Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PSIKOLOGI OLAHRAGA

(AGRESIFITAS DALAM OLAHRAGA)

Dosen :

April, S.Pd,.M.Pd

Septri, S.Si,.M.Pd

OLEH :

YUDI RAMAWAN (19089105)

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN


PRODI ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN KESEHATAN DAN REKREASI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya kami masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan kepada teman-teman
yang memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak


kekurangan, karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk penyempurnaan makalah kami. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman

Padang,16 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................i

Daftar Isi..................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1

BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................2

A. Perilaku agresif dalam olahraga............................................................2


B. Pengendalian agresivitas dalam olahraga.............................................4
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas.....................................5
D. Mengurangi agresivitas.........................................................................9

BAB 3 PENUTUP..................................................................................................11

A. Kesimpulan...........................................................................................11

B. Saran.....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agresifitas adalah istilah umum yang di kaitkan dengan adanya perasaan –


perasaan marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan
tindakan kekerasan secara fisik, verbal maupun menggunakan ekpresi wajah dan
gerakan tubuh yang mengancam atau merendahkan. Tindakan agresif pada
umumnya merupakan tindakan yang di sengaja oleh pelaku untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Ada 2 tujuan utama agresif yang saling bertentangan satu
dengan yang lain, yakni untuk membela diri di satu pihak dan di pihak lain adalah
untuk meraih keunggulan dengan cara membuat lawan tidak berdaya.

B. Rumusan Masalah
1. Perilaku agresif dalam olahraga
2. Pengendalian agresivitas dalam olahraga
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas
4. Mengurangi agresivitas

C. Tujuan
1. Untuk memahami perilaku agresivitas dalam olahraga
2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas dalam olaharga

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.Perilaku Agresif dalam Olahraga

Orang yang agresivitasnya kurang terkontrol kemungkinan lebih besar


melakukan tindakan kriminal kekerasan, karena ia tidak bimbang melakukan
kekerasan pada waktu marah. Dalam upaya memahami agresivitas, Worchel dan
Cooper (1970) mengemukakan kasus Charles J. Whitman pada usia 12 tahun ia
adalah pandu garuda, kemudian menjadi pitcher time base ball disekolah gereja
dimana dia bergabung. Ia dikenal sebagai pemuda yang menyukai anak-anak
kemudian menjadi mahasiswa jurusan teknik arsitektur. Dilaporkan oleh majalah
Newsweek, pada tanggal 5 Agustus 1966. Ia telah membantai 13 orang dan
melukai 31 orang di menara Universitas Texas dengan senjata revolver sebelum
ditembak oleh polisi.Whitman sebelumnya telah membunuh isteri dan ibu
kandungnya.
Perlu diketahui bahwa Whitman dibesarkan dalam keluarga yang diliputi
situasi penuh ketegangan, Ayahnya seorang perfeksionis, dan berdisiplin serta
selalu menuntut anaknya mengerjakan sesuatu yang besar, serta tidak jarang
member hukuman apabila anaknya tidak menurut. Dari kasus diatas bias dilihat
bahwa Whitman memiliki kepribadian yang agresivitasnya selalu dikontrol
dengan ketat, dapat diduga bahwa ia selalu mengontrol tingkah laku namun
selama itu rasa marah dan kecewa terus berkembang dalam dirinya sehingga tidak
terkendali dan akhirnya meledak yaitu dalam bentuk tindakan ekstrim berupa
kekerasan.
Lebih lanjut Worchel dan Cooper membedakan dua tipe kepribadian yaitu
(1) yang agresifitasnya kurang terkontrol dan (2) yang agresivitasnya selalu
dikontrol dengan ketet.

2
Tipe kepribadian yang agresivitasnya kurang terkontrol menunjukkan
kurangnya larangan terhadap pengungkapan tingkah laku agresif dan
kecenderungan untuk mengadakan respons terhadap frustasi dan tindakan agresif.
Tipe kepribadian yang agresivitasnya selalu dikontrol ketat, menunjukkan
adanya kontrol yang ekstrim kuat terhadap pengungkapan agresivitas dalam
berbagai kondisi.
Tindakan agresif cenderung terjadi pada situasi yang tidak seimbang atau
berlawanan. Pada atlet umumnya terikat pada beberapa kelompok social, seperti
keluarga, sekolah, teman latihan, teman bergaul dan sebagainya. Tindakan agresif
akan tertuju pada orang yang tidak disenangi atau yang berlawanan. Misalnya
atlet dimarahi oleh pelatihnya dia tidak berani melawan pelatihnya tetapi dia akan
bertindak agresif dengan menyerang temannaya atau lawannya.
Pemain yang agresif pada situasi tertentu sangat diperlukan untuk dapat
memenangkan pertandingan. Seperti dalam sepak bola, bela diri dan sebagainya.
Tetapi sifat-sifat agresif tersebut apabila tidak terkendali justru dapat
menjerumuskan dan mengarah pada tindakan-tindakan berbahaya misalnya
melukai lawan, melanggar peraturan serta mengabaikan sportivitas.Niat untuk
menyerang secara agresif tidak disertai rasa marah. Tindakan agresif demikian
jelas bukan disebabkan oleh karena frustasi. Tindakan agresif yang bukan karena
frustasi diantaranya dapat terjadi berupa gejala-gejala :
1. Tindakan agresif instrumental ialah Tindakan agresif yang tidak disertai
rasa marah.
2. Tindakan agresif karena meniru, misalnya tindkan agresif karena
meniru tokoh gangster yang suka menyerang dan melukai orang lain.
3. Tindakan agresif atas dasar perintah, sering terjadi dalam olahraga bela
diri misalnya karena inisiatif menyerang akan mendapat penilaian lebih
dari wasit.
4. Tinddakan agresif karena pengaruh kelompok, pengaruh penonton atau
tim juga dapat merangsang dan menimbulkan gejala agresif.

3
Tindakan agresif pemain karena pengaruh penonton sering terjadi. Hal ni
dapat dilihat bagaimana tindakan dia sebagai bagian dari kelompok dan tindakan
dia manakala dia bertindak sendiri.
Dari uraian tersebut maka dapat dikemukakan bahwa tindakan agresif
seseorang atau atlet tidak harus dihubungkan dengan gejala frustasi. Kita
membutuhkan pemain yang agresif untuk dapat memenangkan suatu
pertandingan. Oleh karena itu, menjadi kewajiban pembina dan pelatih untuk
memanfaatkan sifat-sifat agresif dari atletnya sehingga dapat tersalur dan terarah
sesuai dengan aktivitas olahraga yang diikutinya.

B.Pengendalian Agresivitas dalam Olahraga

Sifat agresif yang dimiliki pemain yang juga memiliki kesetabilan


emosional, disiplin, rasa tanggung jawab yang besar, tidak akan menjadi masalah
dalam pengarahannya. Pelatih dapat menyiapkan atlet tersebut untuk bermain
agresif dengan tidak perlu khawatir bahwa ia akan melukai lawan dan bertindak
desttruktif dalam upaya untuk mencaoai tujuan atau memenangkan pertandingan.
Dengan memberikan dorongan, pemberian stimulus yang positif dan sebagainya.
Atlit akan bermain agresif tanpa mengalami frustasi.
Bertitik tolak dari “social-learning Theory”yaitu pemain akan meniru dan
belajar dari pengalaman pemain lainnya maka pelatih harus menyiapkan pemain
dengan petunjuk dan langkah praktis sebagai berikut :
1. Anjuran untuk bermain agresif harus terarah, kapan da bagaimana cara
yang tepat agar tidak menimbulkan hal-hal negative dan melukai lawan.
2. Bermain agresif harus disertai peningkatan penguasaan diri agar dapat
selalu mengontrol diri sendiri.
3. Bermain agresif harus disertai disiplin dan rasa tanggung jawab, yaitu
selalu mematuhi peraturan dan tunduk pada keputusan wasit serta dapat
mempertanggungjawabkan tindakannya.
4. Perlu adanya pemberian penghargaan bagi mereka yang bertindak
agresif tetapi tidak melukai lawan.

4
Memelihara sportivitas dan sebaliknya berikan hukuman apabila
berusaha melukai lawan atau tindakan tercela dan melanggar peraturan.
Dalam upaya mengendalikan tindakan kekerasan atau agresivitas yang
menyimpang, dikemukakan Richard H. Cok sebagai berikut :
1. Atlet-atlet mudah harus sudah diberi pengetahuan tentang contoh
tingkah laku non agresif, penguasaan diri, dan penampilan yang benar.
2. Atlet yang terlibat tindakan agresif harus dihukum. Harus disadarkan
bahwa tindakan agresif dengan melukai lawan adalah tindakan yang
tidak dibenarkan.
3. Pelatih yang memberi kemungkinan para atlet terlibat dengan
kekerasan harus ditelitih dan harus dipecat dari tugasnya sebagai
pelatih.
4. Pengaruh dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakan agresif
dengan kekerasan dilapangan pertandingan harus dihindari.
5. Para pelatih dan wasit didorong dan dianjurkan untuk menghindari
lokakarya-lokakrya yang membahas tindakan agresif dn kekerasan.
6. Disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan atlet
harus didorong secara positif meningkatkan kemampuan bertindak
tenang menghadapi situasi-situasi emosional.
7. Penguasaan emosi menghadapi tindakan agresif dengan kekerasan
harus dilatih secara praktis antara lain melalui layihan mental

C.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Agresivitas

1. Sosial
Frustasi, terhambatnya atau tercegahnya upaya pencapaian tujuan kerap
menjadi penyebab agresi. Tetapi agresi tidak selalu muncul karena frustasi.
Manusia, misalnya petinju dan tentara, dapat melakukan agresi karena alasan lain.
( Miller dalam Sarlito, 2009:152) Provokasi verbal atau fisik adalah salah satu
penyebab egresi. Contohnya, kasus Zinedine. Manusia cenderung untuk
membalas denga derajat yang sama atau sedikit lebih tinggi daripada yang
diterimanya ( balas dendam ).
5
Menyepelekan dan sombong adalah prediktor yang kuat bagi munculnya
agresi (Sarlito, 2009).
Faktor sosial lainnya adalah alkohol (Baron dan Byrne, 2003).
Kebanyakan hasil penelitian yang terkait dengan konsumsi alkohol menunjukkan
agresivitas. Misalnya, kawasan Timur Indonesia mencatat banyak kekerasan,
khususnya di Manado.
Mengungkapkan bahwa masyarakat menehag ke atas yang emngkonsumsi
alkohol tidak selalu menunjukkan agresivitas, tetapi pada masyarakat ekonomi
rendah sebaliknya. Mereka melakukan tindakan kekerasan, menghadang mobil,
memalak, melempari rumah dengan betu, dan sebagainya. Akan tetapi dilakukan
secara kolektif, karena bentuk kebudayaan mereka yang berkumpul-kumpul.
2. Personal
Pola tingkah laku berdasarkan kepribadian ada dua pola agresi berdasarkan
kepribadian (Sarlito, 2009):
a. Hostile aggression merupakan agresi yang bertujuan untuk melukai atau

menyakiti korban, yang melakukan pola ini biasanya adalah orang-orang


dengan karakter terburu-buru dan kompetitif.
b. Instrumental aggression, yaitu tingkah laku agresif yang dilakukan karena

ada tujuan utama dan tidak di tujukan untuk melukai atau menyakiti
korban. Yaitu mereka yang mempunyai karakter sabar, kooperati,
nonkompetisi, dan nonagresif, cenderung melakukan.
Hal dasar lain yang harus diperhatikan adalah narsissm, bahwa orang
narsis memiliki tingkat agresif yang lebih tinggi (Bushman, dalam Sarlito,
2009:153). Demikian juga dengan perbedaan pada jenis kelamin. Diungkapkan
bahwa lelaki lebih agresif daripada perempuan (Haris dalam Sarlito, 2009:154).
Sedangkan pada anak perempuan agresivitas diwujudkan secara tidak langsung.
3. Kebudayaan
Lingkungan geografis, seperti pesisisr/pantai, menunjukkan karakter lebih
keras dari pada masyarakat yang hidup di pedalaman.

6
Nilai dan norma yang mendasari tingkah laku masyarakat juga
berpengaruh terhadap agresivitas suatu kelompok.
4. Situasional
Penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan bahwa
ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk agresi lainnya
(Harries dalam Sarlito, 2009:155).
5. Sumber Daya
Manusia senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya.Daya dukung alam
terhadap kebutuhan manusia tak selamanya mencukupi,sehingga perlu upaya
lebih untuk memnuhi kebutuhan. Dua kemungkinan besar yang dapat dilakukan
adalah mencari sumber pemenuhan kebutuhan lain dan mengambil paksa dari
pihak yang memiliknya (Sarlito, 2009)
6. Media Massa
Khusus untuk media massa televisi yang merupakan media tontonan dan
secara alami mempunya kesempatan lebih bagi pemirsanya untuk mengamati apa
yang disampaikan dengan jelas. Sesuai dengan teori bandura, pemirsa melakukan
pengamatan atas kekerasan dan meningkatkan agresifitas setelah itu (Sarlito,
2009)
Penelitian oleh Tiffany, dkk (2008) juga menyimpulkan bahwa orang
yang menonton sebagian besar program dengan gambar pertempuran atau yang
kekerasan juga akan mendapatkan kesulitan di sekolah lebih dari tiga kali dalam
setahun. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang menyaksikan kekerasan di
televisi sebagai dapat mempengaruhi tindakan agresif dalam cara yang negatif.
7. Kekerasan Rumah Tangga
Anak-anak menjadi rentan terhadap kekerasan karena posisi sosialnya
dalam masyarakat yang tergantung pada orang tua. Kekerasan dalam rumah
tangga banya kterjadi pada anak-anak dan perempuan. Setidaknya kekerasan pada
perempuan dibagi menjadi tiga golongan, yaitu pelecehan seksual, kekerasan
seksual, dan pemerkosaan (Sarlito, 2009) Dalam prespektif biologis, prilaku
agresif didasarkan oleh kedua hal berikut ini:

7
a. Hormon
Hormon yang dimaksud di sini adalah hormon androgen dan testosteron.
Secara kebetulan hormon ini terdapat paling banyak pada laki-laki. Penilitian
longitudinal baru-bari ini terhadap 96 remaja pria 12 hingga 21 tahun,
menemukan bahwa mereka yang memiliki catatan kriminal lebih tinggi dalam
kadar testosteronnya pada usia 16 tahun ( Bokhven dalam Laura, 2012:194).
Tingkat testosteron yang lebih tinggi juga dikaitkan dengan tingkat agresi
yang lebih tinggi dan perilaku kenakalan yang dilaporkan sendiri.
Tingkat testosteron dipengaruhi oleh prilaku dan pengalaman; dengan
demikian, perilaku dengan cara yang agresif dapat meningkatkan testosteron
seseorang (Sarlito,2009).
Dalam penelitian lain, subjek penelitian dapat dianggap agresif bahkan jika
mereka tidak terlibat langsung. Misalnya, mereka tidak benar-benar memukul
muka seseorang. Setiap individu mempunyai kesempatan untuk “ agresif “
terhadap orang lain, dengan memberikan seseorang ledakan suara yang keras,
menyiapkan sengatan listrik yang ringan, atau memberi dosis saos cabe yang
besar pada makanan seseorang ( Laura,2012).
b. Otak
Bagian dari otak disebut hipotalamus terkait dengan tingkah laku agresi.
Hipotalamus adalah bagian kecil dari otak yang terletak di bawah otak. Berfungsi
untuk menjaga homeostatis serta membentuk dan mengatur tingkah laku vital,
seperti makan, minum, dan hasrat seksual. Sebuah penilitian oleh Albert ( dalam
Sarlito,2009;150 ) menemukan bahwa tumor yang tumbuh di bagian hipotalamus
memicunya.
Sebuah otopsi mengungkapkan sebuah tumor di dalam sistem limbik otak
Withman, suatu wilayah yang dikaitkan dengan emosi, mendorong reaksi ia untuk
memanjat ke puncak menara kampus, lalu membunuh 15 orang dan kemudian
bunuh diri. Dalam situasi lainnya, sebuah elektroda ditanamkan pada amigdala
seorang pasien kejiwaan yang lembut. Segera setelah arus listrik merangsang
amigdala, perempuan tersebut menjadi kasar. Ia berteriak , menggeram, dan
memukul-mukul ( King dalam Laura,2012:194 ).
8
D. Mengurangi Agresivitas

Sebagai manusia, peluang utuk mengendalikan agresi sangatlah ada. Hal


ini mungkin karena manusia memiliki fungsi-fungsi kognisi yang lebih baik dari
hewan. Berikut beberapa cara mengatasi agresivitas menurut Sarlito (2009):

1.Pengamatan tingkah laku yang baik

Keterpaparan seseorang dari agresivitas melalui televisi sangat banyak.


Jika televisi banyak menampilkan teladan-teladan yang baik, maka dapat
memberikan gambaran kegiatan non-agresi. Pemilihan tontonan untuk anak dan
bimbingan orang tua sekiranya perlu dilihat peruntukan acara tersebut, seperti BO
adalah untuk bimbingan orang tua.

2.Hukuman

Sejarah manusia mencatat lebih banyak hukuman sebagai cara penanganan


atas agresivitas. Hal ini bisa dilihat mulai dari agresivitas yang dilakukan individu
hingga oleh institusi Negara. Pada individu, pelaku melakukan kekerasan seperti
pemerkosaan dan pembunuhan akan dihukum hukuman penjara atau hukuman
mati. Namun tetap saja agresivitas muncul. Hal yang paling penting dalam
penggunaan hukuman adalah hukum harus jelas dan segera mungkin mengikuti
agresivitas yang dilakukan. Hukuman yang diberikan haruslah amat keras
sehingga mengurangi kemungkinan pengulangan oleh pelaku.

3.Katarsis

Katarsis adalah upaya untuk menurunkan rasa marah dan kebencian


dengan cara yang lebih aman sehingga mengurangi bentuk agresivitas yang
sekiranya akan muncul. Umumnya katarsis berupa kegiatan fisik yang menguras
tenaga seperti olahraga, atau menonton film laga. Namun agresi bisa muncul jika
adanya provokasi.

9
4.Kognitif

Ketika seseorang melakukan kesalahan pada orang lain, maka tak ayal jika
orang lain yang dizalimi akan marah. Namun, bagaimana dengan seseorang yang
dizalimi bisa memaafkan. Hal ni bisa terjadi ketika kognisi orang yang dizalimi
diisi dengan informasi bahwa perlunya memaafkan orang yang menzalimi.
Memaafkan tentunya dengan tulus dan ikhlas. Hal ini bisa mengurangi agresivitas.

5. Penguatan
Pada sebuah penelitian (Cole & Cole dalam Mayang, 2011) terhadap
agresi anak usia pra sekolah, penanganan perilaku agresif lebih efektif dengan
memberikan penguatan pada anak yang berprilaku non-agresif atau perilaku
kooperatif dengan memberikan perhatian, baik berupa waktu bermain lebih,
memberikan mainan, atau yang lainnya, serta mengabaikan anak yang
menunjukkan perilaku agresif.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Semua orang mengerti bahwa tindakan agresif, adalah tindakan yang tidak
terpuji, maka orany yang memiliki keperibadian yang kuat tidak mudah untuk
dipengaruhi untuk berbuat agresif. Mereka yang mengalami “emotional
enstability“ atau ketidakstabilan emosi, karena perasaan marah dan perasaan
negatif lainnya mudah dipengaruhi, dan mudah mendominasi perasaan yang
lainnya.

Agresi berasal dari berbagai sumber seperti sosial, situasi, personal,


kebudayaan, media massa, sumber daya, serta kekerasan yang terjadi di rumah
tangga. Agresi dapat diatasi diantaranya dengan cara pengamatan atas hal yang
baik, katarsis, mengubah pola pikir, huukuman, dan penguatan.

B. Saran

Suasana kompetisi dan kesehatan dan rekreasi kerap kali menjadi media
potensial yang mendorong perilaku terjadinya perilaku agresif. Perilaku ini dalam
kadar yang sesuai sangat perlu dimiliki oleh para pemain untuk dapat
memenangkan pertandaingan misalnya pertnadingan sepak bola, tinju dan lain-
lain. Tetapi jika berlebihan dan tidak terkendali dapat menjurus pada tindakan-
tindakan yang tidak diinginkan, berbahaya, mencederai lawan, melanggar
peraturan, tidak fair play, bahkan dapat berakibat fatal. Tindakan agresif tidak
sama peluangnya pada setiap cabang olahraga dan setiap atle.

11
Beberapa rekomendasi untuk upaya mengendalikan agresifitas antara lain:

 Teknik time out.


 Memberikan pemahaman dan contoh perilaku non agresif sebagai metode
konstruktif untuk memecahkan masalah.
 Menciptakan atau mendesain lingkungan belajar atau lingkungan latihan
yang kondusif.
 Memberikan latihan empati.

12
DAFTAR PUSTAKA

Cox H. Richard. 1985. Sport Psychology, Concepts And Aplication, Iowa: W.Mc.
Brown, Publishers Dubuque.

Husdarta. 2010. Psikologi Olahraga. Bandung: Alfabeta.


13

Anda mungkin juga menyukai