Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ANALISIS TEORI LATIHAN DAN APLIKASI


“Teori Pembinaan Mental”

Dosen Pengampu :
Dr. Emral Abus, M.Pd
Dr. Alex Aldha Yudi, S.Pd, M.Pd
Dr. Ridho Bahtra, S.Si, M.Pd

Disusun oleh :
Rahmat Hidayat 21340007
Tri Prasetyo 21340011

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN (S2)


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis telah menyelesaikan
Makalah ini dengan judul Teori Pembinaan Mental. Makalah ini dibuat untuk
melengkapi tugas matakuliah Analisis Teori Latihan dan Aplikasi Prodi Ilmu
Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Padang (UNP).

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak


kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 28 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 3

PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

A. Latar Belakang ............................................................................................. 3

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 5

BAB II ..................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6

A. Pengertian Pembinaan Mental...................................................................... 6

B. Tujuan dan Manfaat Pembinaan Mental ...................................................... 7

C. Strategi Pembinaan Mental ........................................................................ 11

D. Cara Melatih Mental .................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada saat seorang atlet menghadapi pertandingan, atlet harus siap
menghadapi rangsangan emosional, siap memikul tugas yang berat, atau secara
khusus siap menghadapi berbagai beban mental. Menurut Sonstroem (1984)
kesiapan mental berkompetisi pada akhirnya juga tergantung pada individu atlet
yang bersangkutan, yaitu dalam mempersiapkan dirinya secara emosional untuk
siap berkompetisi. Sangat penting bagi atlet untuk dapat mengontrol dan mengatur
diri pada saat pertandingan yang mungkin memerlukan konsentrasi selama
beberapa jam misalnya dalam sepak bola ketika menghadapi lawan yang sama
kuatnya dan harus dilanjutkan dengan perpanjangan waktu, dan sebagainya.
Seperti pada Piala AFF tahun 2021, saat Timnas Singapura menghadapi
Timnas Indonesia, Singapura menampilkan permainan yang sangat bagus, meski
bermain sembilan orang dimana dua pemainnya diberi kartu merah karena
bermain agresif, namun dari segi mentalitas, mereka mampu meredam serangan
bertubi-tubi dari Timnas Indonesia yang unggul dari segi pemain karena
memainkan sebelas orang yang pada akhirnya Singapura tetap kalah. Di sinilah
terlihat bahwa dibutuhkan mentalitas yang kuat dalam diri pemain agar siap
menghadapi situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan. Kondisi mental yang
kurang baik akan mengakibatkan atlet tidak mampu menanggung beban mental,
baik yang datang dari lawan yang bertanding maupun dari penonton, sehingga
permainan menjadi kacau dan tidak terkontrol dengan baik. Menurut Weinberg
(1984) pola pikir atlet akan dapat mempengaruhi penampilan atlet, oleh karena itu
perlu adanya “mental trining” yang dikaitkan dengan aspek kognitif seperti
konsentrasi atau “attentional focus” dan pembentukan citra atau “imagery”.
Mempersiapkan atlet agar siap menghadapi persaingan perlu dilakukan
sedini mungkin, melalui prosedur dan proses latihan mental yang sistematis dan
memakan waktu yang cukup lama. Tujuan dari latihan adalah pencapaian prestasi.
Untuk dapat mencapai prestasi yang maksimal diperlukan kemampuan fisik,
3
teknis, taktis, dan mental. Keempat unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Terkadang atlet sudah memiliki kondisi fisik, teknik dan
taktik yang baik, namun saat bertanding mengalami penurunan mental. Melihat
fenomena tersebut, penting untuk menerapkan latihan mental dalam menghadapi
pertandingan. Latihan mental memiliki peran penting bagi atlet yang berguna
untuk mempersiapkan kesiapan mental yang kuat terutama dalam menghadapi
persaingan. Latihan mental merupakan latihan yang melibatkan seluruh aspek
psikis dalam menghadapi berbagai macam tekanan selama pertandingan. Ada tiga
teknik latihan mental yang perlu mendapat perhatian khusus sesuai dengan
kebutuhan praktis dalam pembinaan atlet menghadapi persaingan yaitu
konsentrasi, relaksasi dan citra. Sehingga diperlukan latihan mental yang tepat
untuk dapat meningkatkan kualitas mental yang baik bagi atlet. Diharapkan
dengan pemberian latihan mental ini para atlet dapat mencapai prestasi yang
terbaik.
Pembinaan mental atlet tidak hanya dilakukan untuk mempersiapkan mental
atlet sebelum bertanding, tetapi juga bertujuan untuk membina ketahanan mental
atlet. Ketahanan mental adalah kondisi mental yang mengandung kemampuan
untuk mengembangkan kemampuan menghadapi gangguan, ancaman dalam
keadaan apapun, baik yang datang dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya.
Ketahanan mental ini dapat berubah atau bersifat dinamis, oleh karena itu perlu
dibina agar lebih mantap dan stabil.
Ketahanan mental perlu dimiliki oleh atlet agar mampu menghadapi situasi
kritis dalam pertandingan. Bermain dengan penuh percaya diri, mampu
mengontrol diri, mampu mengontrol permainannya, tetap tenang, dan sebagainya
terutama saat menghadapi suatu permainan yang seimbang atau menghadapi
kemungkinan kekalahan, sehingga mereka dapat bangkit menghadapi tantangan,
berkinerja baik. Beberapa gejala yang menunjukkan adanya gangguan pada daya
tahan mental atlet yang disebutkan oleh Weinberg (1984) antara lain keraguan
diri, kurang percaya diri dan kebingungan dalam konsentrasi, menunjukkan
ketegangan yang mengakibatkan penampilan menjadi kacau.

4
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini antara
lain sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pembinaan mental ?
2. Apa tujuan dan manfaat dari pembinaan mental ?
3. Apa saja strategi dalam pembinaan mental ?
4. Bagaimana cara melatih mental ?

C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian dari pembinaan mental
2. Mengetahui tujuan dan manfaat dari pembinaan mental
3. Mengetahui strategi dalam pembinaan mental
4. Mengetahui cara melatih mental

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembinaan Mental


Secara etimologis, kata pembinaan memiliki arti : 1) proses, cara,
perbuatan membina; 2) pembaruan, penyempurnaan; 3) usaha, tindakan, dan
kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang
lebih baik. Jadi, pembinaan merupakan suatu perbuatan membina untuk
memperoleh hasil yang lebih baik. Peneliti mengaitkan “Pembinaan dengan
bimbingan” sebab Kata bimbingan dan pembinaan mempunyai arti sama.
Bimbingan merupakan terjemahan dari kata ”Guidance” berasal dari kata kerja
”to guide”, yang mempunyai arti ”menunjukkan, membimbing, menuntun,
ataupun membantu”. Jadi secara umum bimbingan dapat diartikan sebagai suatu
bantuan atau tuntunan. Meskipun demikian, tidak berarti semua bentuk bantuan
atau tuntunan adalah bimbingan.
Sukardi (2000:20) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses
pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang secara terus menerus
dan sistematis oleh guru pembimbing agar individu atau sekelompok individu
menjadi pribadi yang mandiri. Selain itu, W.S. Winkel (2000:17) mengemukakan
bahwa bimbingan berarti pemberian bantuan kepada sekelompok orang dalam
membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dalam mengadakan penyesuaian diri
terhadap tuntutan-tuntutan hidup. Bantuan itu bersifat psikis (kementalan) bukan
pertolongan finansial, media, dan lain sebagainya. Dengan bantuan ini, seseorang
akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya sekarang dan menjadi
lebih mapan untuk menghadapi masalah yang akan dihadapinya, ini menjadi
tujuan bimbingan. Jadi, yang memberikan bantuan menganggap orang lain
mampu menuntun dirinya sendiri, meskipun kemampuan itu mungkin harus digali
dan dikembangkan melalui bimbingan.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa
bimbingan adalah usaha yang dilakukan seorang pembimbing dalam memberikan
6
bimbingan kepada klien agar yang dibimbing (klien) mencapai kemandirian
dengan menggunakan berbagai bahan, interaksi, pemberian nasihat serta gagasan
dalam suasana asuhan berdasarkan norma yang berlaku.
Adapun mental diartikan sebagai sesuatu hal yang berhubungan dengan
batin. Menurut S.M Amin (2013:5), mental yaitu yang berhubungan dengan
pikiran, akal, ingatan atau proses berasosiasi dengan pikiran, akal dan ingatan.
Sedangkan rohani atau spiritual, yaitu yang berhubungan dengan masalah ruh,
semangat atau mental, religius, yang berhubungan dengan agama, keimanan,
keshalehan, dan menyangkut nilai-nilai transidental. Jadi mental berarti sesuatu
hal yang berkaitan dengan pikiran dan kementalan seseorang.
Daradjat (1983:13) berpendapat bahwa kesehatan mental adalah usaha
atau kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna pada batin seseorang. Adapun
tujuannya adalah untuk memperoleh kesehatan mental, yaitu terwujudnya
keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi mental serta
mempunyai kesanggupan untukmenghadapi problem-problem biasa yang terjadi,
dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya.
Berdasarkan dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembinaan
mental adalah usaha yang dilakukan seorang pembimbing dalam memberikan
bimbingan kepada klien mengenai kondisi batin dan mental seseorang agar
menjadi pribadi yang memiliki kesehatan mental dan bertindak sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.

B. Tujuan dan Manfaat Pembinaan Mental


Pembinaan mental merupakan latihan jangka panjang dan sistematis untuk
mengembangkan dan belajar mengendalikan perilaku, penampilan, emosi dan
keadaan suasana hati (mood) serta proses tubuh. Setiap orang selalu menghadapi
situasi psikologis "harapan sukses" dan "takut gagal", melalui pelatihan mental
konsekuensi negatif relatif lebih mudah diatasi. Latihan mental umumnya
dilakukan dengan cara memperkuat jati diri, kepercayaan diri, memberikan ujian
agar menjadi orang yang dapat memecahkan masalah atau memberikan solusi, dan
untuk memancing atau memunculkan keterampilan yang mungkin belum

7
diketahui sebelumnya. Dengan latihan mental, setiap orang akan lebih percaya diri
dalam segala hal yang dialami. Berikut ini adalah manfaat dari pelatihan mental :

1. Menurut Carrell dan Kuzmits (1982) Manfaat mental training menurut


psikologi dapat dibagi menjadi 5 hal :
a. Untuk meningkatkan ketrampilan seseorang sesuai dengan
perubahan kehidupan.
b. Untuk mengurangi waktu belajar bagi seseorang baru agar menjadi
kompeten.
c. Untuk membantu masalah operasional.
d. Untuk menyiapkan seseorang dalam jenjang langkah yang baru.
e. Untuk memberi orientasi seseorang untuk lebih mengenal
lingkungannya.

2. Menurut Chodzko-Zajko et.,al (2009) Menyatakan bahwa manfaat mental


training menurut psikologi adalah :
a. Untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan kehidupan dan tekanan
sekitar.
b. Memperoleh kemajuan sebagai kekuatan yang produktif dalam
kehidupan dengan jalan mengembangkan kebutuhan ketrampilan,
pengetahuan dan sikap.

3. Menurut Simamora dalam Candra & Prasetyo (2022) manfaat dari latihan
mental antara lain :
a. Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas dalam setiap
bidang kehidupan.
b. Mengurangi waktu pembelajaran yang diperlukan seseorang untuk
mencapai standar kehidupan yang dapat diterima.
c. Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih
menguntungkan antar individu.
d. Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia yang
berkualitas.

8
e. Mengurangi frekuensi stress dan depresi.
f. Membantu seseorang dalam peningkatan dan pengembangan
pribadi untuk mencapai masa depan yang terbaik.

4. Meningkatkan kualitas diri dan Meningkatkan Kebugaran Tubuh


Yang perlu diingat adalah memilih dan melakukan manfaat latihan
mental menurut psikologi dengan benar dan sesuai dengan kondisi dan
daya tahan tubuh Anda. Kegiatan manfaat latihan mental menurut
psikologi sangat penting karena bermanfaat untuk menambah pengetahuan
atau keterampilan, terutama bagi mereka yang sedang mempersiapkan diri
untuk memasuki bidang kehidupan yang baru. Sedangkan mereka yang
sudah dewasa akan berfungsi sebagai “pengisi” agar kemampuan dan
kemampuannya selalu terjaga guna mengamankan eksistensinya atau
meningkatkan kualitas pribadinya.

5. Bekal untuk Bertahan dalam Tiap Kondisi Kehidupan


Semuanya bisa terjadi dan berubah secara tiba-tiba. Hanya
kemampuan dan upaya untuk "menyegarkan" kompetensi masing-masing
yang membuatnya selalu bertahan. Manfaat latihan mental menurut
psikologi mencegah kecerobohan dan penelantaran karena yang dinilai
adalah aktualisasi diri, tidak hanya mengandalkan kebanggaan terhadap
latar belakang pendidikan atau nama keluarga besar.

6. Memperbaiki Mood dan Mengurangi Stress


Beban kerja sehari-hari tentunya berdampak pada terganggunya
keadaan emosi, sehingga tidak jarang juga menuai stres dan rasa lelah.
Melakukan aktivitas fisik, seperti manfaat latihan mental menurut
psikologi fisik, dapat merangsang berbagai zat kimia di otak yang
membuat Anda merasa lebih tenang, rileks, meningkatkan rasa percaya
diri dan perasaan bahagia.

7. Meningkatkan Energi, Kekuatan Otak dan Produktifitas

9
Manfaat latihan mental menurut psikologi juga dapat
meningkatkan jumlah energi, serta hormon endorfin dan serotonin di otak,
yang menghasilkan kejernihan mental. Hasilnya, hari-hari yang lebih
produktif dalam kehidupan sehari-hari dan hasil kerja yang lebih baik.
Lakukan manfaat latihan mental menurut psikologi dengan latihan fisik di
pagi hari untuk mendapatkan kebugaran yang bertahan sepanjang hari.
Udara pagi dan sinar matahari sangat baik untuk kesehatan. Anda juga
akan lebih berenergi untuk melakukan segala aktivitas fisik, seperti
menaiki tangga atau menjalankan tugas yang sebelumnya mungkin terasa
membosankan.

8. Memperbaiki Hubungan Sosial


Manfaat psikologis dari pelatihan mental yang teratur tidak hanya
membuat Anda lebih terhubung secara sosial. Latihan ini juga bisa
mengurangi rasa khawatir. Selain menyehatkan fisik, bersosialisasi dengan
lingkungan dan orang lain sambil melakukan manfaat latihan mental
menurut psikologi juga bisa menjadi cara yang baik untuk bersantai dan
menenangkan diri.

9. Meningkatkan Rasa Nyaman dan Kepercayaan diri


Latihan berupa manfaat latihan mental menurut psikologi secara
rutin memiliki segudang manfaat yang baik untuk kesehatan Anda.
Ditambah dengan pola makan dan pola makan yang baik, berat badan
Anda akan terjaga dan Anda akan merasa lebih nyaman dan percaya diri.
Namun ingat tidak ada cara instan, untuk mendapatkan tubuh yang bugar
perlu melakukan manfaat latihan mental menurut psikologi dan latihan
secara rutin dan teratur.

10. Kondisi Mental yang baik Meningkatkan kekuatan fisik


Kondisi kesehatan mental sangat menentukan kemampuan fisik
seseorang. Jika kesehatan mental terganggu secara otomatis kemampuan
seseorang untuk bergerak juga akan terganggu. Otot terasa kaku, muncul

10
keringat dingin, sakit perut, atau bahkan mual adalah beberapa ciri
individu yang sedang mengalami stres. Jika kondisi seperti ini terjadi, bisa
dipastikan kemampuan teknik dan fisik mereka yang prima akan hilang
begitu saja.
Di sisi lain, jika kondisi kesehatan mental sedang dalam kondisi
puncak, maka kekurangan kekurangan tersebut seolah-olah ditutupi oleh
munculnya energi tambahan dari alam bawah sadar orang tersebut. Energi
kesehatan mental merangsang hormon tubuh untuk bergerak lebih cepat.
Kondisi di atas seperti ketika seseorang melihat hantu. Secepat kilat orang
dapat berlari dengan tenaga yang luar biasa sehingga manfaat latihan
mental menurut psikologi akan berdampak positif bagi kekuatan fisik.

Mental yang kuat, teknik dan fisik akan didapat melalui latihan yang
terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina mental atlet, pertama yang
perlu disadari bahwa setiap atlet berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk
membantu mengenal profil setiap atlet dapat dilakukan pemeriksaan psikologis.
Profil psikologis atlet ini berupa gambaran kepribadian secara umum, potensi
intelektual dan fungsi daya pikimya yang dihubungkan dengan olahraga. Profil
atlet pada umumnya tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Akan tetapi hal
ini tidak menjamin keberhasilan atau kegagalannya dalam prestasi olahraga,
karena banyak sekali faktor lain yang mempengaruhinya. Beberapa aspek
psikologis dapat diperbaiki melalui latihan ketrampilan psikologis yang terencana
dan sistematis, dimana pelaksanaannya sangat tergantung dari komitmen si atlet
terhadap program tersebut.

C. Strategi Pembinaan Mental


Jika dicermati lebih dalam, penampilan para atlet sebenarnya merupakan
hasil kombinasi dari beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah kemampuan
fisik, teknik, taktik atau strategi, dan mental. Latihan mental memainkan peran
penting dalam menghasilkan kondisi mental yang tangguh. Pelatihan kemampuan
mental dalam olahraga harus dirancang untuk menghasilkan kondisi dan

11
keterampilan psikologis atlet yang akan mengarah pada peningkatan kinerja
dalam olahraga (MacPherson, et.,al 2008). Dalam membicarakan pembinaan
mental, yaitu latihan latihan untuk menyiapkan mental atlet agar siap bertanding
dan memiliki kematangan mental Weinberg, Gould dan Jackson (1980)
mengemukakan strategi pembinaan mental yang meliputi lima kategori, yaitu:

1. Fokus Perhatian (Konsentrasi)


Fokus perhatian berkaitan dengan konsentrasi atlet selama
pertandingan lari. Seperti dalam tenis lapangan, atlet harus bisa fokus
pada bola, pemain bola basket harus bisa fokus ke ring basket yang
dibidik, dan lain sebagainya. Nideffer (1976) dalam hubungan
pemusatan perhatian memberikan contoh buruknya pemusatan
perhatian pada pemain bola basket, misalnya pada saat mendapat
kesempatan untuk melakukan lemparan bebas atau free throw,
pemusatan perhatian yang seharusnya pada ring bola basket yang harus
dibidik, ternyata terpengaruh oleh teriakan penonton atau keributan
yang dibuat oleh penonton yang banyak.
Dapat juga dibedakan tipe atlet yang memiliki perhatian yang
terfokus dan perhatian yang tersebar. Atlet panahan harus fokus
perhatian, sedangkan bek sepak bola yang harus bisa mengontrol
lawan dan sekaligus memperhatikan pembagian bola harusnya bisa
terpencar perhatian. Mengenai atensi terfokus, Nideffer (1976)
membedakan antara atensi “narrow external focus” dan atensi “narrow
internal focus”, dengan memberikan contoh bahwa pegolf
membutuhkan perhatian yang terfokus ke luar, sedangkan pelempar
cakram atau atlet membutuhkan perhatian, perhatian terfokus ke
dalam. Menurut Nideffer, jenis perhatian yang tersebar yang
seharusnya dimiliki oleh para pembela tim sepak bola disebut jenis
perhatian "fokus eksternal yang luas".

2. Perasaan sukses diri sebagai bentuk “Self-talk”

12
Dikemukakan oleh Weinberg (1984) sebagai strategi dalam
mempersiapkan mental atlet. Jika atlet berharap untuk menang, tentu
mereka akan menunjukkan performa terbaiknya. Harapan untuk
menang akan sangat dipengaruhi oleh pemikiran atlet terhadap diri
sendiri dalam upaya membangun kepercayaan diri untuk menjadi
sukses. Yang perlu diperhatikan oleh pelatih adalah jangan
menetapkan harapan yang tidak realistis, sehingga tujuan yang
diharapkan dapat dicapai oleh atlet harus sesuai dengan kemampuan
atlet dengan menetapkan tujuan jangka pendek yang realistis agar atlet
dapat mencapainya dan diharapkan dapat tercapai akan terjadi
peningkatan rasa percaya diri atlet.

3. Relaksasi
Adalah strategi persiapan mental yang menarik banyak perhatian
belakangan ini, karena pelatih menyadari bahwa kompetisi
menciptakan stres. Jacobson sejak 1938 telah menciptakan teknik yang
disebut "Relaksasi progresif" di mana individu harus dapat
membedakan antara ketegangan dan relaksasi. Dengan mengajarkan
teknik progresif untuk tegang dan rileks, otot-otot tubuh menjadi
sensitif dan dapat lebih menyesuaikan diri dengan situasi. Teknik
relaksasi lain yang baru-baru ini menjadi populer adalah
“biofeedback.” Dengan teknik ini digunakan umpan balik fisiologis,
misalnya berupa suhu kulit, ketegangan otot, tekanan darah, melalui
tanda-tanda yang dapat dilihat atau didengar untuk menentukan
ketegangan seseorang.
Benson (1975) juga telah mengembangkan teknik relaksasi dengan
cara efektif, yaitu dengan "transcendental meditation" Dengan latihan
dua kali sehari 20 menit ternyata dapat menurunkan tekanan darah,
denyut jantung, irama pernapasan, konsumsi oksigen, dan ketegangan
otot. Dengan cara ini diharapkan dapat memengaruhi penampilan atlet
secara positif.

13
4. Imagery
Adalah teknik dimana atlet sebelum melakukan pertandingan
mencoba untuk memvisualisasikan gerakan-gerakan yang akan
dilakukan sendiri. Banyak atlet merasa bahwa cara berpikir pemain
juga merupakan cara yang dilakukan oleh pemain. Ada beberapa
peneliti (Mahorey, 1974, Meinchenbaum, 1977) yang juga
mengembangkan teknik “citraan” dalam bidang terapi, dengan premis
dasar bahwa pikiran dan citra memiliki pengaruh yang dalam terhadap
perilaku. Penelitian juga menunjukkan bahwa gerakan yang
dibayangkan atau dapat menghasilkan aktivitas pada otot. Jacobson
(1930), Namun diakui masih perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh citra terhadap otot dan
aktivitas individu yang bersangkutan.

5. Persiapan untuk "araousal"


Adalah strategi terakhir yang diusulkan oleh Weinberg (1984).
Tugas-tugas yang membutuhkan kekuatan, kecepatan, dan daya tahan
memerlukan tingkat "araousal" yang tinggi agar dapat bekerja secara
optimal, sedangkan tugas-tugas yang membutuhkan gerakan otot yang
halus dan terkoordinasi memerlukan tingkat "araousal" yang rendah.
Menurut Cox (1985) “arousal” digambarkan sebagai kesiapan untuk
bertindak karena adanya stimulus yang sangat kuat, misalnya
seseorang yang sedang dalam keadaan tidur nyenyak kemudian
mendapat stimulus yang ekstrim.
Terjadinya “araousal” akan meningkatkan aktivitas atlet tetapi jika
tidak dikendalikan pada titik tertentu akan membalikkan
penampilannya atau aktivitasnya akan menurun. Jelas bahwa persiapan
“gairah” merupakan salah satu strategi atau langkah utama yang
menjamin tercapainya tujuan perkembangan mental atlet, sehingga
siap menghadapi berbagai kemungkinan dalam pertandingan.

14
Beberapa ahli telah memberikan perhatian khusus mengenai faktor-faktor
psikologik yang dapat memengaruhi peningkatan atau merosotnya prestasi atlet.
Adapun faktor-faktor psikologik tersebut antara lain self-confidence dan lack of
con-fidence, stress, pressure, frustrasi, kecemasan (anxiety), disiplin, ketakutan
akan gagal (fear of failure), dan sebagainya. Landers (1988) menegaskan pula
bahwa dalam membuat prediksi penampilan atlet harus digunakan pendekatan
multidisipliner. Cukup banyak atlet yang secara fisik "fit" tetapi prestasinya
rendah karena faktor-faktor hambatan yang datang dari lingkungan (faktor
psikologik). Cakrawala baru dalam perkembangan psikologi olahraga
menekankan arti pentingnya "psychological training" untuk dapat meningkatkan
dan mempertahankan prestasi dalam situasi pertandingan yang penuh ketegangan.

D. Cara Melatih Mental


Atlet yang memiliki ketahanan mental berarti memiliki kemampuan
mental yang baik untuk menghadapi berbagai tantangan dan tekanan yang
dihadapinya terutama pada saat bertanding. Agar atlet memiliki ketahanan mental,
atlet harus dilatih mentalnya melalui proses latihan yang sistematis, dan
berkesinambungan. Pasalnya, ketahanan mental bukanlah sesuatu yang diturunkan
kepada atlet, melainkan mentalitas yang harus dipelajari. Ungkapan ini diperkuat
oleh pendapat Loehr (1982) bahwa ketahanan mental itu dipelajari, bukan
diwariskan. Vealey (1988) menjelaskan bahwa kemampuan mental, seperti
kemampuan fisik, dapat dipelajari pada tingkat tertentu.
Dalam kegiatan olahraga tentunya seorang pelatih memiliki tanggung
jawab dan kewajiban untuk melatih dan membentuk mentalitas atlet, bahkan
seorang pelatih dituntut untuk dapat mempengaruhi atletnya. Jenis latihan mental
yang bisa dilakukan seperti relaksasi, visualisasi dan latihan konsentrasi. Seperti
yang dikemukakan oleh Budiwanto (2012) dalam buku Sports Exercise
Methodology, ada beberapa cara untuk melatih mental seorang atlet, antara lain :

1. Memberikan latihan fisik

15
Latihan fisik yang teratur dapat memperlancar penyaluran nutrisi
dan oksigen ke berbagai jaringan tubuh dan membantu sistem
kardiovaskular bekerja lebih efektif. Ketika sistem jantung, pembuluh
darah dan paru-paru bekerja dengan baik, maka tubuh akan
mendapatkan lebih banyak energi untuk melakukan aktivitas sehari-
hari. Dan ini tentunya berdampak sama mental atlet, karena merasakan
aura positif dalam tubuhnya.

2. Membiasakan cara hidup sehat, teratur, beretika dan sopan santun.


Dengan pola hidup sehat tentunya akan memberikan dampak yang
positif bagi kelangsungan hidup seseorang. Hal ini sangat bermanfaat
bagi seorang yang membiasakan pola sehat, biasanya tidak hanya fisik
saja namun juga psikisnya.

3. Menanamkan rasa disiplin, kesadaran dan tanggung jawab


Seorang pelatih yang memberikan pendidikan yang dimulai dari
hal-hal kecil tentunya memiliki alasan. Apabila seorang atlet terbiasa
dengan hal-hal kecil, maka ia akan terbiasa pula dengan aturan yang
besar, dan ini sangat bermanfaat bagi kesehatan mental atlet. Karena
sudah disiplin akan hal hal kecil yang berada di lingkungannya.

4. Memberikan contoh perilaku, sikap dan karya yang baik.


Seorang pelatih tidak hanya melatih fokus terhadap aktivitas
olahraga saja, namun dalam sikap yang baik, prilaku yang baik. Karena
pelatih menjadi contoh atas keberlangsungan hidup si atlet. Untuk itu
seorang pelatih di tuntut untuk memiliki karakter yang baik agar
mampu menjadi contoh yang baik pula terhadap atlet-atletnya. Dengan
demikian atlet akan memiliki karakter yang baik tentu dengan mental
yang baik pula.

5. Pemberian nasihat sehingga mempengaruhi sugesti atlet

16
Motivasi dan nasehat juga sangat diperlukan bagi atlet. Karena
pada waktu tertentu atlet akan mengalami emosi, maupun dalam
keadaan optimisme yang tinggi. Untuk itu seorang pelatih harus bijak
memilih kata maupun cara yang sesuai dengan kondisi dan situasi
perasaan atlet. Agar mampu memberikan semangat dan memotivasi
agar segera bangkit dari perasaan down, Hal ini tentunya diperlukan
hubungan yang intens, oleh sebab itu pelatih harus menjalin hubungan
yang baik dengan atlet-atletnya.

6. Mengadakan diskusi dengan atlet


Dengan mengadakan diskusi antara pelatih dan atlet secara tidak
langsung akan membangun hubungan yang baik antara pelatih dan
atlet, dan atlet ke pelatih. Jadi atlet tidak ragu untuk bercerita maupun
menyampaikan keluh kesahnya, dan sangat baik bagi kesehatan mental
si atlet apabila sudah terbangun hubungan yang harmonis antara atlet
dan pelatih.

7. Memberikan kesejahteraan fisik maupun psikis


Hal ini tentunya bukan tentang materi, namun lebih kearah kondisi
fisik dan psikis. Agar keduanya tumbuh dan berkembang secara
bersamaan tentunya pelatih harus memilih metode latihan yang
berimbang agar aspek fisik dan psikis tumbuh dan berkembang sejalan
dengan hasil dari program latihan tersebut.

8. Memberikan penghargaan, hadiah, pujian atau hukuman


Reward ataupun hukuman sejatinya bukanlah hal yang sifatnya
negative, namun positif bila diterapkan dengan prosedur yang jelas.
Pemberian hadiah adalah bentuk penghargaan dari sebuah pencapaian
seorang atlet. Hal ini tentunya jadi motivasi bagi atlet yang lainnya
untuk lebih giat lagi agar bias mendapatkan reward ataupun
penghargaan. Dan hukuman bukanlah sesuatu yang menakutkan dan
menyisakan trauma, karena ini akan berdampak negative bagi seorang
17
atlet. Hukuman yang efektif adalah hukuman yang menjadi
pembangkit semangat dan motivasi atlet agar lebih giat dan disiplin
lagi, namun bukan justru memberatkan atlet.

9. Melakukan simulasi sebelum pertandingan sebenarnya


Kegiatan semacam ini sangat bermanfaat bagi atlet. Dengan
simulasi, atlet akan mencoba melakukan dengan kepercayaan diri yang
tinggi serta ketahanan fisik dan mental. Hal ini akan berdampak positif
bagi atlet, karena sudah terbiasa dengan kondisi pra-pertandingan yang
seolah nyata dalam pertandingan sesungguhnya. Sehingga atlet
meraskan hal yang biasa saja saat melakukan pertandingan
sesungguhnya dan justru lebih baik lagi dengan fokus atlet dalam
bertanding.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mental tidak


datang dengan sendirinya, tetapi dengan latihan. Oleh karena itu, pelatihan
keterampilan mental merupakan suatu pendekatan pendidikan di mana
kemampuan mental dipandang sebagai sesuatu yang dapat dipelajari. Kedua
pendapat tersebut menekankan bahwa latihan mental, seperti halnya latihan fisik,
agar dapat dikuasai dengan baik oleh atlet harus diajarkan oleh pelatih dan
dipelajari oleh atlet. Dengan demikian, latihan keterampilan mental tidak bisa
begitu saja dikuasai oleh atlet setelah atlet tersebut menguasai beberapa
kemampuan fisik, teknis, mental dalam proses latihannya.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembinaan mental adalah
upaya yang dilakukan oleh seorang pembimbing untuk membimbing peserta didik
mengenai kondisi batin dan mental seseorang agar menjadi orang yang sehat
mental dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Tujuan
pembinaan mental adalah tercapainya kesehatan mental, yaitu terwujudnya
keselarasan sejati antara fungsi-fungsi mental dan mampu menghadapi masalah-
masalah umum yang timbul serta merasa positif terhadap kemampuan dan
kebahagiaan diri sendiri.
Untuk mengembangkan dan belajar mengendalikan perilaku, penampilan,
emosi, suasana hati, dan fungsi tubuh, seseorang harus terlibat dalam pelatihan
mental jangka panjang dan sistematis. Manfaat latihan mental, menurut psikologi,
sangat signifikan karena bermanfaat untuk menambah pengetahuan atau
keterampilan, terutama bagi mereka yang bersiap memasuki kehidupan baru.

B. Saran
Kita menyadari bahwa pikiran mengarahkan tindakan, dan pikiran
mendahului tindakan. Untuk menangani performa atlet di lapangan, persiapan
mental adalah sebagai salah satu kuncinya. Untuk itu perlu rasanya latihan dan
pembinaan mental atlet juga menjadi program prioritas dalam pusat-pusat
pelatihan dan pendidikan atlet.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adi, S. (2016, December). Latihan mental atlet dalam mencapai prestasi olahraga
secara maksimal. In Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Jasmani
Pascasarjana UM (pp. 143-153).

Benson, H., & Klipper, M. Z. (1975). The relaxation response (p. 240). New
York: Morrow.

Carrell, M. R., & Kuzmits, F. E. (1982). Personnel, Management of Human


Resources. Charles E.

Chodzko-Zajko, W. J., Proctor, D. N., Singh, M. A. F., Minson, C. T., Nigg, C.


R., Salem, G. J., & Skinner, J. S. (2009). Exercise and physical activity
for older adults. Medicine & science in sports & exercise, 41(7), 1510-
1530.

Côté, J., Salmela, J., & Papathanasopoulu, K. P. (1992). Effects of progressive


exercise on attentional focus. Perceptual and motor skills, 75(2), 351-
354.

Cox, T., & Mackay, C. (1985). The measurement of self‐reported stress and
arousal. British journal of psychology, 76(2), 183-186.

Gould, D., Weinberg, R., & Jackson, A. (1980). Mental preparation strategies,
cognitions, and strength performance. Journal of Sport and Exercise
Psychology, 2(4), 329-339.

Loehr, J. (1982). Mental toughness training for sports: Achieving athletic


excellence. Plume.

MacPherson, A., Collins, D., & Morriss, C. (2008). Is what you think what you
get? Optimizing mental focus for technical performance. The Sport
Psychologist, 22(3), 288-303.

Meichenbaum, D., & Meichenbaum, D. (1977). Stress-inoculation training (pp.


143-182). Springer US.

Vealey, R. S. (1988). Future directions in psychological skills training. The sport


psychologist, 2(4), 318-336.

Winkel, W. S. (1978). Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah Menengah.

Zakiah Daradjat. (1982). Islam dan Kesehatan Mental. Jakarta : PT. Gunung
Agung.

20

Anda mungkin juga menyukai