PSIKOLOGI OLAHRAGA
Dosen :
April, S.Pd,.M.Pd
Septri, S.Si,.M.Pd
OLEH :
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya kami masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan kepada teman-teman
yang memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................2
BAB 3 PENUTUP..................................................................................................11
A. Kesimpulan...........................................................................................11
B. Saran.....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Perilaku agresif dalam olahraga
2. Pengendalian agresivitas dalam olahraga
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas
4. Mengurangi agresivitas
C. Tujuan
1. Untuk memahami perilaku agresivitas dalam olahraga
2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas dalam olaharga
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Tipe kepribadian yang agresivitasnya kurang terkontrol menunjukkan
kurangnya larangan terhadap pengungkapan tingkah laku agresif dan
kecenderungan untuk mengadakan respons terhadap frustasi dan tindakan agresif.
Tipe kepribadian yang agresivitasnya selalu dikontrol ketat, menunjukkan
adanya kontrol yang ekstrim kuat terhadap pengungkapan agresivitas dalam
berbagai kondisi.
Tindakan agresif cenderung terjadi pada situasi yang tidak seimbang atau
berlawanan. Pada atlet umumnya terikat pada beberapa kelompok social, seperti
keluarga, sekolah, teman latihan, teman bergaul dan sebagainya. Tindakan agresif
akan tertuju pada orang yang tidak disenangi atau yang berlawanan. Misalnya
atlet dimarahi oleh pelatihnya dia tidak berani melawan pelatihnya tetapi dia akan
bertindak agresif dengan menyerang temannaya atau lawannya.
Pemain yang agresif pada situasi tertentu sangat diperlukan untuk dapat
memenangkan pertandingan. Seperti dalam sepak bola, bela diri dan sebagainya.
Tetapi sifat-sifat agresif tersebut apabila tidak terkendali justru dapat
menjerumuskan dan mengarah pada tindakan-tindakan berbahaya misalnya
melukai lawan, melanggar peraturan serta mengabaikan sportivitas.Niat untuk
menyerang secara agresif tidak disertai rasa marah. Tindakan agresif demikian
jelas bukan disebabkan oleh karena frustasi. Tindakan agresif yang bukan karena
frustasi diantaranya dapat terjadi berupa gejala-gejala :
1. Tindakan agresif instrumental ialah Tindakan agresif yang tidak disertai
rasa marah.
2. Tindakan agresif karena meniru, misalnya tindkan agresif karena
meniru tokoh gangster yang suka menyerang dan melukai orang lain.
3. Tindakan agresif atas dasar perintah, sering terjadi dalam olahraga bela
diri misalnya karena inisiatif menyerang akan mendapat penilaian lebih
dari wasit.
4. Tinddakan agresif karena pengaruh kelompok, pengaruh penonton atau
tim juga dapat merangsang dan menimbulkan gejala agresif.
3
Tindakan agresif pemain karena pengaruh penonton sering terjadi. Hal ni
dapat dilihat bagaimana tindakan dia sebagai bagian dari kelompok dan tindakan
dia manakala dia bertindak sendiri.
Dari uraian tersebut maka dapat dikemukakan bahwa tindakan agresif
seseorang atau atlet tidak harus dihubungkan dengan gejala frustasi. Kita
membutuhkan pemain yang agresif untuk dapat memenangkan suatu
pertandingan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban pembina dan pelatih untuk
memanfaatkan sifat-sifat agresif dari atletnya sehingga dapat tersalur dan terarah
sesuai dengan aktivitas olahraga yang diikutinya.
4
Memelihara sportivitas dan sebaliknya berikan hukuman apabila
berusaha melukai lawan atau tindakan tercela dan melanggar peraturan.
Dalam upaya mengendalikan tindakan kekerasan atau agresivitas yang
menyimpang, dikemukakan Richard H. Cok sebagai berikut :
1. Atlet-atlet mudah harus sudah diberi pengetahuan tentang contoh
tingkah laku non agresif, penguasaan diri, dan penampilan yang benar.
2. Atlet yang terlibat tindakan agresif harus dihukum. Harus disadarkan
bahwa tindakan agresif dengan melukai lawan adalah tindakan yang
tidak dibenarkan.
3. Pelatih yang memberi kemungkinan para atlet terlibat dengan
kekerasan harus ditelitih dan harus dipecat dari tugasnya sebagai
pelatih.
4. Pengaruh dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakan agresif
dengan kekerasan dilapangan pertandingan harus dihindari.
5. Para pelatih dan wasit didorong dan dianjurkan untuk menghindari
lokakarya-lokakrya yang membahas tindakan agresif dn kekerasan.
6. Disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan atlet
harus didorong secara positif meningkatkan kemampuan bertindak
tenang menghadapi situasi-situasi emosional.
7. Penguasaan emosi menghadapi tindakan agresif dengan kekerasan
harus dilatih secara praktis antara lain melalui layihan mental
1. Sosial
Frustasi, terhambatnya atau tercegahnya upaya pencapaian tujuan kerap
menjadi penyebab agresi. Tetapi agresi tidak selalu muncul karena frustasi.
Manusia, misalnya petinju dan tentara, dapat melakukan agresi karena alasan lain.
( Miller dalam Sarlito, 2009:152) Provokasi verbal atau fisik adalah salah satu
penyebab egresi. Contohnya, kasus Zinedine. Manusia cenderung untuk
membalas denga derajat yang sama atau sedikit lebih tinggi daripada yang
diterimanya ( balas dendam ).
5
Menyepelekan dan sombong adalah prediktor yang kuat bagi munculnya
agresi (Sarlito, 2009).
Faktor sosial lainnya adalah alkohol (Baron dan Byrne, 2003).
Kebanyakan hasil penelitian yang terkait dengan konsumsi alkohol menunjukkan
agresivitas. Misalnya, kawasan Timur Indonesia mencatat banyak kekerasan,
khususnya di Manado.
Mengungkapkan bahwa masyarakat menehag ke atas yang emngkonsumsi
alkohol tidak selalu menunjukkan agresivitas, tetapi pada masyarakat ekonomi
rendah sebaliknya. Mereka melakukan tindakan kekerasan, menghadang mobil,
memalak, melempari rumah dengan betu, dan sebagainya. Akan tetapi dilakukan
secara kolektif, karena bentuk kebudayaan mereka yang berkumpul-kumpul.
2. Personal
Pola tingkah laku berdasarkan kepribadian ada dua pola agresi berdasarkan
kepribadian (Sarlito, 2009):
a. Hostile aggression merupakan agresi yang bertujuan untuk melukai atau
ada tujuan utama dan tidak di tujukan untuk melukai atau menyakiti
korban. Yaitu mereka yang mempunyai karakter sabar, kooperati,
nonkompetisi, dan nonagresif, cenderung melakukan.
Hal dasar lain yang harus diperhatikan adalah narsissm, bahwa orang
narsis memiliki tingkat agresif yang lebih tinggi (Bushman, dalam Sarlito,
2009:153). Demikian juga dengan perbedaan pada jenis kelamin. Diungkapkan
bahwa lelaki lebih agresif daripada perempuan (Haris dalam Sarlito, 2009:154).
Sedangkan pada anak perempuan agresivitas diwujudkan secara tidak langsung.
3. Kebudayaan
Lingkungan geografis, seperti pesisisr/pantai, menunjukkan karakter lebih
keras dari pada masyarakat yang hidup di pedalaman.
6
Nilai dan norma yang mendasari tingkah laku masyarakat juga
berpengaruh terhadap agresivitas suatu kelompok.
4. Situasional
Penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan bahwa
ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk agresi lainnya
(Harries dalam Sarlito, 2009:155).
5. Sumber Daya
Manusia senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya.Daya dukung alam
terhadap kebutuhan manusia tak selamanya mencukupi,sehingga perlu upaya
lebih untuk memnuhi kebutuhan. Dua kemungkinan besar yang dapat dilakukan
adalah mencari sumber pemenuhan kebutuhan lain dan mengambil paksa dari
pihak yang memiliknya (Sarlito, 2009)
6. Media Massa
Khusus untuk media massa televisi yang merupakan media tontonan dan
secara alami mempunya kesempatan lebih bagi pemirsanya untuk mengamati apa
yang disampaikan dengan jelas. Sesuai dengan teori bandura, pemirsa melakukan
pengamatan atas kekerasan dan meningkatkan agresifitas setelah itu (Sarlito,
2009)
Penelitian oleh Tiffany, dkk (2008) juga menyimpulkan bahwa orang
yang menonton sebagian besar program dengan gambar pertempuran atau yang
kekerasan juga akan mendapatkan kesulitan di sekolah lebih dari tiga kali dalam
setahun. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang menyaksikan kekerasan di
televisi sebagai dapat mempengaruhi tindakan agresif dalam cara yang negatif.
7. Kekerasan Rumah Tangga
Anak-anak menjadi rentan terhadap kekerasan karena posisi sosialnya
dalam masyarakat yang tergantung pada orang tua. Kekerasan dalam rumah
tangga banya kterjadi pada anak-anak dan perempuan. Setidaknya kekerasan pada
perempuan dibagi menjadi tiga golongan, yaitu pelecehan seksual, kekerasan
seksual, dan pemerkosaan (Sarlito, 2009) Dalam prespektif biologis, prilaku
agresif didasarkan oleh kedua hal berikut ini:
7
a. Hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen dan testosteron.
Secara kebetulan hormon ini terdapat paling banyak pada laki-laki. Penilitian
longitudinal baru-bari ini terhadap 96 remaja pria 12 hingga 21 tahun,
menemukan bahwa mereka yang memiliki catatan kriminal lebih tinggi dalam
kadar testosteronnya pada usia 16 tahun ( Bokhven dalam Laura, 2012:194).
Tingkat testosteron yang lebih tinggi juga dikaitkan dengan tingkat agresi
yang lebih tinggi dan perilaku kenakalan yang dilaporkan sendiri.
Tingkat testosteron dipengaruhi oleh prilaku dan pengalaman; dengan
demikian, perilaku dengan cara yang agresif dapat meningkatkan testosteron
seseorang (Sarlito,2009).
Dalam penelitian lain, subjek penelitian dapat dianggap agresif bahkan jika
mereka tidak terlibat langsung. Misalnya, mereka tidak benar-benar memukul
muka seseorang. Setiap individu mempunyai kesempatan untuk “ agresif “
terhadap orang lain, dengan memberikan seseorang ledakan suara yang keras,
menyiapkan sengatan listrik yang ringan, atau memberi dosis saos cabe yang
besar pada makanan seseorang ( Laura,2012).
b. Otak
Bagian dari otak disebut hipotalamus terkait dengan tingkah laku agresi.
Hipotalamus adalah bagian kecil dari otak yang terletak di bawah otak. Berfungsi
untuk menjaga homeostatis serta membentuk dan mengatur tingkah laku vital,
seperti makan, minum, dan hasrat seksual. Sebuah penilitian oleh Albert ( dalam
Sarlito,2009;150 ) menemukan bahwa tumor yang tumbuh di bagian hipotalamus
memicunya.
Sebuah otopsi mengungkapkan sebuah tumor di dalam sistem limbik otak
Withman, suatu wilayah yang dikaitkan dengan emosi, mendorong reaksi ia untuk
memanjat ke puncak menara kampus, lalu membunuh 15 orang dan kemudian
bunuh diri. Dalam situasi lainnya, sebuah elektroda ditanamkan pada amigdala
seorang pasien kejiwaan yang lembut. Segera setelah arus listrik merangsang
amigdala, perempuan tersebut menjadi kasar. Ia berteriak , menggeram, dan
memukul-mukul ( King dalam Laura,2012:194 ).
8
D. Mengurangi Agresivitas
2.Hukuman
3.Katarsis
9
4.Kognitif
Ketika seseorang melakukan kesalahan pada orang lain, maka tak ayal jika
orang lain yang dizalimi akan marah. Namun, bagaimana dengan seseorang yang
dizalimi bisa memaafkan. Hal ni bisa terjadi ketika kognisi orang yang dizalimi
diisi dengan informasi bahwa perlunya memaafkan orang yang menzalimi.
Memaafkan tentunya dengan tulus dan ikhlas. Hal ini bisa mengurangi agresivitas.
5. Penguatan
Pada sebuah penelitian (Cole & Cole dalam Mayang, 2011) terhadap
agresi anak usia pra sekolah, penanganan perilaku agresif lebih efektif dengan
memberikan penguatan pada anak yang berprilaku non-agresif atau perilaku
kooperatif dengan memberikan perhatian, baik berupa waktu bermain lebih,
memberikan mainan, atau yang lainnya, serta mengabaikan anak yang
menunjukkan perilaku agresif.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semua orang mengerti bahwa tindakan agresif, adalah tindakan yang tidak
terpuji, maka orany yang memiliki keperibadian yang kuat tidak mudah untuk
dipengaruhi untuk berbuat agresif. Mereka yang mengalami “emotional
enstability“ atau ketidakstabilan emosi, karena perasaan marah dan perasaan
negatif lainnya mudah dipengaruhi, dan mudah mendominasi perasaan yang
lainnya.
B. Saran
Suasana kompetisi dan kesehatan dan rekreasi kerap kali menjadi media
potensial yang mendorong perilaku terjadinya perilaku agresif. Perilaku ini dalam
kadar yang sesuai sangat perlu dimiliki oleh para pemain untuk dapat
memenangkan pertandaingan misalnya pertnadingan sepak bola, tinju dan lain-
lain. Tetapi jika berlebihan dan tidak terkendali dapat menjurus pada tindakan-
tindakan yang tidak diinginkan, berbahaya, mencederai lawan, melanggar
peraturan, tidak fair play, bahkan dapat berakibat fatal. Tindakan agresif tidak
sama peluangnya pada setiap cabang olahraga dan setiap atle.
11
Beberapa rekomendasi untuk upaya mengendalikan agresifitas antara lain:
12
DAFTAR PUSTAKA
Cox H. Richard. 1985. Sport Psychology, Concepts And Aplication, Iowa: W.Mc.
Brown, Publishers Dubuque.