Anda di halaman 1dari 25

GAMBARAN OLAHRAGA SECARA UMUM

DEFINISI
Kata “olahraga, pendidikan jasmani, olahraga, dan aktivitas fisik” banyak digunakan
dalam masyarakat Indonesia, menurut Pandjaitan dalam Hanif (2020) yang membahas
tentang sejarah olah raga. Semua kata ini mengacu pada berbagai jenis aktivitas fisik sukarela
yang dilakukan dengan tujuan membangun otot-otot tubuh. Kata Latin disportate, yang
berarti hiburan dan kesenangan, adalah asal dari kata bahasa Inggris sport. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa berpartisipasi dalam olahraga memungkinkan seseorang untuk
memuaskan keinginannya sendiri sambil tetap bugar secara fisik. Penjelasan ini menunjukkan
bahwa kata sport berasal dari kata disportate yang berarti bersenang-senang, terhibur, dan
bergembira. Oleh karena itu kita dapat menarik kesimpulan bahwa olahraga adalah tempat di
mana orang dapat mengalami kegembiraan sekaligus sebagai sarana untuk membangun otot
dan menjaga kebugaran, kondisi, dan kesehatan fisik.
Dalam keluarga, masyarakat, negara, dan tanah air Indonesia, kata atau istilah
“olahraga” sangat dikenal. Semua orang, baik jenis kelamin, mengenal olahraga, dari anak
kecil hingga orang tua, rakyat jelata hingga pejabat, desa hingga kota. Aspek vital kehidupan
dianggap sebagai olahraga. Ada banyak slogannya, antara lain "tiada hari tanpa olahraga",
"olahraga membangun karakter bangsa", dan "olahraga membuat manusia sehat". Pada 1980-
an, muncul gerakan untuk "mempopulerkan olahraga dan membudayakan masyarakat",
bahkan ada ruang redaksi khusus di media massa, baik cetak maupun elektronik. olahraga.
Fakta bahwa olahraga ini dianggap penting ditunjukkan oleh Undang-Undang Sistem
Keolahragaan Nasional, undang-undang yang mengaturnya, dan keberadaan badan atau
lembaga pemerintah yang mengelolanya.
Menurut International Council on Physical Education and Sports Education (ICSPE),
olahraga adalah setiap aktivitas fisik yang memiliki ciri permainan dan melibatkan unsur
perjuangan dengan diri sendiri, melawan orang lain, atau perjumpaan dengan unsur alam.
Menurut teknik tertentu, olahraga adalah kegiatan manusia, dalam pelaksanaannya ada unsur
permainan, kesenangan, dilakukan di waktu luang dan untuk kepuasan pribadi. Manusia
sendiri merupakan makhluk hidup yang aktivitasnya sangat tinggi. Rutinitas yang sangat
tinggi ini harus didukung oleh kondisi mental dan fisik tubuh yang seimbang. Keseimbangan
antara keadaan fisik dan mental dapat dicapai melalui usaha manusia melalui kegiatan
olahraga dan rekreasi, yang tujuannya adalah untuk menghilangkan ketegangan mental
(penyegaran dan relaksasi). Olahraga pada hakekatnya adalah proses pendidikan yang
menyebabkan perubahan besar pada kualitas fisik, mental, dan emosional seseorang melalui
aktivitas fisik. Olahraga memperlakukan seseorang secara keseluruhan, sebagai makhluk
utuh, bukan hanya melihat mereka sebagai individu yang terpisah berdasarkan atribut fisik
dan mental mereka. Padahal, olahraga merupakan bidang studi yang sangat luas.
Kekhawatirannya adalah peningkatan mobilitas orang. Secara umum olahraga pada dasarnya
adalah salah satu kegiatan jasmani dan rohani seseorang yang berguna untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, yang melibatkan gerakan tubuh yang berulang-ulang dari
seseorang. Pengertian kesehatan itu sendiri adalah keadaan normal yang dialami makhluk
hidup baik secara fisik maupun mental. Jane Ruseski (2014:396) mengatakan bahwa olahraga
atau olah raga teratur dapat mengurangi risiko penyakit kronis, mengurangi stres dan depresi,
meningkatkan kesejahteraan mental, tingkat energi, kepercayaan diri dan kepuasan dengan
aktivitas sosial. 
Menurut Komite Olahraga Nasional Indonesia, olahraga adalah setiap kegiatan
jasmani yang dilandasi oleh semangat juang diri sendiri, orang lain, atau unsur alam, yang
harus dilakukan dengan gagah berani untuk menjadi instrumen pribadi yang kuat. Pendidikan
untuk kualitas hidup yang lebih baik. Jessica Dolland berkata, "Olahraga adalah pereda stres
yang hebat. Olahraga dapat mengalihkan pikiran dari bagaimana tubuh meredakan
ketegangan otot." Dengan kata lain olah raga merupakan pereda stress yang sangat baik,
karena olah raga dapat menghilangkan pikiran dari rasa cemas dengan cara melepaskan
ketegangan otot pada tubuh.Secara lebih spesifik olah raga adalah tentang hubungan gerak
manusia yang berhubungan dengan perkembangan tubuh fisik dengan pikiran dan jiwa. Hal
ini sejalan dengan Giriwijoyo (2005:30) mengatakan bahwa senam adalah rangkaian latihan
teratur dan terencana yang menyadarkan seseorang untuk meningkatkan prestasinya. Fokus
pada dampak perkembangan fisik terhadap perkembangan pertumbuhan manusia dan aspek
lainnya menjadikannya unik. Pengertian olahraga secara luas dan sempit menurut Jonasson
(2013:11) menyatakan: “Olahraga mengacu pada semua bentuk aktivitas fisik yang
tujuannya, melalui partisipasi biasa atau terorganisir, untuk mengekspresikan atau
meningkatkan kondisi fisik dan mental, mengembangkan hubungan sosial atau mencapai
hasil pada semua tingkatan yang ingin dicapai”. Pengertian olahraga sebagai prestasi adalah
bentuk partisipasi yang terorganisasi dalam aktivitas fisik yang bertujuan untuk
mengekspresikan atau meningkatkan kebugaran fisik dan kesejahteraan mental,
mengembangkan hubungan sosial atau mencapai hasil kompetitif di tingkat mana pun. 
Secara definisi, olahraga didefinisikan dengan berbagai istilah dan idiom. Namun
esensinya sama, yang singkatnya memiliki makna yang jelas bahwa olahraga menggunakan
sarana fisik untuk mengembangkan manusia seutuhnya. Toho Cholik Mutohir (2007:23)
menjelaskan bahwa hakikat olahraga mencerminkan kehidupan masyarakat suatu bangsa.
Olahraga mencerminkan cita-cita dan nilai-nilai luhur masyarakat yang tercermin dari
keinginan untuk mewujudkan diri melalui prestasi atletik. Kita sering mendengar ungkapan
bahwa kemajuan suatu bangsa dapat tercermin dari prestasi olahraganya. Olahraga Indonesia
diharapkan dapat dijadikan sebagai penggerak gerakan sosial untuk mencetak manusia-
manusia unggul secara fisik, mental, intelektual dan sosial yang mampu membentuk manusia
seutuhnya. Yang dimaksud dalam konteks ini adalah aspek fisik, mental dan spiritual juga
dikembangkan dengan penekanan yang cukup mendalam. Karena efek pendidikan olahraga
tidak terbatas pada manfaat perkembangan fisik atau tubuh, definisinya tidak hanya terkait
dengan konsep gerak tradisional. Douglas Hartman, Christina Kwauk. (2011:285)
mengatakan bahwa olahraga pada hakekatnya adalah partisipasi. Olahraga menyatukan
individu dan komunitas, menekankan kesamaan dan menjembatani perbedaan budaya atau
etnis. Olahraga menyediakan platform untuk mempelajari keterampilan seperti disiplin,
percaya diri, dan kepemimpinan, serta mengajarkan prinsip-prinsip dasar seperti toleransi,
kerja sama, dan rasa hormat. 
Konsep pemahaman olahraga harus kita lihat dalam bidang yang lebih luas dan
abstrak, sebagai proses yang membentuk kualitas jiwa dan raga. Mengutip Robert Gensemer,
olahraga disebut sebagai proses menciptakan "tubuh yang baik untuk pikiran atau jiwa".
Artinya di dalam tubuh yang baik terdapat “semoga” jiwa yang sehat, sesuai dengan pepatah
Romawi kuno Men sana in corporesano. Boyke Mulyana (2012:18) lebih dekat dengan
istilah pendidikan jasmani. Namun, melihat lebih dekat mengungkapkan bahwa olahraga
secara tradisional dikaitkan dengan kegiatan kompetitif. Ketika kita berbicara tentang
olahraga sebagai kegiatan kompetitif yang terorganisir, yang dimaksud adalah bahwa
olahraga itu disempurnakan dan diformalkan sampai batas tertentu, sehingga memiliki bentuk
dan proses yang pasti. Definisi Olahraga Jay J. Coakley (1978:12) Disebutkan bahwa
“melembagakan kegiatan kompetitif yang melibatkan partisipasi aktif, yang partisipasinya
dimotivasi oleh kepuasan internal terkait dengan aktivitas itu sendiri dan imbalan eksternal
yang diperoleh melalui partisipasi”. Kegiatan kompetitif yang dilembagakan dengan
partisipasi tinggi dimotivasi oleh kepuasan intrinsik yang terkait dengan aktivitas itu sendiri
dan imbalan ekstrinsik yang diperoleh dari partisipasi. Batasan yang dikeluarkan oleh
Coakley lebih menekankan kegiatan olahraga kompetitif yang diselenggarakan berdasarkan
timbal balik dari kegiatan olahraga yang dipraktikkan, seperti Misalnya, baik aturan tertulis
maupun tidak tertulis akan digunakan dalam kegiatan ini, dan aturan atau prosedur tersebut
tidak boleh diubah selama kegiatan berlangsung tanpa persetujuan semua pihak. 
UU No. 3 Tahun 2005, olahraga adalah kegiatan sistematis yang mengusahakan,
memajukan, dan mengembangkan potensi fisik, mental, dan sosial. Oleh karena itu, olahraga
dapat didefinisikan sebagai kompetisi fisik autotelik (dimainkan untuk kepentingannya
sendiri). Berdasarkan definisi ini, diagram pohon terbalik sederhana dapat dibangun. Terlepas
dari kejelasan definisi, pertanyaan sulit muncul. Apakah mendaki gunung termasuk olahraga?
Inilah yang terjadi ketika aksi dipahami sebagai persaingan antara pendaki dan gunung, atau
persaingan antara pendaki untuk menjadi yang pertama mencapai puncak. Apakah Pembalap
Indianapolis 500 Benar-Benar Atlet? Artinya, jika kita berpikir bahwa kita membutuhkan
setidaknya kecakapan fisik untuk memenangkan persaingan. Tujuan dari definisi yang jelas
adalah untuk memberikan jawaban yang kurang lebih memuaskan atas pertanyaan semacam
itu. Sulit untuk memahami olahraga tanpa diawali dengan gambaran kasar tentang apa itu
olahraga. 
Olahraga adalah kegiatan kompetitif yang pertama dan terutama. Kita tidak bisa
memaknai olahraga tanpa memikirkan persaingan, sehingga olahraga tanpa persaingan hanya
menjadi permainan atau hiburan. Jadi game langsung jadi sport, tapi di sisi lain sport tidak
pernah sekedar games karena aspek kompetitif pada dasarnya sangat penting. Bermain,
olahraga, dan pendidikan jasmani mencakup bentuk-bentuk aktivitas fisik dan ketiganya
dapat digabungkan secara bermanfaat dengan pengajaran bila digunakan untuk tujuan
pendidikan. Bermain game bisa membuat rileks dan menghibur tanpa tujuan pendidikan,
seperti halnya olahraga tanpa tujuan pendidikan. Misalnya, olahraga profesional (sering
disebut sebagai atletik di Amerika) tidak diberikan fungsi pendidikan, tetapi tetap disebut
sebagai olahraga. Olahraga dan permainan bisa ada, baik untuk bersenang-senang atau untuk
tujuan pendidikan, atau kombinasi keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak boleh saling
eksklusif, mereka bisa dan harus berjalan bersama. 
NILAI-NILAI OLAHRAGA
Pengertian nilai menurut Alo Liliweri adalah sebagai berikut (2014:55): “Nilai adalah
gagasan tentang apa yang baik, benar, dan adil. Nilai adalah konsep budaya yang menilai
sesuatu sebagai baik atau buruk, benar atau salah, indah atau jelek, bersih atau kotor,
berharga atau tidak berharga, cocok atau tidak, dan baik atau kejam. Nilai adalah salah satu
komponen fundamental pembentuk orientasi budaya. Norma dan nilai sosial yang ada dalam
masyarakat ("konsensus nilai") berfungsi sebagai mediator utama antara kompleks struktur
sosial. “Nilai yang berkaitan dengan akhlak ada dua macam, nilai terbagi menjadi dua bagian,
yaitu nilai moral dan nonmoral,” tegas Husdarta (2011: 175). Nilai mana yang bermoral dan
mana yang tidak bermoral dapat dibedakan. Moralitas berkaitan dengan bagaimana orang
atau makhluk hidup lainnya bertindak dan berperilaku ketika tindakan dan perilaku tersebut
dimotivasi oleh atau dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain. Uang, kekuasaan, posisi,
ketenaran, dan kesuksesan olahraga semuanya digunakan sebagai contoh nilai moral.
Sedangkan segala sesuatu dengan motivasi, niat, atau sifat kepribadian yang berdampak pada
orang lain dianggap tidak bermoral.
Menurut Alo Liliweri (2014: 56), “nilai-nilai seperti penghormatan terhadap harkat
dan martabat manusia, hak-hak dasar, milik pribadi, cinta tanah air, kesetiaan kepada istri
atau suami, religiusitas (keberagamaan), pengorbanan, memberi bantuan, kerjasama,
individualitas, kesetaraan sosial, privasi, demokrasi, dan lain-lain yang memandu perilaku
manusia dalam berbagai cara.Menurut pembenaran ini, nilai termasuk aspek pertimbangan
yang mencerminkan keyakinan seseorang tentang apa yang benar secara moral,
mengagumkan, atau diinginkan.Ada elemen moral untuk kegiatan olahraga, seperti rasa
hormat, tanggung jawab, kepedulian, kejujuran, keadilan, dan kesopanan. Setiadi dan Hakam
(2007:125) menjelaskan bahwa “pengertian tentang nilai yang telah dikemukakan oleh para
ahli pada dasarnya merupakan upaya untuk memberikan pemahaman tentang nilai secara
holistik, tetapi setiap orang tertarik pada bagian-bagian yang (relatif tidak tersentuh) oleh
pemikir lain, sehingga mereka menganggap ada ruang kosong untuk dimasuki, atau ada
bagian yang belum dijelaskan oleh definisi orang lain.Cara berpikir seperti ini bukanlah hal
yang aneh dalam filsafat karena filsafat mencari hakikat dengan mencari masalah yang belum
terpecahkan, sehingga akan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang belum terjawab tanpa
batas.
Kita dapat melihat bahwa pengetahuan yang menjadi aturan tertentu adalah apa itu nilai.
Setiap kebiasaan atau kegiatan yang dipraktekkan tentunya memiliki nilai yang dapat
dihubungkan dengan maknanya dan dijadikan tolak ukur ilmiah. Elemen atau makna dari
aktivitas yang dilakukan kemudian dipahami sebagai nilai ini. Menurut Dini Rosdiani (2012:
90), “estetika berkaitan dengan seni lukis, tari, musik sastra, pendidikan jasmani, dan
kesehatan”. Ia juga menegaskan bahwa “nilai-nilai sportif termasuk dalam makna
fundamental estetika”. Salah satu ahli yang telah melakukan pembagian tentang nilai non
formal menurut Husdarta (2011:176) menurutnya nilai non formal terdiri atas.
1. Nilai utilitas, yaitu sesuatu dinilai baik karena kemanfaatanya bagi maksud tertentu;
raket bulu tangkis bernilai karena dengan alat itu dapat bermain bulutangkis.
2. Nilai ekstrinsik, yaitu sesuatu dinilai baik karena merupakan alat untuk menjadi baik,
misal anda dapat menilai tinggi sesuatu nilai ekstrinsik karena bermanfaat bagi anda.
Kemenangan, merupakan nilai ektrinsik karena bermanfaat bagi anda. Kemenangan
merupakan, merupakan nilai ekstrinsik, sebab meraih sukses dalam hidup adalah
sangat penting. Melalui kemenangan misalnya, anda dapat meraih berbagai barang,
harga diri, kemasyhuran, dan lain-lain.
3. Nilai inheren, yaitu sesuatu dinilai baik karena pengalaman yang diperoleh tatkala
diresapi, direnungi di dalamnya terkandung nilai berharga. Memikirkan tercapainya
kemenangan misalnya, anda dapat meraih berbagai barang, harga diri, kemasyuran
dan lain-lain.
4. Nilai instrinsik, yaitu sesuatu dinilai baik di dalamnya atau baik karena berani,
berdedikasi, dan pengorbanan pribadi merupakan nilai intrinsik. Dikatakan baik,
karena di dalamnya terkandung hal baik.
5. Nilai kontribusi, yaitu sesuatu yang dinilai baik karena kontribusinya yang baik bagi
hidup atau bagian dari hidup. Uang dinilaiberharga karena kontribusinya bagi hidup.
6. Nilai final, yaitu segala sesuatu atau kombinasi sesuatu dinilai baik secara
keseluruhan. Nilai moral data termasuk ke dalam kategori tersebut. Sesuatu dapat
dikatakan baik berdasarkan beberapa pemahaman, baik intrinsik maupun ekstrinsik.
Seperti yang dikemukakan oleh Husdarta (2011: 177), nilai moral “adalah kepatutan
relatif yang dikenakan pada berbagai perilaku baik. Nilai adalah konsep pribadi, tidak
berwujud yang tidak dapat diukur secara objektif. Sifat dari disposisi yang dinilai atau tidak
adalah nilai moral Menurut Mudji Sutrisno (2005:67), “nilai adalah sesuatu yang dianggap
berharga oleh seseorang atau sekelompok orang dan digunakan sebagai acuan tindakan dan
penafsir arah kehidupan.
Olahraga merupakan media yang positif dalam mengembangkan nilai-nilai kehidupan
dan kehidupan, salah satunya adalah mengembangkan nilai-nilai sosial. Dalam praktiknya,
olahraga disyaratkan pada kegiatan yang mencerminkan kehidupan nyata, termasuk
kehidupan dalam kaitannya dengan nilai-nilai sosial. Dalam peranan olahraga dalam
menjalankan peran kehidupan masyarakat, Husdarta (2011:88) berpendapat bahwa “nilai-
nilai dalam olahraga sangat erat kaitannya dengan tradisi budaya masyarakat yang diwariskan
dari satu generasi ke generasi lainnya”. Oleh karena itu, olahraga merupakan cerminan dari
nilai-nilai sosial suatu masyarakat. Misalnya, olahraga digunakan untuk semua jenis aktivitas
fisik, yang dapat dilakukan di darat, air, atau udara. Olahraga memainkan peran penting
dalam kehidupan budaya seluruh masyarakat. Dalam sistem tatanan sosial tradisional,
aktivitas fisik masih biasa dilakukan dalam aktivitasnya, karena dalam tatanan sosial
tradisional yang belum tersentuh ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat masih mandiri
dalam mengerjakan pekerjaan rumah. Dari aktivitas atau aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat, merupakan aktivitas fisik yang dapat diidentifikasikan sebagai nilai olah raga
dalam tradisi ini. Identifikasi ini sesuai dengan olahraga yang sesuai dengan pola kegiatan
yang dilakukan oleh individu atau masyarakat. Salah satu contoh yang dapat kita ambil dari
kegiatan mencari ikan di sungai adalah sekelompok masyarakat tradisional yang masih
berenang atau menggunakan sampan dan jaring sebagai media untuk menangkap ikan. Dalam
hal ini dapat kita lihat bahwa ada beberapa unsur olahraga yang dapat kita padukan sesuai
dengan cabang olahraganya, seperti renang, dayung, dan menyelam.
Seperti yang dinyatakan oleh Magdalinski (2009:17), "pembentukan olahraga sebagai
aktivitas dengan signifikansi budaya di luar lapangan permainan terjadi pada pertengahan
hingga akhir abad ke-19, ketika permainan pedesaan yang tidak diatur secara bertahap
diformalkan dan dimasukkan ke dalam sistem sekolah umum Inggris.Ada banyak hasil positif
dari partisipasi dalam olahraga.Awalnya, ide di balik menawarkan permainan kepada anak
laki-laki yang terdaftar di lembaga ini adalah untuk mengendalikan perilaku buruk dan
menumbuhkan sifat seperti kepemimpinan dan kerja tim di generasi politik dan sipil
berikutnya elit. Status permainan sebagai alat pedagogis yang berguna kemudian ditingkatkan
ketika dijadikan komponen formal sistem pendidikan. Khususnya, bidang permainan
berfungsi sebagai tempat untuk lebih dari sekadar pelatihan fisik. Partisipasi sistematis dalam
aktivitas fisik yang terorganisasi memberikan keduanya pendidikan jasmani dan moral yang
dapat menciptakan "orang Kristen berotot", yang kuat secara tubuh, pikiran, dan jiwa, accordi
ng untuk pendidik fisik pada saat itu. Untuk mempersiapkan peserta untuk peran
kepemimpinan yang tidak diragukan lagi akan mereka pegang, olahraga dipandang sebagai
kegiatan yang bermakna. Pembangunan olahraga sebagai kegiatan dengan signifikansi
budaya luar lapangan terjadi pada pertengahan hingga akhir abad kesembilan belas, sebagai
permainan yang tidak diatur secara bertahap diformalkan dan dimasukkan dalam sistem
sekolah umum Inggris. Tujuan pemberian permainan kepada anak-anak yang tergabung
dalam organisasi pada awalnya adalah untuk mengontrol perilaku yang mengganggu dan
untuk mengenali standar yang tinggi, seperti kerja sama tim dan komitmen terhadap tujuan
politik dan sosial di masa lalu. Ketinggian selanjutnya dari permainan ke inti sistem
pendidikan menantang statusnya sebagai alat pendidikan yang mahal. Bukan hanya tubuh
yang diturunkan di area permainan. Menurut para pendidik jasmani saat ini, partisipasi
sistematis dalam kegiatan pendidikan jasmani menawarkan potensi untuk mengembangkan
"otot" yang kuat dalam tubuh, pikiran, dan jiwa. Oleh karena itu, olahraga dipahami sebagai
kampanye yang mendorong peserta untuk terlibat dalam pendidikan sosial dan komunitas
sambil menunggu keuntungan yang mereka harapkan dari pemberi kerja. Magdalinski (2019)
mengidentifikasi olahraga sebagai bentuk media kewirausahaan masyarakat yang lebih
efektif.
Menurut France (2009:6), dalam dunia olahraga tradisional, "ledakan olahraga bukan
sekadar iseng-iseng; ini adalah kembali ke aktivitas 'alami' seperti yang dirancang oleh tubuh
kita dan yang memfasilitasi aktivitas yang tepat. fungsi biokimia dan fisiologi kita. Gaya
hidup menetap, yang dimungkinkan untuk populasi besar orang hanya dalam satu abad
terakhir, dianggap sebagai penyimpangan abnormal sementara jika dilihat melalui lensa
waktu evolusi. Prancis berpendapat bahwa berpartisipasi dalam olahraga bukan sekadar
iseng-iseng atau cara untuk menghabiskan waktu; itu adalah dasar dari siapa kita sebagai
manusia. jenis aktivitas fisik yang didukung dan dimungkinkan oleh biokimia dan fisiologi
yang berfungsi dengan baik. Dari sudut pandang waktu evolusi, keberadaan permanen
bersifat sementara, jadi itu adalah penyimpangan alami.Mungkin bagi banyak orang, ini baru
dilakukan pada abad terakhir.
Pada olahraga yang menggunakan kerjasama tim terdapat beberapa nilai yang dapat
diambil seperti yang dijelaskan oleh Hicks (2014:8) menyatakan bahwa “Team members
share responsibility. Each member has to do his or her best to contribute. Every single
member of the team impacts the game. If each player tries to do their best all the time, then
your team will have a better chance of succeeding”. Maksud Hicks adalah anggota tim
berbagi tanggung jawab. Setiap anggota hubungannya harus memberikan kontribusi yang
terbaik pada setiap individu anggota agar berdampak positif terhadap hasil dari permainan
tim. Jika setiap pemain mencoba untuk melakukan yang terbaik sepanjang waktu mereka,
maka tim Anda akan memiliki kesempatan lebih baik untuk berhasil. Adapun beberapa nilai
yang dapat diambil dari permainan tim menurut Hicks (2014:23) adalah sebagai berikut:
1. Attitude (sikap) perasaan tentang sesuatu yang mempengaruhi perilaku atau suasana
hati.
2. Communicate (komunikasi) untuk berbagi informasi, ide, atau perasaan dengan orang
lain.
3. Principles (prinsip) kebenaran, hukum, atau keyakinan dasar.
4. Privilage (hak istimewa) hak khusus yang diberikan kepada seseorang atau kelompok
orang.
5. Respect (hormat) perasaan kekaguman atau menjunjung tinggi seseorang atau sesuatu.
6. Responsibility (tanggung jawab) pekerjaan atau tugas.
7. Teamwork (kerjasama tim) bekerja sama dengan kelompok atau tim.
8. Vision (visi) ide atau rencana

Olahraga merupakan alat yang berguna untuk mendidik generasi muda, khususnya
dalam nilai-nilai, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (2003), sebagaimana dikutip oleh Ali
Maksum (2009:27). Nilai-nilai kekompakan, komunikasi, saling menghargai, berhubungan
dengan lingkungan sosial, kepemimpinan, saling menghormati, toleransi terhadap orang lain,
dan percaya diri hanyalah beberapa yang dapat dipelajari melalui kegiatan olahraga.
Kesimpulannya, olahraga menjunjung tinggi cita-cita luhur yang sejatinya merupakan ciri
dari hiburan yang kita lakukan sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan setiap orang untuk
memulai kehidupan yang baik berdasarkan nilai-nilai adalah hal yang paling penting.

RUANG LINGKUP OLAHRAGA

Merujuk pada Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional Nomor 3 Tahun 2005,


Bab II pasal 4 disebutkan bahwa olahraga nasional dimaksudkan untuk memelihara dan
meningkatkan kualitas manusia, kebugaran jasmani, prestasi, nilai moral, sportifitas, dan
disiplin serta membina dan memperkokoh cita-cita bangsa. persatuan dan kesatuan,
meningkatkan ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan
negara. Bab VI pasal 17 lebih lanjut menyatakan bahwa ruang lingkup olahraga harus
diperluas. Pembinaan dan pengembangan olahraga secara terencana, sistematis, berjenjang,
dan berkelanjutan memenuhi tiga pilar olahraga. Proses ini diawali dengan akulturasi dengan
mengenalkan gerak pada usia muda, massing dengan menjadikan olah raga sebagai gaya
hidup, pembibitan dengan mengidentifikasi bakat, dan pembibitan dengan memberdayakan
sport center. membina olahraga yang terkenal secara nasional untuk memungkinkan atlet elit
mencapai tingkat kesuksesan tertinggi mereka juga akan meningkatkan prestasi. Pembahasan
tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan ruang lingkup tiga pilar olahraga sebagai
berikut:

OLAHRAGA PRESTASI

Olahraga prestasi adalah pembinaan dan pengembangan atlet secara terencana,


berjenjang, dan berkesinambungan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi di tingkat
daerah, nasional, dan internasional guna meningkatkan harkat dan martabat negara dengan
bantuan olahraga. ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Pencapaian olahraga
prestasi merupakan prestasi yang terbaik. Penampilan terbaik dalam sebuah kejuaraan, baik
di tingkat daerah, nasional, maupun internasional, adalah memenangkannya. Jawaban
sederhana untuk pertanyaan bagaimana menghasilkan seorang juara adalah dengan
melakukan pelatihan secara terarah, terukur, dan terpantau. Menurut tulisan-tulisan Bompa
(1999), yang terdapat dalam buku Periodisasi: teori dan metodologi pelatihan, edisi ke-4,
pelatihan adalah olahraga yang dipraktikkan dalam jangka waktu yang lama secara sistematis
sementara juga ditingkatkan secara individual. Aron J. Tujuan dari proses latihan, menurut
Coutts dan Stuart Cormack (2014) dalam bukunya High-performance Training for Sports,
adalah untuk memastikan atlet berada dalam kondisi fisik yang prima sehingga mereka dapat
bertanding dengan sukses. Jawaban untuk pertanyaan berikut, "Bagaimana proses pelatihan
menghasilkan juara?" dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain (1) atlet (2) pelatih (3)
sarana prasarana (4) pertandingan (5) periode latihan.

Atlet berbakat dengan keinginan kuat untuk berlatih dan memenangkan kejuaraan
adalah mereka yang diprediksi akan berhasil. Ini panggilan untuk penggunaan pencarian
bakat dan proses identifikasi. Tahapan ini disebut sebagai literasi fisik oleh Istvan Balyi,
Richard Way, dan Colin Higgs (2013) dalam bukunya Long Term Athlete Development. Ini
termasuk mulai aktif (bergerak), mempelajari gerakan fundamental, dan berlatih. Tahap
berikut melibatkan berlatih untuk latihan, bersaing, dan menang. Tahap superior atau kinerja
tinggi adalah nama yang diberikan untuk fase ini. Dibutuhkan 8 hingga 12 tahun untuk
menyelesaikan setiap tahap. Dalam jangka waktu ini, banyak juara dunia tampil di
puncaknya. Jika dilatih oleh pelatih bereputasi, atlet berbakat dengan keinginan sukses akan
menjadi juara sejak lahir. Pembina yang andal adalah yang diberkahi dengan pandangan
positif dan berpengetahuan luas dalam berbagai bidang yang mendukung tanggung jawab
kepelatihannya. Kepribadian pelatih memengaruhi pendekatan kepelatihannya dan cara dia
berinteraksi dengan atlet. Kemampuan untuk menggunakan ilmu dan teknologi keolahragaan
dalam proses pelatihan kini menjadi tuntutan para pelatih. Sejauh mana hasil yang dicapai
akan bergantung pada peran ilmu pengetahuan dan teknologi olahraga dalam proses
pelatihan. Ribuan studi, yang temuannya dimasukkan ke dalam proses pelatihan, telah
membantu China menunjukkan pencapaiannya di Olimpiade Beijing. Ikuti pedoman
internasional yang relevan dengan olahraga tersebut jika ingin menang di level tertinggi. Ikuti
standar nasional (atau bahkan internasional, karena mungkin ada juara internasional yang
berlaga di PON) standar yang diperlukan untuk mencapai status juara nasional di cabang
olahraga tersebut.

Atlet berbakat dan pelatih ternama tidak akan mencapai hasil terbaiknya tanpa
infrastruktur dan fasilitas yang memadai untuk mendukung proses pelatihan. Persyaratan
sarana dan prasarana latihan harus sesuai dengan tingkat kejuaraan yang merupakan tujuan
latihan untuk mempersiapkan atlet. Jika ingin bersaing di level tertinggi, sarana dan prasarana
latihan mereka harus memenuhi standar nasional. Untuk menjadi juara dunia, infrastruktur
dan sarana latihan juga harus mengikuti standar internasional. Sarana dan prasarana tersebut
harus berdesain standar, aman, dan nyaman baik selama proses latihan maupun selama
pertandingan atau pertandingan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat
mempengaruhi pembangunan sarana dan prasarana olahraga, bahkan mungkin berdampak
pada aturan dan regulasi olahraga. Kualitas persaingan merupakan faktor yang juga sangat
menentukan dalam upaya mempengaruhi lahirnya seorang juara. Atlet dapat menunjukkan
tingkat kinerja mereka melalui kompetisi. Atlet akan menyesuaikan diri dengan situasi
kejuaraan (balapan/pertandingan) jika kompetisinya memadai. Kapasitas atlet untuk
beradaptasi dengan pengaturan kejuaraan ini akan menentukan seberapa baik dia tampil dan
berprestasi di puncak persaingan di semua lini secara fisik, teknis, taktis, dan mental.
Pembenaran umum atas hasil yang dicapai, baik menang atau lebih-lebih jika mengalami
kekalahan, adalah pentingnya peran kesesuaian pertandingan bagi atlet sebagai bekal
menghadapi persaingan puncak. Kekalahan itu disalahkan karena tidak adanya oposisi.

Dengan melaksanakan latihan khusus sesuai dengan tuntutan olahraga, latihan terarah
bertujuan untuk menciptakan seorang juara. Pelatih harus mampu mengidentifikasi kebutuhan
yang berbeda agar siap menjadi juara. Analisis tuntutan mental dan fisik pertandingan,
persyaratan keterampilan teknis, dan ketajaman strategis dan taktis. Pelatih handal memiliki
keterampilan yang diperlukan untuk mengamati, mengumpulkan, mempresentasikan, dan
memaparkan program dan kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka menetapkan atau
memenuhi tujuan yang telah ditentukan (juara). Tersedia tiga panjang pelatihan: panjang,
sedang, dan pendek. Program operasional tahunan untuk program jangka pendek juga
mencakup tiga kerangka waktu berikut: periode persiapan umum dan khusus, periode
kompetisi (pra-kompetisi dan kompetisi utama), dan periode transisi. Mempersiapkan atlet
(secara fisik, teknik, taktik, dan mental) untuk fase kompetisi merupakan tujuan utama dari
fase latihan. Para atlet khususnya diharapkan untuk berlatih selama periode kompetisi agar
siap menghadapi kompetisi utama (puncak). Berbagai kegiatan percontohan termasuk dalam
kerangka waktu ini. Mempersiapkan atlet untuk melanjutkan latihan setelah istirahat dari
kompetisi besar adalah tujuan utama dari masa transisi.

Pelatihan terarah dilaksanakan dengan bantuan pelatihan terukur, yaitu pelatihan yang
dilakukan sesuai dengan tujuan atau target yang telah ditetapkan. Pelatihan terukur ini
dimaksudkan untuk memastikan bahwa program pelatihan dilaksanakan secara efektif dan
efisien sesuai dengan standar yang ingin dicapai dari aspek fisik, teknis, taktis, dan mental.
Tujuan dan sasaran yang diprediksi dan telah dipilih akan tercermin dalam keterukuran.
Manipulasi frekuensi, volume, intensitas, durasi, dan kepadatan latihan merupakan komponen
latihan yang perlu diperhitungkan dengan cermat. Tingkat keberhasilan adaptasi pelatihan
akan ditentukan oleh masing-masing faktor tersebut. Menurut The Physiology of Training
(2003), proses latihan, kelelahan, pemulihan, dan adaptasi akan mengarah pada siklus
superkompensasi (kinerja tertinggi/pencapaian terbaik). Proses adaptasi menjadi krusial
karena pada saat inilah performa seorang atlet meningkat.

Manajemen operasional program ini dipantau pelatihan. Dalam program pelatihan,


fase spesifik (siklus makro) dan periodisasi (persiapan, kompetisi, transisi) akan menyoroti
tujuan yang harus dipenuhi. Akibatnya, tahapan gawang akan terus dipantau. Agar target
kinerja tetap terkendali program pelatihan, maka tujuan yang dapat dicapai menunjukkan
bahwa program pelatihan dapat dilanjutkan, sedangkan tujuan yang tidak dapat dicapai harus
segera diperbaiki dan direvisi. Dibutuhkan proses jangka panjang, program latihan yang
metodis, dan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi olahraga kontemporer untuk
menghasilkan juara di berbagai bidang. cabang/nomor olahraga. Menurut performa
sebelumnya, butuh 8-12 tahun latihan untuk menjadi juara dunia. Meskipun pelatihan telah
berlangsung, jika hasilnya jauh dari harapan, "sesuatu" jelas salah. Agar pelatihan olahraga
menjadi efektif dan tidak membuang-buang waktu, sumber daya, atau upaya mental,
diperlukan penelitian yang cermat. Pemenang akan berada dalam posisi untuk menegakkan
kehormatan dan martabat orang, keluarga, masyarakat, negara, dan negara. Pemenang dapat
mengibarkan bendera daerahnya di tingkat nasional, dan dapat mengibarkan bendera merah
putih di tingkat internasional untuk mewakili negaranya dengan bangga.
1. Cabang-cabang Olahraga
Pengertian olahraga secara umum adalah aktivitas untuk melatih
tubuh seseorang, tidak hanya secara jasmani, tetapi juga secara rohani. Olahraga dapat
dilakukan secara individu atau bersama-sama sebagai tim. Ada banyak jenis-jenis
olahraga di dunia. Beberapa olahraga terpopuler di dunia seperti sepak bola, basket,
voli atau tennis tentu sudah dikenal luas. Ada juga macam-macam olahraga air seperti
renang, polo air dan surfing, serta olahraga atletik seperti lari, lompat jauh dan lempar
lembing. Sebuah cabang olahraga bisa diperlombakan secara individu atau kelompok.
Contoh olahraga secara individu adalah tinju, lari, anggar atau balap motor.
Sedangkan olahraga tim misalnya sepak bola, basket, hoki atau baseball. Ada juga
olahraga berupa permainan mini, kartu atau papan, misalnya seperti catur, bowling,
bridges dan billiard. Selain itu jenis-jenis olahraga juga dibedakan menjadi olahraga
terukur dan tidak terukur. Cabang olahraga terukur memiliki skor pasti, sedangkan
cabang olahraga tidak terukur menggunakan sistem skor dan penilaian dari dewan
juri, misalnya seperti loncat indah atau senam irama.

Cabang-cabang olahraga ini dipertandingkan di berbagai event olahraga dunia,


misalnya Olimpiade (tingkat dunia), Asian Games (tingkat Asia), SEA Games
(tingkat Asia Tenggara) serta PON atau Pekan Olahraga Nasional (tingkat nasional di
Indonesia). Tiap olahraga juga memiliki induk olahraga masing-masing, baik induk
organisasi olahraga nasional maupun secara internasional. Lembaga ini mengatur
regulasi dan kompetisi pada tiap-tiap nama cabang olahraga yang dibawahinya.

Berikut ini nama-nama cabang olahraga di dunia yang dikenal, dari berbagai
jenis olahraga yang ada :

CABANG-CABANG OLAHRAGA DI DUNIA

1. Aero sport 53. Lompat jangkit


2. Anggar 54. Lompat galah
3. Angkat besi 55. Lompat jauh
4. Arung jeram 56. Lompat tinggi
5. Atletik 57. Lontar martil
6. Balap mobil 58. Marathon
7. Balap motor 59. Memancing
8. Balap sepeda 60. Menembak
9. Balap sepeda BMX 61. Muay Thai
10. Balap sepeda 62. Panahan
gunung
11. Bandy 63. Panjat tebing
12. Baseball 64. Paralayang
13. Basket 65. Parasut
14. Basket 3 on 3 66. Parkour
15. Berkuda 67. Pencak silat
16. Berlayar 68. Pentathlon
17. Binaraga 69. Perahu naga
18. Billiard 70. Polo
19. Bobsleigh 71. Polo air
20. Bola tangan 72. Renang
21. Bowling 73. Renang indah
22. Bridge 74. Rugbi
23. Bulu tangkis 75. Sambo
24. Bungee jumping 76. Selam
25. Catur 77. Selancar
26. Curling 78. Seluncur es
27. Dansa 79. Senam
28. Dayung 80. Senam irama
29. Dodgeball 81. Senam lantai
30. E-Sports 82. Sepak bola
31. Futsal 83. Sepak bola pantai
32. Futbol Amerika 84. Sepak takraw
33. Golf 85. Sepatu roda
34. Gulat 86. Shorinji kempo
35. Hoki 87. Skateboard
36. Hoki lapangan 88. Ski
37. Jalan cepat 89. Slamball
38. Jet ski 90. Sofbol
39. Judo 91. Squash
40. Jujitsu 92. Sumo
41. Kabaddi 93. Taekwondo
42. Kano/kayak 94. Tarung derajat
43. Karambol 95. Terjun payung
44. Karate 96. Tenis
45. Kasti 97. Tenis meja
46. Kriket 98. Tinju
47. Kurash 99. Tolak peluru
48. Lari 100. Trampolin
49. Lari estafet 101. Triathlon
50. Lari gawang 102. Voli
51. Lempar cakram 103. Voli pantai
52. Lempar lembing 104. Wushu

Sumber. Infoakurat.com

OLAHRAGA PENDIDIKAN

Kata “pendidikan” berasal dari kata kerja “didik” yang artinya menjaga dan mendidik.
Ajaran, arahan, dan kepemimpinan tentang moral dan kecerdasan diperlukan saat mengasuh
dan memberikan pelatihan. Pengertian lebih lanjut tentang “pendidikan” yang terdapat dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang
atau kelompok dalam usaha membantu orang dewasa melalui pengajaran dan latihan.
Pendidikan (education) berasal dari kata mendidik (educate), yang berarti meningkatkan (to
elicit, to give rise to), dan to develop (berkembang, to develop) dalam bahasa Inggris. Dalam
pengertian ini, Damsar (2012:8) menyatakan bahwa “melalui pendidikan, manusia
mengalami perubahan sikap dan perilaku; dua, manusia dalam proses menjadi dewasa,
menjadi dewasa dalam sikap dan perilaku; ketiga, proses pematangan ini dilakukan. melalui
usaha pengajaran dan latihan Pendidikan juga diartikan sebagai proses, cara, dan perbuatan
mendidik, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


menyebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri ,
kepribadian, kecerdasan, serta keterampilan yang dibutuhkan oleh individu, masyarakat, dan
negara Berdasarkan undang-undang sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembenaran yang
diberikan oleh Sulo dan Tirtarahardja (2005: 37), yang menyatakan bahwa “tujuan
pendidikan mengandung gambaran tentang nilai-nilai yang baik, mulia, pantas, benar, dan
indah bagi kehidupan. Karena pendidikan mempunyai dua tujuan, yaitu memberi arah pada
semua kegiatan pendidikan dan dilaksanakan oleh semua kegiatan pendidikan. Tujuan
pendidikan adalah salah satu dari banyak elemen yang membentuk pendidikan, dan mereka
memegang tempat yang signifikan dalam hierarki ini. Dapat dikatakan bahwa setiap aspek
dari setiap kegiatan pendidikan dilaksanakan dengan tujuan tersebut sebagai fokus utamanya.

Menurut Aripin dalam Kholik (2014:80), “upaya pengembangan dan peningkatan


mutu dalam penyelenggaraannya tidak lepas dari pendidikan olahraga sebagai salah satu
ruang lingkup kegiatan olahraga. Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
Tentang Olahraga Sistem Keolahragaan Nasional yang menyatakan bahwa pembinaan
olahraga pendidikan dilakukan dan diarahkan sebagai satu kesatuan yang sistemik dan
berkesinambungan dengan sistem pendidikan nasional relevan dengan hal tersebut Pasal 25
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Organisasi Olahraga
menyatakan lebih lanjut bahwa pembinaan dan pengembangan pendidikan olahraga bertujuan
untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan kebugaran
jasmani serta mengembangkan minat dan bakat di bidang olahraga.

Gambar ilustrasi pembelajaran olahraga di sekolah


Sumber. PWMU.CO

Pendidikan adalah proses pengajaran yang dilakukan oleh orang tua atau guru untuk
membantu peserta didik belajar dan mengembangkan kemampuan, sikap, perilaku, moral,
pola pikir, dan keterampilan gerak. Dalam arti terbatas, pendidikan atau pendidikan berarti
suatu perbuatan atau proses perbuatan untuk memperoleh ilmu, sebagaimana dikemukakan
oleh Bisri Mustofa (2015: 6-7). Menurut Mustofa, pendidikan adalah suatu proses yang
dilakukan dalam upaya memperoleh pengalaman hidup, baik berupa pengalaman gerak
maupun pengetahuan baru yang diperoleh berdasarkan proses pendidikan. Pendidikan juga
merupakan proses yang dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. George R.
Knight (2008) mengklarifikasi sekali lagi dengan mengatakan bahwa “pendidikan adalah
proses rekayasa tingkah laku. Tujuan pendidikan adalah menumbuhkan tingkah laku yang
diinginkan oleh peserta didik. Oleh karena itu sekolah dan lembaga pendidikan lainnya
dipandang sebagai alat untuk menciptakan budaya, berikut ringkasan hasil survei tersebut.

Menurut definisi yang agak luas yang diberikan oleh Bisri Mustafa (2015:6),
“pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses dengan metode tertentu agar manusia
memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara berperilaku sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam arti luas, pendidikan mencakup semua fase perkembangan kemampuan dan perilaku
manusia serta pendayagunaan hampir semua pengalaman hidup.Kemudian dijelaskan
kembali sesuai dengan Nasution (2014:10) yang menyatakan bahwa “pendidikan berkaitan
dengan perkembangan dan perubahan perilaku manusia. siswa. Pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keterampilan, dan aspek perilaku lainnya diwariskan kepada generasi muda
melalui pendidikan. Mengajar dan mempelajari pola tingkah laku manusia yang sesuai
dengan norma sosial merupakan proses pendidikan. Perilaku manusia sebagian besar bersifat
sosial dan dipelajari melalui interaksi dengan orang lain. Kepribadian seseorang berkembang
melalui pendidikan. Budaya masyarakat itu sendiri dapat didefinisikan sebagai unsur-unsur
umum yang ada dalam perilaku semua anggota masyarakat.

Seluruh tubuh disebut sebagai tubuh atau tubuh. Tubuh manusia dan tubuh
berhubungan, atau tubuh adalah keseluruhan dari anatomi manusia. Oleh karena itu,
pendidikan jasmani adalah pengajaran yang disampaikan melalui penggunaan anggota tubuh.
Dini Rosdiani (2012:89) menegaskan bahwa “Pendidikan jasmani adalah program pendidikan
yang wajib bagi seluruh warga negara peserta didik untuk membina kepribadian peserta didik
warga negara agar menjadi manusia seutuhnya melalui penanaman nilai dan semangat
penerapan nilai untuk mencapai pikiran, perasaan, dan tindakan sempurna.” Berdasarkan
penjelasan Rosdiana dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani merupakan salah satu
jenis pendidikan karena menumbuhkan nilai dan semangat menerapkan nilai untuk
membentuk pola pikir, perasaan, dan keterampilan untuk memutuskan apa yang akan
dilakukan. Pengertian pendidikan jasmani Menurut Santoso Griwijoyo dan Didik Jafar Sidik
(2013: 78), “Pendidikan jasmani adalah kegiatan jasmani yang disusun menjadi wahana
kegiatan pendidikan. Karena belajar gerak merupakan kegiatan jasmani, memperkaya dan
meningkatkan motorik dasar keterampilan koordinasi untuk memberikan pengalaman kepada
siswa dan mempersiapkan mereka untuk belajar dan menguasai teknik gerak dalam berbagai
cabang olahraga.

Pengertian pendidikan jasmani Toho Cholic dan Rusli Lutan adalah sebagai berikut
(2001: 27): “Pendidikan jasmani adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar dan
sistematis melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani,
kesehatan, dan kebugaran jasmani, kemampuan dan keterampilan, kecerdasan, serta
pengembangan watak dan kepribadian yang serasi guna membentuk manusia yang utuh.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2005 Tentang Sistem
Keolahragaan Nasional pada Bab I pasal 1 No 10 Tahun 2005 Pendidikan olahraga adalah
pendidikan jasmani dan olahraga yang dipraktikkan sebagai bagian dari proses pendidikan
yang teratur dan berkesinambungan untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian,
keterampilan, kesehatan, dan kebugaran jasmani. Berdasarkan penjelasan di atas, pendidikan
jasmani diartikan sebagai mata pelajaran yang memberikan sumbangan bagi pertumbuhan
pengetahuan dan berfungsi sebagai wahana pembinaan perkembangan kepribadian,
pengembangan keterampilan motorik, dan sarana pemeliharaan kebugaran dan kesehatan
jasmani.Pendidikan Jasmani tion adalah salah satu alat yang dipraktikkan secara sistematis
dan berperan dalam pembentukan pribadi manusia dengan meningkatkan keterampilan gerak,
mengembangkan pengetahuan, dan menjaga kebugaran jasmani, kesehatan, dan kondisi fisik
individu melalui program-program yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui kurikulum
pendidikan.

Sedangkan pendapat tentang pendidikan jasmani menurut Green (2008:14)


menyatakan bahwa “a number of educational philosophers have argued that the starting
point fordebating the purposes of education and thus physical education should not be the
concept of education as such, precisely because there is no conceptual essence or ‘nature’ to
education and therefore no essential criteria by which to measure it. Rather, the starting
point should be the preparation of young people for adult life in their society. Then, what we
will want to achieve in educating will be determined by what we think desirable in adult
human beings. This is an account of education based on the notion of a worthwhile life rather
than identifying those activities that ostensibly inform and develop the mind, although the
latter may well be an aspect of the former”. Banyak filsuf pendidikan berpendapat bahwa
karena tidak ada esensi konseptual alami dari pendidikan dan oleh karena itu tidak ada
kriteria yang signifikan untuk mengukur kemampuan manusia itu sendiri, pembahasan
tentang tujuan pendidikan dan akibatnya pendidikan jasmani tidak perlu dimulai dengan
konsep pendidikan jasmani itu sendiri. Oleh karena itu, mempersiapkan kaum muda untuk
kehidupan dewasa dalam masyarakat mereka harus menjadi langkah pertama. Tujuan
pendidikan kemudian akan menghentikan orang dewasa mengendalikan bagaimana orang
hidup.

Begitu pula pendapat Johnson dan Connel (2010:5) yang menyatakan bahwa :
“Physical education significantly contributes to student well-being; therefore, it is an
instructional priority for California schools and an integral part of the educational
experience of our students. High-quality physical education instruction contributes to good
health, develops basic and advanced motor skills, increases student self-confidence, and
provides opportunities to increase the level of physical fitness associated with high academic
achievement. The Physical Education Model Content Standards for California Public
Schools, Kindergarten through Grade Twelve defines the standing of physical education;
rigor is critical to achievement, and participation is not the same as education. Kesejahteraan
siswa secara signifikan dipengaruhi oleh pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani adalah
komponen penting dari pengalaman pendidikan siswa dan oleh karena itu merupakan mata
pelajaran prioritas untuk sekolah umum California. Selain meningkatkan kesehatan dan
kepercayaan diri siswa, instruksi pendidikan jasmani membantu mereka mempelajari
keterampilan fisik dasar serta keterampilan teknologi yang lebih kompleks. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan tingkat kebugaran jasmaninya, yang
berkorelasi dengan prestasi akademik yang tinggi. Dari pembenaran di atas, dapat
disimpulkan bahwa pemerintah California menempatkan pendidikan jasmani dalam bidang
pendidikan sebagai prioritas tinggi untuk menjaga kesehatan, membina keterampilan motorik
siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri mereka. Pemerintah California menerapkan ini
sebagai sarana untuk meningkatkan karakter moral dan kebugaran fisik siswa.
Sejalan dengan Baesler (2015:7) yang menyatakan bahwa: “to be a responsible and
productive member of today’s society, a student needs to have a broad, connected, and useful
knowledge of physical education and wellness. A consistent and regularly offered high-
quality physical education program is essential for all students, providing a foundation for
intelligent and precise thinking. Physical education should also provide every student with
the opportunity to choose among a full range of future career paths and to contribute to
society as an informed and active citizen”. Siswa perlu memiliki pengetahuan yang
mendalam, relevan, dan praktis tentang pendidikan jasmani dan kesehatan agar menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan produktif saat ini. Semua siswa
membutuhkan akses ke program pendidikan jasmani berkualitas tinggi yang ditawarkan
secara konsisten dan teratur karena program ini meletakkan dasar untuk berpikir kritis. Setiap
siswa harus memiliki kesempatan untuk memilih dari berbagai jalur karir masa depan dan
memberikan kontribusi positif kepada masyarakat sebagai warga negara yang terinformasi
dan terlibat melalui pendidikan jasmani. Setiap peserta siswa dapat melihat dan memikirkan
karir masa depan mereka sebagai hasil dari ini.

Dalam pengaplikasiannya untuk merencanakan aktivitas fisik dapat dilakukan dengan


berbagai cara seperti yang ungkapkan O’Sullivan dan Macphail (2010:13) yang menyatakan:
“while physical activity is inclusive of planned activities such as sport and exercise along
with leisure activities and physical forms of transport, we are also concerned with physical
culture, as the social practices involved with maintaining, representing and regulating or
socially constructing the body, in and through various forms of institutionalized practices
such as sport, physical recreation and exercise. In providing a supplementary way in which
to locate physical activity within young people’s lives, the concept of physical culture is
pivotal to a social understanding of young people’s engagements with sport and physical
activities. The key point of focus is the consideration of ‘the embeddedness of the physical in
social and cultural practices”.Sementara aktivitas fisik yang dijelaskan di atas oleh
O'sullivian dan MacPhail mencakup kegiatan terencana seperti olahraga dan latihan bersama
dengan kegiatan rekreasi dan transportasi bentuk fisik, itu juga berkaitan dengan budaya fisik,
sebagai praktik sosial yang terlibat dalam pemeliharaan, representasi, dan pengorganisasian.
atau membangun tubuh. interaksi sosial, serta melalui berbagai praktik yang dilembagakan
seperti aktivitas fisik, olahraga, dan rekreasi. Gagasan budaya fisik sangat penting untuk
memahami keterlibatan sosial remaja dengan olahraga dan aktivitas fisik karena menawarkan
kesempatan tambahan untuk aktivitas fisik dalam kehidupan remaja. Fokus utamanya adalah
analisis mendalam tentang bagaimana fungsi fisik dalam praktik sosial dan budaya.

Pernyataan tersebut telah ditelaah lebih lanjut dalam penelitian yang dilakukan
Pemerintah Sandburg yang disampaikan menurut Taylor dan Lafayette (2010) menyatakan
“physical education programs have developed a Health Related Physical Fitness Test battery
in conjunction with the American Alliance of Health, Physical Education, Recreation and
Dance and the President’s Council of Physical Fitness and Sports. The testing program
places a major emphasis on health-related physical fitness including Cardiovascular
Endurance, Muscular Endurance, Muscular Strength, Flexibility and Body Composition”.
Dalam hal ini Laffayette menjelaskan bahwa program pendidikan jasmani dengan bertujuan
dalam pembentukan daya tahan kardiovaskular, daya tahan otot, kekuatan otot, kelentukan
dan komposisi tubuh yang ideal pada setiap peserta didik.

Berdasarkan standar Departemen Pendidikan Louisiana menurut Coloum (2007:2)


terdapat beberapa keterampilan yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi: Sebuah proses dimana informasi dipertukarkan dan konsep "Berarti"
dibuat dan dibagi antara individu melalui sistem umum simbol, tanda-tanda, atau
perilaku. Mahasiswa harus mampu berkomunikasi dengan jelas, lancar, strategis,
teknologi, kritis, dan kreatif dalam masyarakat dan dalam berbagai tempat kerja.
Proses ini terbaik dapat dicapai melalui penggunaan keterampilan berikut:
membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, melihat, dan mewakili visual.
2. Pemecahan Masalah: Identifikasi hambatan atau tantangan dan aplikasi proses
pengetahuan dan pemikiran yang meliputi penalaran, pengambilan keputusan, dan
Permintaan untuk mencapai solusi menggunakan beberapa jalur, bahkan ketika
tidak ada rutinitas jalur jelas.
3. Akses Sumber Daya dan Pemanfaatan: Proses mengidentifikasi, menemukan,
memilih, dan menggunakan alat sumber daya untuk membantu dalam
menganalisis, mensintesis, dan berkomunikasi untuk mendapatkan informasi.
Identifikasi dan pekerjaan dari alat yang tepat, teknik, dan teknologi sangat
penting dalam semua proses pembelajaran. alat sumber daya ini termasuk pena
atau pensil dan kertas; audio/materi video, pengolah kata, komputer, interaktif
perangkat, telekomunikasi, dan teknologi lainnya.
4. Menghubungkan dan Pembangkit Pengetahuan: Penggunaan efektif proses
kognitif untuk menghasilkan dan menghubungkan pengetahuan di seluruh disiplin
ilmu dan dalam berbagai konteks untuk terlibat dalam prinsip-prinsip perbaikan.
Siswa harus mampu mentransfer dan menguraikan proses ini. "Transfer" mengacu
pada kemampuan untuk menerapkan strategi atau pengetahuan konten secara
efektif dalam pengaturan atau konteks selain itu di yang awal belajar. "Elaborasi"
mengacu pada pemantauan, menyesuaikan, dan memperluas strategi dalam
konteks lain.
5. Kewarganegaraan: Penerapan pemahaman tentang cita-cita, hak, dan tanggung
jawab partisipasi aktif dalam republik demokratis yang mencakup bekerja hormat
dan produktif bersama-sama untuk kepentingan individu dan masyarakat;
akuntabel untuk sipil, konstitusional, dan hak-hak hukum seseorang; dan
mentoring orang lain untuk menjadi warga negara yang produktif dan pembelajar
seumur hidup.

Dari perspektif tradisional, pendidikan jasmani secara tradisional tidak melibatkan


banyak membaca dan menulis, menurut James dan Manson (2015: 1). Siswa biasanya akan
membaca kartu tugas, menulis jawaban singkat pada kuis, atau meninggalkan kelas pada
tingkat membaca dan menulis. Meskipun pendidik jasmani belum banyak menggunakan
keterampilan membaca dan menulis dalam pendidikan jasmani, mereka dapat memberikan
dampak yang signifikan baik pada perolehan keterampilan gerak maupun pertumbuhan
keterampilan literasi. Pendidikan jasmani memiliki banyak potensi untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara keseluruhan, hal ini dapat dilihat dari
beberapa faktor. Kesimpulannya menurut Achmad Paturusi (2012:15) menyatakan
“pendidikan jasmani dan olahraga pada hakekatnya adalah proses pendidikan yang
memanfaatkan kegiatan jasmani (jasmani) dan olahraga untuk menghasilkan perubahan
kualitas individu secara holistik, baik dari segi fisik, mental maupun emosional”. Menurut
pemaparan ini, pendidikan jasmani memiliki sejumlah keuntungan, termasuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang membantu mereka
mencapai potensi penuh dalam hal perkembangan fisik, mental, sosial, emosional, dan moral.
Sederhananya, ketiga ranah atau ranah pembelajaran kognitif, afektif, dan psikomotorik itu
menjadi tujuan pendidikan jasmani.

Penjabaran ketiga domain tersebut menurut Sugiyanto (1998) menyatakan bahwa:


1. Domain kognitif adalah salah satu klasifikasi tujuan pendidikan yang berkenaan
dengan aktivitas berfikir: yaitu meliputi ingatan, pengenalan pengetahuan, serta
perkembangan kemampuan dan kecakapan intelektual.
2. Domain afektif adalah klasifikasi ke 2 tujuan pendidikan yang dibuat oleh Bloom
dkk. Domain ini berkenaan dengan perilaku perasaan atau emosi. Perilaku afektif
juga bisa diklasifikasi ke dalam kategori-kategori dari yang sifatnya sederhana
sampai yang sifatnya kompleks. Krathwohl, Bloom, dan Masia (1964)
mengklasifikasikanya menjadi 5 kategori, yaitu: (1). Menerima atau
memperhatikan (2). Menanggapi (3). Menilai (4). Mengorganisasi (5).
Karakterisasi nilai-nilai
3. Domain Psikomotor berkenaan dengan gerakan atau kontrol tubuh. Aktivitas
psikomotor terutama berorientasi pada gerakan dan menekankan respon-respon
fisik yang nampak. Istilah “Domain Psikomotor” dikatakan juga “Domain Motor”.
Domain ini meliputi berbagai macam perilaku gerak. Dalam sistem klasifikasi
domain psikomotor yang dikembangkan oleh beberapa ahli menunjukkan
keragaman dalam cara pendekatan maupun konsepnya. Pendekatanya ada yang
bersifat taksonomi. Pendekatan yang bersifat taksonomik adalah sistem klasifikasi
yang mengategorikan karakteristik perilaku dari yang paling sederhana sampai
yang paling mompleks.

Terdapat beberapa pendapat tentang tujuan dari beberapa ilmuwan yang meneliti
tentang pendidikan jasmani yang dapat dipahami maksud dan maknanya, antara lain:
1. Randolph W. Webster (1965:74) menyatakan “as interpreted by pragmatism, is to
develop the whole individual mentally, morally, socially, and physically in terms
of human experience through the physical and not of the physical”. Pendidikan
jasmani untuk mengembangkan seluruh individu mental , moral , sosial , dan fisik.
Hal yang dipertimbangkan dalam konsep ini adalah pada fase pendidikan.
2. John E. Nexon dan Lance Flanagan (1967:52) menyatakan “organized physical
education should aim to make the maximum contribution to the optimum
development of the individuals potentialities in all phases of life, by placing him in
an environment as favorable as possible to the promotion of such muscular and
related responses or activities as will best contribute to this purpose”. Pendidikan
jasmani dilakukan bertujuan membuat kontribusi maksimal untuk pengembangan
optimal potensi-potensi individu dalam semua tahap kehidupan, dengan
menempatkan lingkungan yang menjelaskan kemampuan otot terkait atau kegiatan
yang memberikan kontribusi pada suatu kegiatan. Dalam hal ini pendidikan
jamani berperan sebagai medan pengembangan kebudayaan dimana pendidikan
jasmani turut membantu dalam meningkatkan kualitas pribadi manusia yang
berada dalam kelompok masyarakat
3. Soenardi Soemosasmito (1988:5) menyatakan ”secara tradisional, tujuan
pendidikan jasmani yang telah disepakati adalah sejalan dengan tujuan pendidikan
pada umumnya, yaitu pendidikan yang menggunakan medium jasmani”.
4. Charless Bucher (1972:13) mengutarakan bahwa “pendidikan jasmani adalah
bagian yang terpadu dari proses pendidikan yang menyeluruh; bidang dan sasaran
yang diusahakan adalah perkembangan jasmaniah, mental emosional, dan sosial
bagi warga negara yang sehat, melalui medium kegiatan jasmaniah”.
5. Dini Rosdiani (2012:63) menyatakan”tujuan pendidikan jasmani adalah
mengembangkan aspek jasmani dan rohani, dalam rangka mengembangkan
manusia sutuhnya”.
Menurut John E. Pendidikan Jasmani "bertujuan untuk membuat orang sehat," atau
sebaliknya "bertujuan untuk mempromosikan hidup sehat," menurut Nexon dan Lance
Flanagan (1967:53). Karena dengan senam gerak yang dilakukan maka kebutuhan tubuh akan
unsur gerak terpenuhi, dan pendidikan jasmani bertujuan untuk mendorong hidup sehat,
menjadikan manusia sehat. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan jasmani adalah sebagai berikut: 1) Mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan siswa yang berkaitan dengan aktivitas jasmani; 2) Mengembangkan ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor; 3) Mengembangkan mental individu; 4) Membuat orang
sosial; dan 5) Meningkatkan stamina dan kebugaran jasmani.

OLAHRAGA MASYARAKAT

Komunitas adalah kumpulan warga negara Indonesia yang bukan bagian dari
pemerintah dan yang tertarik dan berkecimpung di dunia olahraga. Olahraga adalah semua
kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, dan mengembangkan potensi jasmani,
rohani, dan sosial yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Olah raga masyarakat
adalah kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat untuk mengembangkan potensi
jasmani, rohani, dan sosial anggotanya. Olahraga atau rekreasi masyarakat adalah olahraga
yang dilakukan oleh masyarakat dengan minat dan keterampilan yang berkembang sesuai
dengan keadaan dan nilai budaya masyarakat setempat untuk kesehatan, kebugaran, dan
kesenangan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Bab IV Pasal 19 Ayat 12. ”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa olahraga masyarakat adalah kegiatan jasmani yang
dilakukan oleh masyarakat untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan sebagai penggerak
pembentukan mental, moral serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.

Menurut Gratton dan Taylor (2002:6), yang telah melakukan banyak penelitian
dengan topik, "Olahraga adalah bagian dari berbagai aktivitas yang kita sebut waktu luang",
olahraga dianggap sebagai olahraga rekreasi atau olahraga komunitas. Aktivitas serupa
mungkin menjadi waktu luang untuk satu orang tetapi tidak untuk orang lain, menurut
argumen tersebut. Nyatanya, definisi waktu luang, rekreasi, dan olahraga dapat dengan
mudah menjadi pokok bahasan seluruh buku. menjelaskan bahwa alasan orang melakukan
olahraga adalah karena mereka memiliki waktu luang untuk melakukannya. Olahraga
pendidikan, olahraga komunitas atau rekreasi, dan olahraga prestasi adalah semua komponen
dari acara olahraga ini.

Gayle Jennings (2007:10) mendefinisikan rekreasi sebagai “Setiap tindakan yang


menyegarkan sikap mental individu. Rekreasi adalah bermain karena merupakan kegiatan
yang sehat dilakukan untuk kesenangan. Hasil rekreasi adalah sama, terlepas dari metode
yang digunakan. Semangat adalah disegarkan oleh rekreasi. Ini memulihkan vitalitas,
inisiatif, dan perspektif hidup seseorang, sehingga mempersiapkan individu untuk kembali ke
'sic' jerih payahnya". Rekreasi didefinisikan sebagai aktivitas apa pun yang memperbaharui
pandangan mental seseorang. Rekreasi adalah aktivitas yang menyenangkan dan sehat yang
mencakup bermain. Hasil akhir rekreasi dapat dicapai dengan berbagai cara. Semangat
dihidupkan kembali oleh waktu luang. mendapatkan kembali energi, dorongan, dan
perspektif hidup seseorang untuk bersiap melanjutkan aktivitas sebelumnya.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa olahraga rekreasi adalah olahraga
yang dilakukan karena pelakunya memiliki waktu luang dan keinginan untuk melakukannya.
Olahraga rekreasi dipraktikkan masyarakat saat ini sebagai akibat dari kebosanan akibat
kesibukan pekerjaan kantor. Ini memicu minat dan memotivasi individu untuk terlibat dalam
olahraga rekreasi untuk kesenangan pribadi dan alasan kesehatan. Menurut Karageorghis dan
Terry (2011: 120), “suasana hati dapat digambarkan sebagai sekumpulan perasaan yang terus
berubah yang bervariasi dalam hal kekuatan dan durasi. Biasanya, lebih dari satu emosi hadir
dalam suasana hati kita. Akibatnya, sebuah suasana hati adalah hasil dari kumpulan perasaan
sebagai respons terhadap peristiwa biasa Gagasan bahwa suasana hati dapat dianggap sebagai
kumpulan perasaan yang terus berubah yang bervariasi dalam intensitas dan kegigihan
dijelaskan oleh pernyataan bahwa pola pikir ini bertahan hingga diubah oleh peristiwa
berikutnya. Suasana hati seringkali mengandung banyak emosi. Oleh karena itu, suasana hati
adalah hasil kumpulan reaksi emosional terhadap kejadian biasa yang bersatu untuk
menciptakan pola pikir. Mentalitas ini bertahan hingga diubah oleh peristiwa berikutnya.

Giulianotti (2004: 151) menulis bahwa "olahraga memungkinkan orang untuk


sepenuhnya mengalami sensasi perjuangan tanpa risiko dan bahayanya. Meskipun tidak
sepenuhnya hilang, komponen ketakutan dari kegembiraan sangat berkurang, yang secara
signifikan meningkatkan seberapa banyak menyenangkan kegembiraan pertempuran itu
Nyatakan secara eksplisit bahwa olahraga memungkinkan individu untuk sepenuhnya
menikmati perjuangan tanpa risiko atau bahaya Meskipun tidak sepenuhnya hilang,
komponen ketakutan dari kegembiraan sangat berkurang, yang sangat meningkatkan
kenikmatan pertempuran.

Hal ini jelas berbeda dengan olahraga rekreasi atau kegiatan masyarakat pada
masyarakat tradisional karena sebagian besar kegiatan tersebut, seperti olahraga, adalah
kegiatan fisik yang dilakukan sesuai dengan norma budaya masyarakat. Sebagian besar
tradisi Indonesia menyenangkan untuk melakukan aktivitas fisik selama acara komunitas
tradisional. Acara adat seperti takraw, pacuan kuda, lompat batu, dan karapan sapi hanyalah
beberapa contoh dimana permainan tradisional sering dimainkan dan dipertandingkan.
Sebagaimana dikemukakan oleh Mallen dan Adams (2008: 1) “setiap acara adat dianggap
menjadi acara olahraga yang dipentaskan untuk rekreasi Acara tradisional menunjukkan dua
karakteristik utama." Permainan tradisional dikemas semenarik mungkin sehingga menjadi
menarik untuk dimainkan dan menjadi olahraga rekreasi versi masyarakat tradisional. Badan
pengatur adalah kualitas pertama.

Olahraga merupakan kegiatan yang terkenal dan mapan, yang merupakan ciri kedua.
Jelaskan bagaimana setiap acara secara tradisional dianggap sebagai acara olahraga yang
diadakan untuk kesenangan penonton. Ada dua ciri berbeda yang menentukan acara
tradisional. Tubuh adalah fitur penentu pertama. Kualitas kedua adalah bahwa aktivitas
tersebut merupakan olahraga yang diterima dan dipuja sesuai dengan budaya olahraga.
Seperti pada awalnya, perayaan hari besar Islam seperti Maulid Nabi, Idul Fitri, dan Tahun
Baru Islam ditandai dengan Pacu Jalur di desa-desa dekat Sungai Kuantan. Namun, tujuan
landasan diubah setelah Belanda tiba di Indonesia, khusus untuk merayakan ulang tahun Ratu
Wihelmina. Dan pada saat ini telah menjadi salah satu daya tarik bagi para pelancong untuk
datang hanya untuk bersenang-senang dan menonton event olahraga tradisional tersebut.

Gambar olahraga tradisional Indonesia pacu jalur ( Taluk Kuantan ) Riau


Sumber. MediaPijar.com

Nilai-nilai keolahragaan yang mengajarkan pentingnya pembentukan karakter


manusia suatu masyarakat baik secara kelompok maupun individu dari faktor fisik, mental,
sosial, dan komunikasi, berperan penting dalam pembangunan kebudayaan yang
berkelanjutan. Menurut pernyataan Mangan dan Richie (2004) bahwa “minat terhadap studi
olahraga di seluruh dunia sedang tumbuh dan akan terus demikian”, hal ini menghasilkan
suatu produk budaya yang dihasilkan dari pemikiran manusia itu sendiri. Seri khas ini
menggabungkan berbagai aspek dari bidang studi olahraga yang berkembang dalam
masyarakat kontemporer, menawarkan kelengkapan dan perbandingan di bawah sayap
editorial tunggal. Dengan studi di bidang budaya, ekonomi, etnografi, geografis, politik,
sosial, antropologis, dan sosiologis, ini sangat tepat waktu. menguraikan bagaimana kajian
olahraga merupakan bidang yang luas yang mencakup banyak bidang akademik, antara lain
ilmu pengetahuan, budaya, ekonomi, etnografi, politik, sosial, antropologi, dan sosiologi.

Budaya menanamkan aturan-aturan penting, seperti cara melakukan ritual atau cara
hidup, dari cara yang paling sederhana hingga cara yang paling rumit. Selain itu, budaya
menentukan apa yang harus dikatakan dan dilakukan dalam hal pakaian, makanan, bahasa,
cara melayani tamu, dan bahkan ruang lingkup pesta. Ada banyak ritual dan tabu yang
melingkupi olahraga, seperti yang terjadi pada bentuk kompetisi atletik lainnya, menurut
Graham Sclamber (2005: 141). Upacara pembukaan dan penutupan, upacara medali dan
penghargaan, kebiasaan berjabat tangan dengan atau membungkuk kepada lawan, seragam,
simbol keunggulan, dan ruang piala untuk menghormati kemenangan sebelumnya dan
pahlawan / pahlawan wanita semuanya mengarah pada kesucian olahraga, menurut penulis,
yang juga mencatat bahwa ada banyak ritual dan tabu yang terkait dengannya. Kesucian
olahraga ditunjukkan dengan upacara pembukaan dan penutupan, penyerahan medali dan
penghargaan, kebiasaan membungkuk atau berjabat tangan dengan lawan, pakaian yang
dikenakan, simbol kecemerlangan, dan ruang piala untuk menghormati kemenangan dan
pahlawan masa lalu.

Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa ada beberapa kaitan antara kajian budaya dan
kegiatan olahraga, termasuk komponen ritual dan praktik pelaksanaan upacara yang
dijunjung tinggi oleh keduanya. Karena baik budaya tradisional maupun tradisi budaya
kontemporer merupakan bagian dari kehidupan setiap orang, keduanya tidak dapat
dipisahkan. Seperti tradisi yang hanya dilakukan oleh laki-laki suku Nias. Tradisi Lompat
Batu biasanya dilakukan para pemuda dengan cara melompati tumpukan batu setinggi 2
meter untuk menunjukkan bahwa mereka sudah pantas untuk dianggap dewasa secara fisik.
Kegiatan ini menggambarkan antara olahraga dan budaya merupakan suatu keutuhan yang
tidak bisa dipisahkan.

Gambar olahraga tradisional Indonesia Lompat Batu ( Nias ) Sumatera Utara


Sumber. IDNTimes

Achmad Paturusi menyebutkan keunggulan sebagai berikut: 1) kebugaran, 2)


kesehatan, 3) keterampilan fisik, 4) penguasaan prinsip gerak, 5) keterampilan berpikir, 6)
kepekaan terhadap rasa, 7) keterampilan sosial, dan 8) kepercayaan diri dan citra diri.
Deskripsi ini memperjelas bagaimana olahraga telah mempengaruhi bagaimana orang yang
berpartisipasi dalam olahraga berkembang sebagai individu. Manfaat utama pendidikan
jasmani dan atletik adalah peningkatan kemampuan gerak (psikomotorik).

REFERENSI

Bailey, R. (2010). Young people's voices in physical education and youth sport (pp. 1-7). M.
O'Sullivan, & A. MacPhail (Eds.). London: Routledge.
Balyi, I., Way, R., & Higgs, C. (2013). Long-term athlete development. Human Kinetics.
Bangsbo, J. (2003). Physiology of training. Science and soccer, 2, 47-58.
Basler, M. (2015). Type VI secretion system: secretion by a contractile
nanomachine. Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological
Sciences, 370(1679), 20150021.
Bompa, T. O., & Buzzichelli, C. (2018). Periodization-: theory and methodology of training.
Human kinetics.
Bucher, C. A. (1972). Foundations of Physical Education... With 287 Illustrations.. CV
Mosby Company.
California. Physical Education Curriculum Framework, Criteria Committee, California.
Department of Education, & California. State Board of Education. (1994). Physical
education framework for California public schools, kindergarten through grade
twelve. Hippocrene Books.
Cholik, T., & Lutan, R. (2001). Pendidikan jasmani dan Kesehatan. Bandung: CV Maulana.
Coakley, J. J. (1978). Play group versus organized competitive team: A comparison. Sport in
contemporary society. An anthology, 53-61.
Damsar, P. M. (2012). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarata: CV Prima Garfika.
Dogra, S., Al-Sahab, B., Manson, J., & Tamim, H. (2015). Aging expectations are associated
with physical activity and health among older adults of low socioeconomic
status. Journal of aging and Physical Activity, 23(2), 180-186.
Douglas, Hartmann., Christina, Kwauk. (2011). Sport and development: An overview,
critique, and reconstruction. Journal of Sport and Social Issues 35(3) 284 –305.
Giriwijoyo, S. dan Sidik, D.Z. (2013). Ilmu Faal Olahraga (Fisiologi Olahraga): Fungsi
Tubuh Manusia pada Olahraga untuk Kesehatan dan Prestasi. Bandung: Remaja
Rosdakar.
Giulianotti, R. (2004). Sport and modern social theorists. Springer.
Graham, S. (2005). Sport and Society. History, Power, and.
Hanif, A. Q. F. (2020). Komunikasi Antar Pribadi Pelatih dan Atlet Di Pusat Pendidikan dan
Latihan Pelajar Riau Cabang Olahraga Pencak Silat (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Riau).
Herlambang, T. (2017, May). Olahraga Tradisional Sebagai Identitas Budaya Indonesia.
In Seminar Nasional KeIndonesiaan II Tahun 2017.
Husdarta, J. S., & Saputra, Y. M. (2011). Kinerja Guru Pendidikan Jasmani Di Sekolah
Dasar.
Jane, E. Ruseski., Brad, R. Humphreys., Kirstin, Hallman., Pamela, Wicker., and Christoph,
Breuer. (2014). Sport participation and subjective well being:Instrumental variable
results from German survey data. Journal of Physical Activity and Health. Human
Kinetics, Inc. pp.396-403.
Jennings, G. (2007). Water-based tourism, sport, leisure, and recreation experiences.
Routledge.
Jonasson, K. (2013). Sport has never been modern.
Joyce, D., & Lewindon, D. (Eds.). (2014). High-performance training for sports. Human
Kinetics.
Karageorghis, C. I., & Terry, P. C. (2011). Inside sport psychology. Champaign, IL: Human
Kinetics.
Kholik, A. Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Filsafat
Ilmu dalam Perspektif Pendidikan Jasmani dan Olahraga, 53.
Knight, G. R. (2008). Issues and alternatives in educational philosophy. Andrews University
Press.
Liliweri, A. (2014). Sosiologi dan komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Magdalinski, T. (2009). Sport, technology and the body: The nature of performance.
Routledge.
Maksum, A. (2009). Konstruksi Nilai Melalui Pendidikan Olahraga. Jurnal Cakrawala
Pendidikan, 1(1).
Mallen, C., & Adams, L. J. (2008). Sport, recreation and tourism event management:
theoretical and practical dimensions. Routledge.
Mangan, J. A., Ritchie, A., & Majumdar, B. (Eds.). (2004). Ethnicity, sport, identity:
struggles for status (No. 59). Psychology Press.
Middle States Commission on Higher Education. 2007. American Student Learning
Assessment. Printed in the United States of America.
Mulyana, Boyke Rd. (2012). Jurnal Kepelatihan Olahraga. Bandung: Jurusan Pendidikan
Kepelatihan Olahraga. FPOK UPI.
Mustofa, Bisri 2015. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Parama Ilmu.
Mutohir, T. C., & Maksum, A. (2007). Sport development index: alternatif baru mengukur
kemajuan pembangunan bidang keolahragaan (konsep, metodologi dan aplikasi).
Jakarta: Index.
Paturusi, A. (2012). Manajemen pendidikan jasmani dan olahraga. Jakarta: rineka cipta.
Rosdiani, D. (2012). Perencanaan Pembelajaran Dalam Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
(Vol. 4). Bandung: CV. Alfabeta.
Santosa, Giriwijoyo. 2005. Ilmu Faal Olahraga, Fungsi Tubuh Manusia Pada Olahraga.
Setiadi, E. M., Hakam, K. A. & Effendi, R. (2007). Ilmu Sosial & Budaya Dasar Edisi
Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Soemosasmito, S. (1988). Dasar, proses dan efektivitas belajar mengajar pendidikan
jasmani. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudyaan.
Sugiyanto, (2008). Model-model Pembelajaran Kooperatif. Surakarta : Depdikbud.
Sulo, L., & Tirtarahardja, U. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta, PT Rineka Cipta.
Susrianto, E. (2019). Tradisi pacu jalur masyarakat rantau kuantan (Studi nilai-nilai budaya
melayu dalam olahraga tradisional di Kabupaten Kuantan Singingi). JURNAL
OLAHRAGA INDRAGIRI, 4(1), 27-56.
Sutrisno, M. (2005). Teks-teks kunci estetika: filsafat seni. Galangpress Group.
Taylor, C., & Lafayette, R. (2010). Academic achievement through FLES: A case for
promoting greater access to foreign language study among young learners. The
Modern Language Journal, 94(1), 22-42.
Taylor, P., & Gratton, C. (2002). The economics of sport and recreation: an economic
analysis. Routledge.
Wadey, R., Podlog, L., Hall, M., Hamson-Utley, J., Hicks-Little, C., & Hammer, C. (2014).
Reinjury anxiety, coping, and return-to-sport outcomes: A multiple mediation
analysis. Rehabilitation Psychology, 59(3), 256.
Webster, R. W. (1965). Philosophy of Physical Education. Dubuque, Iowa: WM. C. C.
Brown.

Anda mungkin juga menyukai