Anda di halaman 1dari 37

MODEL PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN JASMANI

Oleh
Al as ‘ari

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN OLAHRAGA


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,

karena berkat limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyusun

makalah ini tepat pada waktunya. Makalah yang kami susun ini berdasarkan tugas

akhir mata kuliah Strategi dan Inovasi Pembelajaran Pendidikan dan Olahraga

dalam hal ini mengangkat materi/pembahasan yaitu : “Model Pembelajaran Dalam

Pendidikan Jasmani )

Selawat beriring salam selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullah yakni

Nabi Besar Muhammad SAW yang merupakan suritauladan bagi pengikutnya

hingga akhir zaman.

Makalah ini tentu sudah banyak referensi dan kutipan yang telah diambil,

namun kembali diungkapkan oleh penulis telah dibuat dari berbagai pihak oleh

karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam

yang penulisan pada makalah ini. oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun

bagi pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi penyempurnaan

makalah ini di masa mendatang. semoga makalah ini bermanfaat, bagi penulis

khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Pekanbaru, Juni 2021

penulis

i
Abstrak

Model pembelajaran dalam pendidikan jasmani menjadi bagian penting untuk

dapat mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran disetiap jenjang pendidikan.

model pembelajaran penjas terdiri dari berbagai macam model yang dapat

diterapkan oleh guru, diantaranya yaitu model pembelajaran konvensional, model

inkuiri, model kooperatif dan model pembelajaran taktis. Setiap model

pembelajaran memiliki karakteritik dan tujuan capaian yang berbeda, sehingga

perlu diterapkan oleh guru penjas di sekolah. Penerapan berabagai model

pembelajaran pada pendidikan jasmani dapat membantu untuk menciptakan

kondisi belajar yang kebih efektif, efisien dan menyenangkan. Pemilihan dan

penerapan model pembelajan yang tepat juga dapat meningkatkan keberhasilan

siswa dalam mencapai tujuan belajar, serta mengembangkan potensi yang dimiliki,

baik dari segi kognitf, afektif dan psikomotor.

Kata Kunci: Model Pembelajaran; Pendidikan Jasmani; Sekolah

ii
Abstract

The learning model in physical education is an important part of being able to

achieve the success of learning objectives at every level of education. Physical

education learning model consists of various models that can be applied by

teachers, including conventional learning models, inquiry models, cooperative

models and tactical learning models. Each learning model has different

characteristics and objectives, so it needs to be applied by physical education

teachers in schools. The application of various learning models in physical

education can help to create learning conditions that are more effective, efficient

and enjoyable. The selection and application of the right learning model can also

increase student success in achieving learning goals, as well as develop their

potential, both in terms of cognitive, affective and psychomotor.

Keywords: Learning Model; Physical education; School

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 1

1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2

1.4 Ruang Lingkup ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Model Pembelajaran................................................................................. 3

2.2 Model Pembelajaran Konvensional ........................................................... 6

2.3 Model Pembelajaran Inkuiri................................................................... 10

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif ............................................................ 17

2.5 Model Pembelajaran Taktis ....................................................................... 22

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 27

3.2 Saran ...................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 29

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan jasmani yang diterapkan pada berbagai jenajng pendidikan,

bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa dari aspek kognitif, afektif dan

keterampilan (psikomotor). Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan

berbagai macam metode dan model pembelajaran yang dapat meningkatkan

keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran yang

diterapkan guru selama proses pembelajaran pendidikan jasmani memegang peran

penting dalam mencapai keberhasilan pembelajaran. Model pembelajaran yang

diterapkan pada perkembangannya bukan hanya berpusat kepada guru, akan tetapi

sudah mengalami perkembangan bahwa proses belajar mengajar dalam pendidikan

jasmani lebih menekankan untuk berpusat kepada siswa, sehingga siswa memiliki

peran yang lebih besar dalam proses pembelajaran. Pengunaan berbagai model

pembelajaran yang bervariasi dan disesuaikan dengan karakteristik siswa serta

materi ajar itu sendiri perlu untuk diterapkan dan dikembangkan. Pada makalah ini

akan dijelaskan mengenai berbagai model pembelajaran yang dapat digunakan

oleh guru penjas untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran di sekolah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka terdapat beberapa rumusan masalah

yang ingin diulas dalam makalah ini, diantaranya yaitu:

1. Apakah yang dimaksud dengan model pembelajran ?

1
2. Bagaimanakah model pembelajran konvensional

3. Bagaimanakah model pembelajaran


1 inkuiri ?

4. Bagaimanakah model pembelajaran kooperatif ?

5. Bagaimanakah model pembelajaran Taktis ?

1.3 Tujuan

Dari rumusan masalah model pembelajaran diatas bertujuan diantaranya :

1. Apakah Tujuan dengan model pembelajran ?

2. Bagaimanakah Tujuan model pembelajran konvensional

3. Bagaimanakah Tujuan model pembelajaran inkuiri ?

4. Bagaimanakah Tujuan model pembelajaran kooperatif ?

5. Bagaimanakah Tujuan model pembelajaran Taktis ?

1.4 Ruang Lingkup

Pembahasan tentang model pembelajaran PJOK ini meliputi ruang lingkup

sebagai berikut : Bagaimana Proses Model Pembelajaran pada mata Pelajaran

PJOK

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 MODEL PEMBELAJARAN

Pendekatan/model, Strategi, metode pembelajaran adalah komponen penting

untuk menentukan keberhasilan terhadap proses pembelajaran (Budi et al., 2019).

Pendekatan/model, Strategi, metode pembelajaran sangatlah berbeda satu dengan

yang lainnya tetapi saling berkaitan. Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak

atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk

pada pandangan tentang tejadinya suatu proses yang bersifat masih sangat umum.

Oleh karena itu strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber

atau bergantung pada pendekatan tertentu. Menurut Sanjaya (2013) dan Suherman

(2009) menyatakan bahwa Terdapat dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu

pendekatan yang berpusat pada guru dan pendekatan yang berpusat pada siswa.

Selain pendekatan, ada istilah lain yang sering digunakan dalam proes

pembelajaran yaitu model pembelajaran.

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang

tergambar dari awal sampai akhir yang akan disajikan secara khusus olah guru

(Rahayu et al., 2020). Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bingkai

dari penerapan suatu pendekatan pembelajaran. Berkenaan dengan model

pembelajaran, Trianto (2007) menjelaskan bahwa Model pembelajaran adalah suatu

perencanaan atau pola yang dapat kita gunakan untuk mendesain pola-pola

mengajar secara tatap muka di dalam kelas atau mengatur tutorial dan untuk

3
menentukan material atau perangkat pembelajaran termasuk di dalam buku-buku,

filem-filem, program-program, media ating t dan kurikulum (sebagai kursus untuk

belajar).

Dari kutipan di atas bahwa model pembelajaran adalah sebuah rencana yang

akan dimanfaatkan untuk merancang pengajaran. Selanjutnya dijelaskan pula,

bahwa model pembelajaran membahas tentang pemusatan proses pembelajaran

yang dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu pembelajaran yang berpusat pada

guru dan berpusat pada siswa (Budi et al., 2020; Suhartoyo et al., 2019). Lebih

lanjut. Husdarta (2019) menjelaskan Hasil observasi dan penelitian mengenai

pendekatan pembelajaran, maka diperoleh kesimpulan bahwa ada empat kelompok

model pembelajaran sebagai berikut: (1) kelompok model informasi (model

kognitif, model pembelajaran inkuiri, dan model pembelajaran presentasi), (2)

kelompok model personal, (3) kelompok model interaksi dan kelompok model

prilaku.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas yang menjelaskan pendekatan dan

model pembelajaran, maka penulis menarik kesimpulan bahwa terdapat banyak

kesamaan antara pendekatan dan model pembelajaran diantaranya, yaitu di dalam

pendekatan dan model pembelajaran terdapat sebuah strategi pembelajaran,

terdapat dua pengelompokan pendekatan belajar (berpusat pada guru dan siswa),

dan penelitian mengenai pendekatan pembelajaran menjelaskan tentang keterkaitan

yang erat antara pendekatan dan model pembelajaran yang menghasilan empat

kelompok model pembelajaran seperti yang dijelaskan di atas.

4
Strategi merupakan sebuah upaya untuk mencari ating tive perubahan

dari sebuah tatanan yang ada. Suherman (2009) menyebutkan bahwa Strategi itu

adalah suatu ketentuan yang ditetapkan secara lebih rinci dan berlandaskan pada

tujuan. Sedangkan menurut Juliantine, Subroto (2001) menyebutkan bahwa Strategi

merupakan suatu prosedur memilih, menetapkan dan memadukan kegiatan-kegiatan

dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Perumusan strategi adalah penentuan

pilihan terbaik dari sejumlah pilihan yang berhasil diidentifikasi untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan.

Penyusunan suatu strategi merupakan kegiatan awal dari seluruh proses

kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk menciptakan kondisi

dan kegiatan belajar yang memungkinkan siswa ating belajar dan mencapai sasaran

pembelajaran, atau dengan istilah lain tujuannya agar proses pembelajaran itu

berhasil. Strategi mempunyai pengaruh sangat besar terhadap hasil belajar siswa

yang bersangkutan, bahkan sangatmenentukan. Oleh sebab itu seorang guru jika

ingin tercapai tujuan pengajarannya, maka guru dituntut untuk memiliki

pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun strategi pembelajaran.

(Sanjaya, 2013) menjelaskan metode adalah cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar

tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ini berarti, Metode adalah

komponen yang mempunyai fungsi yang sangat menentukan untuk mencapai

Keberhasilan tujuan pembelajaran. Metode juga cara yang digunakan guru dalam

mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.

5
Metode juga digunakan untuk merealisasikan sebuah strategi yang telah ditetapkan.

Metode mengajar yang baik tergantung pada bermacam-macam ating

seperti tujuan yang akan dicapai, kemampuan guru menggunakan metode tersebut,

kemampuan siswa, besarnya kelompok, waktu dan fasilitas yang tersedia. Kebaikan

suatu metode dapat dilihat dari kesempatan penggunaannya dalam proses

pembelajaran. Setiap metode mempunyai nilai tersendiri tergantung kepada orang

yang menggunakannya dan cara bagaimana mengambil manfaatnya. Dalam

perencanaan dan persiapan mengajar tugas utama seorang guru adalah memilih dan

menggunakan metode-metode mengajar yang tepat, disesuaikan dengan kekhususan

masing-masing mata pelajaran tertentu agar proses pembelajaran berlangsung ating,

baik dan efektif.

2.2 MODEL PEMBELAJARAN KONVENSIONAL

1. Definisi Pembelajaran Konvensional

Model pembelajaran konvensional adalah model atau pendekatan yang

dilakukan guru dalam proses belajar dan mengajarnya disekolah dengan

menggunakan drill (pengulangan) dan pemberian cara demonstrasi atau contoh

dengan tujuan mendapatkan keterampilan gerak. Dalam model pembelajaran

konvensional juga pembelajarannya dapat dikatakan pembelajaran yang

berdominan pada pemberian informasi, memperagakan suatu gerakan, dan

pemberian kesempatan untuk menampilkan aktivitas kerja gerak secara langsung.

Pada model ini suatu pembelajaran selalu berpedoman pada materi yang

sudah tertera pada kurikulum pembelajaran penjas disekolah. Dengan kata lain

6
tugas guru dalam pembelajaran konvensional yaitu guru lebih sering menggunakan

strategi penyampaian informasi secara langsung kepada siswa dengan mengikuti

urutan materi dalam kurikulum. Dalam hal ini keberhasilan pembelajaran penjas

dapat dilihat dari bagaimana guru menuntaskan seluruh materi yang ada didalam

kurikulum dalam proses pembelajarannya. Pembelajaran konvensional juga

aktivitas belajarnya lebih menekankan pada buku pedoman materi pembelajaran

atau yang biasa kita kenal sebagai buku teks. Oleh karena itu pembelajaran

konvensional dinilai kurang dalam pemberian aktivitas yang mengedepankan

keterampilan.

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran masih berpusat pada guru

(Teacher Centered), dimana dalam pembelajarannya siswa tidak diberikan

kebebasan dalam mengeksplorasi dan mengekspresikan gerakannya, sehingga siswa

menjadi jenuh dan kurangnya motivasi dalam melakukan pembelajaran penjas

(Budi, 2015; Nur et al., 2020). Sehingga pada model konvensional ini akan terjadi

ke pasifan pada peserta didik dalam memecahkan masalah di tugas gerak yang guru

berikan.

Oleh karena itu dalam hal ini seorang dituntut untuk menguasai berbagai

model- model pembelajaran dalam proses pembelajarannya, agar tujuan proses

pembelajaran di mana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan dapat

membepat tercapai dan memberikan nilai tambahan bagi siswanya sehingga hasil

belajar siswa menjadi optimal atau meningkat. Dalam model pembelajaran

konvensional pada proses pembelajarannya lebih sering menggunakan model

7
telling (pemberian informasi) daripada model demonstrating (memperagakan) dan

doing direct performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk

kerja secara langsung) (Metzler, 2000). Oleh karena itu model ini dianggap kurang

memberikan dampak dalam peningkatan hasil belajar keterampilan gerak.

Pembelajaran konvensional disini lebih menekankan pada proses

pembelajaran yang dilakukan guru untuk penyelenggaraan pembelajaran yang

dianggap sebagai model transmisi pengetahuan, guru lebih sering menggunakan

strategi atau metode ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam

kurikulum. Pada model ini guru berasumsi bahwa keberhasilan program

pembelajaran dilihat dari ketuntasannya menyampaikanseluruh materi yang ada

dalam kurikulum. Menurut Adisusilo (2012) pembelajran konvensional biasanya

menggunakan langkah-langkah urutan yang terdiri dari:

a) Guru member informasi singkat tentang cara melakukan keterampilan

yang akan dipelajari;

b) Selanjutnya guru member contoh (mendemontsrasikan) gerakan yang akan

dipelajari

c) Siswa diberikan kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang kurang

jelas atau kurang dimengerti;

d) Siswa berlatih atau mempraktikan apa yang sudah diperagakan oleh

guru;

e) Guru mengamati dan memberikan perbaikan terhadapp gerakan-gerakan

salah; kemudian siswa memperbaiki dan mengulangi gerakan tersebut;

8
dan

f) Pada akhir pembelajaran dilakukan evaluasi terhadap gerakan-gerakan

yang telah dipelajari.

2. Kelebehin Dan Kelemahan Model Pembelajaran Konvensional.

a. Kelebihan Pembelajaran Konvensional.

Keuntungan yang dapat diperoleh dari model konvensional ini antara

lain adalah:

b. sangat efektif bila ingin membina keseragaman dan keserentakan

gerakan sesuai dengan yang diinginkan guru;

c. untuk beberapa tujuan pengajaran bisa efektif dan efesien;

d. tidak terlalu menuntut pengetahuan yang banyak dari bahan

ajarnya/materi dan

e. pengintrolan laju informasi sepenuhnya dikuasi guru.

Kelemahan pembelajaran konvensional

Sedangkan kelamahan metode konvensional ini pada umumnya dapat

dikemukakan sebagai berikut :

a. pembelajaran yang sepenuhnya didominasi guru, karena gurulah yang

membuat keputusan untuk setiap tahap proses belajar mengajar;

b. kebebasan siswa sangat terbatas, karena tidak mempunyai kebebasan

untuk membuat keputusan ; dan

c. pembelajaran hanya focus terhadap domain fisik, mengabaikan domain

afektif dan kognitif.

9
2.3 MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI

Model pembelajaran Inkuiri merupakan sebuah proses dalam menjawab

pertanyaan- pertanyaan dan memecahkan masalah berdasarkan pengujian logis atas

fakta-fakta dan observasi-observasi. Selanjutnya model inkuiri menggunakan

proses untuk membelajarkan konten dan membantu peserta didik berpikir secara

analisis (Masek & Yamin, 2011). Lebih lanjut (Juliantine, 2010) menjelaskan

menjelaskan bahwa : „… model pembelajaran inquiry dapat digunakan untuk

mengembangkan kreativitas, sebab dalam model inquiry proses pembelajarannya

adalah guru membingkai masalah dan siswa memulai untuk berpikir dan bergerak,

siswa diberi kebebasan untuk mengeksplorasi jawaban yang memungkinkan

Model inquiry teaching ini pada dasarnya serupa dengan strategi problem

solving teaching. Model ini sebenarnya telah sejak lama digunakan oleh para guru

penjas. Hal ini juga sependapat dengan Metzler (2000) menagatakan bahwa, Model

inquiry teaching telah digunakan oleh guru penjas dengan beberapa nama yang

berbeda: 1) Indirect Teaching, 2) Problem Solving, 3) Exploration Teaching

(Barret, 1970); dan 4) Guided Discovery. Model pembelajaran ini mampu

mengesplorasikan aspek kognitif siswa. Pada model pembelajaran inkuiri dalam

pelaksanaannya dimulai dengan adanya sejumlah informasi yang berupa

permasalahan diberikan oleh guru. Selanjutnya siswa mengerahkan segenap

pemikiran untuk memecahkannya (Stephani et al., 2014).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran inkuiri menekankan kepada aspek kognitif sebagai hal utama untuk

10
dikembangkan. Akan tetapi dalam pembelajaran penjas, inkuiri juga dapat

dikemangkan dalam aspek psikomotor. Metzler (2000) menjelaskan bahwa “The

inquiry model isstrongly based in the cognitive domain, even for physical education

instruction. Students are promoted inquiry into some level of thinking by the

problem given to them by the teacher, solve the problem cognitively, and then

fashion a movement answer

Pengertian diatas mengartikan bahwa model pembelajaran inquiry sangat

didasarkan dalam daerah kognitif, bahkan untuk pengajaran pendidikan jasmani.

Siswa diminta terlibat ke dalam beberapa tingkat berpikir dengan masalah yang

diberikan kepada mereka oleh guru, memecahkan masalah kognitif, dan kemudian

menunjukan suatu jawaban gerakan. Dengan demikian model inkuiri tidak hanya

dapat diterapkan untuk menumbuhkembangkan kognitif siswa saja, akan tetapi juga

dapat berpengaruh terhadap perkembangan motorik siswa. Hal ini disebabkan

karena dengan tingkat kognitif yang baik maka siswa dimungkinkan akan memiliki

kemampuan gerak yang baik juga

Dalam pembelajaran inkuiri, biasanya siswa akan saling bekerja sama untuk

mengambil keputusan. Pada saat ini siswa berupaya untuk mengobservasi dan

mengevaluasi hasil yang didapatkan untuk selanjutnya secara bersama-sama

mengambil keputusan akhir. Dengan model ini siswa dibangkitkan rasa belajarnya

melalui berbagai masalah mengenai perkembangan fisik, sosioemosional, kognitif,

afektif, dan nilai-nilai moral. Selain itu juga Subroto (2001) model inkuiri bisa

efektif untuk seluruh tingkatan kelas seandainya tingkatan permasalahan kognitif

11
dan psikomotor yang di berikan pada siswa sesuai dengan kesiapan

perkembangannya.

Mengenai penerapan model inkuiri dalam pembelajaran, (Metzler, 2000)

menjelaskan bahwa: Dengan nama dan prosedur yang berbeda, guru sebagai

pembuat pertanyaan harus mengutamakan pendekatan pedagogis yang digunakan

oleh sejumlah besar guru di negara-negara bersatu dan luar negeri, khususnya di

Inggris. Seluruh program telah dirancang dan diimplementasikan untuk konten

pendidikan jasmani yang diajarkan efektif paling eksklusif atau sebagian besar

dengan instruksi berbasis penyelidikan, seperti:

1. Pendidikan bergerak

2. Pendidikan senam

3. Keterampilan tema

4. Prakarsa-prakarsa kelompok dan permainan baru

5. Tari

Sasaran utama inkuiri menurut Trianto (2007) adalah (1) keterlibatan siswa

secara maksimal dalam kegiatan belajar; (2)keterarahan kegiatan secara logois dan

sistematis pada tujuan pembelajaran; dan (3) mengembangkan sikap percaya diri

siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.

Hal penting yang harus diperhatikan guru dalam melakukan pengajaran

dengan model pembelajaran inkuiri. Model inquiry teaching pada dasarnya adalah

model yang menekankan proses pembelajran dimana siswa dituntut memecahkan

masalah. Model ini juga adalah strategi problem solving teaching, model yang

12
sudah sejak lama guru lakukan dalam proses belajar dan mengajarnya. Model

pembelajaran ini juga adalah suatu proses pembelajaran yang dilakukan guru itu

sendiri pada dasarnya guru juga diharuskan melihat tingkatperkembangan dan

pertumbuhan anak atau peserta didik itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh

Joyce & Weil dalam Juliantine (2010) bahwa: model pembelajaran inkuiri adalah

model yang dapat diterapkan oleh smua kalangan umur baik taman kanak- kanak,

sekolah dasar, sekolah menengah dan lainnya. Dalam hal ini pemberian tingkat

kesulitan dalam penyajian proses pembelajarannya adalah suatu hal yang

membedakan pembelaran inkuiri pada tahapan umurnya. Ini mengartikan model

pembelajaran inquiri adalah model yang baik diterapkan oleh guru dalam semua

kalangan berdasarkan karakteristiknya.

1. Karakteristik Model inkuiri dalam Pendidikan Jasmani

Dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran inkuiri

seorang guru akan melakukan pendekatan dengan cara meberikan pertanyaan-

pertanyaan dan peserta didik lebih bebas memberikan jawaban atau pemecahan

masalahnya dengan menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh

dirinya. Seperti yang dikatakan oleh Metzler (2000) yang menyebutkan bahwa: Ciri

khas dari pembelajaran inkuiri adalah pembelajaran yang menggunakan pertanyaan

baik yang diajukan oleh guru maupun oleh peserta didik. Proses pembelajaran

seperti ini terjadi pada domain kognitif yang memerlukan proses berpikir pada

peserta didik.

Metzler (2000) juga memaparkan bahwa dalam memberikan pertanyaan

13
pada saat melakukan aktivitas jasmani yang harus dipraktekan oleh peserta didik,

akan mendorong pada kemampuan perkembangan kognitif sekaligus psikomotor

peserta didik. Oleh karena itu pembelajaran inkuiri tidak hanya dapat berkembang

dalam domain kognitif tetapi juga berkembang dalam domain psikomotor bahkan

dalam domain afektif. Pembelajaran inkuiri juga dapat berkembang dalam berbagai

karakteristik tingkatannya. Dimana tingkatan yang diklasifikasikannya yaitu tingkat

SD, SMP dan tingkat SMA.

Dalam model pembelajaran inkuiri ada berbagai tujuan yang ingin dicapai

oleh guru melalui model pembelajaran inkuiri. Oleh karena itu agar tujuan

pembelajaran inquiri dapat tercapai. Maka seorang guru harus menyusun dan

merancang model pembelajaran dengan baik. Sependapat dengan hal tersebut,

(Metzler, 2000) menjelaskan tentang pengarahan untuk menggunakan model inkuiri

dalam penjas sebagai berikut :

a. Pemilihan materi. Materi dari model inkuiri yang paling sering

pengetahuan kognitif, konsep, dan guru menginginkan peserta didik untuk

belajar pola gerak, diisi dengan beberapa dari masalah untuk dipecahkan.

Guru memutuskan semua dari materi dalam model ini oleh memutuskan

apa yang akan diajarkan (eksplorasi, pemecahan, dll pada baguian dan

pembelajaran lain.

b. Pengendalian pengelolaan. Keputusan guru mengelola rencana dan

prosedur spesifik kelas pada model inkuiri. Ketika pengelolaan

menugaskan lebih dengan tugas pembelajaran, serupa dengan bagaimana

14
untuk membuat penempatan pembelajaran, pemilihan alat ,dan membuat

tim, guru membolehkan peserta didik untuk memakai suatu keputusan.

c. Menyajikan tugas. Penyajian tugas digunakan untuk menggambarkan tugas

bahwa peserta didik akan ditanyakan untuk memecahkan pada tugas

pembelajaran. Penyajian tugas dibawa dalam bentuk pertanyaan bahwa

guru berkomunikasi untuk menstimulasi peserta didik pengajaran dan

gerak. Guru akan mempunya sebuah peningkatan materi yang

direncanakan untuk beberapa kelas, dan menggunakan penyajian

tugas/pertanyaan untuk menggerakkan peserta didik melewati peningkatan

itu. Hal itu penting untuk dicatat bahwa penyajian tugas sebaiknya

melengkapi peserta didik dengan informasi cukup untuk mengklarifikasi

tugas dan parameter itu; guru sebaiknya berhenti sejenak untuk

memberikan peserta didik informasi bahwa dia mengharapkan peserta

didik untuk belajar untuk dirinya sendiri.

d. Pola keterlibatan. Seorang guru telah menggambarkan masalah, peserta

didik memberikan banyak dari pengendalian dalam mengejar solusi-solusi,

khususnya untuk tugas kognitif dengan tingkatan lebih tinggi. Peserta didik

akan menemukan solusi yang memungkinkan, bekerja sengan peserta didik

lainnya, mencoba hal baru, merubah alat, atau merubah posisi badan yang

mereka tempati untuk “berfikir lewat” permasalahan pada waktu itu.

e. Interaksi pembelajaran. Model onkuiri adalah iteraksi paling tinggi satu

dari banyak peserta didik akan terikat pada penyelesaian masalah, sesuatu

15
yang ketika masalah sudah kompleks atau langkah beberapa orang.

Kealamaian pada interaksi adalah memeriksa, boka didaktik. Hal itulah,

guru menggunakan pertanyaan, bukan pernyataan langsung, dalam urutan

untuk menstimulasi keaktifan peserta didik memikirkan dan

mengeksplorasi pola gerak.

f. Kecepatan. Guru menetapkan kecepatan dalam unit dan tiap pelajaran.

Guru menentukan bila tugas atau (masalah) akan dimulai dan berapa

banyak waktu yang akan dialokasikan untuk tiap tugas. Peserta didik

menentukan kecepatan dengan waktu yang dialokasikan untuk beberapa

tugas dengan memutuskan seberapa lama yang mereka butuhkan untuk

berfikir mengenai solusi, seberapa banyak waktu untuk melatih solusi

permasalahan, dan dengan menentukan ketika mereka telah menyelesaikan

dengan sebuah tugas itu adalah, ketika mereka telah memecahkan masalah.

g. Peningkatan Tugas. Guru menentukan urutan dan merangkai dari tugas

pembelajaran untuk unit dan tugas pelajaran. Peningkatan sebaiknya

membawa peserta didik pada peningkatan permasalahan yang rumit untuk

dipecahkan, perkembangan kognitif, psikomotor, dan kemampuan afektif.

Kekuatan peserta didik ditanyakan secara berkala, “apa yang kamu fikirkan

yang sebaiknya ating berikutnya?”, tapi guru tetap memegang teguh

kendali dengan membimbing peserta didik untuk sebuah jawabanyang

telah mereka siap putuskan menjadi benar atau tepat

Adapun beberapa tugas penampilan dan struktur tugas dalam pembelajaran

16
penjas melalui model pembelajaran inkuiri dijelaskan oleh Metzler (2000) sebagai

berikut:

1. Tugas penampilan. Guru menyediakan beberapa informasi yang cukup

untuk membolehkan peserta didik mengerti tugasnya dan masalah untuk

dipecahkan. Satu hal itu telah selesai, guru memberi isyarat peserta didik

untuk memulai “berfikir dan bergerak”. Menggambarkan makna tugas

untuk diambil pada sebuah konteks dan memberikan peserta didik

sebuah poin sebagai referensi. Hal itu tentu dapat memasukkan kata

bahwa memodifikasi tugas atau meningkatkan level dari kesukaran.

Bagian terakhir dari gambaran proses adalah menyederhanakan

pertanyaan peserta didik sebuah pertanyaan untuk mengindikasikan

permasalahan kognitif dan atau masalah gerak yang mereka perlu

pecahkan dalam tugas dengan segera

2. Tugas Struktur. Pengajaran inkuiri dapat menggunakan sebuah variasi

yang luas pada tugas strukutur, dengan beberapa peserta didik “Berfikir

dan bergerak”. Tugas struktur akan memberikan peserta didik dengan

parameter keterlibatan mereka dalam pembelajaran pada: Ruang yang

digunakan, Peralatan yang dipilih dan digunakan, Pengelompokkan

(individu, berpasangan, kelompok kecil, kelompok besar) dan Informasi

keamanan dan batas waktu untuk menyelesaikan masalah.

2.4 MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Model pembelajaran kooperatif awalnya dikembangkan dan diteliti di Johns

17
Hopkins University pada peetengahan tahun 1970. Pengembangan ini dipimpin

oleh Robert Slavin dan telah dilaporkan pertama kali pada jurnal pendidikan seri

penelitian ddan artikel. Pembelajaran kooperatif adalah seperangkat strategi dalam

pengajaran yang sama-sama memberikan atribut kunci, yang paling penting adalah

untuk mengelompokan siswa ke dalam kelompok belajar dalam jumlah waktu

maupun tugas tertentu, dengan harapan semua siswa akan berkontribusi terhadap

proses maupun hasil belajar (Metzler, 2000; Qohhar, 2018)

Selain itu, menurut Faozi et al. (2019) dan Setiawan et al. (2020)

menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi

pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai

tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif adalah penggunaan kelompok kecil

dimana siswa bekerjasama untuk memaksimalkan milik mereka sendiri dan satu

sama lain belajar (Qohhar & Pazriansyah, 2019; Slavin, 2008).

Dari beberapa pengertian model pembelajaran kooperatif di atas, dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi

pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja

atau saling membantu antar sesama siswa dalam struktur kerjasama yang teratur

dalam kelompok. Sebagai contoh dalam pembelajaran senam lantai siswa yang

sudah bisa melakukan gerakan yang diperintahkan akan membantu siswa yang

belum bisa dalam kelompoknya sehingga disana akan terjadi hubungan dan

kerjasama antar anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Pada saat ini, model pembelajaran kooperatif menjadi salah satu model

18
pengajaran pendidikan yang dilakukan oleh seluruh dunia. Pada awalnya, Slavin

menamai model tersebut dengan istilah Kelompok Belajar Siswa (Student Team

Learning/STL) dan kemudian merubahnya menjadi istilah Pembelajaran Kooperatif

(Cooperative Learning/CL). Metzler (2000) dan Slavin (2008) mengemukakan

bahwa Model pembelajaran kooperatif didasari oleh tiga konsep, yaitu penghargaan

kelompok, tanggung jawab individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil.

1. Penghargaan Kelompok, dasar dari pembelajaran kooperatif adalah

pemberian tugas lepada setiap kelompok. Semua kelompok dapat

bekerja pada tugas yang sama atau bekerja berbeda tetapi masih saling

berhubungan. Pernghargaan dapat berupa angka komulatih, hak-hak

istimewa kelas, penghargaan publik, atau memberi peringkat. Contoh,

penghargaan berupa pemberian peringkat dapat diberikan ketika suatu

kelompok lebih unggul dari kelompok lainnya dalam melakukan tugas

gerak keterapilan pada salah satu cabang olahraga.

2. Tanggung Jawab Individu, bagian penting lainnya dari tugas

pembelajaran adalah spesifikasi bahwa penampilan semua angggota

kelompok dimasukan dalam skor kelaompok atau penilaian kelompok.

Oleh karena itu, semua siswa harus berkontribusi kepada usaha

kelompok, dan sangat penting bahwa semua anggota belajar dan dapat

mencapai potensi yang mereka miliki. Sebagai contoh setiap siswa

dalam satu kelompok harus mampu melaksanakan tugas keterampilan

menedang bola ke gawang yang diberikan oleh guru, karena walaupun

19
penilaian dilakukan secara kelompok, akan tetapi yang dilihat terlebih

dahulu yaitu kempuan dari setiap anggota kelompoknya

3. Kesempatan Yang Sama Untuk Berhasil, proses pemilihan kelompok

sangat penting bagi setiap siswa. Dalam model ini dibentuk kelompok

kecil (4 s.d 6 siswa per kelompok) yang heterogen. Kelompok belajar

siswa dibentuk untuk mencampurkan jenis kelamin, tingkat

keterampilan, pengalaman masa lalu, kemampuan kognitif dan motivasi.

Kelompok yang seimbang dalam kemampuannya akan menyajikan

kompetisi yang adil dan meningkatkan motivasi siswa. Maksudnya

dengan menggunakan beberapa siswa yang heterogen menjaddi satu

kelompok akan memberikaan kesempatan yang sama kepada siswa

untuk berhasil bersama kelompoknya

Selain itu, pembelajaran kooperatif juga memiliki tujuan utama. (Metzler,

2000) menyatakan bahwa tujuan utama pengajaran pembelajaran kooperatif adalah

1) untuk membantu kerjasama akademik antar siswa, 2) untuk mendorong

hubungan positif antar kelompok, 3) untuk membangaun kepercayaan diri siswa,

dan 4) untuk meningkatkan potensi akademik.

Berdasarkan pemaparan konsep dan tujuan model pembelajaran kooperatif

di atas, jelas kiranya bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif

diharapkan akan terjadi hubungan/interaksi antar siswa, baik dalam kelompok

maupun antar kelompok, siswa akan mendapat kesempatan yang sama untuk

berhasil, dan siswa anak memiliki tanggung jawab individu untuk meningkatkan

20
prestasi akademik, terutama pada pembelajaran pendidikan jasmani di setiap

jenjang pendidikan.

Pembelajaran kooperatif pada proses penerapannya di pembeajaran

pendidikan jasmani, memiliki keuntungan dan kelemahan. Keuntungan dari model

pembelajaran kooperatif menurut (Solihatin & Raharjo, 2011) antara lain:

a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

b. Memungkin para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan,

informasi dan perilaku sosial.

c. Menghilangkan sikap mementingkan diri sendiri atau egois.

d. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

e. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

f. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi

dari berbagai perspektif.

g. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa lebih

baik

h. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan

kemampuan

i. Jenis kelamin, normal atau cacat, etnik, kelas, sosial dan agama

Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran kooperatif menurut Slavin

(2008) diantaranya yaitu sebagai berikut:

1. Memerlukan persiapan yang rumit untuk pelaksanaannya

2. Apabila terjadi persaingan yang negatif maka hasilnya akan buruk.

21
3. Apabila adan siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa dalam

kelompoknya sehingga menyebabkan usaha kelompok tidak berjalan

sebagaimana mestinya.

4. Adanya siswa yang tidak memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam

belajar kelompok

Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif, seorang guru harus memahami

tentang keuntungan dan kelemahan dari model ini, sehingga bisa memanfaatkan

model pembelajaran kooperatif secara optimal dalam mencapai tujuan yang telah

dditetapkan sebelumnya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif ini.

2.5 MODEL PEMBELAJARAN TAKTIS

Proses pembelajaran pendidikan jasmani, khususnya pembelajaran

permainan terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan teknis

dan pendekatan taktis. Pendekatan teknis adalah suatu pendekatan yang lebih

menekankan terhadap penguasaan teknik dari suatu permainan atau olahraga,

sedangkan pendekatan taktis menekankan kepada taktik bermain dari suatu

permainan dalam olahraga (Budi et al., 2019).

Pendekatan taktis yang merupakan pendekatan pembelajaran dengan

menekankan kepada keaktifan bergerak dan keterlibatan aktif selama proses

pembelajaran pendidikan jasmani (Iskandar & Agustan, 2018). Pendekatan taktis

dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan motivasi dan minat siswa

mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani, serta memberi banyak ruang bagi

siswa untuk mempelajari keterampilan teknik dalam situasi bermain, seperti yang

22
dikemukakan oleh (Subroto, 2001) menjelaskan bahwa: Pendekatan taktis adalah

suatu cara untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang konsep bermain melalui

penerapan teknik yang tepat sesuai dengan masalah atau situasi permainanDengan

menggunakan pendekatan taktis maka memungkinkan siswa untuk menyadari

ketertarikan antara elemen teknis dan peningkatan performa bermain, sedangkan

pendekatan taktik bermain membantu memikirkan guru untuk menguji kembali

pandangan filosofis mereka pada pendidikan bermain. Model mengajar taktis

memungkinkan siswa untuk menyadari ketertarikan antara bermain dan

peningkatan bermain mereka, (Subroto, 2001) menjelaskan bahwa:

Pendekatan taktis menekankan kepada (1) bermain dan penempatan belajar

keterampilan teknik dalam konteks bermain; (2) memberikan siswa kesempatan

yang banyak untuk membuat siswa melihat relevansi keterampilan teknik pada

situasi bermain yang sebenarnya

Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas mengenai pendekatan taktis

dapat disimpulkan bahwa pendekatan taktis pada hakekatnya adalah suatu

pendekatan pembelajaran keterampilan teknik dan sekaligus diterapkan dalam

situasi permainan dalam proses pembelajaran

Penerapan pendekatan taktis dalam pembelajaran pendidikan jasmani

bertujuan agar siswa termotivasi serta menumbuhkan minat siswa untuk terlibat

secara aktif dalam pembelajaran dan dapat melakukan berbagai teknik dasar suatu

permainan melalui kegiatan bermain. Tujuan utama dalam pendekatan taktis dalam

pengajaran cabang olahraga permainan adalah untuk meningkatkan pemahaman

23
siswa dalam konsep bermain (Sucipto, 2019). Lebih lanjut Sucipto (2019)

menyebutkan bahwa:

Bagi siswa, tujuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan taktis

adalah:

1. meningkatkan kemampuan bermain melalui pemahaman terhadap

keterkaitan antara taktik permainan dan perkembangan keterampilan.

2. Memberikan kesenangan dalam proses pembelajaran.

3. Belajar memecahkan masalah dan membuat keputusan selama bermain.

Dengan semakin meningkatnya pemahaman siswa terhadap konsep bermain

akan berpengaruh terhadap perkembangan keterampilan dan kesenangan selama

proses pembelajaran, pendekatan taktis yang menggunakan sistem game-drill-game

maka siswa akan dituntut agar dapat berpikir kritis untuk memecahkan berbagai

permasalah dari berbagai situasi yang terjadi selama pembelajaran permainan

berlangsung (Suherman, 2011). Konsep dasar pendekatan taktis dalam

pembelajaran permainan perlu disesuaikan dengan kebutuhan siswa agar mutu

pembelajaran pemainan semakin meningkat. Melalui pendekatan taktis diharapkan

siswa dapat bermain dengan semangat tinggi dan kesungguhan yang nantinya dapat

mempengaruhi lingkungan belajar semakin kondusif untuk

penyelenggaraanpengajaran. Mengenai hal itu (Subroto, 2001) mengemukakan

Tujuan pendekatan taktis dalam pembelajaran permainan adalah untuk

meningkatakan kesadaran siswa tentang konsep bermain melalui penerapan teknik

yang tepat sesuai dengan masalah atau situasi dalam permainan

24
Model pembelajaran taktis yang sering digunakan dalam pembelajaran

permainan, yang menitik beratkan pada kesadaran taktik dan tidak menekankan

pada keterampilan teknik adalah pengajaran untuk pemahaman atau permainan

berpusat permainan. Model ini memberikan petunjuk kepada guru pendidikan

jasmani dalam mengajarkan permainan untuk mengilustrasikan proses pendekatan

ini (Subroto, 2001) membaginya ke dalam tiga tahapan seperti pada gambar di

bawah ini :

Gambar Pendekatan Taktis untuk Mengajar Permainan

Garis besar pendekatan ini menyarankan bahwa untuk mengajar kesadaran

taktik, harus dimulai dengan sebuah permainan, atau lebih tepat dengan modifikasi

bentuk bentuk permainan yang menekankan pada masalah-masalah taktik.

Penerapan pendekatan taktis dalam pembelajaran permainan haruslah

memperhatikan berbagai aspek seperti perencanaan dan pembuatan kerangka kerja,

mengidentifikasi dan menguraikan berbagai masalah taktik yang relevan dengan

suatu permainan serta mengetahui kemampuan dan karakteristik siswa yang

berbeda-beda. Melalui pemilihan materi pembelajaran yang tepat, bersumber dari

kerangka kerja yang telah ditentukan maka pendidik dapat mengembangkan

berbagai pola bermain yang menuntut siswa untuk memecahkan permasalahan


25
taktik dalam permainan

26
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Model pembelajaran merupakan suatu pola atau rancangan kegiatan belajar

mengajar yang akan diterapkan kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran dalam pendidikan jamani yang dikembangkan dan diterapkan

kepada siswa memiliki berbagai jenis dan karakteristik, diantaranya model

pembelajaran Konvensional yang lebih menitikberatkan pembelajaran berpusat

kepada guru. Model pembelajaran Inkuiri dengan karakterisktik bahwa siswa

merupakan pusat dari kegitan belajar mengajar dan bertujuan untuk

mengembangkan pola berpikir kritis pada siswa. Model pembelajaran Kooperatif

yang mengedepankan bahwa dalam proses belajar penjas, siswa memerlukan

bantuan orang lain dan kelompok, sehingga koneksi dan hubungan antar kelompok

menjadi bagian yang penting dalam keberhasilan proses pembelajaran. Model

pembelajaran Taktis, mengutamakan pembelajaran dalam proses permainan

sehingga siswa belajar keterampilan gerak dengan metode bermain seperti kondisi

sebenarnya.

3.2 Saran

Model pembelajaran dalam pendidikan jasmani yang beraneka ragam

menjadi alfternatif penting dalam menjalankan prpses belajar mengajar yang efektif

dan efisien, tujuannya yaitu untuk mengembangkan potensi siswa melalui aktivitas

fisik dan permainan. Sehingga diharapkan guru penjas dapat menerapkan berbagai

27
model pembelajran yang berbeda, menarik dan disesuaikan dengan kondisi sekolah,

sehingga anak termotovasi untuk mengikuti pembelajaran dan dapat

mengembangkan potensi yang dimilikinya

28
DAFTAR PUSTAKA

Adang Suherman. (2011). Evaluasi Pendidikan Jasmani. In Jakarta: Buku Aksara.

Adisusilo, S. (2012). Pembelajaran Nilai-Nilai Karakter. In ‫עלון הנוטע‬.

Budi, D. R. (2015). Pengaruh Modifikasi Permainan Vobas dan Kebugaran Jasmani


terhadap Peningkatan Kerjasama Siswa dalam Pembelajaran Penjas di
SMP. Thesis. http://repository.upi.edu/id/eprint/17605

Budi, D. R., Hidayat, R., & Febriani, A. R. (2019). The Application of Tactical
Approaches in Learning Handballs. JUARA : Jurnal
Olahraga. https://doi.org/10.33222/juara.v4i2.534

Budi, D. R., Syafei, M., Kusuma, M. N. H., Suhartoyo, T., Hidayat, R., & Listiandi,
A. D. (2020). The significance of exercise method on forehand and
backhand groundstroke skills improvement in tennis. Jurnal SPORTIF :
Jurnal Penelitian Pembelajaran.
https://doi.org/10.29407/js_unpgri.v6i1.13920

Faozi, F., Sanusi, H., & Listiandi, A. D. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Stad Terhadap Keterampilan Passing Bawah Dalam
Permainan Bola Voli Di SMA Islam Al-Fardiyatussa‟adah Citepus
Palabuhanratu. Physical Activity Journal.
https://doi.org/10.20884/1.paju.2019.1.1.2001

Husdarta, D. (2019). pendidikan jasmani. Journal of Chemical Information and


Modeling. Iskandar, Y., & Agustan, B. (2018). Pengaruh Pendekatan
Taktis Terhadap Keterampilan

Passing Bola Pada Sekolah Sepakbola Turangga Sakti. JUARA : Jurnal


Olahraga. https://doi.org/10.33222/juara.v3i1.211

Juliantine, T. (2010). Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pendidikan Jasmani Untuk


Mengembangkan Kreativitas Siswa Sekolah Dasar. Universitas
Pendidikan Indonesia. Masek, A., & Yamin, S. (2011). The effect of
problem based learning on critical thinking ability: a theoretical and
empirical review. Internationa Review of Social Sciences and Humanitiesg

Metzler, M. W. (2000). Intructional Model For Physical Education. Allyn and


Bacon, Inc. Nur, L., Malik, A. A., Juditya, S., Kastrena, E., Widyawan, D.,
Agustan, B., Budi, D. R., Ardha, M. A. Al, & Yang, C. B. (2020).
Comparison of two types of instruction in physical education.

29
International Journal of Psychosocial Rehabilitation.
https://doi.org/10.37200/IJPR/V24I10/PR300205
Qohhar, W. (2018). The Comparison between TGT and TGFU Learning Model on
Learning Result of Basic Football Technique Skill.
https://doi.org/10.5220/0007067806700675

Qohhar, W., & Pazriansyah, D. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif


Tipe Teaching Games For Understanding (TGFU) Terhadap Peningkatan
Hasil Belajar Teknik Dasar Sepakbola. Physical Activity
Journal. https://doi.org/10.20884/1.paju.2019.1.1.1998

Rahayu, R., Subroto, T., & Budiman, D. (2020). Implementasi Model Pembelajaran
Pada Olahraga Permainan Bolatangan. Physical Activity Journal.
https://doi.org/10.20884/1.paju.2020.1.2.217

Rahmi Stephani, M., Suherman, A., & Mulyana, R. B. (2014). Pengaruh Model
Pembelajaran Inkuiri Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Dan
Keterampilan Bermain Bola Basket. Edusentris.
https://doi.org/10.17509/edusentris.v1i2.14

Sanjaya, W. (2013). Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik


Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta :Kencana Prenada Media Group.

Setiawan, A., Yudiana, Y., Ugelta, S., Oktriani, S., Budi, D. R., & Listiandi, A. D.
(2020). Hasil Belajar Pendidikan Jasmani dan Olahraga Siswa Sekolah
Dasar: Pengaruh Keterampilan Motorik (Tinggi) dan Model Pembelajaran
(Kooperatif). TEGAR: Journal of Teaching Physical Education in
Elementary School. https://doi.org/10.17509/tegar.v3i2.24513

Slavin, R. E. (2008). Cooperative Learning. Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media.
Solihatin, E., & Raharjo. (2011). Cooperative Learning. PT Bumi Aksara.

Subroto, T. (2001). Pembelajaran Keterampilan dan Konsep Olahraga Di Sekolah


Dasar. DEPDIKNAS.

Sucipto, S. (2019). The Implementation of Tactical Approach on Students‟


Enjoyment in Playing Football in Junior High School. Jurnal Pendidikan
Jasmani dan Olahraga. https://doi.org/10.17509/jpjo.v4i1.16252

Suhartoyo, T., Budi, D. R., Kusuma, M. N. H., Syafei, M., Listiandi, A. D., &
Hidayat, R. (2019). Identifikasi Kebugaran Jasmani Siswa SMP Di Daerah
Dataran Tinggi Kabupaten Banyumas. Physical Activity
Journal. https://doi.org/10.20884/1.paju.2019.1.1.1995

30
Suherman, A. (2009). Revitalisasi Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani. CV.
Bintang Warli Artika.
Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek.
Jakarta, Prestasi Pustak

31

Anda mungkin juga menyukai