Anda di halaman 1dari 11

Makna dan manfaat latihan kondisi fisik

Sejak 1985, istilah-istilah seperti aktivitas fisik, olahraga, pelatihan kebugaran dan
kebugaran fisik sering dibingungkan satu sama lain dan terkadang digunakan secara
bergantian. Mutasi sosio-ekonomi dan demografis yang cepat, kebutuhan untuk
memanfaatkan dimensi alam telah menyebabkan diversifikasi penerapan latihan
fisik/olahraga yang saat ini menghadirkan dirinya dengan tujuan yang berbeda dan dengan
penelitian tentang berbagai bentuk kepuasan. Dengan demikian mengurangi permintaan
olahraga terorganisir, balap kompetitif dan peningkatan aktivitas fisik individual, yang
bertujuan untuk mencapai tujuan yang berbeda seperti keseimbangan batin atau kesejahteraan
psikofisik. Fenomena latihan fisik atau biasa disebut sebagai “fitness”, “exercise”,
“conditioning”, “resistance training” atau lebih baik “fitness training”, bagaimanapun,
adalah realitas yang sangat kompleks. Memang dengan istilah fitnes, kita bisa
mengidentifikasi rangkaian aktivitas yang dilakukan setiap hari di pusat kebugaran (Gym)
dan kita bisa mengelompokkannya kembali menjadi aktivitas latihan ketahanan Gym;
Kegiatan kebugaran kelompok; Kegiatan kebugaran fungsional. (Paoli, A., & Bianco, A.
2015).
Pada saat ini, hampir semua kegiatan manusia sehari-hari, baik dalam kegiatan fisik
maupun kegiatan non fisik, kondisi fisik seseorang sangat berpengaruh. Disamping peranan
langsung dari keadaan fisik terhadap produktivitas kerja yang jelas semakin diyakini
manfaatnya, masih banyak sisi lain dari penampilan fisik yang berpengaruh terhadap peran
kita sehari-hari. Keadaan kondisi fisik yang baik akan mempengaruhi pula terhadap aspek-
aspek kejiwaan seperti peningkatan motivasi kerja, semangat kerja, rasa percaya diri,
ketelitian, dan lain sebagainya. Masalah aktivitas fisik, latihan fisik untuk menjaga kesehatan
serta untuk menunjukkan keharmonisan dan keindahan tubuh manusia telah dipelajari sejak
zaman Yunani-Romawi. Pada saat yang sama, konsep kesehatan dan kesejahteraan
tampaknya dijelaskan oleh Hippocrates (sekitar 460-370 SM) sebagai kondisi alami yang
ditentukan sejak lahir: "Kesehatan yang baik" atau "fisiosis", keseimbangan antara berbagai
"elemen". Pada gilirannya, filsuf Aristotel (384-322 SM) menggambarkan keberkahan atau
"kebahagiaan sebagai tujuan tertinggi dan baik bagi manusia, sebuah proses yang sebenarnya
adalah kondisi manusia agar dapat berkembang atau hidup dengan baik. Ide-ide ini, diambil
alih oleh Galenus (131-216 M), diedarkan dengan arti yang sama hingga abad ke-15,
sementara para ahli dari berbagai disiplin ilmu (dokter, pedagog, sosiolog, dll.)
memperhatikan kesehatan manusia, kesejahteraan, merekomendasikan dan merancang latihan
di bidang senam higienis, senam (exercitatio), gerak (motus), gerak tubuh dan permainan.
Perhelatan olahraga diselenggarakan tidak hanya untuk mensosialisasikan olahraga
dan olahraga kepada masyarakat agar bangsa Indonesia selalu sehat dan segar jiwa raganya,
tetapi lebih dari itu adalah untuk meraih prestasi guna meningkatkan kontribusi olahraga
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. yang paling
dalam pekerjaan yang sesuai dengan profesi mereka, terutama yang dibutuhkan untuk prestasi
olahraga. Prestasi olahraga bahkan dapat mengharumkan nama bangsa dan negara jika dilihat
dari segi dampak positifnya bagi individu maupun kelompok. Dalam Undang-Undang RI No.
3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional BAB II, Pasal 4 menyatakan bahwa
“Keolahragaan nasional bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan
kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkan nilai-nilai moral dan akhlak mulia,
sportivitas, disiplin memperkokoh dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa,
memperkokoh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan
bangsa.”.
Untuk mencapai prestasi yang baik juga harus dalam kondisi fisik yang baik, hal
tersebut menjadikan kondisi fisik sangat penting dalam dunia olahraga prestasi. Keadaan fisik
terdiri dari elemen fundamental seperti kekuatan, daya tahan, fleksibilitas, dan kecepatan.
Sementara itu, latihan yang sesuai dengan prinsip latihan diperlukan untuk meningkatkan
kondisi fisik. “Pelatihan adalah suatu proses latihan atau kerja yang sistematis, yang
dilakukan secara berulang-ulang, dengan jumlah latihan atau beban kerja yang semakin hari
semakin bertambah,” jelas Harsono (1988: 101). Jika digabungkan dengan rejimen latihan
yang efektif, perkembangan kondisi fisik dapat ditingkatkan ke level tertinggi yang mampu
dicapai oleh atlet. Menurut Harsono (1988:100), “pembinaan kondisi fisik yang menyeluruh
sangat penting, karena tanpa kondisi fisik yang baik seorang atlet tidak akan dapat mengikuti
latihan dengan sempurna”. Hampir semua cabang olahraga menuntut pemainnya dalam
kondisi fisik yang baik. Agar tingkat kebugaran jasmani dan kemampuan fungsional organ
tubuh menjadi lebih baik, latihan kondisi jasmani perlu mendapat perhatian serius,
direncanakan dengan matang, dan dilaksanakan secara sistematis. Jika kondisi fisik sehat,
maka sistem peredaran darah dan kemampuan fungsi jantung akan meningkat, kekuatan,
fleksibilitas, daya tahan, kecepatan, dan aspek lain dari kondisi fisik semuanya membaik.
akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi gerak ke arah yang lebih baik. Butuh waktu lebih
sedikit untuk pulih dan waktu respons lebih cepat.
Atlet dipersiapkan untuk bisa meraih tujuan yang telah ditentukan melalui
serangkaian latihan secara fokus. Maksud dari latihan yang intensif tersebut adalah untuk
meningkatkan kemampuan dan kapasitas atlet sehingga mencapai performa maksimal. Proses
pelatihan tersebut ditempuh melalui waktu yang cukup panjang dan melibatkan proses latihan
fisik, psikologi yang didesain sedemikian rupa untuk bisa memenuhi standar kompetensi
yang diperlukan. Berdasarkan tradisi yang berasal dari permainan olimpiade yunani, atlet
dituntut untuk bisa menguasai kondisi fisik yang sempurna, perbaikan moral, dan semangat
juang yang tinggi. Selain itu juga para atlet harus bisa mengolah kualitas psikologi dan tentu
saja kesehatan yang prima. Atlet juga harus biisa mengatasi fase stres baik itu pada saat
latihan maupun kompetisi berlangsung. Semua itu bisa diperoleh para atlet dengan
mendapatkan proses pelatihan yang baik dan terorganisir dari seorang pelatih berkompeten
yang memiliki pengalaman praktis dan pengaplikasian metode pelatihan yang baik.
Bagian terpenting dalam usaha berlatih keras baik itu bagi atlet pemula maupun
profesional yaitu bagaimana menargetkan tujuan akhir atau goal yang realistis dan masuk
akal untuk dicapai yang disesuaikan dengan kemampuan individu atlet, perlakuan psikologi,
dan keadaan lingkungan sosial sekitar. Beberapa atlet ingin mendapatkan kemenangan dalam
sebuah kompetisi ataupun untuk terus meningkatkan kemampuan yang telah dicapai
sebelumnya. Tetapi ada juga atlet yang lebih memilih meningkatkan teknik kemampuan nya
secara bertahap dengan menyesuaikan kemampuan biomotornya masing – masing. Tapi
apapun tujuan yang ingin diraihnya, tujuan tersebut harus bisa terukur sesuai kemampuan
baik itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dan baik pelatih ataupun atlet tersebut
harus bisa konsisten dengan tujuannya mulai dari awal proses latihan sampai batas waktu
akhir yang telah ditentukan.
Latihan adalah proses persiapan atlet untuk peningkatan performa yang lebih tinggi.
Selain itu juga pelatihan dapat diartikan sebagai kemampuan seorang pelatih dalam
melakukan pengoptimalisasian performa yang dihasilkan dari proses latihan secara sistematis
berdasarkan pengetahuan dan diperluas oleh beberapa disiplin ilmu. Melalui latihan seorang
atlet dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang jelas, secara fisiologis, faktor yang
dikembangkan adalah sistem dan fungsi organisme untuk mencapai prestasi olahraga secara
optimal. Proses latihan menargetkan adanya perkembangan beberapa aspek yang memiliki
korelasi dengan tugas atau latihan yang dijalani. Aspek – aspek tersebut meliputi:
pembangunan fisik secara multilateral, pengembangan fisik olahraga, kemampuan teknik,
kemampuan taktikal dan strategi, faktor psikologi, pemeliharaan kesehatan, daya tahan
cedera, serta pengetahuan secara teoritis.
Amansyah, A., & Daulay, B. (2019) Mengatakan bahwa latihan ialah sebuah proses
yang terorganisir dimana tubuh dan pikiran yang secara konstan akan terpengaruh dengan
tingkat stres baik itu secara kuantitas maupun intensitas. Kemampuan seorang atlet untuk
beradaptasi menahan beban berat pada saat pelatihan dan kompetisi sama pentingnya seperti
kemampuan suatu mahluk hidup dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitar, jika mahluk
tersebut tidak bisa beradaptasi maka mereka tidak akan bisa bertahan hidup. Bagi para atlet
dibutuhkan kemampuan untuk dapat beradaptasi terhadap beban latihan yang bervariasi dan
juga kompetisi yang diikuti sehingga bisa terhindar dari kelelahan, yang akan menyebabkan
atlet tersebut tidak bisa mencapai tujuan akhir dari sebuah pelatihan yang telah ditetapkan.
Oleh sebab itu latihan kondisi fisik (physical conditioning) memegang peranan yang sangat
penting untuk mempertahankan atau meningkatkan derajat kesegaran jasmani (physical
fitness). Derajat kesegaran jasmani seseorang sangat menentukan kemampuan fisiknya dalam
melaksanakan tugas sehari-hari. Kian tinggi tingkat kondisi fisik seseorang kian tinggi pula
kemampuan kerja fisiknya. Dengan kata lain hasil kerjanya kian produktif jika kesegaran
jasmaninya kian meningkat.
Menurut Syafruddin (2011:64) menyatakan bahwa kondisi fisik (Physical Condition)
secara umurn dapat diartikan dengan keadaan atau kemampuan fisik. Keadaan tersebut bisa
meliputi sebelum (kondisi awal), pada saat dan setelah mengalarni suatu proses latihan.
Tugas pelatih adalah bagaimana meningkatkan kondisi fisik atau kemampuan fisik awal atlet
melalui suatu proses latihan yang terprogram sehingga prestasi yang diinginkan dapat
dicapai. Sebelum pelatih memberikan latihan kepada atletnya tentu harus tahu dan mengerti
terlebih dahulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan kondisi fisik, apa saja bentuk atau
macam/ jenisnya, bagaimana melatihnya dan faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhinya.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kondisi fisik adalah salah satu faktor yang sangat
penting apabila ingin mendapatkan prestasi yang maksimal dalam setiap cabang olahraga,
terlebih lagi jika atlet yang ditangani adalah atlet yang masuk dalam kelas atlet elit. Kita
mengetahui bahwa kunci keberhasilan prestasi adalah karena hadirnya faktor-faktor penentu
prestasi, baik secara internal maupun eksternal. Wibisana (2016:83) mengatakan bahwa
kebutuhan kondisi fisik tersebut tidak dapat disamakan untuk masing- masing cabang
olahraga, karena setiap cabang olahraga memiliki karakteristik gerak tersendiri.
Banyak cara yang dijadikan acuan sebagai metode dalam mengklasifikasi kemampuan
aktivitas fisik. Disamping metoda pengklasifikasian olahraga secara tradisional yang dibagi
menjadi dua macam, (1) olahraga individual seperti contohnya olahraga lintasan dan
lapangan, atletik, tinju. (2) olahraga secara team misalnya sepak bola, voli, basket. Ada juga
pengklasifikasian secara luas yang menjadikan kemampuan biomotor sebagai acuannya, yaitu
Kemampuan biomotor yang mencakup kekuatan, kecepatan, ketahanan, dan koordinasi.
Berdasarkan metoda pengkasifikasian ini olahraga dibagi menjadi tiga jenis yaitu cyclic,
acyclic, dan acyclic combined skill. (Amansyah, A., & Daulay, B. 2019).
1. Cyclic skill adalah jenis olahraga yang berhubungan dengan putaran dan terjadi
pengulangan gerakan atau kegiatan. Contoh misalnya lari, sepeda, renang, dan lain
lain. Yang menjadi inti dari jenis olahraga ini adalah kemampuan motorik
dipadupadankan dengan gerakan yang berulang - ulang. Jadi ketika seorang atlet
menguasai suatu pola kegiatan motorik maka dia bisa melakukannya berualang
kali dengan konstan dalam jangka waktu yang lama.
2. Acyclic skill, ini adalah jenis kemampuan olahraga yang mengutamakan sebuah
kemampuan teknik secara utuh dalam satu kesatuan gerakan. Misalnya lempar
lembing, lempar cakram, tinju dan anggar. Kita ambil contoh lempar cakram,
diawali mulai persiapan mengayun, lalu melakukan putaran, melempar, hingga
posisi langkah akhir, maka itu dikategorikan sebagai satu kesatuan gerakan.
3. Acyclic combined skill, disebut kombinasi karena ada gerakan yang
berkesinambungan antara cyclic lalu dilanjutkan dengan acyclic misalnya lari
gawang. Dalam olahraga tersebut terdapat dua pokok gerakan yaitu lari dan
lompat, walaupun kedua gerakan tersebut berkaitan tapi kita bisa membedakan
antara lari dan lompatnya dimana gerakan lari merupakan cyclic skill dan gerakan
melompat adalah acyclic skill.
Menurut C.S. Liuşnea (2019), pengertian lain tentang kondisi fisik dan kebugaran
adalah kemampuan tubuh untuk menangani tuntutan fisik kehidupan sehari-hari, atau lebih
khusus lagi, kemampuan tubuh untuk berfungsi pada puncaknya di semua sistem fisiologis,
dengan fokus pada sistem yang mendukung gerakan, seperti sistem saraf, kardiovaskular,
pernapasan, dan muskuloskeletal. Olahraga atau aktivitas fisik dipandang oleh para spesialis
sebagai representasi perilaku atau kebiasaan, sedangkan bentuk fisik dipandang sebagai
parameter fisiologis. Perlu dilakukan tes dan pengukuran sebagai parameter kemampuan fisik
(parameter fisiologis) untuk mengetahui kemajuan suatu latihan fisik, seperti diungkapkan
Johnson dan Nelson (1969).
Kondisi fisik merupakan unsur penting dan menjadi dasar/fondasi dalam
pengembangan teknik, taktik, strategi dan pengembangan mental. Status kondisi fisik dapat
mencapai titik optimal jika dimulai latihan sejak usia dini, dilakukan secara terus-menerus
sepanjang tahun, berjenjang dan berpedoman pada prinsip-prinsip latihan secara benar. Di
samping itu, pengembangan fisik harus direncanakan secara periodik berdasarkan tahapan
latihan, status kondisi fisik atlet, cabang olahraga, gizi, fasilitas, alat, lingkungan dan status
kesehatan atlet. Mengembangkan kondisi fisik membutuhkan Kualifikasi Pelatih Profesional
sehingga mampu membina pengembangan fisik atlet secara menyeluruh tanpa menimbulkan
efek negatif di kemudian hari.
Kondisi fisik yang lebih baik banyak memperoleh keuntungan di antaranya atlet
mampu dan mudah mempelajari keterampilan baru yang relatif sulit, tidak mudah lelah dalam
mengikuti latihan dan pertandingan, program latihan dapat diselesaikan tanpa banyak
kendala, waktu pemulihan lebih cepat dan dapat menyelesaikan latihan-latihan yang relatif
berat. Perkembangan kondisi fisik tergantung pada alasan mengapa seseorang melakukan
aktivitas fisik atau olahraga, seperti meningkatkan kesegaran jasmani atau kebugaran,
meningkatkan kemampuan biomotor dominan yang diperlukan untuk meningkatkan performa
dalam olahraga yang digelutinya. (Bafirman, B., & Wahyuri, A.S., 2019: 9-10).
Berdasarkan penjelasan di atas, jelas bahwa latihan kondisi fisik amat penting untuk
meningkatkan kesegaran jasmani agar seseorang dapat mencapai hasil kerja yang lebih
produktif. Kegunaan lainnya ialah untuk mencegah timbulnya cedera selama melakukan
kegiatan fisik yang berat, serta dapat meningkatkan kemampuan funsional dari seluruh
system tubuh bahkan dapat meningkatkan prestasi atlet. Untuk mendapatkan kondisi fisik
yang baik diperlukan latihan-latihan yang dapat meningkatkan dan mengembangkan kondisi
fisik serta kemampuan fungsional dari sistem tubuh. Latihan kondisi fisik tersebut terdiri dari
beberapa komponen yang setiap komponennya perlu mendapatkan latihan tersendiri.
Mengenai komponen-komponen kondisi yang perlu dikembangkan, Latihan kondisi fisik
berarti atlet diberi latihan komponen-komponen kesegaran jasmaninya dan komponen-
komponen kesegaran geraknya. Mengenai kesegaran jasmani dan kesegaran gerak djelaskan
dan digambarkan oleh Gallahue, sebagai berikut :

Gambar 1. Pembagian Physical Abilities


Kekuatan otot, daya tahan otot, daya tahan peredaran darah dan pernapasan, dan
kelenturan sendi adalah komponen yang jelas dari kondisi fisik dari gambar di atas.
Sedangkan kebugaran motorik meliputi kecepatan, koordinasi, kelincahan, daya ledak otot,
dan keseimbangan. Untuk meningkatkan aspek-aspek kondisi fisiknya, setiap atlet harus
mengikuti rejimen latihan yang telah dibuat dengan menggunakan prinsip-prinsip pelatihan.
Selanjutnya Harsono (1988) menyatakan bahwa “Atlet harus dalam kondisi fisik dan tingkat
kebugaran yang baik sebelum diterjunkan ke arena pertandingan agar dapat menghadapi
intensitas pekerjaan dan segala jenis tekanan yang akan dihadapi dalam pertandingan.
Menurut Ambarukmi, et al., (2007:42) Pengertian kebugaran jasmani adalah selalu
dihubungkan dengan keadaan fisik secara umum dari seseorang, jadi ruang lingkup
kebugaran jasmani bisa diartikan dengan kondisi puncak seseorang atlet bahkan sampai pada
kemampuan fisik seseorang yang baru sembuh dari sakit atau baru mengalami cedera.
Selanjutnya Bafirman (2008:6) menjelaskan persiapan dasar yang paling dominan untuk
melakukan penampilan fisik secara maksimal. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dianalisis
bahwa kondisi fisik atau kebugaran jasmani adalah kondisi puncak yang dimiliki seseorang
sehingga mampu melakukan aktifitas yang maksimal baik itu berlari, melempar serta
menahan. Selanjutnya Harsono (2001: 4) Latihan kondisi fisik memegang peranan yang
sangat penting dalam program latihan atlet, terutama atlet pertandinagan. Istilah latihan
kondisi fisik mengacu kepada suatu program latihan yang diakukan secara sistematis,
berencana, dan progresif, dan yang tujuanya untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari
seluruh system tubuh agar dengan demikian prestasi atlet semakin meningkat. Puspodari
(2015:89) Program latihan kondisi fisik haruslah direncanakan secara baik dan sistematis
yang ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan kemampuan fungsional dari
sistem tubuh sehingga dengan demikian memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang
lebih baik.
Dari perspektif logis dan metodologis, segala macam kegiatan yang dimaksudkan
untuk meningkatkan kondisi fisik termasuk dalam ruang lingkup istilah tersebut. Mengingat
beberapa orang hanya menyukai satu jenis aktivitas, berenang, misalnya, hanya memenuhi
kebutuhan rekreasi pada tahap awal; Namun, untuk mencapai kondisi fisik yang baik, itu
harus dilakukan sesuai dengan pedoman metodis yang disarankan oleh para ahli. Model
Toronto, Kondisi Fisik, Aktivitas Fisik, dan Kesehatan, yang mendefinisikan kondisi fisik
sebagai keadaan energi dan vitalitas yang memungkinkan orang memenuhi tugas sehari-hari
dalam kehidupan sehari-hari dan menikmati waktu bebas dan aktif, secara formal
menghubungkan kondisi fisik dengan kesehatan. dan menangani potensi keadaan darurat
yang tidak terduga tanpa menjadi terlalu lelah, serta mencegah penyakit hipokinetik, tumbuh
secara intelektual hingga potensi penuhnya, dan mengalami kesenangan hidup sepenuhnya.
Aktivitas fisik menurut C.S. Liuşnea (2019) adalah setiap gerakan yang membutuhkan
tubuh untuk mengeluarkan energi. Ini termasuk kegiatan seperti bekerja, olahraga, pekerjaan
rumah tangga, dan kehidupan sehari-hari. Aktivitas fisik, bentuk fisik, kondisi fisik, dan
kebugaran fisik (mewakili seperangkat atribut yang harus diperoleh dan bertujuan untuk
kesehatan) mewakili berbagai konsep. Setiap gerakan yang dihasilkan otot rangka yang
membutuhkan pengeluaran energi dianggap terlibat dalam aktivitas fisik. Perilaku ini
kompleks dan menantang untuk diukur dan dapat diamati dalam berbagai aktivitas sehari-
hari, termasuk bekerja, bermain, dan berolahraga. Ini melibatkan kelompok otot besar,
memberikan tuntutan yang lebih tinggi pada tubuh dari biasanya, dan mengkonsumsi energi
secara signifikan lebih banyak dari biasanya. Ini adalah karakteristik mendasar dari aktivitas
fisik untuk memastikan kebugaran fisik. Menurut Dragan Cveji, et al., (2013), kebugaran
fisik merupakan prediktor besar kesehatan masa depan untuk anak-anak dan remaja. Itu juga
dapat digunakan untuk membuat prediksi kesehatan untuk mereka sekarang.
Dalam konteks aktivitas fisik, aktivitas fisik adalah aktivitas fisik yang diatur,
diulang, dan direncanakan dengan tujuan akhir atau antara untuk mempertahankan atau
meningkatkan bentuk fisik. Ini adalah cara yang paling efisien untuk mencapai dan
mempertahankan kondisi fisik yang ideal ketika dimasukkan ke dalam program pribadi.
Latihan fisik adalah gerakan melawan resistensi, seperti angkat beban, beban, alat, atau karet
gelang, dengan tujuan antara lain untuk meningkatkan massa otot, meningkatkan kekuatan,
mengencangkan otot, dan meningkatkan performa atletik. (C. S. Liuşnea (2019). Peningkatan
performa atletik dan kecakapan fisik membutuhkan pendekatan ilmiah, seiring dengan
kemajuan sains dan teknologi. Atlet, pelatih, dan ilmuwan dari berbagai bidang
(interdisipliner) semuanya berdampak pada olahraga dan aktivitas fisik saat ini. Pengaruh ini
melampaui peserta individu atau komunitas dan atlet. Dalam hal ini, bagan berikut dari
Bompa (1990:12) memberikan ilustrasi tentang strategi dan sintesis dalam berbagai disiplin
ilmu untuk mencapai kebugaran fisik dan keberhasilan olahraga :

Gambar 2 Dasar Ilmu yang Mendukung Metodologi Latihan (Bompa, 2009: 4)


Efektivitas latihan fisik dan acara olahraga bergantung pada sejumlah variabel, yang
semuanya sama pentingnya untuk mencapai kebugaran fisik dan kesuksesan olahraga. Selain
keterampilan, motivasi, dan dorongan atlet itu sendiri, fasilitas, alat, dan kemajuan ilmiah
yang membantu dalam kompetisi juga penting (Bompa, 1990). Olahraga dan aktivitas fisik
adalah aktivitas sistematis jangka panjang yang ditingkatkan secara individual dan mengarah
pada karakteristik fungsi fisiologis dan psikologis manusia untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Ini memperjelas bahwa untuk mencapai tingkat kemampuan dan
prestasi tertinggi, seseorang harus bekerja sangat keras dalam waktu yang sangat lama untuk
memenuhi persyaratan olahraga tersebut (Astrand dan Rodahl, 1986). Menurut Morehause
dan Miller (1971), dikutip oleh Bompa (1990), latihan membantu seseorang bersiap untuk
mencapai tujuan tertentu. Dalam istilah fisiologis, seseorang berusaha untuk mengoptimalkan
tingkat kebugaran fisiknya agar berdampak positif pada performanya dalam olahraga.
Kekhususan pelatihan semakin diakui sebagai fundamental dalam membentuk
tanggapan pelatihan (Baechle et al., 2008; Kraemer et al., 2002). Kekhususan pelatihan
merangkum dua konsep kunci. Yang pertama adalah sifat pelatihan respon tergantung, maka
khusus untuk sifat dari stimulus pelatihan tertentu. Yang kedua, akibat wajar dari yang
pertama, adalah sejauh mana pelatihan menyerupai.yaitu khusus untuk -kondisi yang
dihadapi selama kompetisi mempengaruhi transfer pelatihan ke kinerja. Kedua konsep ini
muncul berulang kali dalam semua aspek persiapan fisik.
Inti dari kekhususan pelatihan adalah bahwa respons pelatihan ditimbulkan oleh
sebuah mode latihan yang diberikan berhubungan langsung dengan elemen fisiologis yang
terlibat dalam mengatasi stres latihan tertentu (Kraemer et al., 2002). Demikian, ada dampak
yang sangat kecil pada otot dan jalur metabolisme yang tidak langsung dipekerjakan selama
latihan tertentu (Millet et al., 2002a). Tingkat carry-over pelatihan untuk kompetisi dijelaskan
dalam hal transfer efek pelatihan (Stone et al., 2000a). Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
kekhususan mekanik dan bioenergi (sistem energi) pelatihan dikaitannya dengan persaingan.
Probabilitas transfer ke kinerja atletik bisa oleh karena itu dipandang sebagai tergantung pada
sejauh mana pelatihan bereplikasi kondisi kinerja atletik (Stone et al., 2000a).
Dalam teori latihan, disebutkan ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan dan
dilatih secara seksama yaitu 1) latihan fisik, 2) latihan teknik, 3) latihan taktik, dan 4) latihan
mental. Kondisi fisik merupakan salah satu aspek penting untuk meningkatkan prestasi
olahraga, dengan melakukan latihan kondisi fisik memungkinkan siswa untuk dapat
mengikuti program latihan dengan baik. Lebih lanjut Harsono (1988:100) menegaskan bahwa
perkembangan kondisi fisik yang menyeluruh amatlah penting, oleh karena tanpa kondisi
fisik yang baik atlet tidak akan dapat mengikuti latihan-latihan dengan sempurna. Oleh
karena itu menerapkan spesifisitas mekanik dan metabolik sebagai dasar untuk merancang
program pelatihan dapat secara positif mempengaruhi transfer pelatihan efek. Dengan cara
ini, kekhususan pelatihan menawarkan sarana untuk meningkatkan keduanya efektifitas dan
efisiensi waktu persiapan fisik seorang atlet. Dampak kekhususan pelatihan terhadap hasil
pelatihan juga tumbuh dengan paparan pelatihan. Dengan kemajuan dalam pengalaman
pelatihan, pelatihan spesifisitas mempengaruhi respons pelatihan atlet ke tingkat yang
meningkat. Oleh karena itu, pertimbangan spesifisitas menganggap peningkatan relevansi dan
kepentingan sebagai pemain muda kemajuan melalui karir mereka. Kekhususan pelatihan
menjadi faktor kritis dalam hal persiapan fisik saat atlet mendekati level elit kinerja.
Disajikan adalah garis besar prinsip-prinsip umum kekhususan, dan diskusi bagaimana
mereka berhubungan dengan pelatihan. ( Gamble, P. 2013:2)
Semua fungsi sistem tubuh dapat diubah oleh aktivitas fisik dan kompetisi atletik.
Respons adalah perubahan yang terjadi selama pelatihan, sedangkan adaptasi adalah
perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pelatihan terencana dan konsisten yang mengikuti
prinsip-prinsip pelatihan. Latihan fisik menyebabkan perubahan kemampuan fisiologis yang
berkaitan dengan bagaimana otot menggunakan energi, bentuk dan teknik latihan, dan konsep
yang mendasari latihan yang dilakukan (Brooks dan Fahey, 1985). Elemen kunci dalam
meningkatkan kesehatan jantung adalah aktivitas fisik. Olahraga memiliki efek menurunkan
denyut nadi istirahat seseorang dibandingkan dengan yang tidak berolahraga. Pada atlet,
frekuensi denyut 40–60 bpm bukanlah hal yang aneh. Kekuatan otot adalah manfaat untuk
mempelajari teknik baru, melindungi diri dari kecelakaan, dan melakukan yang terbaik.
Dalam menentukan tujuan pembinaan kondisi fisik penting untuk mempertimbangkan
dasar-dasar pelatihan, antara lain :
1. Meningkatkan pembangunan fisik multilateral dan pembangunan fisik secara
keseluruhan. Fondasi utama seseorang untuk kebugaran fisik dan, terlebih lagi, bagi
atlet untuk mencapai tingkat performa tertinggi adalah kesehatan fisik yang baik.
Selain itu, diharapkan dalam pertumbuhannya dapat mencapai perkembangan yang
serasi dari perkembangan komponen-komponen kondisi fisik sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya.
2. Menciptakan berbagai jenis latihan beban untuk olahraga yang memang
membutuhkan pengembangan berbagai otot guna meningkatkan perkembangan fisik
tertentu yang dibutuhkan oleh kebutuhan olahraga tersebut.
3. Untuk meningkatkan kinerja seseorang dalam olahraga yang dipilih atau dilatih.
4. Meningkatkan dan menyempurnakan rencana tindakan dan metode pengajaran.
Kemampuan individu harus diperhitungkan saat mengoptimalkan taktik dan strategi.
5. Membentuk kepribadian dan perilaku seseorang menjadi sikap olahragawan,
khususnya sportivitas tahan penderitaan.
6. Untuk menjamin kesiapan tim. Kemampuan untuk bekerja sebagai tim sangat penting
dalam olahraga tim. Persiapan fisik, teknis, dan strategis para anggota ini harus
dikoordinasikan. Keesaan harus terus dipupuk; tim harus berfungsi secara keseluruhan
daripada sebagai kumpulan individu yang tidak memiliki kepercayaan satu sama lain
atau diri mereka sendiri.
7. Dasar yang sehat. Hal ini dapat dicapai melalui aktivitas fisik atau kompetisi atletik,
tetapi pemeriksaan medis rutin diperlukan untuk menghubungkan intensitas latihan
dengan bakat dan/atau kapasitas seorang atlet. Selain itu, perlu dicatat bahwa pola
kerja keras atau pelatihan menghambat regenerasi. Latihan hanya dapat dilanjutkan
setelah seseorang atau atlet pulih dari keluhan, cedera, atau penyakit apa pun. Dalam
olahraga ini, kesuksesan bukanlah satu-satunya tujuan; tingkat kesehatan sama
pentingnya.
8. Mencegah kerusakan. Bahkan jika seseorang berolahraga secara teratur atau seorang
atlet telah mencapai tingkat performa yang tinggi, risiko cedera selama pertandingan
cukup tinggi jika persiapan fisik yang baik, seperti kelenturan otot, tendon, dan
ligamen yang kuat tidak dipertahankan.
9. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang dasar-dasar fisiologis dan
psikologis dari latihan fisik dan atlet. Nutrisi, regenerasi, dan pengetahuan
perencanaan juga penting. Selain untuk meningkatkan kebugaran dan kinerja,
beberapa orang berpartisipasi dalam olahraga murni untuk bersenang-senang dan
yang lainnya melakukannya untuk membina lebih banyak hubungan sosial.
Kesimpulannya, definisi kebugaran harus dirumuskan berdasarkan sudut pandang
analis dan tujuan yang ditetapkan oleh mereka yang mempraktekkannya atau mengawasi
pelatihan kebugaran karena istilahnya sangat kompleks. Untuk menentukan tujuan kegiatan
berdasarkan penggunaan alat tertentu, penting untuk mendefinisikan konsep kebugaran.
Kebugaran sebagai kemajuan dari perspektif biologis berdasarkan pengembangan
keterampilan motorik selama latihan dalam program pelatihan yang dirancang khusus dan
individu, atau untuk membentuk atlet untuk kinerja (kebugaran olahraga), atau untuk
membantu mencapai fisik yang indah dan simetris (kebugaran umum). Pada dasarnya,
aktivitas fisik yang ditargetkan memberikan kesempatan untuk mencapai dan
mempertahankan kondisi fisik yang optimal, suatu keadaan sejahtera yang hanya dapat
memberikan efek menguntungkan bagi setiap orang.
REFERENSI
Amansyah, A., & Daulay, B. (2019). Dasar dasar latihan dalam kepelatihan olahraga. Jurnal
Prestasi, 3(5), 42-48.
Ambarukmi, H. D. dkk. (2007). Pelatihan Pelatih Fisik Level 1. Jakarta: Asisten. Deputi
Pengembangan Tenaga dan Pembinaan Keolahragaan Deputi Bidang.
Astrand P. O., & K. Rodahl. (1986). Textbook of Work Physiology. 3rd ed. New. York :
McGraw-Hill Book Company. p.254-261, 365, 683-713.
Baechle, T. R., & Earle, R. W. (Eds.). (2008). Essentials of strength training and
conditioning. Human kinetics.
Bafirman, B. (2008). Peranan Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan dalam
Pembentukan Karakter Bangsa. Sport Science: Jurnal Ilmu Keolahragaan dan
Pendidikan Jasmani, 10(15), 39-53.
Bafirman, B., & Wahyuri, A. S. (2019). Pembentukan kondisi fisik.
Bompa, TO. (1990). Theory and Methodology of Training: The Key to Athletic Performance.
2nd edition. Iowa: Kendall/Hun Pub. Company.
Bompa, T.O. & Harf, G.G. (2009). Periodization Training for Sports: Theory and
Methodelogy of Training. Fifth Edition. United State of America: Human.
Brooks, G. A., & Fahey, T. D. (1985). Exercise Physiology: Human Bioenergetics and its
Applications. New York: MacMillan.
Cvejić, D., Pejović, T., & Ostojić, S. (2013). Assessment of physical fitness in children and
adolescents. Facta universitatis-series: Physical Education and Sport, 11(2), 135-145.
Gamble, P. (2013). Strength and conditioning for team sports: sport-specific physical
preparation for high performance. Routledge.
Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Bandung: Tambak
Kusuma CV.
Johnson, B. L., & Nelson, J. K. (1969). Practical measurements for evaluation in physical
education.
Kraemer, W. J., Ratamess, N. A., & French, D. N. (2002). Resistance training for health and
performance. Current sports medicine reports, 1, 165-171.
Liuşnea, C. Ș. (2019). Fitness or Optimal Physical Condition-Conceptual Delimitation. In 4th
International Scientific Conference SEC-IASR 2019 (pp. 169-181). Editura Lumen,
Asociatia Lumen.
Millet, G. P., Jaouen, B., Borrani, F., & Candau, R. (2002). Effects of concurrent endurance
and strength training on running economy and VO2 kinetics. Medicine & Science in
Sports & Exercise, 34(8), 1351-1359.
Paoli, A., & Bianco, A. (2015). What is fitness training? Definitions and implications: A
systematic review article. Iranian journal of public health, 44(5), 602.
Stone, J. K., Bacon, C. W., & White Jr, J. F. (2000). An overview of endophytic microbes:
endophytism defined. Microbial endophytes, 17-44.
Subarjah, H. (2013). Latihan kondisi fisik. Education, 53(9), 266-276.
Syafrudin. (2011). Ilmu Kepelatihan Olahraga, Teori dan Aplikasinya dalam Pembinaan
Latihan. Padang: UNP Press Padang.

Anda mungkin juga menyukai