Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PEMBINAAN ANAK CACAT


VIA PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF
Mata Kuliah : Pendidikan Jasmani Adaptif
Dosen Pengampuh : Anang Setiawan, M.Pd.

Disusun oleh :
1. Achmad Sanusi 1885201034

2. Mustofa 1885201052
3. Neifa Annufus 1885201084
4. Reyan Novaldi 1885201026

PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI


STKIP NU INDRAMAYU
TAHUN 2019
DAFTAR ISI

Daftar Isi...............................................................................i

BAB I

1.1. Latar Belakang.......................................................1


1.2. Rumusan Masalah..................................................2
1.3. Tujuan dan Manfaat...............................................2

BAB II

2.1. Pembinaan Olahraga..............................................3


2.2. Anak Cacat Tuna Grahita.......................................3
2.3. Karakteristik Pendidikan Bagi Anak
Tuna Grahita.............................................................4
2.4. Pendekatan Pembelajaran Penjas Adaptif
Bagi Anak ALB........................................................6
2.5. Pembelajaran Penjas atau Olahraga Bagi
Anak Tuna Grahita....................................................7

BAB III

3.1. Kesimpulan............................................................8
3.2. Saran......................................................................8

DAFTAR PUSTAKA...........................................................9

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta


meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka
upaya mewujudkan tujuan nasional. Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan tersebut maka setiap warga


negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Seperti tertuang dalam UU
No. 2 tahun 1989 pasal 5 bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan. Dengan demikian orang-orang yang menderita
cacat atau kelainan juga mendapatkan perlindungan hak. Seperti tertuang pada
pasal 8 ayat (1) UU No. 2 tahun 1989 disebutkan bahwa warga negara yang
memiliki kelainan fisik dan atau mental berhak memperoleh Pendidikan Luar
Biasa (PLB).Namun dalam kenyataan prosentase anak cacat yang mendapatkan
layanan pendidikan jumlahnya amat sedikit. Serta pasal 5 ayat (2) juga disebutkan
bahwa “Setiap warga yang memiliki kelainan fisik, mental, sosial, intelektual dan
atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.Dengan kata lain
perkembangan manusia ada yang wajar atau normal dan ada pula yang
perkembangannya terganggu (abnormal) yang akan berpengaruh terhadap mental
dan jasmani. Sehingga dalam permasalahan pendidikan, tidak ada perbedaan
antara anak yang normal perkembangan jasmani dan rohaninya, dengan anak yang
mengalami kecacatan fisik, seperti anak yang mengalami kelemahan mental atau
sering disebut Tunagrahita. Hal ini dikarenakan masih adanya hambatan pada pola
pikir masyarakat kita yang mengabaikan potensi anak cacat. Pada umumnya
masyarakat memandang kecacatan (disability) sebagai penghalang (handicap)

1
untuk berbuat sesuatu. Telah banyak bukti bahwa orang cacat mampu melakukan
sesuatu dengan berhasil. Pada hakikatnya kecacatan seseorang bukanlah
merupakan penghalang untuk melakukan sesuatu.

Anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kemampuan intelektual


dibawah rata-rata. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan intelegensi, terutama
yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca.
Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar
dengan membeo. Disamping memiliki keterbatasan intelegensi, anak tunagrahita
juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat. Selain itu,
juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Oleh karena itu
berdasarkan UU diatas setiap orang berhak atas pendidikan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan dari latar belakang diatas maka dalam hal ini penulis
mengambil rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana cara menangani anak tuna grahita?
2. Upaya apa saja yang dilakukan pendidik dalam meningkatkan pembinaan
penjas atau olahraga bagi anak tuna grahita?
1.3. Tujuan atau Manfaat
1. Tujuan

a. Untuk mengetahui upaya pembelajaran pembinaan penjas bagi anak cacat tuna
grahita
b. Untuk mengetahui tingkat kesulitan pembelajaran penjas atau olahraga bagi
penyandang cacat tuna grahita
c. Untuk mengetahui cara pemberian pembelajaran bagi penyandang cacat tuna
grahita.

3. Manfaat

a. Menjadi sebuah masukan pengetahuan bagi kami yang sedang belajar di


jurusan penjaskes.
b. Sebagia masukan yang penting khususnya bagi penulis sendiri dan bagi
khalayak umum.

BAB II

2
PEMBAHASAN

2.1. Pembinaan Olahraga


Pembinaan olahraga atau penjas telah diatur dalam UU No 3 tentang
Keolahragaan Nasional dalam pasal 1ayat 8 yaitu : pembinaan olahraga adalah
orang yang memiliki minat dan pengetahuan, kepemimpinan,
kemampuan manajerial dan pendanaan yang didedikasikan untuk
pembinaan dan pengembangan olahraga. Dari hal tersebut bahwa
pembinaan oleh seorang guru bagi anak harus benar-benar
didedikasikan sepenuhnya bagi perkembangan si anak, tak terkecuali
dengan ALB.
Perbedaaan penanganan pembinaan anak yang normal dan yang
ALB sangatlah berbeda dalam pemberian materi maupun pembelajaran
olahraga. Misalkan bagi anak tuna grahita dalam pemberian pembinaan
pembelajaran penjas atau olahraga perlu kesabaran yang tinggi dan
perlu penanganan secara terpadu serta adanya sutu pendekatan.

2.2. Anak Cacat Tuna Grahita


Keterbelakangan mental yang biasa dikenal dengan anak tuna grahita biasa
dihubungkan dengan tingkat kecerdasan seseorang. Tunagrahita memiliki arti
menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai
oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi sosial. Anak
tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah keterbelakangan mental karena
keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti
program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak
keterbelakangan mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni
disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut. Tingkat kecerdasan secara umum
bagi anak tuna grahita biasanya diukur lewat tes Intelegensi yang hasilnya disebut
dengan IQ.

2.3. Karakteristik Pendidikan Bagi Anak Tuna Grahita

3
Anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai kemampuan
intelektual dibawah rata-rata. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan intelegensi,
terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan
membaca. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung
belajar dengan membeo. Disamping memiliki keterbatasan intelegensi, anak
tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam
masyarakat. Selain itu, juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.

Keterbatasan lain yang dimiliki anak tunagrahita yaitu kurang mampu


untuk mempertimbangkan sesuatu,kurang dapat merespon dan menangkap suatu
materi. Sehingga kurikulum yang digunakan tunagrahita adalah kurikulum
sekolah reguler (kurikulum nasional) yang dimodofikasi (diimprovisasi) sesuai
dengan tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan
mempertimbangkan karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya. Modifikasi
kurikulum pendidikan penjas adaptif dilakukan terhadap: alokasi waktu, isi/materi
kurikulum, proses belajar-mengajar, sarana prasarana, lingkungan belajar, dan
pengelolaan kelas. Dengan ini, maka diharapkan mereka akan mendapatkan
sejumlah pengalaman baru yang kelak dapat dikembangkan anak guna
melengkapi bekal hidup. Mengingat kondisi peserta didik yang memiliki
keterbatasan intelegensi dan juga keterbatasan lainnya, dan juga pentingnya
pendidikan. Maka dari hal tersebut bahwa pentingnya pendidikan untuk anak tuna
grahita termasuk pendidikan motorik anak dalam olahraga, Serta yang perlu di
perhatikan adalah karakteristiknya (Modul Depdiknas: 2007), seperti:

a. Dalam belajar keterampilan membaca, keterampilan motorik, keterampilan


lainnya adalah sama seperti anak normal pada umumnya.
b. Perbedaan tuna grahita dalam mempelajari keterampilan terletak pada
karakteristik belajarnya.
c. Perbedaaan karakteristik belajar pada anak tuna grahita ada tiga daerah yaitu ;
1. Tingkat kemahirannya dalam keterampilan tersebut.
2. Generalisasi dan transfer keterampilan yang baru diperoleh.
3. Perhatiannya terhadap tugas..

Adapun Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat dilihat dari segi,

1.Fisik (Penampilan)

4
 Hampir sama dengan anak normal

 Kematangan motorik lambat

 Koordinasi gerak kurang

 Anak tunagrahita berat dapat kelihatan

2.Intelektual

 Sulit mempelajari hal-hal akademik.


 Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak
normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
 Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak
normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
 Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3 –
4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.

3.Sosial dan Emosi

 Bergaul dengan anak yang lebih muda.

 Suka menyendiri

 Mudah dipengaruhi

 Kurang dinamis

 Kurang pertimbangan/kontrol diri

 Kurang konsentrasi

 Mudah dipengaruhi

 Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.

2.4. Pendekatan Pembelajaran Penjas Adaptip Bagi Anak ALB


Penjas adaptif berperan penting dalam keberhasilan anak mengikuti proses
pendidikan. Program Penjas adaptif memiliki cirri yang berbeda dengan
pendidikan jasmani biasanya yaitu programnya disesuaikan dengan kelainan anak,

5
programnya mengarah kepada perbaikan dan koreksi kelainan, dan programnya
mengarah kepada pengembangan dan peningkatan jasmani individu siswa. Supaya
program pengajaran atau pembinaandapat diikuti bagi anak ALB (tuna grahita)
maka perlu adanya modifikasi dalam setiap aspek pembelajaran. Adapun
modifikasi program pembelajarannya secara umum adalah sebagai berikut:

a. Kurikulumnya baik secara perubahan total maupun perubahan sebagian dari


kurikulum.
b. Strategi belajarnya dapat diganti atau disesuaikan berdasarkan sutu kondisi
dan sikon yang memungkinkan.
c. Medianya (materi dan alat) yang digunakan di sesuaikan bagi anak tuna
grahita.
d. Pengaturan kelasnya, disini sangat penting karena perlunya suatu teknik
mengajar yang sesuai dengan anak tuna grahita atau anak ALB lainnya
e. Lingkungan atau sarana fisik yang dapat menunjang bagi pemberian suatu
pembinaan penjas.

Adapun pendekatan pengajaran bagi anak tuna grahita atau ALB lainya
yaitu:

a. Pengajaran klasikal diberikan kepada anak tuna grahita atau ALB lainnya
yang memiliki tingkat akademis normal dan sama dalam satu kelas, sehingga
kegiatan dan materinya sama dalam satu kelas.
b. Pengajaran individual adalah pengajaran yang diberikan orang-perorang dari
anak ALB.
c. Individualisasi pengajarannya adalah pendekatan dalam kelas akan tetapi
setiap anak memiliki sutu program sesuai dengan tingkat pencapaian dalam
belajar.
d. Memberikan pembelajaran dengan metode inklusi.

2.5. Pembelajaran Penjas Atau Olahraga Bagi Anak Tuna Grahita

Dalam penyelenggaraan program pendidikan jasmani hendaknya


mencerminkan karakteristik program pendidikan jasmani itu sendiri, yaitu “
Developentally Appropriate Practice” (DAP). Artinya bahwa tugas ajar yang

6
disampaikan harus memerhatikan perubahan kemampuan atau kondisi anak, dan
dapat membantu mendorong kearah perubahan tersebut. Dengan demikian tugas
ajar tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan tingkat kematangan
anak didik yang diajarnya. Perkembangan atau kematangan yang dimaksud
mencakup fisik, psikis maupun keterampilannya.

Dengan pendidikan jasmani atau olahraga yang diadaptasi dan


dimodifikasi sesuai kebutuhan jenis kelainan dan tingkat kemampuan merupakan
salah satu factor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pendidikan olahraga
atau penjas bagi anak yang berkelainan termasuk tuna grahita. pendidikan
jasmani adaftif merukpakan suatu system penyampaian layanan yang bersifat
menyeluruh (komprehensif) dan dirancang untuk mengetahui, menemukan
pemecahan masalah bagi anak ALB. Adapun cirri dari program penjas adaptif
antara lain:

a. program penjas adaptif disesuaikan dengan jenis dan karakteristik kelainan


siswa.
b. Program pengajaran penjas adaptif harus dapat membantu dan mengkoreksi
kelainan yang disandang oleh siswa.
c. Program pengajaran penjas adaptif harus dapat mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan jasmani individu.

Untuk pembinaan anak tuna grahita dalam penjas atau olahraga dapat
dilihat dari hal di atas serta adanya suatu perombakan dalam program
pembelajaran. Anak tuna grahita biasanya kurang cepat dalam menerima atau
merespon dari apa yang dipelajarinya atau dilakukannya.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

7
Pada dasarnya anak tuna grahita itu sama dengan anak yang normal dalam
segi motoriknya akan tetapi anak tuna grahita atau disebut keterbelakangan
mental memiliki kelambatan dalam belajar. Program penjas adaptif sangatlah
membantu bagi anak tuna grahita dengan pengajaran yang tepat maka pendidikan
olahraga akan mengenai sasarannya. Modifikasi kurikulum pendidikan penjas
adaptif dilakukan terhadap: alokasi waktu, isi/materi kurikulum, proses belajar-
mengajar, sarana prasarana, lingkungan belajar, dan pengelolaan kelas.

4.2. Saran

Anak tuna grahita bukan momok yang harus dikucilkan dalam pembelajaran
penjas disekolah maupun temannya dan masyarakat bahkan mereka harus
mendapatkan perhatian yang lebih terkhusus untuk mendapatkan pendidikan yang
layak seperti halnya anak yang normal lainnya.

Sehingga diperlukan lembaga khusus yang menangani anak tuna laras.


Peserta didik yang menyandang kelainan demikian juga memperoleh pendidikan
yang layak, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang
dalam hal ini menyatakan dengan singkat dan jelas bahwa “Tiap-tiap warga
negara berhak mendapatkan pengajaran” yang ditegaskan dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan
bahwa “Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2007. Diklat pembekalan guru kelas/ agama SD mata pelajaran


penjas. Jawa barat

8
http//irfandedikpurnomo.files.wordpress.com/.../anak-tunagrahita-dan-
karakteristiknya.doc

http://pojokpenjas.blogspot.com.

http://yuswan62.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai