Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

MODEL PENDIDIKAN OLAHRAGA


Disusun untuk memenuhi Mata Kuliah Model Pembelajaran
Dosen Pengampu: Oman Hadiana, M.Pd

Disusun Oleh:

1. Asep Imam Riyanto


2. Nira Nurfadilah
3. Mohamad Aldi

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI

STKIP MUHAMMADIYAH KUNINGAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan ridho-
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah materi mata kuliah Model
Pembelajaran yang berjudul “Model Pendidikan Jasmani”.

Tak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen selaku pembimbing kami dalam
pembelajaran mata kuliah (Model Pembelajaran), juga kepada semua teman-teman yang telah
memberikan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan makalah ini.

Harapan terdalam saya, semoga penyusunan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua serta
menjadi tambahan informasi mengenai “Model Pendidikan Jasmani” bagi para pembaca.

Saya menyadari jika dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, dengan hati yang terbuka kritik serta saran yang konstruktif guna kesempurnaan makalah ini.
Demikian makalaha ini saya susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan banyak
terdapat kekurangan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga bermanfaat. Aamin.

Kuningan, 18 Februari 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................................................................... 3
BAB II ISI ..................................................................................................................................................... 4
A. Ikhtisar Model Pendidikan Olahraga ................................................................................................ 4
B. Landasan Pendidikan Olahraga Untuk Pendidikan Jasmani ............................................................. 7
C. Ciri Belajar Mengajar...................................................................................................................... 12
D. Keahlian Guru dan Kebutuhan Kontekstual ................................................................................... 17
E. Tolok Ukur Pengajaran dan Pembelajaran untuk Pendidikan Olahraga ......................................... 22
F. Cara Menilai Pembelajaran Pendidikan Olahraga .......................................................................... 26
G. Memilih dan Memodifikasi Pendidikan Olahraga untuk Pendidikan Jasmani ............................... 28
BAB III PENUTUP .................................................................................................................................... 30
A. Kesimpulan ..................................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar-mengajar dari banyak bentuk olahraga yang telah dikembangkan merupakan


bagian penting dari Pendidikan jasmani AS selama lebih dari serratus tahun. Banyak program
seklah dulunya dimulai pada landasan olahraga, yang berasal dari popularitas besar olahraga
dalam budaya Amerika, baik dilihat dari perspektif peserta maupun penonton. Manfaat
tradisional dari partisipasi dalam olahraga (keterampilan, strategi, Kerjasama, dan persaingan
yang sehat) yang sering digunakan sebagai tujuan kurikuler untuk mengajar olahraga di semua
tingkatan kelas. Amerika Serikat menyukai kegiatan olahraga; dalam semua dari banyak
bentukknya yang baru, sehingga sekolah kita yang cepat untuk menggunakannya sebagai
wahana utama untuk mencapai tiga tujuan utama dari Tujuh Prinsip Pokok Pendidikan tahun
1918 (penggunaan layak dari waktu luang, Kesehatan dan keselamatann, daan karakter etika)
(Van Dalen 8c Bennet, 1971). Wahana itu dan sasaran ini masih tetap merupakan pilar
Pendidikan jasmani AS selama lebih dari lima puluh tahun sesudahnya.
Jelaslah bahwa tempat olahraga dalam kurikulum Pendidikan jasmani sedang merosot
pada waktu yang sama partisipasi olahraga masih menunjukkan pertumbuhan yang mantap
dalam masyarakat kita. Pertumbuhan diantara kelompok-kelompok penduduk yang biasanya
disangkal akses ke pertisipasi olahraga (perempuan, Wanita, penyandang cacat, dan orang
dewasa yang lebih tua) tidak kekurangan fenomenal hari ini. Bersamaan dengan ekspansi
tersebut adalah pertumbuhan organisasi-organisasi olahraga yang akrab (seperti olahraga
pemuda, olahraga antarsekolah, liga komunitas) dan stuktur (seperti klub swaasta, pusat
rekreasi komunitas, dan pengajaran dengan bayaran) yang memberikan kesempatan partisipasi
bagi siapa saja yang ingin berbuat demikian dan mapu mencurahkan biaya. Tetap jelas bahwa
orang Amerika senang berpartisipasi dalam olahraga; juga jelas bahwa mereka lebih sering
beralih ke program Pendidikan jasmani untuk mendapatkan pengalaman olahraga yang positif.
Itu adalah kenyataan yang menyedihkan bagi banyak pendidik jasmani yang tumbuh dan
memulai karir mereka dalam model olahrag. Namun, ada model kurikulum dan pengajaran
yang dirancang untuk memberi siswa dari hamper semua usia dengan pengalaman olahraga

1
yang positif, Pendidikan, dan abadi sebagai bagian dari program Pendidikan jasmani sekolah.
Pendidikann olahraga yang dikembangkan oleh Daryl Siedentop (1998), “……… dirancang
untuk memberikan pengalaman yang otentik dan kaya dalam Pendidikan bagi anak perempuan
dan anak laki-laki dalam konteks Pendidikan jasmani sekolah” (halaman 18). Menurut
Siedentop, model Pendidikan Olahraga memiliki implikasi yang kuat untuk kurikulum dan
pengajaran, sehingga menggambarkan suatu model fungsi-rangkap. Implikasi kurikuler yang
paling menonjol yaitu olahraga menjadi pusat pengorganisasian untuk program Pendidikan
jasmani: segala sesuatu yang diajarakn dan dipelajari dicapai dalam konteks bentuk olahraga
yang sesuai perkembangannya. Sebagai model pengajaran, “tujuannya paling baik dicapai
melalui kombinasi dari pengajaran langsung, kerja kecil-kelompok yang kooperatif, dan
Pengajaran Rekan….” (Siedentop, 1998, halaman 18), yang dirancang dalam pendekatan
kooperatif terhadap belajar-mengajar olahraga.
Anda harus waspada bahwa model yang akan disajikan dalam bab ini pada hakekatnya
tidak digunakan untuk mengajar olahraga (seperti flag football, basket, sepakbola, dan tenis),
meskipun siswa pasti akan belajar banyak tentaang setiap bentuk olahraga yang ditawarkan
dalam model ini. Sebaliknya, ia dirancang untuk mengajarkan konsep dan kelakuan olahraga,
beberapa sasaran yang meliputi: afilasi tim, fairness, etika, tradisi, apresiasi, strategi, nilai-
nilai, stukturture, dan tentu saja pola pergerakan yang melekat yang merupapkan bagian dari
setiap bentuk olahraga termasuk dalam program Pendidikan jasmani. Sasaran yang tinggi ini
memisahkan Pendidikan Olahraga dari hanya belajar bermain flag football, basket, sepakbola,
tenis, dan lain-lain. Sasaran ini, dan proses yang digunakan guru untuk mencapainya dalam
model tersebut, memberi Pendidikan Olahraga suatu tampilan yang unik seperti yang
dilakukan dalam Pendidikan jasmani, yang memungkinnkan siswa untuk belajar tentang
olahraga dari banyak perspektif melalui partisipasi otentik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahann di atas maka rumusan masalah dari
penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Ikhtisar Model Pendidikan Jasmani?
2. Bagaimana landasan Pendidikan Olahraga Untuk Pendidikan Jasmani?
3. Apa saja ciri Belajar Mengajar?
4. Bagaimana Keahlian Guru dan Kebutuhan Kontekstual

2
5. Bagaimana tolok ukur Pengajaran dan Pembelajaran untuk Pendidikan Olahraga?
6. Bagaimana cara menilai Pembelajaran Pendidikan Olahraga?
7. Bagaimana Memilih dan Memodifikasi Pendidikan Olahraga untuk Pendidikan Jasmani?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui ikhtisar dari Model Pendidikan Olahraga.
2. Untuk mengetahui landasan Pendidikan Olahraga untuk Pendidikan Jasmani.
3. Untuk mengetahui ciri Belajar Mengajar.
4. Untuk mengetahui Keahlian Guru dan Kebutuhan Kontekstual.
5. Untuk mengetahui tolok ukur Pengajaran dan Pembelajaran untuk Pendidikan Olahraga.
6. Untuk mengetahui cara menilai Pembelajaran Pendidikan Olahraga.
7. Untuk mengetahui Memilih dan Memodifikasi Pendidikan Olahraga untuk Pendidikan
Jasmani.

3
BAB II

ISI

A. Ikhtisar Model Pendidikan Olahraga

Pendidikan olahraga adalah sebuah kurikulum dan pengembangan model pengajaran,


dalam pengembangan program pendidikan jasmani di sekolah. Pendidikan olahraga
mempunyai potensi untuk revolusi pendidikan jasmani. Selama ini kurikulum yang berlaku di
Indonesia dari awal kemerdekaan sampai sekarang menggunakan model kurikulum pendidikan
jasmani. Model ini berlaku dari mulai sekolah dasar (SD) sampai sekolah lanjutan tingkat atas
(SMA). Akibatnya kurikulum untuk semua jenjang sekolah di seluruh wilayah Indonesia sama.
Kurikulum seperti ini kurang menguntungkan bagi peserta didik karena minat dan bakat setiap
anak tidak tersalurkan dengan baik.
Pendidikan olahraga memberikan pengalaman lebih komplit dan autentik daripada
pendidikan jasmani. Dalam model ini, murid tidak hanya belajar bagaimana belajar olahraga
lebih lengkap tapi juga belajar tanggung jawab individu dan kerja sama anggota kelompok
secara efektif. Model pendidikan olahraga memiliki banyak tujuan daripada program
pendidikan jasmani.
Model ini diharapkan dapat mendidik murid menjadi pemain dan memiliki rasa
tanggung jawab dan membantu mereka mengembangkan kompeten, terpelajar dan orang yang
antusiasme terhadap olahraga.
Siedentop (1994) menyebutkan tiga tujuan utama untuk model Pendidikan Olahraga,
yakni: untuk mengembangkan olahragawan yang kompeten, melek-huruf, dan antusiastik
(halaman 4).
1. Olahragawan yang kompeten memiliki keterampilan yang cukup untuk
berartisipasi dalam permainan secara memuaskan, mengerti dan dapat
melaksanakan strategi yang tepat terhadap kompleksitas bermain, dan menjadi
pemain game yang berpengetahuan banyak.
2. Olahragawan yang melek-huruf memahami dan menghargai aturan, ritual, dan
tradisi olahraga dan membedakan antara praktek olahraga yang baik dan buruk,
entah itu dalam olahraga anak-anak ataukah olahraga profesiona. Seorang

4
olahragawan melek-huruf adalah peserta yang lebih mampu maupun konsumen
yang lebih cerdas, entah itu sebagai fans ataukah penonton.
3. Seorang olahragawan yang antusias berpartisapasi dan berperilaku dalam cara-cara
yang melestarikan, melindungi, dan meningktakan budaya olahraga, entah itu
budaya olahraga pemuda local ataukah budaya olahraga nasional. Sebagai anggota
kelompok penggemar olahraga, para olahragawan yang antusias itu berpartisipasi
dalam upaya lebih lanjut mengembangkan olahraga di tingkat local, nasional,
maupun internasional. Olahragawan yang antusias itu terlibat.
Siedentop (1994) mengutip sepuluh tujuan pembelajaran yang spesifik untuk model
Pendidikan Olahrag (halaman 4-5):
1. Mengembangkan keterampilan dan kebugaran yang khusus untuk olahraga
tertentu.
2. Menghargai dan sanggup melaksanakan permainan strategis dalam olahraga.
3. Berpartisipasi di tingkat yang sesuai dengan perkembangan siswa.
4. Saling berbagi dalam perencanaan dan administrasi pengalaman olahraga
5. Memberikan kepemimpinan yang bertanggung jawab.
6. Bekerja secara efektif dalam kelompok menuju tujuan Bersama.
7. Menghargai ritual dan konvensi yang memberikan makna unik bagi olahraga
tertentu.
8. Mengembangkan kapasitas untuk membuat keputusan beralasan tentang isu-isu
olahraga.
9. Mengembangkan dan menerapkan pengetahuan tentang mewasiti, wasit, dan
pelatih.
10. Membuaut keputusan secara sukarela untuk menjadi terlibat dalam olahraga purna-
sekolah.
Pendidikan Olahraga memiliki enam ciri utama yang memberinya identitas yang unik
(Siedentop, 1994). Seperti yang akan anda lihat, masing-masing ciri ini merupakan adaptasi
dari karakteristik olahraga yang terorganisir.
1. Musim. Pendidikan Olahraga menggunakan musim daripada unit konten
Pendidikan jasmani yang lebih tradisional. Suatu musim menyiratkan periode
waktu yang lebih lama yang mencakup periode praktel, pra-musim, musim regular,

5
dan pasca-musim dengan acara puncak. Musim Pendidikan Olahraga harus
minimal dua puluh pelajaran bilamungkin (Grant, 1992).
2. Afiliasi. Siswa tetap sebagai anggo tim yang sama untuk seluruh musim. Afiliasi
yang diperpanjang ini memajukan banyak tujuan perkembangan afektif dan social
dalam model tersebut dengan memungkinakn anggota tim mendapat kesempatan
untuk bekerja menuju tujuan bersma, membuat keputusan kelompok, keberhasilan
dan kegagalan pengalaman sebagi sebuah kelompok, dan memperlihatkan identitas
kelompok bagi dirinya sendiri.
3. Kompetisi resmi. Siswa membuat banyak keputusan yang menentukan stuktur dan
operasi musim. Mereka dapat memodifikasi aturan permainan untuk memajukan
fairness dan partisipasi yang lebih baik. Jadwal resmi kompetisi memungkinkan
masing-masing tim dan pemain untuk membuat keputusan jangka pendek dan
jangka Panjang untuk musim. Jadwal resmi kompetisi memberi tim dan pemain
dengan titik focus yang berkelanjutan bagi praktek dan persiapan mereka.
4. Acara Puncak. Musim berakhir dengan acara puncak yang bisa mengambil banyak
bentuk: turnamen round-robin, kompetisi tim, atau persaingan individu. Acara ini
harus meriah dan memungkinkan semua siswa untuk berpartisipasi dalam beberapa
kapasitas (kecuali hanya sebagai penonton).
5. Pencatatan. Permainan memberikan banyak kesempatan untuk membuat catatan
kinerja yang dapat digunakan untuk mengajarkan strategi, meningkatkan minay
didalam dan diantara tim, mempublikasikan hasil-hasil, dan menilai pembelajaran
siswa. Catatan dapat sederhana atau kompleks, tergantung pada kemampuan siswa
utnuk menjaga dan memahaminya. Dengan mempublikasikan catatan tersebut,
mereka membantu untuk memberikan latar belakang bagi jadwal kompetisi, seperti
Ketika tim defensif teratas semakin siap untuk bermain sebagai tim ofensif teratas.
Statistic permainan dapat digunakan oleh pelatih dan pemain untuk menganalisis
kekuatan tim mereka sendiri dan kekuatan dari lawan mereka.
6. Festivity. Acara olahraga dikenal karena meriah. Tim memiliki nama yang menjadi
bagian dari tradisi mereka dan menambah pengetahuan olahraga. Tempat
bermainnya berwarna-warni dan sering dihiasi dengan lampu-lampu dan spanduk.
Sementara pada skala yang lebih kecil, hal demikian tidak mengurangi acara itu

6
sendiri, guru Pendidikan Olahraga berusaha mencoba untuk mebuat musim dan
kompetisi mereka semeriah dan semarak mungkin.
Model Pendidikan Olahraga sangat bergantung pada strategi pembelajaran kooperatif
dimana tim (pelatih dan pemain bersama-sama) diberi banyak tanggung jawab agar siap untuk
musimnya. Guru dan dewan Liga (terdiri dari siswa) memutuskan stuktuur dasar untuk musim
ini, dan bagaimana cara tim itu akan ditentukan. Kalau sudah dalam tim, siswa bekerja sama
menentukan kebutuhan mereka untuk musim, bagaimana tim mereka akan diatur, dan
bagaimana mereka akan mempersiapkan musimnya. Mereka bekerja di luar jadwal praktek,
tugas posisi, rencana substitusi dan strategi permainan. Meskipun satu siswa ditujukan sebagai
"pelatih" perannya adalah untuk mengkoordinasikan upaya tim bukan menjalankan tim.

B. Landasan Pendidikan Olahraga Untuk Pendidikan Jasmani

1. Teori dan Dasar-Pemikiran


Alasan atau dasar pemikiran untuk Pendidikan Olahraga cukup sederhana dan
langsung. Jika olahraga, sebagai bentuk bermain yang telah diterima, adalah bagian
yang berharga dari masyarakat apapun, maka adalah tanggung jawab masyarakat (dan
dalam kepentingan yang terbaik) untuk menemukan cara meresmikan proses
bagaimana orang datang untuk belajar dan berpartisipasi dalam budaya olahraga.
Cukup sederhana, kita harus mengajar setiap generasi baru budaya olahraga kita, dan
salah satu tempat terbaik untuk melakukannya adalah dalam kurikulum sekolah. Tentu
saja, anak-anak dan pemuda bisa dan sanggup mempelajari budaya olahraga dalam
banyak cara dan tempat lain (olahraga Pemuda, Liga gereja, les privat, taman bermain
dan di rumah), tapi tempat terbaik untuk memberikan pengalaman olahraga yang
berbasis luas. Pendidikan, dan Egaliter adalah melalui sistem pendidikan sekolah kita.
Oleh karena itu, Pendidikan olahraga dirancang sebagai cara untuk mewariskan budaya
olahraga kita dengan cara yang mencirikan karakteristik olahraga yang paling positif.
2. Asumsi Tentang Belajar dan Mengajar
a. Asumsi Tentang Mengajar
1) Guru perlu menggunakan kombinasi strategi untuk memudahkan berbagai
macam tujuan pembelajaran dalam model Pendidikan Olahraga. Strategi ini

7
mencakup pengajaran langsung, pembelajaran kooperatif, rekan, dan
pengajaran kelompok kecil.
2) Guru harus hendaknya terutama bertindak selaku narasumber untuk dalam
musim Pendidikan Olahraga, ketimbang berada dalam kontrol langsung dari
setiap kegiatan pembelajaran.
3) Guru harus membimbing siswa untuk membuat keputusan yang mencerminkan
nilai-nilai, tradisi, dan kelakuan yang melekat dalam kegiatan berolahraga.
4) Guru harus merencanakan dan memudahkan kesempatan siswa untuk
mengambil dan belajar tanggung jawab dalam peran tak-bermain pada musim
Pendidikan olahraga.
b. Asumsi tentang Belajar
1) Dengan bimbingan dan fasilitas yang tepat, siswa dapat menerima banyak
pengambilan keputusan dan tanggung jawab lain dengan musim pendidikan
olahraga. peluang untuk pembelajaran siswa akan terjadi selama mereka terlibat
dalam proses membuat dan melaksanakan keputusan ini.
2) Siswa dapat bekerjasama dalam struktur tim untuk menetapkan dan mencapai
tujuan kelompok.
3) Partisipasi yang aktif bukan pasif adalah cara yang lebih disukai untuk belajar
olahraga.
4) Siswa dapat menentukan bentuk olahraga yang berkembang tepat untuk diri
mereka sendiri, meskipun kadang membutuhkan bimbingan guru untuk
melakukannya.
5) Struktur Pendidikan Olahraga memberikan pengalaman berolahraga yang
benar-benar otentik yang dapat menggeneralisasi untuk partisipasi dalam
pengaturan lainnya.
3. Tema Utama Untuk Pendidikan Olahraga: Belajar Menjadi Olahragawan yang
Kompeten, Melek-huruf, dan Antusias.
Perancang model pendidikan olahraga, dari Daryl Siedentop, dengan singkat
menyatakan dia memaksudkan model itu untuk memajukan perkembangan
olahragawan yang kompeten, melek-huruf, dan antusias (Siedentop, 1994 halaman 4).
Dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa model tersebut harus mengajar siswa dari

8
segala usia untuk menjadi pemain dalam arti kata yang sepenuhnya. Seorang pemain
adalah seorang yang datang untuk mengetahui olahraga dari berbagai perspektif,
membuat partisipasi olahraga menjadi bagian utama dalam hidupnya, dan yang
menurunkan makna pribadi yang mendalam dari kegiatan olahraga.
4. Prioritas dan Iteraksi Domain Pembelajaran
Pendidikan olahraga berusaha untuk mendapatkan hasil pembelajaran siswa
yang melintas ketiga domain pembelajaran utama. Meskipun dari waktu ke waktu
belajar dalam satu domain akan menjadi tujuan primer, akan ada keseimbangan di
ketiga domain sebagai selama pendidikan olahraga berjalan dari awal sampai akhir.
Tema tiga bagian dari model itu membuat titik tersebut menjadi jelas; kompetensi
mengacu pada kemampuan untuk membedakan dan melaksanakan langkah strategis
yang terampil (psikomotor, dengan dukungan kognitif yang kuat), menjadi melek-
huruf mengacu pada kemampuan seseorang untuk memahami dan menghargai bentuk
dan budaya olahraga (kognitif), antusias mengacu pada upaya membuat olahraga
menjadi bagian Sentral dari kehidupan dan kegiatan sehari-hari seorang (afektif).
Kegiatan Belajar Prioritas Domain Sementara

Membuat keputusan organisasi. 1. Kognitif


2. Affective
Praktek pra-musim (sebagai pemain) 1. Psikomotor
2. Kognitif
3. Afektif
Praktek pra-musim (sebagai pelatih) 1. Kognitif
2. Afektif
3. Psikomotor
Peran tugas belajar (wasit, pencatat, 1. Kognitif
pelatih,dll) 2. Afektif
3. Psikomotor
Bekerja sebagai anggota tim 1. Afektif
2. Kognitif
3. Psikomotor

9
Selama pertandingan kompetitif 1. Psikomotor
(sebagai pemain) 2. Kognitif
3. Afektif
Selama pertandingan kompetitif 1. Kognitif (strategi dan taktik)
(sebagia pelatih) 2. Afektif (kepemimpinan tim)
3. Psikomotor

Semua domain ini harus dibahas oleh guru ketika merencanakan unit
Pendidikan Olahraga (disebut “musim”) sehingga kesempatan belajar yang cukup itu
disediakan untuk tiap bidang perkembangan siswa. Karena siswa akan memiliki
berbagai jenis kegiatan pembelajaran, dengan pergeseran prioritas domain untuk
masing-masing tidaklah tepat untuk membuat daftar kata tentang prioritas prioritas
domain, seperti yang dilakukan dengan model lain. Sebaliknya, adalah lebih
bermanfaat bagi guru untuk memahami apa jenis pembelajaran yang dibina dalam
setiap bagian dari model Pendidikan Olahraga dan memastikan bahwa siswa
mendapatkan keseimbangan penekanan domain di seluruh musim.
Meskipun guru mengambil peran kurang langsung dalam pendidikan olahraga,
dia masih harus tetap sebagai pengamat tentang banyak peristiwa kompleks yang akan
terjadi selama musim dan mengenali kapan interaksi domain tidak menyokong
perkembangan siswa pada saat ini. Bila diakui, guru dapat menunjukkan bahwa siswa
perlu melihat gambaran yang lebih besar, dan dan bahwa keberhasilan tim tersebut
lebih mungkin jika mereka belajar untuk mendekati olahraga dari berbagai macam
perspektif.
5. Preferensi Pembelajaran Siswa
Menggunakan profil Reichman dan Grasha (1974) untuk preferensi
pembelajaran siswa, model pendidikan olahraga akan paling sering bekerja terbaik bagi
siswa yang diklasifikasikan sebagai peserta kolaboratif (di tim mereka) atau kooperatif
(ke arah tim lain), dan independent. Meskipun pada pandangan pertama itu tampaknya
agak kontak kontradiktif, siswa perlu bersikap kooperatif dan kompetitif dalam model
pendidikan olahraga. Mereka harus mengakui ketika tim harus bekerja sama untuk
mencapai tujuannya, salah satunya adalah untuk bersaing baik terhadap lawan. Model

10
pendidikan olahraga juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar menjadi
kooperatif dan kompetitif pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
6. Pengesahan
a. Pengesahan Penelitian
Carlson dan hastie (1997) meneliti sistem sosial siswa dalam musim
pendidikan olahraga di sekolah tinggi Australia. Sistem sosial berkaitan dengan
bagaimana siswa berinteraksi dengan guru dan teman sekelas mereka saat mereka
mengejar tugas belajar yang telah direncanakan di kelas. Carlson dan hastie
menemukan bahwa siswa itu beruntung terhadap model pendidikan olahraga
terutama aspek-aspek yang memungkinkan mereka lebih banyak tanggung jawab
dan interaksi dengan rekan-rekan mereka (sebagai teman seregu). Kebanyakan
siswa melaporkan bahwa mereka menyukai dimensi tambahan menjadi guru
(sebagai pelatih) dan harus mempelajari peran pekerjaan tugas mereka. Dalam
sebuah studi tindak lanjut tentang musim speedball Sekolah Menengah, Hastie
(1998) melaporkan tiga temuan utama dalam mendukung persepsi siswa tentang
olahraga Pendidikan, yakni: (1) Siswa lebih memiliki memilih aktivitas peran
pekerjaan tugas ketimbang kepasifan harus menunggu di sela-sela bermain lagi, (2)
siswa menghargai kesempatan untuk perkembangan sosial yang dimajukan dengan
cara meneruskan keanggotaan tim, dan (3) siswa menyatakan preferensi untuk
mendapatkan pengajaran mereka dari guru rekan (sebagai pelatih dan rekan tim)
ketimbang pelajaran yang biasanya diarahkan guru.
Pada tahap ini, ada sedikit penelitian tentang efektivitas pendidikan
olahraga terkait dengan prestasi dan kinerja siswa. Salah satu dari beberapa studi
diselesaikan oleh Hastue (1998), dimana dia memantau efisiensi bermain di awal
dan di akhir musim Ultimate Frisbee. Efisiensi ditentukkan dengan memantau
keterampilan bermain utama yang memiliki hasil positif dan negatif (caught passes,
dropped passes, dll), dan dapat digunakan sebagai ukuran kinerja bermain.
b. Pengesahan Pengetahuan Kerajinan
Versi-versi model pendidikan olahraga yang berkembangnya tepat sekarang
ini menjadi lebih umum dalam program pendidikan jasmani yang membuktikan
efektivitas model dalam memajukan tujuan utama dalam banyak situasi. Dalam

11
teks otoritatif pada model, Siedentop (1994) memberikan contoh yang teruji-di-
lapangan di kelas dasar (sepak bola, senam, basket, voli, dan atletik), sekolah
menengah (bola voli) dan sekolah tinggi (kebugaran, rugby, dan tenis). Dalam
adaptasi lainnya, Hicks (1998) menggunakan pendidikan olahraga untuk musim
Ultimate Frisbee kelas empat, dan Watts (1994) merancang unit pendidikan
olahraga untuk pickleball kelas enam. Bennett dan Hastie (1997) menggunakan
model itu dalam kursus aktivitas fisik perguruan tinggi. Dalam pengajaran kuliah
saya sendiri di perguruan tinggi, saya telah melaksanakan unit pendidikan olahraga
dalam bidang voli, softball, dan basket tiga-tiga.
c. Pengesahan intuitif
Olahraga telah digunakan selama lebih dari 100 tahun sebagai Wahana
utama untuk mencapai banyak tujuan programan utama untuk pendidikan jasmani.
Potensi pendidikan dari pengalaman olahraga sangatlah besar jika dapat disusun
dan dilaksanakan di tingkat perkembangan yang sesuai untuk siswa, dan jika ciri
olahraga yang lebih positif ditekankan dan dipelajari secara layak. Barangkali
model sesuatu yang baru ini yang telah dipraktekkan oleh pendidikan jasmani
selama 1 abad ini begitu menarik karena memungkinkan guru untuk kembali ke
akar mereka dan mengunjungi kembali olahraga sebagai pengajaran pendidikan
tanpa banyak praktek negatif yang muncul untuk menyerap pengaturan olahraga
lainnya (yaitu, olahraga pemuda, antar sekolah, dan perguruan tinggi).

C. Ciri Belajar Mengajar

1. Kelangsungan
1) Seleksi Isi. Guru memiliki dua pilihan untuk memutuskan mana olahraga yang akan
ditawarkan dalam musim pendidikan olahraga. Salah satu pilihan adalah langsung;
yaitu, guru membuat keputusan yang menginformasikan siswa. Pilihan kedua adalah
untuk menawarkan siswa berbagai pilihan dan membiarkan mereka memilih olahraga
untuk setiap musim. Pilihan ini menjadi interaktif selama guru menyarankan siswa
tentang setiap pilihan yang mungkin juga mempertimbangkan factor-faktor
kontekstual.
2) Kontrol manajerial. Guru membuat sebagian besar keputusan awal manajerial yang
memberi musim pendidikan olahraga itu struktur keseluruhannya, yakni: Bagaimana
12
Tim akan dipilih, mana tugas-tugas tak bermain yang akan diperlukan dan bagaimana
siswa yang bisa di ditugaskan pada mereka, berapa lama musim itu akan berlangsung,
bagaimana mempersiapkan peralatan dan fasilitas, dan keseluruhan “aturan dasar”
untuk musim itu. Setelah keputusan ini dibuat dan di sampaikan kepada siswa, siswa
menerima hampir semua kontrol untuk dioperasikan. Siswa akan merencanakan dan
melaksanakan banyak tugas manajerial sehari-hari selama musimnya.
3) Presentasi tugas. Sebagian besar presentasi tugas untuk perkembangan keterampilan
dan strategi akan berlangsung dalam konteks sesi latihan tim sebelum dan selama
musim. Ini kemungkinan akan mengambil bentuk Pengajaran Rekan dan pembelajaran
kerjasama kelompok yang dilakukan oleh siswa. Presentasi tugas untuk peran tugas
akan dilakukan oleh guru dalam bentuk lokakarya mini untuk setiap pekerjaan yang
dibutuhkan (pejabat pelatihan, yang menunjukkan manajer bagaimana mempersiapkan
lapangan, menjelaskan aturan scoring untuk statistic, dll). Karena kebanyakan siswa
akan memiliki sedikit pengalaman atau tidak ada sama sekali dalam peran ini, dan
waktu akan menjadi pendek, maka pelajaran yang diarahkan guru adalah cara yang
paling efektif untuk mengajarkan peran kepada siswa di awal.
4) Pola Keterlibatan. Seperti presentasi tugas, pola keterlibatan siswa akan berbeda untuk
bermain dan tak bermain mereka. Sebagai anggota tim, siswa akan terlibat dalam tugas
belajar rekan dan tugas belajar kooperatif kelompok-kecil. Setiap tim diberi
tanggungjawab untuk mendapatkan dirinya siap untuk musim ini, sehingga anggota
harus mampu membuat keputusan kelompok dan mengambil peran yang sangat aktif
dalam Pengajaran Rekan satu satu tim mereka. Dalam peran tak-bermain mereka, siswa
akan terlibat sebagai peserta aktif selagi mereka belajar pengetahuan, keterampilan, dan
prosedur untuk setiap tugas. Selain itu, mereka akan mendapatkan banyak
pembelajaran di tempat kerja karena mereka melaksanakan tugas mereka yang telah
ditentukan selama kompetisi. Kebanyakan interaksi tersebut muncul bersama dengan
siswa lain dalam konteks permainan.
5) Interaksi pengajaran. Kebanyakan besar interaksi pengajaran akan berlangsung antara
siswa selama mereka bekerja pada tim dalam kegiatan pembelajaran kooperatif rekan
sebaya dan kelompok kecil. Satu atau lebih siswa pada masing-masing tim akan
ditunjuk sebagai kapten atau co-kapten dan akan menerima banyak fungsi mengajar.

13
Guru akan tersedia sebagai narasumber, tetapi sebagian besar pengajaran tersebut
dilakukan dengan interaksi antara siswa dengan siswa.
6) Melangkah. Anggota tim akan memutuskan apa yang dibutuhkan untuk
mempersiapkan musim komparatif dan membuat rencana pra-musim. Mereka juga
dapat memutuskan beberapa banyak waktu yang mereka butuhkan untuk persiapan
mereka, memberi mereka kontrol total melangkah sebelum dan antara permainan.
7) Perkembangan Tugas. Sama seperti melangkah, tim membuat keputusan tentang urutan
untuk tugas-tugas praktek saat mereka mempersiapkan diri untuk musim dan antara
permainan. Pendaftaran isi untuk setiap tim di kelas mungkin agak berbeda, tergantung
pada kemampuan khusus dari pemain mereka.
2. Pola Keterlibatan Utama
Menurut Siedentop (1994) ada tiga pola keterlibatan domain untuk kegiatan
pembelajaran dalam model Pendidikan Olahraga, yakni: pengajaran langsung,
pembelajaran kooperatif, dan Pengajaran Rekan. Pengajaran langsung paling sering
digunakan oleh guru untuk melatih siswa untuk peran tugas. Ini dapat dilakukan di
minilokakarya yang terfokus pada setiap peran yang ditugaskan dan memungkinkan siswa
untuk mendapatkan pengetahuan mulai melaksanakan tanggung jawab mereka yang telah
ditentukan. Pembelajaran kooperatif terjadi secara teratur dalam setiap tim selama pemain
dan pelatih membuat dan melaksanakan banyak keputusan yang diperlukan untuk
membantu tim mencapai tujuannya. Proses ini cenderung sangat demokratis, karena tidak
ada otoritas pusat dalam banyak kesempatan. Resolusi konflik mungkin diperlukan dari
waktu ke waktu, tetapi itu juga menjadi bagian dari proses pembelajaran kooperatif.
Pengajaran Rekan sering digunakan sehingga anggota tim yang lebih terampil dapat
membantu anggota yang kurang terampil itu meningkat dengan demikian memudahkan
pencapaian seluruh tim. Siswa dengan cepat mengakui bahwa tim hanya sekuat
hubungannya yang terlemah, sehingga ada dalam kepentingan semua orang untuk
membantu anggota yang kurang terampil agar meningkat, dan sumber terbaik untuk
melakukan hal tersebut adalah para anggota tim lainnya.
3. Inklusivitas
Pendidikan Olahraga secara inheren dirancang untuk pengajaran pendidikan
jasmani yang inklusif. Karena semua siswa harus menjadi pemain dan tim, maka setiap

14
orang secara otomatis disertakan pada tingkat itu. Jika guru telah berhati-hati untuk
memastikan bahwa semua tim seimbang di seluruh tingkat keterampilan, pengalaman, dan
jenis kelamin, maka semua tim harus bekerjasama dengan baik untuk memastikan bahwa
anggota dapat menyokong potensi penuh mereka, memajukan inklusi di tingkat yang
paling penting - yakni di antara siswa itu sendiri. Menurut Hastie (1998), tiga ciri
Pendidikan Olahraga secara langsung bermanfaat bagi siswa yang terpinggirkan: tim kecil
yang membutuhkan kontribusi semua orang untuk sukses, afiliasi dengan tim berkelanjutan
yang memajukan rasa setia dan memiliki, dan latihan teratur yang memungkinkan siswa
kurang terampil untuk meningkat selama musim.
Presentasi tugas dan struktur tugas akan sangat dipengaruhi oleh modifikasi yang
dibuat dalam game yang dimainkan, diputuskan oleh siswa dan guru sebelum musim
dimulai. Misalnya, modifikasi khas untuk sepakbola adalah memiliki ukuran-berkurang,
misalnya tim tiga orang atau empat orang. Flag football dimainkan dengan 4-6 pemain
setiap tim, dan basket tiga-tiga bekerja dengan sangat baik. Modifikasi ini sebagian besar
mengurangi kompleksitas permainan bagi siswa, serta waktu yang dibutuhkan untuk
mempersiapkan musim. Ini berarti lebih sedikit tugas belajar sehingga siswa perlu
menguasai atau memperbaiki sebelum dan selama musim.
a. Presentasi Tugas
Mengajar pemain. Dalam versi lengkap dari model Pendidikan
Olahraga, guru mengatur untuk tim yang akan dipilih, mengawasi organisasi
musim, dan memungkinkan setiap tim bekerjasama untuk menentukan apa
pembelajaran yang perlu berlangsung dan bagaimana itu akan dicapai. Fungsi
presentasi tugas diserahkan kepada masing-masing tim dan para pemimpinnya
untuk menentukan dan melaksanakannya. Dalam beberapa situasi mungkin
perlu bagi guru untuk merencanakan waktu singkat tugas pengajaran langsung
bagi seluruh kelas sebelum tim dipilih. Ini menjamin bahwa semua siswa
memiliki tingkat dasar kemahiran; dan dapat memudahkan proses seleksi tim.
Selain tim dipilih dan bekerjasama, guru dapat melatih satu atau lebih siswa di
masing-masing tim untuk merencanakan dan melaksanakan presentasi tugas
bagi siswa lainnya. Ini akan menjadi langkah pertama dalam penggunaan
strategi pengajaran kooperatif dan Pengajaran Rekan.

15
Peran Tugas Mengajar. Guru lebih mungkin untuk mengambil
pendekatan pengajaran langsung untuk mengajar siswa tugas mengenai tugas
dukungan mereka yang telah ditentukan untuk musim itu. Terdapat beberapa
“pekerjaan” untuk mengajar, dan waktu terbatas untuk mengajar kelompok
kecil siswa mengenai keterampilan, pengetahuan, dan tanggung jawab terhadap
setiap pekerjaan. Guru dapat menggunakan strategi “klinik” dimana siswa
diberikan informasi langsung dan presentasi tugas yang telah di modelkan
untuk melakukan setiap pekerjaan dengan benar. Ini pada dasarnya adalah
“how to”minisessions. Pembicara tamu juga dapat digunakan untuk maksud
yang sama ini: guru atau pelatih lainnya di sekolah, pejabat dan statistikawan
permainan berizasah, dan pelatih sekolah, umpamanya. Video pengajaran dan
materi visual lainnya dapat digunakan untuk tujuan yang sama ini.
b. Stuktur tugas
Mengajar pemain. Struktur tugas belajar di Pendidikan Olahraga akan
mirip dengan yang digunakan oleh pelatih olahraga dalam praktek dan
persiapan pertandingan. Ketika bersama-sama sebagai sebuah tim, masing-
masing kelompok siswa pada dasarnya akan berlatih seperti halnya tim
kompetitif lainnya. Kisaran struktur tugas yang bisa mencakup pemanasan
“Chalk talks”, Latihan, latihan pendinginan, menerobos bermain dan bertahan,
Latihan, dan sesi strategi semuanya dirancang oleh pemimpin tim dan
dilaksanakan dengan strategi pengajaran kooperatif atau Pengajaran Rekan.
Jones dan Wuxi (1998) menunjukkan bahwa guru menyusun jadwal praktek
umum dan membutuhkan rutinitas dan kemudian membiarkan siswa membuat
rencana khusus menurut kerangka waktu guru.
Mengajar Peran Tugas. Struktur tugas untuk mengajar siswa berbagai
pekerjaan tugas juga dapat memiliki tampilan akrab, berdasarkan bagaimana
orang datang untuk belajar peran dukungan yang penting dalam olahraga. Wasit
harus pertama-tama tahu aturan, dan bisa mendapatkan informasi dari guru,
kaset video, CD room, atau pembicara tamu. Mengikuti ujian aturan harus
menjadi salah satu kriteria untuk pekerjaan itu. Berikutnya, mereka akan perlu
belajar prosedur dan teknik untuk mewasiti olahraga, biasanya dengan melihat

16
model yang benar dalam kemajuan yang sederhana sampai kompleks. Wasit
siswa itu kemudian dapat berlatih teknik mereka sendiri di bawah pengawasan
dari mentor atau guru, barangkali sementara tim berada di Latihan. Segera wasit
akan siap untuk memimpin pertandingan penuh, yang kemudian menjadi
struktur tugas untuk kemajuan pembelajaran tersebut, struktur yang cukup
otentik pada keadaan itu. Struktur dan progresi tugas yang sama dapat
direncanakan oleh guru untuk semua pekerjaan tugas dalam musim Pendidikan
Olahraga.

D. Keahlian Guru dan Kebutuhan Kontekstual

1. Keahlian Guru
Guru Pendidikan Olahraga akan perlu memiliki keahlian dalam banyak bidang
pengetahuan yang dibahas pada Bab 2. Keahlian guru ditanggung pada pengantaran dari
apa yang disebut oleh Knob dan Paus (1998) “olahraga edukatif” dalam pendidikan
jasmani suatu penggabungan dari struktur olahraga bersaing dan pengajaran sesuai dengan
tahapan perkembangan yang tepat (halaman 47).
Peserta didik. Siswa Pendidikan Olahraga harus mampu belajar tiga peran yang
sangat berbeda, yakni: pemain, rekan satu tim, dan tugas atau pekerjaan yang telah
ditentukan. Setiap peran membuat daftar yang berbeda pada kesanggupan psikomotor,
kognitif, dan afektif siswa. Guru Pendidikan Olahraga harus menyadari betapa banyak
siswa yang akan sanggup belajar di setiap peran dan untuk tidak membiarkan pengharapan
melebihi tingkat tersebut.
Pengajaran yang perkembangannya tepat. Berkaitan erat dengan pengetahuan
tentang peserta didik adalah kemampuan guru untuk memajukan versi yang sesuai dengan
tahapan perkembangan olahraga untuk masing-masing kelas pendidikan jasmani. Model
Pendidikan Olahraga jarang menyiratkan bahwa siswa harus belajar olahraga versi “penuh
atau “dewasa” (Siedentop, 1994). Struktur permainan disederhanakan, aturan dimodifikasi,
pencatatan disimpan pada suatu tingkat yang dapat diikuti dan mendapatkan oleh siswa di
atas kertas, guru menjamin lingkungan yang positif dan aman, dan penetapan tugas
disesuaikan dengan tingkat kematangan siswa sehingga dengan demikian semua siswa
dapat belajar olahraga pada tahap perkembangan mereka saat ini.

17
Konten Pendidikan Jasmani (Olahraga). Meskipun guru mengambil peran yang
lebih tak langsung dalam Pendidikan Olahraga, pengetahuannya tentang bentuk olahraga
game dalam musiknya sangatlah tak terhingga nilainya. Guru tidak hanya harus tahu
olahraga dari perspektif pemain, dia juga harus tahu masing-masing dari berbagai
pekerjaan tugas, struktur organisasi olahraga, dan kebiasaannya. Karena sebagian besar
keputusan akan dibuat oleh siswa sejalan dengan berlangsungnya musim, guru harus
mampu melihat gambaran besar dan mengantisipasi situasi situasi yang berpotensi
membahayakan sebelum terjadi. Semua yang berasal dari mengetahui olahraga dengan
baik dan dari berbagai perspektif.
Ekuitas. Olahraga tidak bekerja dengan baik bila masalah ekualitas tidak
sepenuhnya ditangani dan diselesaikan. Bahkan jika dibiarkan saja, olahraga yang tak patut
akan menjadi salah didik (miseducative) dan kontraproduktif terhadap tujuan dan
sasarannya sendiri. Guru Pendidikan Olahraga harus mampu mengantisipasi, mengenali,
dan menyesuaikan situasi yang tak adil sehingga semua siswa mendapatkan kesempatan
yang sama untuk berpartisipasi dan belajar melalui olahraga. Kualitas dapat dipromosikan
dengan membuat aturan dan kebijakan yang memberi semua siswa kesempatan yang adil
untuk berpartisipasi, misalnya:
1. Semua pemain harus bermain setiap posisi (setiap permainan atau pertandingan atau
pada jadwal yang telah ditetapkan).
2. Aturan tim divoting oleh semua anggota.
3. Semua pemain bisa memainkan setiap pertandingan dalam sejumlah waktu yang sama.
Penilaian. Pendidikan Olahraga sangat bergantung pada penilaian otentik dari
kinerja, pengetahuan, dan dan perilaku siswa. Di satu sisi, Pendidikan Olahraga
sepenuhnya otentik karena selalu memberi siswa dengan konteks yang realistis dimana
mereka mempersiapkan dan menerapkan kemampuan mereka.
Sumber utama pengetahuan penilaian dalam pendidikan olahraga adalah
kemampuan untuk mengenali aspek yang paling penting dari bermain dan kinerja
pekerjaan tugas. Kalau guru sudah mengidentifikasi ini, dia kemudian dapat merancang
sistem buatan sendiri guna memantau kinerja dalam cara yang paling otentik selama siswa
menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka sendiri dalam konteks musim dan
peristiwa kompetitif.

18
Iklim Sosial/Emosional. Jika anda akan ingat, salah satu ciri kunci dari pendidikan
olahraga yang dikutip oleh Siedentop (1994) yaitu hal itu harus meriah. Sifat meriahnya
olahraga itu harus menekankan hal yang positif, memungkinkan semua siswa untuk
berpartisipasi dan menikmati, berusaha untuk kompetisi yang tajam dan fair, dan
memajukan standar tinggi perilaku olahraga yang baik. Guru Pendidikan Olahraga harus
tahu bagaimana mengatur iklim sosial atau emosional di musim olahraga agar
memungkinkan hal ini terjadi dan untuk mencegah hal yang bertentangan agar tidak terjadi.
2. Keterampilan Mengajar yang Efektif yang Diterapkan pada Pendidikan Olahraga
Perencanaan. Sebagian besar perencanaan terjadi setelah guru dan atau siswa
memutuskan mana permainan yang akan dimainkan di musim pendidikan olahraga.
Periode perencanaan awal akan menentukan struktur keseluruhan musim mendatang dan
akan mencakup banyak pertimbangan:
1. Berapa lama musim itu bertahan?
2. Apa saja peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan?
3. Apa saja modifikasi, kalaupun ada, yang akan dibuat dalam permainan?
4. Apa yang akan menjadi format kompetitif?
5. Bagaimana Tim akan dipilih?
Kalau struktur keseluruhan sudah ditentukan dan tim sedang mempersiapkan diri
untuk musimnya, maka perencanaan akan bergeser dari basis formal ke basis perencanaan
sebagaimana dibutuhkan dan kadang-kadang basis yang tak terduga.
Pengelolaan Waktu dan Kelas. Guru perlu memberikan rencana keseluruhan untuk
setiap kelas dan acara yang kompetitif, tetapi sebagian besar manajemen kelas akan
diserahkan kepada siswa sebagai praktek dan musim dimulai. Tanggung jawab utama guru
adalah untuk memastikan bahwa jadwal sedang dipenuhi sedemikian rupa sehingga musim
tidak tertinggal di belakang rencananya semula.
Menentukan Peran yang Perkembangannya tepat. Sebagaimana disebutkan,
sebagian besar presentasi dan struktur tugas akan ditentukan oleh siswa selama masing-
masing tim mempersiapkan diri untuk musim. Hal utama bagi guru yang perlu diingat yaitu
siswa dilatih terhadap peran yang biasanya diterima oleh orang dewasa dalam kebanyakan
pengaturan olahraga, yakni: pelatih, manager pelatih, dan pencetak skor. Guru harus

19
berpengetahuan banyak tentang berapa banyak dari masing-masing peran yang dapat
dipelajari siswa dan cara terbaik untuk mengerjakannya kepada mereka.
Komunikasi. Guru Pendidikan Olahraga haruslah efektif pada komunikasi yang
langsung maupun tak langsung dengan siswa. Guru akan lebih langsung ketika mereka
sedang menjelaskan organisasi musim ini dan ketika mereka melatih siswa untuk peran
pekerjaan tugas. Banyak komunikasi itu mirip dengan apa yang digunakan dalam
pengajaran langsung. Guru juga perlu keterampilan komunikasi tak langsung yang baik,
paling sering dalam bentuk pertanyaan.
Informasi Pengajaran. Seperti disebutkan dengan presentasi tugas dan struktur
tugas, operasi untuk membekali siswa dengan informasi pengajaran akan berbeda ketika
belajar berbagai pemain dan belajar peran pekerjaan tugas. Dalam peran pekerjaan tugas
mereka, sebagian besar informasi pengajaran akan berasal dari guru yang biasanya adalah
pelatih maupun pengawas.
Tinjauan dan Penutupan. Segmen tinjauan dan segmen penutupan berlaku bagi
maksud-maksud lazim dalam pelajaran pendidikan olahraga. Dalam pramusim guru dapat
membuat komentar umum tentang bagaimana tim sedang maju dan menjawab pertanyaan
dari masing-masing siswa dan tim. Guru juga dapat melihat pelajaran hari berikutnya untuk
memungkinkan tim berinteraksi keluar kelas jika mereka inginkan. Selama bagian
kompetitif dari musim ini, segmen tinjauan dan penutupan digunakan untuk meringkaskan
peristiwa dan hasil belajar dan untuk memberi pemain dan tim yang layak pengakuan
publik untuk bermain yang baik dan perilaku olahraga yang baik.
3. Kebutuhan kontekstual untuk Pendidikan Olahraga
Untuk melaksanakan Pendidikan Olahraga dengan versi model yang dapat
diterima, maka pertimbangan-pertimbangan kontekstual haruslah dibuat tentang sumber,
siswa, dan format kompetisi. Di beberapa titik ketiganya menjadi terkait dan harus
diberikan “OK” oleh guru sebelum memutuskan apa pendidikan olahraga merupakan cara
yang tepat untuk mengajarkan unit konten.
Ketika mempertimbangkan sumber, guru harus yakin bahwa waktu yang cukup
(hari pelajaran), peralatan, dan ruang tersedia untuk memungkinkan model agar bekerja
dengan baik.
4. Peran dan Tanggung Jawab Guru dan Siswa dalam Pendidikan Olahraga

20
Setiap model pengajaran akan memiliki operasi tertentu yang perlu diselesaikan
untuk membuat model itu berfungsi sesuai dengan rancangannya. Beberapa operasi ini
dilakukan oleh guru, lainnya dilakukan oleh satu atau lebih siswa. Tabel berikut dibawah
ini menunjukkan operasi utama dalam model Pendidikan Olahraga dan menunjukkan siapa
yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan selama tiap pelajaran.
Operasi atau Tanggung Jawab Siapakah yang berlaku dengan Pendidikan
Olahraga?

Memutuskan olahraga untuk tiap musim. Guru memutuskan atu memberi siswa
daftar pilihan yang dapat mereka pilih.

Mengatur musim Guru memberikan struktur dasar dan


kemudian memungkinkan siswa
menentukan aturan dan prosedur tertentu.
Biasanya, siswa memilih “dewan
olahraga” yang membuat banyak aturan
untuk musim.

Memilih kapten dan tim Guru menetapkan beberapa aturan dasar


dan memungkinkan siswa atau dewan
olahraga menentukan prosedur.

Penentuan aturan dan modifikasi Siswa atau dewan olahraga dapat membuat
permainan saran untuk guru agar di disetujui.

Mengatur dan melakukan praktek tim Pelatih/kapten siswa. Guru dapat


digunakan sebagai sumber untuk ini.

Mempersiapkan untuk kompetisi dan Pelatih/kapten siswa. Guru dapat


melatih mereka selama pertandingan digunakan sebagai sumber untuk ini.

21
Melatih siswa untuk pekerjaan tugas Guru berfungsi sebagai sumber kunci.
Personil liar (misalnya, pejabat berizasah)
juga dapat digunakan.

Membawa perlengkapan, menyiapkan Manajer siswa.


daerah bermain, megembalikan peralatan.
Memimpin pertandingan Wasit siswa.

Mencatat skor dan memelihata catatan 1. Pelatih/kapten siswa mengevaluasi


musim. pemain mereka.
Penilaian pembelajaran. 2. Statistic siswa dapat menganalisis
kinerja pemain dengan statistic
permainan.

E. Tolok Ukur Pengajaran dan Pembelajaran untuk Pendidikan Olahraga

Karena Pendidikan Olahraga menggunakan kombinasi pengajaran langsung,


pembelajaran kooperatif, dan Pengajaran Rekan, maka bisa sulit pada saat menentukan apa
saja yang seharusnya dilakukan oleh guru dan atau siswa untuk menerapkan model ini sesuai
dengan rancangan. Namun, tolok ukur yang ditampilkan pada tabel berikut dibawah ini dapat
digunakan dalam kerangka umum untuk membantu guru Pendidikan Olahraga agar tahu
apakah mereka berada dalam parameter model.
1. Tolok Ukur Guru
Guru memberikan struktur keseluruhan 1. Meninjau rencana unit guru (musim)
untuk musim. 2. Meninjau tujuan dan sasaran guru.
Guru berinteraksi dengan siswa untuk 1. Meninjau rencana unit guru (musim)
menentukan struktur musim yang 2. Mewawancarai sekelompok kecil
spesifik, aturan, dan modifikasi siswa untuk mendapatkan perspektif
permainan. mereka

22
Guru menugaskan siswa terhadap 1. Meninjau rencana unit guru (musim)
pekerjaan tugas atau memungkinkan 2. Mewawancarai sekelompok kecil
siswa untuk menentukannya. siswa untuk mendapatkan perspektif
mereka
Guru mengawasi pemilihan tim untuk 1. Meninjau rencana unit guru (musim)
keseimbangan kompetitif. 2. Mewawancara sekelompok siswa
untuk mendapatkan perspektif mereka.
Guru melatih siswa untuk melakukan 1. Meninjau rencana unit guru (musim)
pekerjaan tugas mahir. 2. Guru menulis “uraian pekerjaan”
untuk setiap peran tugas
3. Guru merancang dan melaksanakan
penilaian untuk semua pekerjaan.
Guru memajukan pembelajaran kooperatif Mengamati interaksi guru dengan siswa.
ketika tim berlatih dan bersaing. Apakah interaksi sebagian besar tidak
langsung, dengan pendekatan pemecahan
masalah?
Guru mengadili sengketa. Mengamati interaksi guru ketika
perselisihan muncul
Guru berencana untuk penilaian kinerja 1. Meninjau rencana unit guru (musim)
pemain. 2. Guru merancang penilaian untuk
tujuan kinerja utama; penilaian dapat
dilaksanakan oleh guru dan atau
pelatih siswa
Guru mendorong partisipasi yang 1. Meninjau rencana unit guru (musim)
antusias. 2. Guru menyimpan daftar rencana dan
ide-ide untuk menjaga agar siswa tetap
antusias.

3. Tolok ukur Siswa


Karena siswa menjalankan peran pemain dan pekerjaan tugas, tolok ukur yang
terpisah diperlukan untuk membenarkan setiap jenis partisipasi. Tabel berikut dibawah ini
menunjukkan beberapa tolak ukur yang berguna untuk setiap peran.

23
Tolok ukur pemain Cara Verivikasi

Pemainnya kompeten. 1. Kinerja pada penilaian yang dirancang guru


tentang keterampilan dan pengetahuan
permainan.
2. Gunakan GPAI (Griffin, Mitchele dan
Oslin, 1997) untuk menilai kinerja game.
1. Pemain dapat lulus tes mengenai aturan,
Pemainannya melek-huruf. sejarah, dan tradisi permainan.
2. Pemain menunjukkan nuansa permainan
(pakaian, pemilihan peralatan, etiket,
apresiasi kinerja kualitas).
Pemain memahami strategi. 1. Tim dapat merencanakan dan
melaksanakan strategi dan taktik yang tepat
dari pendekatan kooperatif.
2. Pemain dapat menafsirkan laporan
kepanduan.
3. Pemain dengan benar menganalisis statistik
ringkasan permainan.
Pemainnya antusias. Amati untuk memantau peristiwa yang
mewakili partisipasi antusias (bersorak,
merayakan, bergegas di lapangan).
Pemain bekerja sama dalam tim Memantau interaksi pada tim dengan sistem
mereka. rekaman event.
Pemain menampilkan perilaku 1. Memantau permainan untuk contoh
berolahraga yang baik. perilaku berolahraga yang positif dan
negative.
2. Menunjukkan siswa untuk pekerjaan tugas
sebagai “pengecek olahraga yang baik”;
mereka merekam contoh berperilaku

24
olahraga yang baik dan membuat laporan
singkat pada akhir kelas.

Tolok ukur Pekerjaan Tugas Cara Verifikasi

Siswa dapat memilih pekerjaan tugas Mewawancarai siswa setelah pekerjaan


mereka sendiri (atau diberitahu mengapa ditetapkan. Apakah mereka merasa bahwa
tidak). mereka diberi kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan yang mereka
inginkan?
Siswa berpengetahuan banyak. 1. Siswa menerima pelatihan dalam
semua pekerjaan tugas.
2. Semua siswa lulus tes tertulis atau
lisan pada pekerjaan mereka yang
spesifik.
Siswa dapat melakukan keterampilan 1. Siswa menerima pelatihan dalam
pekerjaan tugas mereka. semua pekerjaan tugas.
2. Semua siswa lulus tes praktik atau
kinerja pada pekerjaan tertentu mereka.
Siswa dapat melaksanakan pekerjaan tugas 1. Setiap pekerjaan memiliki tugas
dengan sedikit pengawasan dari guru. cheklist harian untuk semua tanggung
jawab.
2. Guru mengamati dan mencatat siswa
selama mereka menyelesaikan setiap
pekerjaan (spot check adalah OK)
3. Guru memantau jumlah dan jenis
pertanyaan yang diajukan siswa
tentang pekerjaan mereka selama
musim berlangsung.

25
Siswa dapat menyelesaikan konflik selama Guru memantau jumlah dan jenis sengketa
pekerjaan tugas (misalnya, wasit) secara yang dibawa kepadanya atau Dewan
mandiri. Olahraga.

F. Cara Menilai Pembelajaran Pendidikan Olahraga

Penilaian dalam Pendidikan Olahraga harus menyatakan hasil untuk siswa di dua peran
kunci Selama musim, yakni: sebagai pemain dan dalam pekerjaan tugas mereka. Penilaian
pada keduanya harus mencerminkan tujuan utama dari model Pendidikan Olahraga: yaitu
untuk menjadi peserta yang kompeten, melek-huruf, dan antusias (Siedentop, 1994). Dalam
rangka untuk secara layak menilai sasaran ini, maka akan perlu menggunakan berbagai
penilaian, sebagian besar yang harus otentik dalam sifat dasarnya.
1. Menilai Pemain
Belajar menjadi pemain dalam olahraga memerlukan beberapa jenis pengetahuan
dan kemampuan pengetahuan keterampilan dasar tentang aturan dan strategi, kinerja, dan
taktik permainan, keanggotaan tim, perilaku berolahraga yang baik. Beberapa jenis ini
dapat dinilai dalam cara-cara tradisional, tetapi kebanyakan di antaranya akan meminta
guru untuk merancang penilaian yang inovatif dan otentik untuk memantau pembelajaran
siswa:
1) Keterampilan dasar dapat dinilai dengan daftar periksa sederhana yang dilaksanakan
oleh pelatih dan teman tim siswa. Satu pemain dapat melakukan keterampilan itu
sementara yang lain mengamati isyarat kinerja utama yang diselesaikan ke tingkat
kemahiran yang telah ditetapkan.
2) Pengetahuan tentang aturan dan strategi dapat dinilai dengan tes atau kuis pendek
yang mencakup banyak aturan yang akan digunakan pada musimnya. Adalah penting
bahwa aturan yang dinilai itu cocok dengan cara di mana aturan itu akan berlaku untuk
kompetisi. Ini masuk akal untuk menilai siswa pada aturan permainan resmi bila aturan
dan kompetensi yang termodifikasi akan digunakan pada musimnya.
3) Kinerja dan taktik permainan dapat dinilai dalam beberapa cara, tetapi penting bahwa
penilaian itu berlangsung selama pertandingan yang sebenarnya. Statistik permainan
yang diambil oleh pencatat skor pekerjaan tugas dapat digunakan sebagai salah satu

26
jenis penilaian ketika mereka secara akurat mencerminkan persyaratan kinerja dari
posisi masing-masing pemain. Checklist dapat dibuat untuk setiap pemain (dengan
posisi yang mewakili kinerja yang baik, dan pencatat skor pekerjaan tugas lainnya
dapat mengamatinya sejalan dengan berlangsungnya permainan. Versi alat penilaian
kinerja permainan (Griffi: Mitchell, & Oslin, 1997) dapat dirancang untuk permainan
yang sedang dimainkan, dan siswa pekerjaan tugas dilatih untuk menggunakannya.
GPAI adalah sistem cheklist yang memantau penentuan posisi, eksekusi, keputusan,
dan keterlibatan pemain untuk menentukan keseluruhan “indeks Kinerja Permainan”.
Karena digunakan hanya selama pertandingan, itu adalah teknik penilaian yang sangat
otentik.
4) Keanggotaan tim dapat dinilai dengan mengamati interaksi antara pemain dan pelatih
siswa sepanjang musim. Sebuah checklist perilaku yang mencerminkan partisipasi
positif pada tim dapat dibuat, dengan anggota tim yang mengisinya pada diri mereka
sendiri satu sama lain secara berkala. Guru dapat meninjau laporan ini untuk
menghindari masalah yang potensial dan memperkuat kontribusi keanggotaan tim yang
baik.
5) Perilaku berolahraga yang baik dapat dinilai dalam ketidak dalam setidaknya tiga cara.
Sebuah daftar perilaku berolahraga yang baik dapat di komplikasi untuk olahraga
tertentu oleh guru dan siswa sebelum dimulai. Tim dapat menyelesaikan cheklist
tersebut selama pramusim dan banyak cara yang sama seperti cheklish keanggotaan
Tim pada diri mereka sendiri dan sesama anggota tim.
2. Menilai Pembelajaran dalam Peran Pekerjaan Tugas
Siswa yang dilatih untuk melakukan pekerjaan tugas harus menunjukkan
pengetahuan yang memadai tentang pekerjaan mereka, bagaimana cara melaksanakan
prosedur yang diperlukan, dan yang paling penting bagaimana memenuhi tanggung jawab
pengambilan keputusan selama kompetisi yang sebenarnya. Setiap jenis pengetahuan akan
memerlukan teknik penilaian yang berbeda.
Pengetahuan pekerjaan. Pengetahuan pekerjaan harus dinilai sebelum musim
dimulai untuk memastikan bahwa siswa meliputi memiliki pengetahuan dasar untuk setiap
pekerjaan yang telah ditugaskan. Pejabat harus tahu aturan dan bagaimana melakukan
kompetisi, pencatat skor harus mengetahui definisi dari statistik kinerja utama, manajer

27
harus tahu bagaimana daerah bermain harus dipersiapkan (digaris, diukur, dibersihkan),
peralatan apa yang dibutuhkan untuk permainan, dan bagaimana mereka memeriksa bahwa
tersebut berfungsi dengan baik. Para pelatih siswa harus memiliki ruang lingkup
pengetahuan yang luas: bagaimana mengevaluasi kemampuan pemain, bagaimana
meletakkan posisi, bagaimana melakukan praktek, dan bagaimana menyusun strategi
permainan. Semua bidang pengetahuan ini dapat dinilai dengan tes tertulis dan lisan
sebelum dimulai jika siswa tidak memiliki pengetahuan yang mendasar ini ketika musim
dimulai, maka segala hal bisa turun ke awal yang tidak rata dan mengambil beberapa kelas
yang akan dibersihkan.
Pelaksanaan Teknik. Semua pekerjaan mengharuskan siswa untuk melaksanakan
teknik-teknik tertentu yang mencerminkan kinerja yang kompeten dan membuat
permainan itu berjalan dengan lancer. Pejabat perlu tahu bagaimana untuk mengisyaratkan
panggilan, pelatih perlu tahu bagaimana untuk mengisaratkan time-out atau bermain
kepada tim mereka, pencatat skor perlu tahu Kapan dan bagaimana membuat catatan yang
akurat, dan manejer perlu tahu bagaimana menggunakan alat dan peralatan dengan aman
dan efisien. Pengetahuan ini dapat dinilai dengan meminta siswa untuk menunjukkan
teknik selama guru menggunakan cheklist untuk mencatat parameter kunci dari tugas itu.
Teknik-teknik ini dapat dinilai dalam tugas statis (hanya menunjukkan untuk guru) dan
selama pertandingan pra-musim yang memungkinkan guru untuk melakukan koreksi yang
tepat pada tempatnya.
Penilaian Otentik Selama Pertandingan. Dalam analisis akhir, adalah penting
bahwa siswa dapat melaksanakan pekerjaan tugas mereka yang telah ditetapkan selama
pertandingan yang sebenarnya. Itu mewakili penilaian paling otentik dari pengetahuan,
Teknik, dan pengambilan keputusan mereka dalam peran yang ditentukan. Guru dapat
menyusun daftar pendek untuk setiap pekerjaan tugas dan menggunakannya untuk
memantau kinerja siswa selama pertandingan. Juga akan ada kemungkinan untuk
mendapatkan setiap siswa mengisi chekliss setiap pertandingan untuk penilaian diri.

G. Memilih dan Memodifikasi Pendidikan Olahraga untuk Pendidikan Jasmani

Pendidikan Olahraga adalah salah satu model pengajaran beberapa yang disajikan
dalam buku ini yang dikembangkan secara eksklusif untuk program pendidikan jasmani.
Siedentop (1994) dan lainnya (Tannehill, 1998) menggambarkan banyak contoh bagaimana
28
Pendidikan Olahraga telah dilaksanakan di setiap tingkat kelas dari tingkat menengah-
elementer hingga perguruan tinggi. Ini telah terbukti menjadi model pengajaran yang layak
untuk berbagai macam bentuk olahraga:
1. Olahraga individu (regulasi dan dimodifikasi)
2. Olahraga tim (regulasi dan dimodifikasi)
3. Program kebugaran
4. Festival berbasis Olimpiade

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Efektivitas model Pendidikan Olahraga bisa menjadi “target yang bergerak” karena
mengharuskan guru untuk membuat banyak keputusan on-the-spot yang tidak dapat sering
diantisipasi, banyak seperti kompetisi olahraga itu sendiri. Ini adalah tindakan penyeimbangan
yang rumit dengan guru yang memudahkan tanggung jawab dan pembelajaran siswa tanpa
sengaja membiarkan beberapa aspek misedukatif olahraga yang muncul selama musim. Guru
dapat membimbing dan memantau stuktur musim, tapi banyak dari proses Pendidikan
Olahraga itu terjadi dalam interaksi menit ke menit antara anggota tim dan lawan, yang
meninggalkan guru untuk membuat keputusan seketika mengenai apakah interaksi tersebut
memajukan atau menghambat perkembangan partisipasi yang kompeten, melek-huruf dan
antusias. Knop dan Paus (1998) meringkasnya dengan baik:
Sebuah program pendidikan olahraga yang lengkap harus mengajarkan siswa
bagaimana untuk bersaing, bagaimana untuk menang dan kalah, bagaimana
memahami budaya olahraga, Bagaimana mempersiapkan diri untuk partisipasi, dan
bagaimana menganalisis olahraga dalam berbagai pengaturan… Agar ini terjadi,
semua siswa harus memiliki kesempatan yang disajikan dalam lingkungan yang aman
dan terkendali. Tanggung jawab untuk memilih, merencanakan, mengurut, dan
mengantarkan jenis [pengajian] ini jatuh di bahu guru. Pada saat yang sama, guru harus
membangun akuntabilitas siswa kedalam rencana tersebut dan menentukan bagaimana
untuk menghargai keterlibatan siswa dalam pembelajaran mereka sendiri (halaman
48).
Meskipun beberapa kritik mengarah pada olahraga kompetitif di semua tingkatan,
potensi pendidikan dari pengalaman olahraga yang positif tetap kuat. Ada beberapa upaya
manusia yang dapat memajukan berbagai kegiatan pembelajaran dan pembangunan yang
melekat pada olahraga. Model Pendidikan Olahraga harus dipandang sebagai alat untuk
mengambil kembali atribut yang paling positif dari budaya olahraga kita untuk mengajar
mereka ke generasi peserta olahraga berikutnya, anak-anak dan pemuda.

30
DAFTAR PUSTAKA

Michael W. Metzler, 2000. Instructional Models for Physical Education. Mahasiswa Prodi POR,
2015. SPs UPI.

31

Anda mungkin juga menyukai