malahan bukankah suatu kejutan, jika kejuaraan dapat dimenangkan penderita cacat
melawan orang yang fisiknya tidak ada kelainan?
12
DAFTAR PUSTAKA
13