Anda di halaman 1dari 20

Membangun Karakter Anak Bangsa Melalui Pendidikan Jasmani dan Olah Raga

Oleh : Abdus Subur (092084251)

Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya 2013

MOTTO
AKAL YANG SEHAT TERDAPAT PADA TUBUH YANG SEHAT, DI DALAM AKAL YANG SEHAT TERDAPAT JIWA YANG KUAT DAN DISITULAH KARAKTER

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sudah lebih dari setenggah abad bangsa Indonesia merdeka namun sampai sekarang justru bangsa Indonesia semakin mengalami degradasi atau keterpurukan karakter dalam masyarakat. Meningkatnya ketidak percayaan antar teman, tindakan kriminal dan semakin menjadi-jadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di bangsa ini menunjukan bahwa masyarakat Indonesia sedang kehilangan jati diri,olah hati dan karisma, Belum lagi ancaman disintegrasi bangsa yang menggejala di berbagai daerah semakin menguatkan bahwa bangsa ini sedang mengalami kriris moral karakter kebangsaan. Pendidikan yang semestinya menjadi motor perbaikan sekaligus pembentukan karakter justru mengalami kegagalannya. Meskipun mengalami kegagalan, pendidikan masih menjadi sarana yang paling efektif untuk membentuk karakter dalam diri masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Reorientasi pendidikan dengan mendorong peran pemerintah lebih optimal serta revitalisasi pendidik merupakan langkah awal yang harus ditempuh untuk menjadikan pendidikan sebagai motor perbaikan dan pembentukan karakter . Pendidikan jasmani merupakan sebuah tawaran solutif atas implementasi pembelajaran yang berlansung baik secara otak dan otot melalui ranah koknitif,afektif dan sikomotor yang selama ini telah menyebabkan pendidikan terdikotomi dan parsial. Sebagaimana kita tahu bahwa kesehatan merupakan salah satu faktor utama yang dapat mempengaruhi kebugaran dan penampilan tubuh, serta harta yang paling berharga yang tidak pernah bisa ditukar dengan apapun. Oleh karena itu setiap orang tentu mendambakan hidup sehat bahagia dan ingin selalu tampak sehat, bugar, penampilan yang bagus dan awet muda, tidak lekas keriput karena menua. Hal tersebut dapat dirasakan apabila kita pernah sakit. Olahraga dan kesehatan merupakan kebutuhan bagi setiap orang, karena semua orang pasti ingin sehat, tidak seorangpun yang ingin sakit atau terganggu kesehatannya. Olahraga tentunya merupakan suatu upaya manusia untuk mencapai kesehatan, ini merupakan tujuan umum yang setiap ada disetiap benak manusia. Namun di samping tujuan secara umum di atas, tujuan khusus setiap orang dalam berolahraga pasti berbeda-beda. Namun tujuan ini sering di salah gunakan oleh kebanyakan orang. Sebagian orang sering menggunakan olahraga sebagai ajang uji keberanian sampai ada yang menggunakan olahraga sebagai media perjudian.

Disisi lain, Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, sehingga pendidikan jasmani memiliki arti yang cukup representatif dalam mengembangkan manusia dalam persiapannya menuju manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan jasmani di Indonesia memiliki tujuan kepada keselarasan antara tubuhnya badan dan perkembangan jiwa, dan merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa indonesia yang sehat lahir dan batin, diberikan kepada segala jenis sekolah (UU no 4 th 1950 tentang dasardasar pendidikan dan pengajaran di sekolah bab IV pasal 9). Kondisi saat ini ketika masyarakat Indonesia menghadapi permasalahan

perekonomian yang berkepanjangan, tidak terlepas dari etika dan moral bangsa yang sudah bobrok, budaya bangsa yang luhur mulai telah terkikis sedikit demi sedikit. Anak banyak yang tidak menghargai gurunya bahkan orang tuanya. Fenomena dalam pendidikan jasmani saat ini, banyak anak yang enggan mengikuti pelajaran pendidikan jasmani karena terkesan membosankan dan menjemukan. Sedangkan, pendidikan jasmani dan olahraga merupakan laboratorium bagi pengalaman manusia, karena dalam pendidikan jasmani menyediakan kesempatan untuk memperlihatkan mengembangan karakter. Pengajaran etika dalam pendidikan jasmani biasanya dengan contoh atau perilaku. Pengajar tidak baik berkata kepada muridnya untuk memperlakukan orang lain secara adil kalau dia tidak memperlakukan muridnya secara adil. Selain dari pada itu pendidikan jasmani dan olahraga begitu kaya akan pengalaman emosional. Aneka macam emosi terlibat di dalamnya. Kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga yang berakar pada permainan, ketrampilan dan ketangkasan memerlukan pengerahan energi untuk menghasilkan yang terbaik. Pantas rasanya jika kita setuju untuk mengemukakan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan dasar atau alat pendidikan dalam membentuk manusia seutuhnya, dalam pengembangan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor yang behavior dalam membentuk kemampuan manusia yang berwatak dan bermoral. Dalam tulisan ini akan lebih dibahas tentang etika dan permasalahan dalam pendidikan jasmani dan olahraga. Dengan mencoba mengkomperkan dan menganalisis serta menyusun rekomendasi yang memungkinkan dalam pengembangan pendidikan jasmani dan olahraga. Untuk itu didalam penulisan makalah ini kami akan mengulas sekelumit hal-hal yang mengenai olahraga dalam membangun karakter anak bangsa. Inilah hal yang menjadi salah satu latar belakang penulisan makalah ini yang kesemusanya itu tidak lain hanya untuk memberikan manfaat bagi semua orang.

B. Rumusan Masalah Apa pengertian dan manfaat olahraga? Apa yang dimaksud dengan kesehatan? Bagaimana pentingnya olahraga? Bagaimana hubungan antara kesehatan fisik dengan kesehatan jiwa?

C. Tujuan Mengetahui pengertian dan manfaat olahraga Mengetahui yang dimaksud dengan kesehatan Mengetahui yang dimaksud dengan karakter Mengetahui pentingnya olahraga dalam pembentukan karakter anak bangsa Mengetahui hubungan antara kesehatan fisik dengan kesehatan jiwa Mengetahui hakikat etika, moral, Pendidikan jasmani dan olah raga Mengetahui nilai-nilai karakter daam pendidikan jasmani dan olah raga

D. Manfaat Pembaca sadar akan pentingnya berolahraga Menambah wawasan tentang olahraga Memahami bahwa olahraga dapat melatih karakter yang positif terhadap diri

E. Kegunaan Kegunaan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas individu Pendidikan olahraga

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Olahraga Pada Hakekatnya makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Websters New Collegiate Dictonary (1980), olahraga yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat) Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila. Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973), olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas b. Bebas, c. Tidak produktif d. Menggunakan peraturan yang tidak baku

Manfaat Olahraga

Manfaat berolahraga dapat dilihat dari dua aspek. Salah satunya manfaat olah raga terhadap otak yang diungkapkan oleh Daniel Landers, profesor pendidikan olahraga dari Arizona State University , antara lain: 1. Meningkatkan kemampuan otak. Latihan fisik yang rutin dapat meningkatkan konsentrasi, kreativitas, dan kesehatan mental. Karena olahraga bisa

meningkatkan jumlah oksigen dalam darah dan mempercepat aliran darah menuju otak. Para ahli percaya bahwa hal-hal ini dapat mendorong reaksi fisik dan mental yang lebih baik 2. Membantu menunda proses penuaan. Riset membuktikan bahwa latihan sederhana seperti jalan kaki secara teratur dapat membantu mengurangi penurunan mental pada wanita di atas 65 tahun. Semakin sering dan lama mereka melakukannya

makan penurunan mental kian lambat. Kabarnya, banyak orang merasakan manfaat aktivitas itu setelah sembilan minggu melakukannya secara teratur tiga kali seminggu. Latihan ini tidak harus dilakukan dalam intensitas tinggi. Cukup berupa jalan kaki di sekitar rumah. 3. Mengurangi stres. Olahraga dapat mengurangi kegelisahan. Bahkan lebih jauh lagi, bisa membantu Anda mengendalikan amarah. Latihan aerobik dapat meningkatkan kemampuan jantung dan membuat Anda lebih cepat mengatasi stres. Aktivitas seperti jalan kaki, berenang, bersepeda, dan lari merupakan cara terbaik mengurangi stres 4. Menaikkan daya tahan tubuh. Jika Anda senang melakukan olahraga meski tak terlalu lama namun sering atau lama namun dengan santai melakukannya, maka aktivitas itu bisa meningkatkan hormon-hormon baik dalam otak seperti adrenalin, serotonin, dopamin, dan endorfin. Hormon ini berperan dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Studi yang dilakukan di Inggris memperlihatkan bahwa 83 persen orang yang memiliki ganguan mental mengandalkan olahraga untuk

meningkatkan mood dan mengurangi kegelisahan. Memperbaiki kepercayaan diri, umumnya semakin mahir seseorang dalam suatu jenis aktivitas, maka kepercayaan diri pun akan meningkat. Bahkan suatu riset membuktikan bahwa remaja yang aktif berolahraga merasa lebih percaya diri dibandingkan dengan teman-temannya yang tidak melakukan kegiatan serupa.

B. Pengertian Kesehatan Menurut definisi yang dirumuskan oleh WHO, kesehatan adalah sebagai : a state of complete physical, mental and social well being and not merely the absence of disease or infirmity. (WHO, 1948), adalah keadaan sejahtera fisik, mental, social tanpa ada keluhan sama sekali (cacat atau sakit). Dalam UU RI Nomor 23 tahun 1992 kesehatan juga dinyatakan mengandung dimensi mental dan social : Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi . Pengertian lain, kesehatan adalah keadaan seimbang yang dinamis, dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan pola hidup sehari-hari seperti makan, minum, seks, kerja, istirahat, hingga pengelolaan kehidupan emosional. Status kesehatan tersebut menjadi rusak bila keadaan keseimbangan terganggu, tetapi kebanyakan kerusakan pada periode-periode awal bukanlah kerusakan yang serius jika orang mau menyadarinya.

Manfaat Kesehatan

Dan manfaat olahraga terhadap kesehatan tubuh itu sendiri juga sudah dijelaskan dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ( olah raga kesehatan bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan), antara lain: Peningkatan

Meskipun orang itu bebas penyakit belum tentu orang itu sehat, dengan mengukur beban latihan yang di berikan pada seseorang, maka kebugaran dapat di klasifikasi menjadi sangat kurang. Latihan fisik yang teratur dan terukur di sertai gizi yang cukup akan meningkatkan kebugaran seseorang. Kebugaran ini ditandai olah daya tahan jantung, otot, kelenturan tubuh, komposisi tubuh, kecepatan gerak, kelincahan, denyut nadi. Latihan selalu di monitor agar tidak melebihi denyut yang di perbolehkan antara72-87% dari denyut yang maksimal. Pencegahan

Olahraga dapat mencegah dampak negatif dari hopokenisia [kurang gerak], memperlambat proses penuaan, memperlancar proses kelahiran pada wanita kehamilan. Pengobatan

Membantu proses penyembuhan pada penyakit jantung, kencing manis, rematik, asma, kropos tulang, dll. Peredaran darah orang yang berolahraga lebih lancar, sehingga racun yang menumpuk di tubuh cepat di keluarkan. Pemulihan

Penyandang cacat, kerusakan otak, tuna rungu, epilepsi dan lain-lain membutuhkan olahraga yang sesuai dengan keadaan yang di penderita. Apabila penyandang cacat ini tidak melakukan olahraga maka cacatnya akan bertambah karena terjadi kekurangan gerak, otak menjadi lemah sehingga mudah timbul penyakit-penyakit, jantung, ginjal, saluran darah dll. Selain itu olahraga bagi penyandang cacat juga sangat di perlukan untuk menghilangkan anggapan masyarakat bahwa mereka tidak mampu berbuat apa-apa.

C. Hakikat Karakter Karakater merupakan perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang mempunyai kecenderungan kearah positif maupun negatif. Dalam pendidikan tentu saja karakter positif yang ingin ditanamkan dalam diri para peserta didik. Peserta didik yang berkarakter inilah yang selalu diharapakan oleh semua pihak. Menurut pandangan Suharjana dalam Darmiyati Zuchdi (2011:28) yang dimaksud karakter adalah

sebuah cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menjadi ciri khas seseorang yang menjadi kebiasaan yang ditampilkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sedang Suyata dalam Darmiyati Zuchdi(2011:15) menyatakan bahwa karakter diartikan sebagai tersusun atas ciriciri yang akan memandu seseorang melakukan hal-hal yang benar atau tidak mengerjakan hal-hal yang tidak benar. Sedang orang yang memiliki karakter baik menurut Effendie Tanumiharja dalam Darmiyati Zuchdi (2011:507) adalah orang yang mampu mengendalikan diri, memiliki antusiasme, fleksibel, rasa humor, memiliki integritas tinggi, selalu merasa bersyukur, berhati tabah,bekerja keras, memiliki cinta kasih tanpa diskriminasi, rendah hati, bijaksana, dan adil. Ada lima faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja,yaitu: Perubahan Jasmani Perubahan pola interaksi dengan orang tua Perubahan interaksi dengan teman sebaya Perubahan pandangan luar Perubahan interaksi dengan lingkungan sekolah Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar(Hurlock, 1960:266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Anak memperhalus ekspresi-ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika ia beranjak dari masa kanak-kanak kemasa remaja. Peralihan pernyataan emosi yang bersifat umum ke emosinya sendiri yang bersifat individual ini dan memperhalus perasaan merupakan bukti/petunjuk adanya pengaruh yang bertahap dan latihan serta pengendalian terhadap perilaku emosional. Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media massa/keseluruhan latar belakang Pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini. Panduan Praktis dalam Pengembangan Karakter

Untuk memandu guru pendidikan jasmani dalam mengembangkan karakter siswa melalui aktivitas jasmani dan olahraga, beberapa isu filosofis perlu dikenali dalam ruang wawasan luas, termasuk peran guru pendidikan jasmani dan pelatih dalam pengembangan moral. Selain itu, guru pendidikan jasmani juga perlu memperhatikan peran kemenangan dan cara perilaku moral dibelajarkan atau ditransferkan kepada siswa di lapangan. Selain itu, kenali pula sisi ketidak sempurnaan alamiah pengembangan karakter.

D. Nilai-nilai Karakter yang Terkandung dalam Olahraga Kebanyakan dari kita sepertinya meyakini bahwa berpartisipasi dalam program aktivitas jasmani mengembangkan karakter secara otomatis, meningkatkan alasan-moral, dan mengajarkan nilai dari ciri-ciri olahragawan sejati, tetapi sedikit bukti bahwa itu semua membangun karakter Hodge (1989; dalam Gould, 2003:533). Partisipasi dalam pendidikan jasmani dan olahraga tidak secara otomatis menghasilkan orang yang baik atau jahat. Karakter tidak datang dengan sendirinya, tetapi diajarkan dalam program pendidikan jasmani dan olahraga. Dan pengajaran alasan-moral dan nilai-nilai olahraga itu melibatkan penggunaan strategi tertentu yang sistematis. Telah menjadi keyakinan umum bahwa aktivitas olahraga syarat dengan nilai-nilai karakter seperti kejujuran, sportivitas, disiplin, dan kepemimpinan. Karakter merupakan sebuah konsep dari moral, yang tersusun dari sejumlah karakteristik yang dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga, antara lain: rasa terharu (compassion), keadilan (fairness), sikap sportif (sport-personship), integritas (integrity) (Weinberg & Gould, 2003:527). Semua nilainilai tersebut ditanamkan melalui ketaatan atau kepatuhan seseorang dalam berkompetisi sesuai dengan peraturan permainan yang berlaku pada cabang olahraga yang digelutinya. Di dalam peraturan permainan melekat semangat keadilan dan tuntutan kejujuran para pelaku olahraga saat menjalankan pertandingan. Bahkan ada ungkapan yang sudah menjadi keyakinan sejarah dari waktu ke waktu: Sport build character (Maksum, 2005; 2002). Kofi Anan, mantan Sekjen PBB pernah mengatakan: Sport teaches life skill - sport remains the best school of life (United Nation, 2003). United Nations melalui Task force on Sport for Development and Peace menyatakan bahwa olahraga merupakan instrumen yang efektif untuk mendidik kaum muda, terutama dalam hal nilai-nilai (lihat tabel 1). Sejak tahun 2000, United Nations mengembangkan program yang disebut Young Education through Sport, sebuah model program olahraga dan pendidikan bagi kaum muda. Sebagai pilot project, program ini telah dilakukan di Zimbabwe, mencakup 10 propinsi dengan 25 ribu partisipan (United Nations, 2003).

Tabel 1: Beberapa indikator nilai dalam praktek olahraga dan kehidupan Nilai Moral Respek Praktek dalam Olahraga Praktek dalam Kehidupan pada orang lain

Hormat pada aturan main dan Hormat

tradisi Hormat pada lawan Hormat pada hak milik orang dan offisial Hormat pada lain Hormat pada lingkungan

kemenangan dan kekalahan Tanggung jawab Kesiapan sesuatu latihan diri

dan dirinya

melakukan Memenuhi kewajiban Dapat dalam dipercaya Pengendalian diri

Disiplin dan

bertanding

Kooperatif dengan sesama pemain Peduli Membantu bermain teman teman baik yang agar Menaruh empati Pemaaf

Membantu Mendahulukan bermasalah yang lebih besar

kepentingan

Murah pujian, kikir kritik Bermain untuk tim, bukan diri sendiri Jujur Patuh pada aturan main Memiliki integritas Melakukan

Loyal pada tim Mengakui Terpercaya kesalahan Fair

sesuatu dengan baik aturan Toleran

Adil pada semua pemain Mengikuti termasuk Memberikan yang

berbeda pada orang lain Kesediaan kesempatan berbagi Tidak dari mengambil kesulitan

kepada pemain lain

keuntungan orang lain

Beradab

Menjadi Mendorong

contoh/model Mematuhi hukum dan aturan perilaku baik Terdidik Bermanfaat bagi orang lain

Berusaha meraih keunggulan

Secara sederhana, keenam nilai tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut. 1. Respek adalah suatu sikap yang menaruh perhatian kepada orang lain dan memperlakukannya secara hormat. Sikap respek antara lain dicirikan dengan memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin diperlakukan; berbicara dengan sopan kepada siapa pun; menghormati aturan yang ada dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. 2. Tanggung jawab adalah kemampuan untuk memberikan respons, tanggapan, atau reaksi secara cakap. Tanggung jawab dicirikan antara lain dengan melakukan apa yang telah

disepakati dengan sungguh-sungguh; mengakui kesalahan yang dilakukan tanpa alasan; memberikan yang terbaik atas apa yang dilakukan. 3. Peduli adalah kesediaan untuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada sesama. Peduli antara lain ditandai dengan memperlakukan orang lain, diri, dan sesuatu dengan kasih sayang; memperhatikan dan mendengarkan orang lain secara seksama; menangani sesuatu dengan hati-hati. 4. Jujur adalah suatu sikap terbuka, dapat dipercaya, dan apa adanya. Sikap jujur antara lain ditandai dengan mengatakan apa adanya; menepati janji; mengakui kesalahan; menolak berbohong, menipu, dan mencuri. 5. Fair adalah bersikap adil dalam melakukan dan memperlakukan sesuatu. Sikap fair antara lain ditandai dengan menegakkan hak sesama termasuk dirinya; mau menerima kesalahan dan menanggung resikonya; menolak berprasangka. 6. Beradap adalah sikap dasar yang diperlukan dalam bermasyarakat yang berintikan pada kesopanan, keteraturan, dan kebaikan. Beradap antara lain dicirikan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya; mengapresiasi terhadap keteraturan.

C. Pendekatan dalam Pengembangan Karakter dan Nilai-nilai Olahraga

Meskipun banyak orang berbeda pandangan tentang bagaimana mengembangkan karakter dan nilai-nilai olahraga, tetapi paling tidak ada tiga pendekatan yang sering digunakan untuk dapat menjelaskannya, yaitu: pendekatan belajar sosial (social learning), pengembangan struktural, dan pendekatan sosial psikologikal (Gould, 2003:528).

1) Pendekatan Belajar Sosial (Social Learning Approach)

Perilaku agresi dan pengembangan karakter berkaitan satu sama lain, dan dapat dijelaskan melalui teori yang sama. Berdasarkan pendekatan belajar sosial, seperti yang dikemukakan oleh Albert Bandura (1977), sikap dan perilaku olahragawan sejati dipelajari melalui pemodelan atau belajar observasional, penguatan, dan pembandingan sosial (Lihat Gambar 1). Pendekatan ini menunjukkan bahwa riwayat belajar sosial seseorang menentukan tingkatan olahragawan-nya.

Komponen Komponen Teori Belajar Sosial. Sebagai contoh, melalui pengamatan bahwa seorang siswa akan terhormat ketika melaporkan jumlah capaian skor sit-up kepada instruktur. Ahmad seorang siswa yang sedang belajar pendidikan jasmani berlatih sit-up dan kebugaran jasmani. Ahmad mengingingkan perhatian dan penilaian positif dari guru pendidikan jasmaninya. Perilaku Ahmad ini dilihat oleh teman-teman sekelasnya, dan mereka semua menginginkan hal yang sama mendapat penilaian dan perhatian positif dari gurunya. Guru pendidikan jasmani mencatat semua hal baik yang dilakukan para muridnya dan menguatkan dan menghargai segala perbuatan positif yang dilakukan para muridnya itu. Lingkungan belajar seperti inilah akan dapat membangun karakter.

2) Pendekatan Perkembangan-Struktural (Structural-Development Approach)

Berbeda dengan pendekatan belajar sosial, yang menekankan pada pemodelan, penguatan, dan pembandingan sosial, pendekatan perkembangan struktural menekankan pada bagaimana perubahan secara psikologikal dan perkembangan ketika siswa itu berinteraksi dengan pengalaman-pengalaman lingkungan untuk membentuk alasan-moral (moral reasoning) (Weiss & Bredemeier, 1991; dalam Gould, 2003:529). Dalam hubungan ini, para ahli psikologi olahraga mengajukan beberapa istilah yang tercakup dalam pendekatan perkembangan struktural ini, yaitu perkembangan moral (moral development), alasan-moral (moral reasoning), dan perilaku moral (moral behavior). Tetapi perlu dicatat bahwa moral yang dimaksud disini adalah moral yang tidak ada implikasinya dengan nilai-nilai keagamaan. Alasan-Moral adalah proses keputusan ketika seseorang menentukan mana yang benar atau mana yang salah dari suatu tindakan tertentu. Karena itu, alasan moral memfokuskan pada bagaimana keputusan seseorang memutuskan beberapa tindakan tertentu. Sebagai contoh; membantu pemain yang terkena cedera ketika sedang bermain sepakbola dengan cara menghentikan permainan dengan cara menendang bola ke luar lapangan secara sengaja apakah perbuatan benar atau salah. Perkembangan Moral adalah proses pengalaman dan pertumbuhan melalui kapasitas perkembangan seseorang untuk memberikan alasan bermoral. Sebagai contoh, dalam perencanaan pengajaran pendidikan jasmani, guru pendidikan jasmani mengharapkan para siswanya mendapatkan pengalaman dan perubahan perkembangan kognitif sehingga siswa mampu menentukan tindakan yang benar dan yang salah.

Perilaku Moral adalah tindakan perilaku yang terjadi benar atau salah. Dengan demikian, alasan-moral hasil dari pengalaman individual, dan perkembangan serta pertumbuhan siswa dan psikologikal yang memandu perilaku moral. Lebih lanjut, alasan moral adalah sekumpulan rentetan prinsip umum etika yang mendasari tindakan khusus secara situasional. Para pengembangan struktural menekankan bahwa kemampuan untuk memberikan alasan secara bermoral bergantung pada tingkatan kognitif dan perkembangan mental orang yang bersangkutan (misal, kemampuan anak untuk berpikir secara konkrit atau abstrak). Alasan dan perilaku moral bergantung pada tingkatan perkembangan kognitif individu itu (Gould, 2003:530).

3) Pendekatan Sosial-Psikologikal (Social-Psychological Approach) Vallerand, dkk. (1997; dalam Gould, 2003:531) menawarkan pendekatan ketiga untuk mempelajari moralitas dalam aktivitas jasmani. Secara khusus, Vallerand menyarankan menggunakan pendekatan sosial-psikologikal yang lebih luas. Maksudnya adalah melihat moralitas dan karakter yang melekat pada diri seseorang dalam pendekatan perkembanganstruktural (misal, tingkatan perkembangan moral seseorang) ditambah rentang keluasan faktor-faktor sosial (misal, tipe orang, tingkatan olahraga kompetetif, tekanan dari pelatih) yang sejalan dengan pemodelan, penguatan, dan pembandingan sosial dalam pendekatan belajar sosial. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa agen-agen sosial (seperti: orang tua dan guru, pelatih) memberikan pelabelan atau pendefinisian olahragawan sejati. Dengan demikian, Vallerand menyarankan untuk melihat karakter dari pandangan yang lebih kompleks, perspektif personal dan faktor-faktor situasional yang menentukan ciri-ciri olahragawan sejati. Perkembangan karakter berkembang dari keputusan seseorang tentang benar atau salah dari tindakan minat orang itu dengan keterlibatan minat mutual. Karena itu, penting mempertimbangkan sikap, nilai-nilai, dan norma-norma budaya dari kelompok atau individu tertentu, dan tahapan alasan-moral dalam upaya memahami bagaimana meningkatkan perkembangan karakter dan ciri-ciri olahragawan sejati. Ini berarti, nampaknya mengambil keuntungan dari apa yang telah dipelajari melalui pendekatan belajar sosial dan perkembangan struktural, sehingga menjadi pendekatan sosial-psikologikal. 1) Peran Pendidik dalam Pengembangan Karakter 2) Mengurangi Resiko dengan cara Memicu Kesuksesan. Meskipun strategi guru pendidikan jasmani dan pelatih dapat menggunakan pengajaran karakter dan ciri-ciri olahragawan sejati, tetapi tetap perlu disadari bahwa banyak anak-anak remaja hidup di lingkungan yang memaksa mereka hidup dan berperilaku negatif

(misal, penyalahgunaan NARKOBA, kehamilan pra-nikah, dan aktivitas gang). Lebih lanjut, nampaknya para ahli aktivitas jasmani dapat mengeliminir faktor-faktor resiko seperti di atas sebagai dampak lemahnya pengawasan dan bimbingan dari para orangtua dan model peran yang tidak semestinya. Martinek & Hellison (1997; dalam Gould, 2003:539) meyakini bahwa melalui aktivitas jasmani secara psikologikal, memulihkan kemampuan untuk sukses setelah mengalami tekanan mental atau stress dalam kehidupan. Berikan pengalaman berhasil pada siswa atau atlet. Sebuah kesusksesan atau kemenangan memiliki dua sisi baik dan buruk. Kemenangan memainkan peran penting dalam pengembangan karakter. Pada satu sisi penekanan pada kemenangan menimbulkan seseorang berani berbuat curang, melanggar aturan, dan berperilaku seolah-olah seperti yang terjadi di luar lapangan. Sisi lain, ketika para pemain mampu bertahan dengan nilai-nilai luhur dan mulia serta berpegang teguh pada pengembangan integritas, pembelajaran moral menjadi semakin bermakna. Kunci penting adalah menempatkan kemenangan pada porsi yang semestinya. Lebih lanjut, kemampuan ini berkaitan dengan kompetensi sosial, otonomi, dan optimisme dan harapan. Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berinteraksi secara sosial dengan orang lain dan menciptakan jejaring dukungan sosial secara kuat. Kelenturan dan empati nampaknya kritis dalam pengembangan atribut seperti ini. Terutama menjadi sangat penting ketika belajar bagaimana bernegoisasi, berhadapan, dan menangani tantangan dari orang lain. Otonomi, kemampuan untuk bisa sukses dari kesusahan yang dialami memerlukan rasa pengendalian diri terhadap lingkungan sekitar dan merasakan serta bentindak secara independen. Dengan perkataan lain, anak-anak remaja merasakan otonomi, mereka dapat berfungsi sebagai individu menurut caranya sendiri. Optimisme dan Harapan, Martinek dan Hellison (1997; dalam Gould, 2003:539) menyatakan salah satu cara terbaik dalam meningkatkan meraih kesuksesan di kalangan kaum muda adalah melalui pengembangan program aktivitas jasmani.

E. Beberapa Bukti Olahraga dan Pendidikan Jasmani Membangun Karakter a. Olahraga Remaja sebagai Pencuci Perilaku Negatif Bukan hanya guru pendidikan jasmani yang menyatakan bahwa berpartisipasi dalam aktivitas jasmani meningkatkan perkembangan karakter dan perilaku positif. Administratur olahraga, para pelatih, dan tokoh olahraga di masyarakat juga sering mengklaim bahwa berpartisipasi dalam kegiatan olahraga bagi kaum generasi muda mencegah kenakalan di jalanan, jauh dari masalah sosial, dan terhidar dari perilaku gang (seperti: gang motor). Eric

Larson (2000; dalam Gould, 2003:533), seorang ahli di bidang perkembangan remaja, memberikan contoh, kegiatan ekstrakurikuler olahraga sangat potensial untuk mengarahkan anak memiliki perilaku positif, dalam beberapa alasan. Pertama, olahraga secara intrinsik memotivasi remaja. Kedua, melibatkan upaya yang terus-menerus untuk berpartisipasi ke arah tujuan yang diinginkan. Ketiga, olahraga membutuhkan seperangkat pengalamanpengalaman, membuat penyesuaian, dan belajar untuk mengatasi masalah. Potensi olahraga sebagai media positif bagi perkembangan remaja telah banyak ditelaah oleh para ahli psikilogi dan sosiologi, untuk bisa menjawab dua pertanyaan, yaitu: apakah berpartisipasi dalam kegiatan olahraga mencegah kejahatan ringan/penyimpangan sosial? Dan apakah berpartisipasi dalam olahraga juga mampu menekan perilaku kekerasan gang (seperti: gang motor)? b. Partisipasi dalam pencegahan dan pemberantasan Penyimpangan sosial Penelitian telah menunjukkan bahwa partisipasi remaja dalam kegiatan olahraga mengurangi perilaku kejahatan daripada para remaja yang tidak berpartisipasi dalam kegiatan olahraga (Seefeldt & Ewing, 1977; Shields & Bredemeier, 1995; dalam Gould, 2003:534). Lebih lanjut dinyatakan, hubungan negatif antara partisipasi berolahraga dengan kejahatan ringan/penyimpangan sosial nampak lebih menguat pada remaja yang berada dalam komunitas miskin. Namun demikian, hal yang belum nampak jelas adalah mengapa hubungan ini bisa muncul ? Untuk keperluan itu, beberapa hal yang perlu mendapat penjelasan adalah kesenjangan sosial, ikatan sosial, pelabelan sosial, dan pembedaan ekonomi. Hubungan negatif antara berpartisipasi dalam kegiatan olahraga dengan penyimpangan sosial berupa kesejangan sosial, ketika para atlet tidak sering, dan tidak intens berinteraksi dengan penyimpangan sosial. Dengan perkataan lain, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga menjaga remaja jauh dari kegiatan di jalanan dan jauh dari masalah-masalah sosial. Selain daripada itu, ikatan sosial dicirikan oleh remaja yang berpartisipasi dalam kegiatan olahraga mengembangkan rasa pengakuan terhadap orang lain, terutama pada orang yang dominan, pro-nilai-nilai sosial. Seorang atlet muda mengidentifikasi dirinya dengan pelatihnya dan regunya dan karena itu mereka belajar nilai-nilai kerjasama, kerja keras, dan berprestasi. Selain daripada itu, pelabelan sosial dicirikan oleh tumbuh kembangnya pengakuan nilai-nilai sosial seiring dengan makin meningkatnya partisipasi remaja dalam kegiatan sosial. Para atlet remaja sering mendapatkan pengakuan sosial, sehingga pada saat yang bersamaan menumbuhkan kebanggaan sosial. Karena itu, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga bagi

kalangan remaja menumbuhkan pengakuan sosial, yang pada gilirannya akan mencirikan label nama sosial dan nilai-nilai sosial yang ada dalam struktur masyarakat. Hal lainnya adalah menyangkut tentang pembedaan ekonomi yang dimaksud dicirikan oleh banyaknya atlet yang berasal dari kalangan status ekonomi rendah-menengah yang ingin memperbaiki tingkat ekonomi kehidupannya dengan berpartisipasi dalam kegiatan olahraga untuk kenikmatan dan perbaikan status ekonomi. Berpartisipasi dalam kegiatan olahraga bagi kalangan remaja untuk meningkatkan prestise dan status, sehingga pada gilirannya akan mengurangi jurang pembedaan ekonomi, dan mengantarkan atlet hidup lebih baik, serta memberikan keyakinan untuk dapat meraih tujuan yang diinginkannya. Penting untuk dipahami bahwa olahraga akan memberikan suatu alternatif terhadap perilaku negatif ketika program olahraga itu dijalankan secara tepat, terorganisir, dan sungguh-sungguh diimplementasikan. Olahraga tidak akan menguntungkan dengan sendirinya, tetapi perlu dikelola dan diarahkan agar memberikan keuntungan fisiologis dan psikologis, seperti sering dikemukakan dalam berbagai literatur sosiologi atau psikologi olahraga. Pembentukan nilai dilihat sebagai sebuah proses reorganisasi dan transformasi struktur dasar penalaran individu (Maksum, 2007; Shields, & Bredemeier, 2006). Pembentukan nilai bukanlah sekadar menemukan berbagai macam peraturan dan sifat-sifat baik, melainkan suatu proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitip dan rangsangan dari lingkungan sosial. Dengan demikian, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga tidak dengan sendirinya membentuk nilai individu, tetapi apa yang dianggap sebagai nilainilai nilai tersebut harus diorganisasi, dikonstruksi, dan ditransformasikan ke dalam struktur dasar penalaran individu yang berpartisipasi di dalamnya (Stornes & Ommundsen, 2004; Stuntz & Weiss, 2003). Suatu penelitian yang dilakukan oleh Trulson (1986; dalam Gould, 2003:535), yang membagi kelompok remaja nakal kedalam tiga kelompok berbeda. Kelompok pertama, melakukan olahraga TaeKwonDo dengan menekankan pada pertarungan dan teknik mempertahankan diri. Kelompok kedua, melakukan olahraga TaeKwonDo secara tradisional, yang menekankan pada refleksi filosopikal, meditasi, dan latihan jasmani. Dan kelompok ketiga, sebagai kelompok kontrol mendapatkan perlakuan bermain sepakbola dan basket. Setelah selama enam bulan, remaja pada kelompok pertama kurang baik dalam penyesuaian dan mendapat skor tertinggi pada pengukuran agresi dan penyimpangan sosial dari pada skor yang sama pada awal perlakuan. Remaja pada kelompok kedua, menunjukkan sikap agresi dibawah normal dan menunjukkan rendahnya sikap kecemasan, lebih memiliki keterampilan sosial, dan meningkatkan self-esteeem. Kelompok remaja yang bermain sepakbola dan bola

basket menunjukkan sedikit perubahan pada personaliti dan penyimpangan, tetapi meningkat dalam hal self-esteem dan keterampilan sosial. Sangat penting untuk dicatat bahwa berpartisipasi dalam kegiatan olahraga bahwa tidak cukup secara positif mempengaruhi perilaku negatifprogram olahraga harus dipersatukan dengan pengajaran secara sosiologis dan psikologis dalam upaya mendapatkan tujuan-tujuan yang diinginkan.

BAB III KESIMPULAN

Dari ulasan datas, tidaklah diragukan bahwa pendidikan olahraga adalah wahana yang sangat ampuh bagi perkembangan karakter dan kepribadian anak bangsa apabila dikembangkan secara sistematis. Olahraga mengandung dimensi nilai dan perilaku positif yang terbukti faktanya. Pertama, sikap sportif, kejujuran, menghargai teman dan saling mendukung, membantu dan penuh semangat kompetitif. Kedua, sikap kerja sama team, saling percaya, berbagi, saling ketergantungan, dan kecakapan membuat keputusan bertindak. Ketiga, sikap dan watak yang senantiasa optimistis, antusias, partisipasif, gembira, dan humoris. Keempat, pengembangan individu yang kreatif, penuh inisiatif, kepemimpinan, kerja keras, kepercayaan diri, dan kepuasan diri. Dalam pembelajaran pendidikan jasmani melalui aktivitas mampu membawa

peserta didik untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan atau potensi yang dimilikinya ke arah positip dalam arti potensi peserta didik dalam segi kognitif,

afektif, fisik, dan psikomotorik berkembang dengan

baik, hal ini berarti melalui

pendidikan jasmani dan olah raga dapat membentuk pribadi yang berkarakter baik. Keunggulan pendidikan olahraga yang tidak bisa dipungkiri lagi dalam pembentukan karakter terletak pada perlengkepan nilai-nilai ke dalam perilaku. Itu suatu ciri yang tidak mudah dilakukan pada pendidikan yang lain dalam kurikulum dan pembelajaran yang cenderung ke arah teori, abstrak, dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Antara News. (2008). Presiden : Bentuk Karakter Bangsa Melalui Olahraga. http://www.antara.co.id/arc/2008/9/9/presiden--bentuk-karakter-bangsa-melaluiolahraga. 09/09/08 20:49

Soemarno Soedarsono. (2008). Arti dan Peran Penting Karakter Hasrat untuk Berubah. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=40180. 1/11/08.

Maksum, A. (2007). Psikologi Olahraga: Teori dan aplikasi. Surabaya: Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Surabaya.

Maksum, A. (2005). Olahraga membentuk karakter: Fakta atau mitos. Jurnal Ordik, edisi April vol. 3,No. 1/2005.

Shields, DLL. & Bredemeier, BJL. (1995). Character development and physical activity. Champaign, IL: Human Kinetics.

Shields, DLL. & Bredemeier, BJL. (2006). Sport and character development. Research Digest, Series 7, No. 1, March 2006.

Anda mungkin juga menyukai