Anda di halaman 1dari 20

 HomeHome

 kumpulan skripsikumpulan skripsi


 SMS gratisSMS gratis
 Blog LoginBlog Login
 AboutAbout
 Posts RSSPosts RSS
 Comments RSSComments RSS

 Islam
o Al-Qur'an online
o Al-Hadist online

 TV & Radio
o
TV Streaming
o Radio Streaming

KASKUS Radio Roja Muslim radio Ceria Radio Hardrock FM Anime


Radio(jepang) 977 Oldies Radio FX HipHop R&B Metal Head Radio
SKY.fm Smooth Jazz ReggaeTrade

o Contact Me
 My Facebook
 My Twitter
 Link Sahabat
 World Explorer
 revolusi seorang author
 PENDIDIKAN LUAR BIASA
 1

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK


KESULITAN BELAJAR MELALUI METODE SUKU KATA DI SD 09
KECAMATAN PAUH
PROPOSAL PENELITIAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA
PERMULAAN ANAK KESULITAN BELAJAR MELALUI METODE SUKU KATA
DI SD 09 KECAMATAN PAUH (...

Exceptional Education
Blogs That Discuss About The World Of Education, Special Education Was Exceptional

Powered by Blogger.
.
Search...

MAKALAH TENTANG ANAK TUNALARAS

Diposkan oleh romiariyanto Thursday, January 27, 2011


Save
Share

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali macam tingkah laku, karakteristik dan bentuk fisik
manusia yang kita temui. Baik itu orang normal maupun tidak normal. Didalam pendidikan juga
ada yang untuk anak normal dan untuk anak yang membutuhkan layanan khusu atau sekolah luar
biasa.
Anak luar biasa adalah anak yang mengalami gangguan atau hambatan perkembangan baik fisik
maupun mentalnya sehingga mereka membutuhkan perhatian dan layanan khusus,hal ini dengan
tujuan agar mereka mampu menjalani kehidupan sehari-hari tanpamembutuhkan orang lain.
Salah satu anak yang mengalami hambatan atau gangguan yaitu anak tunalaras. Anak tunalaras
adalah anakyang mangalami gangguan emosi dan mentalnya dimana anak ini berbuat sesuatu
yang tidak biasa dilakukan oleh anak seusianya. Contoh prilaku yang dilakukan adalah mencuri,
membuat keributan atau cemas orang lain, menyakiti orang lain dan srbagainya yang tidak biasa
dilakukan oleh anak seusianya.
Orang tua atau guru harus bisa mendeteksi dini kalau anaknya mengalami hambatan, hal ini
bertujuan agar kelainan yang dialami anak tidak berkembang atau bertambah parah. Misalnya
kalau anak mengalami ketunalarasan maka pihak yang bersangkutan harus cepat mencengahnya,
agar kelainannya tidak bertambah parah.

Factor lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan anak baik itu lingkungan keluaga,
sekolah maupun masyarakat. Dimana kalau anak hidup dalam kelurga yang bisa menghargai dan
mendidik anak dengan baik maka anak akan bisa tumbuh kembang dengan baik dan begitu juga
sebaliknya karena keluarga tempat yang paling utama anak mendapat pendidikan.
Dalam lingkungan keluaga anak mendapat pendidikan yang baik, tapi lingkungan tidak baik
maka anak juga bisa mempunyai sifat atau kelainan misalnya suka membuat keributan dan
cemas orang lain.
Untuk mengatasi terjadinya kelainan tersebut yaitu dengan lebih memperhatikan anak baik dari
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kalau anak sudah me,punyai pergaulan yang tidak
baik maka, orang tua harus cepat tanggap dan mencengahnya agar anak tidak berlarut-iarut
dalam permasalahan tersebut.
Kalau anak sudah mempunyai prilaku dan emosi yang tidak sesuai dengan usianya maka,
keluarga harus menerima anak tanpa mengabaikannya. Dan langkah yang harus dilakukan adalah
bagaimana agar anak bisa keluar dari gangguan prilaku yang dialaminya.
Cara yang tepat yaitu dengan konsultasi ke psikolog dan bagaimana cara menangani anak
tersebut. salah satu cara menanganinya yaitu dengan terapi bermain. Oleh sebab itu penulis telah
menyiapkan berbagai macam terapi bermain yang bisa diterapkan kepada anak kalau seandainya
anak mengalami kelainan prilaku.
Hal ini dilakukan karena yang sama kita ketahui bahwa yang namanya anak-anak pasti menyukai
yang namanya bermain. Jadi sambil bermain kita bisamencangah dan menghilangkan agar
kelainan perilaku yang dialami anak tidak bertambah.

B. BATASAN MASALAH
Dalam penulisan makalah ini penulis akan membatasi masalahnya yaitu :
1. Pengertian anak tunalaras
2. Permasalahan anak tunalaras
3. Sasaran yang terapi
4. Prinsip, pendekatan dan metoda
5. Evaluasi terapi permainan

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam bagaimana anak
luar biasa terutama anak tunalaras. Baik itu karakteristik, penyebab dan cara menanggulanginya.
Disini kita akan mengetahui apa saja yang bisa dialakukan untyuk mengetahui anak yang
mengalami kelainan dan bagaimana sara mencengahnya. Dan kalau sudah terjadi bagaimana cara
memberikan terapinya, maka disini kita akan lansung mengetahui bagaimana cara memberikan
terapi bermain kepada anak tunalaras, agar kelainan perilaku yang dialami anak bisa diatasi
sambil bermain.
Selain itu, tujuannya juga untuk memenuhi salah satu tugas akhir semester mata kuliah jurusan
pendidikan luar biasa yaitu mata Bina Pribadi Dan Sosial yaitu membuat makalah tentang anak
yang mengalami gangguan perilaku.

D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Agar semua pihak mengetahui bagamana anak luar biasa terutama anak tunalaras
2. Agar orang tua, guru dan masyarakat bisa menerima kehadiran anak yang mengalami kelainan

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ANAK TUNALARAS
Istilah tunalaras pada umumnya diasosiasikan dengan anak dan remaja yang sering menimbulkan
keresahan dan kehonaran, baik disekolah maupun masyarakat, seperti mencuri, mabuk,
penggunaan ganja dan obat terlarang, perkelahian, perkosaan dan sebagainya.penyandang
tunalaras sangat heterongen, penyandang tunalaras tidak hanya membuat orang lain marah,
sedih, was-was, atau pusing karena gangguan yang ditimbulkan. Mereka mempunyai hambatan
sehingga tidak mungkin menjalin hubungan interpersonal yang memuaskan.
Jadi anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan atau melakukan kenakalan yang tidak
sesuai dengan laku anak seusianya, wujudnya seperti: mencuri, mengganggu, dan menyakiti
orang lain.

B. PERMASALAN ANAK TULARAS


Ada beberapa pemasalahan yang dialami oleh anak tunarungu, diantaranya yaitu sebagai berikut
:
1. Jenis prilaku yang dimiliki oleh anak behavioral deficit, misalnya kirang memilki pengetahuan
tentang bagaimana bersikap, keterampilan bina diri, mengendalian dan memantau sikap sendiri.
2. Prilaku yang berlebihan, misalnya cemas, rendah diri.
3. Cara mengendalikan lingkungan secara tidak benar, misalnya kelainan prilaku seksual, tidak
sensitive terhadap hal-hal yang menganggu
4. Cara merespon diri yang tidak benar, misalnya, tidak menafsirkan perasaan orang secara cepat
5. Cara lingkungan yang tidak meperhatikan anak secara baik, misalnya anak dimanjakan, tidak
diajari kalau berbuat salah.

C. SASARAN YANG DITERAPI


Sasaran yang akan diberikan terapi yaitu permasalahan yang mengganggu dan menghambat
proses pembelajaran dan proses dalam kehidupan sehari-hari. Diantaranya sebagai berikut :
1. Perilaku yang menyimpan dalam hal sikap, keterampilan sosial, ketrampilan bina diri,
mengendalikan dan mwmantau perintah sendiri
2. Perilaku yang berlebihan, cemas, rendah diri, over-akting, ingin dipuji
3. Penyimpangan perilaku seksual, tidak sensitive pada hal-hal yang mengganggu.
4. Perasaan yang tidak realistic dan kurang peka
5. Perilaku yang manja dan tidak dewasa.

D. JENIS PERMAINAN BAGI ANAK TUNALARAS


Adapun jenis permainan yang akan diberikan kepada anak tunalaras disesuaikan dengan
permasalahan dan minat serta bakat anak. Permainan bagi anak tunalaras senaiknya diarahkan
kepada sasaran terapi untuk mereka, antara lain : permainan aktif sacara fisik dangan
menggunakan alat atau tanpa alat. Dintaranya sebagai berikut :
1. Permainan yang menggunakan alat, misalnya : sepak bola, lempar lembing, lempar
cakram,badminton, permainan musik, seni lukis, permainan warna dan lain sebagainya
2. Permainan tanpa alat, antara lain gulat, boxen, permainan tebak-tebakan, permainan imjinasi,
permainan drama, permainan bahasa, mendengarkan, permaianan matmatika, permainan berpikir
dan lain sebagainya,

E. PRINSIP, PENDEKATAN DAN METODA


1. Prinsip terapi permainan bagi anak tunalaras pada umumnya, siperlukan prinsip sebagai
berikut :
Prinsip kasih sayang
Anak tunalaras mempunyai karakteristik sosial emosional dengan gangguan keprinadian, perlu
pendekatan secara psikis dengan kasih sayang dari semua pihak baik keluaga, dekolah ataupun
masyarakat.
Prisip individual
Peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, maka untuk anak tunlaras perlu
diperlihatkan sikap prilakunya secara individual untuk menentukan program yang akan
dirancang agar perilaku yang menyimpang dapat diterapi dengan kegiatan terapi bermain.
Prinsip motivasi belajar
Morivasi belajar bagi anak tunalaras bertujuan untuk memupuk daya akan kekuatandari dalam
diri anak, agar mereka bergerak dalam melakukan kegiatan-kegiatan dalam melakukan terapi
bermain. Untuk membangkitkan notif-motif belajar, dengan cara memberikan materi yang
menarik, media yang sesuai, metoda tepat dan cara menyampaikan pelajaran yang komunikatif.
Prinsip belajar kelompok
Anak tunalaras yang mengalami gangguan sosial emosional perlu pendekatan dengan cara
belajar dalam kelompok untuk mengembangkan rasa kebersamaan, menghargai pendapat orang
lain, tenggang rasa, dan bekerja secara gotong royong.
Bila anak tunalaras sulit beradaptasi, diperlukan tindakan modofikasi tingkah laku secara khusus
dan terus menerus sampai dia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
2. Pendekatan terapi bermain bagi anak tunalaras
Pendekatan psikoanalisis
Pembelajaran dengan pensekatan psikoanalisi, membantu mengungkapkan hal-hal yang
mendasari patologi mental dalam usaha untuk meningkatkan fungsi kejiwaan yang tercermin
dalam tingkah laku dan prestasi.
Pendekatan psikologi pendidikan
anak tunalaras dengan gangguan psikiatrik ada penyimpangan perilaku yang menyebabkan
rendahnya prestasi belajar. Dengan terapi permainan dapat dikembangkan kreatifitas anak.
Pendekatan humanistic
Program pendidikan bagi anak tunalaras diarahkan pada peningkatan pengarahan diri. Kegiatan
pembelajaran dalam situasi demokrasi, terbuka dan menyenangkan.
Pendekatan ekologi
Anak tunalaras dianggap sebagai anak bermasalah, dengan terapi permainan, suatu kegiatan yang
bertujuan untuk merubah tingkah laku yang tidak diharapkan.
Pendekatan prilaku
Anak tunalaras dengan perilaku yang menyimpang, perilaku yang nampak diananlisi untuk
dimodifikasi dengan perilaku yang diharapkan.
3. Metode terapi permainan bagi anak tunalaras
Metoda yang digunakan untuk anak tunalaras adalah metoda yang dapat memotivasi belajar,
menarik dan tidak membosankan. Metoda yang sesuai dalam proses terapi permainan antara lain,
metoda brain stroming ( curah gagasan), netoda diskusi, metoda problem solving, metoda
inquiry, metoda kerja kelompok, metoda karya wisata, metoda eksprimen, metoda latihan,
metoda penugasan dan lain sebagainya.

F. EVALUASI
Evaluasi yaitu untuk mengetahui sejauh mana terapi permainan yang telah diberika sesuai
dengan tujuan yang diharapkan, yang dilihat melalui perubahan dari objek terapi. Proses dari
pelaksanaan evaluasi diamati dari sebelum proses belajar dilakukan hingga akhir kegiatan.
Jenis evaluasi yang digunakan untuk terapi permainan antara lain sebagai berikut :
Evaluasi sikap, yakni evaluasi untuk mengetahui perubahan sikap mental.dilakukan sebelum
selama atau sesudah kegiatan berlansung. Alat yang digunakan antara lain, daftar skala sikap,
checklist, interview guide dan anecdotal record.
Evaluasi minat dan bakat, yang ditujukan untuk mengetahui minat dan bakat anak. Alat yang
digunakan adalah alat-alat permainan, keterampilan, dan alat-alat olah raga.
Evaluasi kemampuan, yang dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan masing-masing anak,
yang meliputi kemampuan mental, intelektual, dan fisik yang didalamnya termasuk kemampuan
otot dan alat koordinasi sensomotorik.
Evaluasi sosial, yang digunakan untuk mengetahui atau hubungan sosialanak tunalaras kapda
sesame teman, guru, orang tua, dan masyarakat. Evaluasi ini dapat dilakukan kapan saja. Alat
yang digunakan sama dengan alat evaluasi pada umumnya dan diperlukan sosiometri.
Adapun langkah-langkah dalam mengevaluasi adalah sebagai berikut :
Persiapan terhadap anak
(1) Subjek yang akan dikenakan evaluasi, ialah murid yang mengikuti kegitan terapi bermain
(2) Aspek yang dievaluasi
(3) Alat-alat yang digunakan dalam evaluasi
(4) Waktu dan pemjdwalan evaluasi
Pelaksanaan evaluasi
Evaluasi sikap, dengan cara, mengadakan pengamatan terhadap sikap anak, mengadakan
wawancara, serta pemberian tugas. Evaluasi minat dan bakat anak, dengan cara, wawancara
dengan mesing-masing siswa, permainan bebas.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penulisan makalah diatas maka dapat penulis simpulkan bahwa:
1. Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan perilku yaitu suka membuat keributan
dan cemas orang lain
2. Permasalahan yang dialami anak tunalaras adalahkurang mamilki pengetahuan bagaimana
bersikap, mengendalikan dan memantauperilaku sendiri.
3. Jenis terapi permainan untuk anak tunalaras yaitu: permainan yang menggunakan alat ( sepak
bola, badminton, musik dan lain sebagainya ) dan permainan tanpa alat misalnya, permainan
drama, permainan lagu,gulat dan sebagainya.
4. Prinsip pendekatan bagi anak tunalaras yaitu : prinsip kasih sayang, prinsip individual,
motivasi balajar dan prinsip balajar dalam kelompok.
5. Pendekatan terapi permainan bagi anak tunalaras yaitu : pendekatan psikoanalisis, pendekatan
psikologi pendidikan, pendekatanm humanistic, pendekatan ekologi, pendekatan perilaku
6. Metode yang digunakan dalam terapi permianan adalah metode yang bisa memotivasi belajar,
menarik dan tidak membosankan.
7. Evaluasi yang bisa dipakai dalam terapi permainan adalah evaluasi sikap, evaluasi minat dan
bakat, evaluasi kemampuan dan evaluasi sosial.
8. Anak tunalaras masih mempunyai potensi yang bisa dikembangkan.
B. SARAN
1. Orang Tua
Orang tua harus bisa menjaga anaknya mulai dari nasa hamil sampai melahirkan dan anak
tumbuh kembang. Orang tua juga harus memperhatikan anak dalam menjalanmi kehidupan
sehari-hari baik dilingkungan kelurga, dekolah ataupun masyarakat agar anak tidak mengalami
prilaku yang menyimpang.
Kalau seandainya anak sudah mengalami gangguan perilaku sebaiknya anak dibawa ke psikolog
atau ahli terapi atau bisa juga melakukan terapi bermainyang telah diuraikan diatas, agar kelainan
prilaku anak bisa terasi secepat mungkin.
2. Guru Sekolah
Guru harus memperhatikan cara pergaulan anak-anaknya disekolah, dan cepat mencengahnya
kalau seandaikan ada penyimpangan perilaku yang dialami oleh anak didiknya.
Seorang guru harus kreatif dalm pemilihan metode pengajaran yang akan diberkan kepada
peserta didik, agar anak tidak termotivasi dan tidak cepat bosan dan jenuh dalam belajar. Guru
harus mengetahui dulu bagaiman karakteristik peserta didiknya agar memudahkan dalam
pemilihan metode yang tepat untuk peserts didiknya.
3. Masyarakat
Agar masyarakat bisa menerima kehadiran anak yang mengalami gangguan prilaku atau anak
tunalaras. Masyarakat harus bisa menghargai anak-anak tersebut, karena anak-anak itu butuh
pujian, dihargai dan sebagainya. dan mengikutsertakanya dalam semua kegiatan tanpa
membedakan dengan anak normal yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Dra. Ellah Siti Chalidah (2005), Terapi Permainan Bagi Anak Yang Memerlukan Layanan
Pendidikan Khusus. Jakarta : Depdikbud
Msc; Sunardi : Dr , ortopedogogik anak tunalaras
Tarmansyah, (1985), Pedoman Guru Terapi Okupasional Untuk Anak Tunadaksa, Jakarta :
Proyek PSLB Depdiknas
Munandar, Utami, S.C (1987), Mengembangkan Bakat dan Kreatifitas Anak Sekolah, Jakarta :
Gramedia
Save
Share
MAKALAH
Home » Tuna Laras » IDENTIFIKASI DAN ASESMEN BAGI ANAK DENGAN GANGGUAN
EMOSI DAN PERILAKU

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN BAGI ANAK DENGAN


GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU
By arozi setiawan18.011 comment

IDENTIFIKASI DAN ASESMEN BAGI ANAK DENGAN GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU
A. Pentingnya Asesmen Bagi Anak Tunalaras
Asesmen merupakan salah satu komponen terpenting dalam rangkaian proses pengembangan
program layanan bagi ALB. Kauffman (1985) mengemukakan pentingnya asesmen, antara lain :
1. Anak hampir tidak pernah merujuk dirinya sendiri untuk mendapat layanan khusus. Rujukan
untuk memperoleh asesmen selalu dilakukan oleh orang dewasa, mungkin orangtua, guru,
saudara, pemuka masyarakat, atau pekerja sosial, baik karena diidentifikasi secara individual
maupun merupakan hasil penjaringan masal. Oleh karena itu, proses asesmen harus
melibatkan secara langsung dengan anak yang bersangkutan dan orang dewasa lain yang
dekat dan mengetahui seluk beluk anak. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengetahui
pandangan dan pendapat anak tentang masalah yang dihadapinya.

2. Masalah yang sebenarnya disandang anak, terutama berhubungan dengan kelainan


nonfisik, sering berbeda dengan yang terlihat.
Contoh kasusnya adalah seorang anak laki-laki kelas 2 SMP yang semula termasuk murid yang
pandai, rajin, mempunyai pergaulan yang baik, aktif dalam organisasi sekolah, tiba-tiba
menunjukkan perilaku yang berbeda, yaitu sering tidak masuk sekolah, pasif, dan tidak
mengikuti ekstra-kurikuler sama sekali. Berbagai upaya untuk memperbaiki perilakunya, seperti
nasihat, hadiah, hukuman, bimbingan intensif oleh guru BP ternyata tidak berhasil mengubah
perilaku anak ini. Bahkan surat panggilan untuk kedua orangtuanya juga tidak dibalas. Kedua
orangtuanya baru mau datang bersama anaknya setelah ada ancaman dari sekolah untuk
mengeluarkan anak ini dari sekolah. Di sekolah, ketiga orang ini mengadakan pertemuan
dengan tim khusus sekolah yang terdiri dari guru, kepala sekolah, guru BP, guru PLB, psikiater,
dan psikolog. Dari pengamatan selama pertemuan, anak ini selalu manja dan dekat dengan
ibunya, tim sekolah menyimpulkan anak ini menderita anxity separation, cemas berpisah
dengan ibunya. Tetapi, waktu tim sekolah secara tanpa pemberitahuan mengadakan kunjungan
rumah, diketahui bahwa bolosnya anak ini dari sekolah karena membela ibunya yang disiksa
oleh bapaknya yang berubah menjadi pemabuk sejak dipecat dari pekerjaan beberapa bulan
lau. Tanpa ada asesmen, masalah yang sebenarnya pada anak tidak akan pernah diketahui.

Karena masalah sebenarnya disandang anak sering berbeda dengan yang terlihat, Mc Longhlin
dan Lewis (1981) menganjurkan agar asesmen terhadap anak, apapun gejala yang dilaporkan
saat dirujuk, dilakukan secara komprehensif. Dengan demikian, semua jenis masalah/kelainan
yang disandang anak akan terungkap.

B. Instrumenyang Dipakai dalam Proses Asesmen Ketunalarasan


1. Kauffman (1985) mengelompokkan instrument dalam identifikasi dan asesmen
berdasarkan alat instrumen
a. Tes Standard / Baku
Tes standard / baku ini memiliki keuntungan dan kelemahan. Keuntungan dari tes baku ini yaitu
kita dapat mengetahui apa yang telah dipelajari anak dalam perbandingan dengan teman
sebayanya dan tes ini juga memberikan gambaran kemampuan yang dimiliki anak dan hal-hal
yang masih memerlukan pembinaan khusus. Sedangkan kelemahannya yaitu kemungkinan
bisa karena perbedaan budaya, bahasa, keadaan sosial-ekonomi, dsb. Contohnya tes
kepribadian mungkin memasukkan pertanyaan yang dapat dijawab oleh satu kelompok, tetapi
kelompok yang lain tidak dapat menjawabnya.
Tes baku yang dapat dipakai yaitu tes intelegensi dan tes kepribadian. Tes inteleginsi untuk
mengukur kemampuan anak, sedangkan tes kepribadian untuk mengukur traits (karakteristik)
atau mekanisme psikis dasar yang menyebabkan berbagai pola perilaku. Tes ini dapar berupa
angket, melengkapi kalimat, atau jenis projective (mengukur, menulis bebas).

b. Wawancara
Wawancara dapat dilakukan terhadap anak yang bersangkutan atau orang dewasa yang
mengetahui tentang anak. Wawancara tersebut dapat berupa percakapan bebas atau
pertanyaan terstruktur untuk mengetahui perilaku anak. Wawancara bertujuan untuk
memperoleh informasi tentang interaksi dan pandangan terhadap orang lain, jenis perilaku yang
baik dan menyimpang, serta jenis asesmen yang masih diperlukan untuk melengkapi hasil
wawancara.

c. Observasi dan rating


Cara yang bersumber dari konsep psikodinamika bahwa masalah perilaku berlatar belakang
dari konflik psikis yang tersembunyi sebesnarnya mempunyai tingkat reliabilitas rendah. Konsep
behavioristik mulai menekankan observasi langsung atas perilaku anak dalam kehidupan
sehari-hari, dengan asumsi bahwa apa yang terjadi sebelum dan sesudah perilaku menyimpang
muncul sangat berpengaruh pada perilaku tersebut.

d. Tes Fisik dan Psikofisiologis


Kondisi fisik anak perlu diasesmen dengan menekankan pada pemeriksaan syaraf, otak, atau
jantung. Asesmen tesebuthanya dilakukan oleh tenaga medis.

2. MC Loughlin dan Lewis (1981) mengelompokkan instrumen identifikasi dan asesmen


berdasarkan obyek yang diukur
a. Identifikasi perilaku menyimpang
Instumen yang paling sering dipakai untuk mengidentifikasi penyimpangan perilaku adalah
checklist dan rating scale, yang diisi oleh orang lain yang telah mengamati dan mengetahui
anak dalam waktu lama. Keduanya sebenarnya hanya alat penjaringan yang harus diikuti
asesmen dengan instrumen lain yang lebih mendalam.
Ada rating scale dan checklist yang telah dibakukan sebagai perbandingan bagi yang akan
mengembangkan instrumen, instrumen tersebut diantaranya :
1) Behavior Rating Profile
BRP terdiri dari beberapa bagian yang diisi murid sendiri, guru, orang tua, dan teman sejawat.
Contoh :
- Diisi oleh murid:Saya sering melanggar aturan yang dibuat orang tua.
- Diisi oleh orang tua:Anak tersebut sering melanggar aturan yang saya buat.
Hasil tersebut akan menjadi profile yang menunjukkan tingkat penyimpangan perilaku anak.

2) Walker Problem Behavior Identification Checklist


WPBIC diisi oleh guru, murid kelas 4, 5, dan 6. Guru hanya memberi tanda pada pernyataan
yang telah diamati pada anak selama 2 bulan terakhir. Contoh :
- Acting Out : mengeluh tentang ketidakadilan dan diskriminasi orang lain padanya
- Withdrawal : menghindari perhatian orang lain terhadapnya.
- Distructability : tidak mencoba membatasi urusan sendiri tanpa pengendalian orang lain
- Hasil checklist dimasukkan dalam kartu profile yang menggambarkan perilaku anak secara
keseluruhan.
3) Burk’s Behavior Rating Scale
BBRS dipakai guru atau orang tua untuk mengidentifikasi pola perilaku patologis anak kelas 1
SD sampai dengan kelas 3 SLTP. Contoh kategori BBRS :
- Menyalahkan diri sendiri secara berlebihan
- Cemas secara berlebihan
- Menyembunyikan diri secara berlebihan
- Kelemahan kemampuan ego
- Kelemahan perhatian
Guru atau orangtua akan member tanggapan atas pernyataan dengan skala 1s.d 5. Nilai 1
berarti perilaku yang disebutkan tidak pernah diamati pada anak. Sedang nilai 5 berarti perilaku
itu sering dilihat pada anak.
Contoh pernyataan BBRS:
- Kelemahan perhatian : menunjukkan perilaku tak menentu, mengambang atau terpecah
perhatian
Pola perilaku anak dapat terlihat pada kartu profile setelah hasil pengamatan dimasukkan
dalam profile tersebut.

4) Devereux Behavior Rating Scale


DBRS dibagi menjadi 3 yaitu devereux child behavior scale, devereux elementary scholl
behavior rating scale, devereux adolescent behavior rating scale. DCDS diisi oleh orang tua
anak berumur 8 – 12 tahun. Skala ini berupa deskripsi perilaku dan orang tua memberi tanda
untuk menentukan sering tidaknya perilaku muncul dan bagaimana perlaku tersebut. beberapa
faktor yaitu :
- Perhatian mudah terganggu
- Kelemahan bina diri
- Secara emosional terlalu terikat
DESB berupa deskripsi perilaku anak yang harus diisi oleh guru anak kelas
1 – 6. Faktor perilaku pada DESB yaitu :
- Gangguan dikelas
- Tidak sabar
- Cemas akan prestasi belajarnya
- Tidak menghormati orang lain.
DAB diisi oleh orang tua dengan cara yang sama seperti DCBS dan DESB. Jenis perilaku,
berbeda karena kala ini dikembangkan bagi anak 13 – 18 tahun. Faktor jenis perilaku yaitu :
- Perilaku tidak adil
- Melanggar dan melawan
- Sadis dan selalu ingin menang
Banyak intrumen baku yang dibakukan di negara berbahasa Inggris, namun di Indonesia belum
ada pengembangan maupun pembakuan instrumen. Meski telah mengembangkan penuntun
deteksi diri ATL di sekolah,tetapi instrumen ini belum dibakukan dan kurang sensitif terhadap
berbagai perilaku yang mungkin ditunjukan oleh anak.
Gambar 1 Deteksi dini anak tuna laras
No. Gejala yang diamati Nilai
1. Sikap membangkang
2. Mudah terangsang emosi
3. Tindakkan sering melanggar hukum
4. Sering melakuan tindakan agresif

b. Identifikasi perilaku murid


Mengevaluasi secara lebih khusus perilaku anak dalam situasi belajar dikelas bertujuan untuk
mengetahui tingkat perkembangan sosial emosional dan perilaku di kelas meliputi :
1. Ketrampilan menyesuaikan guru
Mematuhi aturan yang berlaku
Anak dikatakan berperilaku menyimpang jika menunjukkan perilaku seperti menggangu, tidak
pauh, malas, atau tidak memperhatikan. Salah satu cara mengukur perilaku yaitu dengan
observasi. Aspek lain yang perlu diamati dalam kepatuhan pada aturan sekolah adalah
pengendalian diri.
Gambar 2 Pengukuran pengendalian diri
No. Pernyataan Saya dapat mengerjakan dengan baik Cukup Perlu perbaikan
1. Saya dapat memusatkan perhatian pada guru.
2. Saya ingat apa yang harus saya lakukan.
3. Saya dapat menyelesaikan tugas setelah tahu apa yang harus saya lakukan.
4. Saya dapat menduga apa yang akan terjadi jika saya menimbulkan kekacauan.
5. Saya dapat menjelaskan norma yang saya rasakan.

Kebiasaan belajar dan bekerja


Menurut Wallace dan Kauffman (dalam Mc Loughlin dan Lewis, 1981) kebiasaan belajar dan
bekerja yang baik meliputi:
a) Menerima tugas yuang diberikan oleh guruMenyelesaikan
b) Tugas sesuai dengan waktu yang disediakan
c) Rajin dan teliti
d) Berpartisipasi dalam kegiatan kelompok
Keempat aspek tersebut kemudian dijabarkan dalam seperangkat pertanyaan yang dapat
dipakai sebagai pedoman dalam proses asesmen, dbaik dengan angket maupun wawancara.
Broun (dalam Mc Loughlin dan Lewis, 1981) menyuebut kebiasaan belajar dan bekerja yang
baik sebagai perilaku belajar mandiri, salah satu karakteristiknya antara lain:
a) Kemauan menunjukkan kepada orang lain apa yang diketahui dan dipelajari
b) Umumnya dikerjakan sendiri
c) Memerlukan kemampuan cara belajar mandiri
d) Diperoleh melalui tugas kelas, pekerjaan rumah, tes atau wawancara
e) Belajar secara induktif dari teman, guru, dan orangtua

2. Sikap
Prestasi belajar ALB mungkin dapat mempengaruhi sikap terhadap dirinya sendiri, sikap
terhadap sekolah, dan terhadap proses belajar.
Beberapa aspek yang berkaitan dengan sikap murid yaitu konsep diri, sikap terhadap sekolah,
dan terhadap proses belajar.
Satu instrument baku untuk mengukur konsep diri adalah the Piers. Harris Children’s Self
Concept Scale. Selain itu, jenis instrument untuk mengukur self-concept mungkin berupa
wawancara, angket dan observasi. Sikap terhadap sekolah dapat diukur dengan berbagai
instrument seperti: observasi, wawancara, rating scale, atau check list.

3. Interaksi dengan teman dan guru


Hasil penelitian menunjukkan bahwa ALB sering dianggap lebih sukar menjalin hubungan yang
baik dengan guru dan teman, kurang dikehendaki oleh guru dan teman, tidak sepopuler anak
normal, kurang menarik dan biasanya tidak bahagia. I. Bropy dan T. Good (dalam Mc. Loughlin
dan Lewis, 1981), instrument asesmen interaksi anatar guru dengan murid disebut the Bropy
Good Teacher-child Dyadic Interaction System. Instrumen ini menunjukkan apakah suatu
interaksi dimulai oleh guru atau murid, dalam tiga macam setting di kelas, yaitu umum,
membaca, dan mengerjakan tugas. Lima macam interaksi yaitu:
- Kesempatan respon: anak secara terbuka mencoba menjawab pertanyaan dan masalah
yang diberika oleh guru
- Resitasi anak membaca dengan keras, mendeskribsikan pengalaman, mengamati table
matematika, atau menyajikan sesuatu secara lisan
- Kontak procedural: guru member komentar atau membetulkan perilaku anak
- Umpan balik: guru member umpan balik atas perilaku siswa
C. Strategi dalam Pelaksanaan Identifikasi dan Asesmen bagi Anak dengan Gangguan Emosi
dan Perilaku
Strategi merupakan penedekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan
gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Dalam
melakukan asesmen untuk anak dengan gangguan emosi dan perilaku, diperlukan sebuah
strategi, dimana strategi tersebut harus disesuaikan dengan kapan seharusnya anak itu perlu
untuk diasesmen. Didalam strategi tersebut harus terdapat berbagai jenis metode atau
instrumen (contoh : rating scale, wawancara, observasi) dan berbagai sumber dan informasi
(murid, guru, orang tua, teman sebaya). Masing-masing strategi tersebut memiliki tujuan yang
berbeda dalam proses penilaian, dan masing-masing memiliki kelebihan unik dan kerugian.
Berikut beberapa strategi asesmen secara umum yang digunakan untuk mengevaluasi anak-
anak dengan gangguan emosi dan perilaku:
1. Wawancara dengan anak, orangtua, dan guru
Strategi ini berupa daftar pertanyaan tertentu yang disajikan oleh pewawancara untuk
memperoleh tanggapan dari seorang informan. Tujuan dari strategi ini adalah untuk
menyediakan sebuah gambar dari anak yang terlihat bermasalah seperti yang dirasakan oleh
informan, menyediakan informasi tentang konteks lingkungan dimana perilaku bermasalah
sedang terjadi, menyediakan perkembangan penting, informasi sejarah tentang anak. Hasilnya
digunakan untuk merumuskan penilaian pertanyaan dan strategi penilaian berikutnya.

2. Pemeriksaan catatan anak


Strategi ini berupa pemeriksaan catatan kumulatif, riwayat kedisiplinan, dan cacatan lain dari
kinerja/prestasi sekolah. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menyediakan dokumentasi
masalah-masalah yang ada dari waktu ke waktu dan memberikan beberapa indikasi apakah
perilaku anak mungkin dapat mempengaruhi pembelajaran.

3. Skala penilaian orang tua, guru, dan anak


Strategi ini biasanya terdiri dari item yang mana tarif informan dalam hal keparahan (misalnya,
ringan, sedang, berat) atau frekuensi kejadian (misalnya, tidak pernah, jarang, sering). Skala
penilaian mungkin bisa formal atau informal. Skala penilaian formal sering digunakan untuk
menentukan kelayakan, karena mereka menyediakan perbandingan normatif tentang perilaku
anak-anak. Skala penilaian informal melayani berbagai tujuan, seperti identifikasi tertentu
menunjuk pada hari ketika perilaku bermasalah terjadi.

4. Pengamatan pada keadaan kebiasaan atau alamiah


Strategi ini menjelaskan 2 pengamatan, yaitu pengamatan anekdotal dan sistematis. Pertama,
pengamatan anekdotal adalah rekaman narasi dari perilaku siswa, dimana mereka sering
digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan fungsi atau tujuan dari perilaku siswa. Kedua,
pengamatan sistematis mencerminkan akun yang diukur dari perilaku siswa. Tujuan dari
strategi ini adalah untuk menyediakan sebuah gambaran dari perilaku spontan siswa dalam
keadaan sehari-hari, menyediakan sebuah catatan sistematis dari perilaku anak yang dapat
digunakan untuk penanganan, menyediakan verifikasi guru dan laporan orangtua tentang
perilaku anak.

5. Penilaian medis
Strategi ini berupa evaluasi kejiwaan dan medis lain yang dirancang untuk mendiagnosa
gangguan emosianal atau perilaku dan atau masalah medis lainnya. Tujuan dari strategi ini
adalah untuk mengesampingkan atau keluar dari gangguan emosi atau perilaku dan atau kodisi
medis lainnya, mungkin termasuk identifikasi dari intervensi medis yang tepat, seperti sebagai
obat.
6. Penilaian yang mengacu pada standar, norma kecerdasan, akademik, dan daerah lain
yang menjadi perhatian
Strategi ini berupa pengukuran kecerdasan, akademik (membaca, matematika, menulis),
komunikasi, keterampilan gerak, dll. Tujuan dari strategi ini adalah untuk mengesampingkan
atau keluar dari daerah lain yang diduga kelainan, untuk menyediakan perbandingan normatif
dari kemampuan dan kinerja anak, untuk membantu dalam penentuan kelayakan.

7. Penilaian perilaku fungsional


Strategi ini berupa penggabungan berbagai teknik dan strategi untuk mengidentifikasi penyebab
dari perilaku, fokus pada identifikasi biologis, sosial, afektif, dan faktor lingkungan yang memicu
dan memelihara perilaku yang bermasalah. Tujuan dari strategi ini adalah untuk menentukan
fungsi perilaku, intervensi bisa dikembangkan dan diimplementasikan dengan memanipulasi
pendahulu dan konsekuensi berikutnya, perilaku bermasalah, dirancang untuk mengajarkan
anak lebih tepat, perilaku alternatif dan untuk mencegah perilaku terjadi dengan menyediakan
dukungan perilaku positif

8. Strategi penilaian informal lain seperti pemeriksaan dari sampel kerja, uji kriteria yang
direferensikan, dan penilaian kurikulum dasar
Strategi ini berisi analisis kesalahan, analisis intruksional dan variabel kurikulum yang perlu
dipertimbangkan ketika merencanakan kurikulum dan pengajaran. Tujuan dari strategi ini
adalah untuk mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan anak-anak secara spesifik melalui
konteks dari kurikulum pendidikan secara umum.

D. Pihak yang terlibat dalam pelaksanaan identifikasi dan asesmen anak ketunalarasan
Proses asesmen anak tunalaras sampai dengan penyusunan program layanan khusus akan
melibatkan satu tim multidisipliner, antara lain:
1. Tenaga kependidikan
a. Guru kelas
Guru kelas diharapkan dapat mengumpulkan informasi tentang prestasi akademik dan keadaan
sosial-emosi anak. Ini dapat dilakukan baik dengan tes formal maupun alat pengumpul data
informal yang lain.
b. Guru PLB
Guru PLB bertugas mengumpulkan data prestasi anak dalam kondisi yang lebih khusus dan
individual.
c. Administrator
Administrator sekolah (pengawas, kepala sekolah) diharapkan dapat menambah informasi yang
ada tentang anak.

2. Orangtua dan anak


Orangtua dan anak diharapkan dapat memberikan informasi tentang semua aspek
perkembangan. Hal ini perlu dilakukan terutama jika anak memang telah mencapai usia sekolah
dan orangtua memang berkeinginan mengikuti proses asesmen.

3. Tenaga bantu kependidikan


a. Psikolog
Psikolog perlu dilibatkan untuk menetapkan apakah anak memang memerlukan layanan khusus
dan untuk mengadministrasikan dan menafsirkan beberapa tes, seperti tes intelegensi, tes
kepribadian, bahkan tes prestasi belajar.
b. Ahli bina bahasa dan wicara
Ahli ini bertugas mendiagnosis dan nanti membina anak yang menunjukkan gangguan bahasa
dan wicara.

4. Tenaga medis
Tenaga medis ini meliputi dokter, perawat, atau tenaga lain yang sudah menangani kesehatan
anak yang bersangkutan, termasuk psikiater, neurolog, operthalmolog, paediatris, dan dokter
ahli yang lain. Informasi yang diperlukan adalah semua masalah/gangguan, kondisi, dan jenis
penyakit yang mungkin diderita anak.

5. Tenaga yang berkaitan dengan perkembangan motorik


a. Guru pendidikan jasmani khusus
Guru ini bertugas mengadakan pengukuran tentang pola perkembangan fisik, fitness fisik dan
motorik, serta ketrampilan anak dalam berbagai kegiatan seperti menari, bermain, olahraga,
dsb.

b. Ahli terapi fisik dan terapi okupasi


Ahli ini bertugas mengetahui semua kemampuan fungsi motorik yang tidak dimiliki anak dan
memerlukan terapi, baik gerak motorik halus maupun kasar.

6. Tenaga yang berkaitan dengan kondisi emosi-emosi


Hal ini bisa mencakup guru bimbingan dan konseling dan pekerja sosial, dimana mereka
mungkin akan melakukan kunjungan rumah (home-visit) untuk mengetahui lebih banyak
tentang latar belakang kehidupan anak.

7. Tenaga terkait lain


Tenaga lain yang mungkin terlibat misalnya anggota keluarga atau masyarakat yang
mengetahui perkembangan anak.
Hasil asesmen ini selanjutnya akan dibawa oleh semua tim dalam rapat untuk menentukan jenis
dan intensitas layanan yang diperlukan anak, termasuk penempatan anak di sekolah. Dengan
demikian, anak diharapkan memperoleh kualitas layanan yang sesuai dengan kebutuhan
individual anak. Layanan pendidikan di sekolah dapat memilih salah satu dari berbagai alternatif
yang ada, yaitu kelas biasa, guru konsultan, guru kunjung, pull out, kelas khusus, atau sekolah
khusus. Penempatan pada salah satu model di atas ditetapkan berdasarkan hasil asesmen oleh
tim.

E. Pelaksanaan Identifikasi dan Asesmen Anak Ketunalarasan


Asesmen ini dilaksanakan setelah melakukan proses identifikasi anak. Adapun waktu
pelaksanaan identifikasi dan asesmen bagi anak tunalaras yaitu :
a. Saat ingin mengetahui mengenai identitas anak secara lengkap dan terperinci
b. Saat anak yang mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional/
tingkah laku) dalam pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya (anak-anak normal)
c. Saat ingin mengetahui kelemahan/ kesulitan anak dalam satu hal,
kekuatan/potensi/kemampuan dan kelebihan anak dalam satu hal, serta kebutuhan layanan
khusus yang diperlukan utnuk mengatasi satu hal.
Sedangkan, tempat identifikasi dan asessmen bagi anak tunalaras
a. Sekolah
b. Rumah
c. Klinik tumbuh kembang, klinik fisioterapi dan klinik bina bicara (speech therapy)
d. Lembaga konsultasi bagi anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus
e. Laboratorium pendidikan luar biasa
f. Rumah sakit unit Instalasi Rehabilitasi Medik
F. Kedudukan Asesmen dalam Perencanaan Program
Asesmen merupakan salah satu komponen terpenting dalam rangkaian proses pengembangan
program layanan bagi ALB. Dalam penyusunan program layanan PLB, asesmen berada pada
tahap ke-3 setelah penjaringan atau identifikasi dan rujukan. Anak yang ditemukan
menunjukkan gejala kelainan harus dirujuk pada tim ahli yang berwenang untuk diadakan
asesmen. Dalam bidang PLB, berbagai tes dan alat ukur banyak dipakai pada awal program.
Selanjutnya ditetapkan jenis dan banyaknya layanan khusus yang diperlukan anak. Hasil
asesmen akan menunjukan secara rinci bidang-bidang atau aspek pada ALB yang memerlukan
bimbingan dan layanan khusus. Dalam pelaksanaannya akan dievaluasi secara berkala. Pada
akhir tahun, dilakukan reviu untuk menentukan apakah anak masih memerlukan layanan
khusus. Jika masih, diperlukan asesmen lagi untuk menyusun program layanan khusus tahun
berikutnya.
Mengingat bahwa kebutuhan khusus anak tunalaras bermacam-macam, dengan jenis kelainan
yang bermacam-macam pula, maka asesmen ALB harus dilakukan oleh satu tim dari berbagai
profesi secara serempak. Sedangkan asesmen ketunalarasan hanya satu bagian dari proses
asesmen secara komprehensif.

Sumber:
Buku “Ortopedagogik Anak Tunalaras I” (Dr. Sunardi, MSc – 1995)
Jurnal “Special Education in Contemporary Society : An Introduction to Exceptionality” (Richard
M. Gargiulo – 2012)

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook


Asesmen ketunalarasan hanya merupakan bagian dari proses asesmen secara menyeluruh,
sehingga anak yang dirujuk harus memperoleh asesmen dalam bidang lain, selain asesmen
perilaku. Hal ini dikarenakan kemungkinan anak mengalami kelainan dalam bidang yang lain.
Mengukur perilaku dianggap sebagai aseesmen yang paling sulit seperti halnya mendefinisikan
istilahnya, sehingga Mc Longhlin dan Lewis (1981) menyatakan bahwa hal tersebut disebabkan
oleh:
1. Terminologi. Beberapa ahli menggunakan istilah yang berbeda, ada yang menggunakan istilah
gangguan emosi, dan ada yang menggunakan istilah penyimpangan perilaku.
2. Definisi. Perbedaan definisi menjadi penyebab sulitnya mengadaka asesmen.
3. Berbagai model konsep yang menyebabkan berbagai asesmen yang harus dipakai.

Seberapapun sulitnya untuk melakukan asesmen terhadap perilaku, asesmen tersebut tetap
harus dilakukan agar anak mendapatka pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut.
Pada saat sekarang asesmen perilaku semakin mudah dilakukan karena banyaknya teknologi
yang berkembang. Kauffman (1985) mengidentifikasi tiga kelompok besar metode yang dapat
dipakai dalam proses asesmen, yaitu :

1. Tes Standard / Baku


Tes standard / baku ini memiliki keuntungan dan kelemahan. Keuntungan dari tes baku ini yaitu
kita dapat mengetahui apa yang telah dipelajari anak dalam perbandingan dengan teman
sebayanya dan tes ini juga memberikan gambaran kemampuan yang dimiliki anak dan hal-hal
yang masih memerlukan pembinaan khusus. Sedangkan kelemahannya yaitu kemungkinan bisa
karena perbedaan budaya, bahasa, keadaan sosial-ekonomi, dsb. Contohnya tes kepribadian
mungkin memasukkan pertanyaan yang dapat dijawab oleh satu kelompok, tetapi kelompok yang
lain tidak dapat menjawabnya.
Tes baku yang dapat dipakai yaitu tes intelegensi dan tes kepribadian. Tes inteleginsi untuk
mengukur kemampuan anak, sedangkan tes kepribadian untuk mengukurtraits (karakteristik)
atau mekanisme psikis dasar yang menyebabkan berbagai pola perilaku. Tes ini dapar berupa
angket, melengkapi kalimat, atau jenis projective (mengukur, menulis bebas).

2. Wawancara
Wawancara dapat dilakukan terhadap anak yang bersangkkutan atau orang dewasa uang
mengetahui tentang anak. Wawancara tersebut dapat berupa percakapan bebas atau pertanyaan
terstruktur untuk mengetahui perilaku anak. Wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi
tentang interaksi dan pandangan terhadap orang lain, jenis perilaku yang baik dan menyimpang,
serta jenis asesmen yang masih diperlukan untuk melengkapi hasil wawancara.

3. Observasi
Cara yang bersumber dari konsep psikodinamika bahwa masalah perilaku berlatar belakang dari
konflik psikis yang tersembunyi sebesnarnya mempunyai tingkat reliabilitas rendah. Konsep
behavioristik mulai menekankan observasi langsung atas perilaku anak dalam kehidupan sehari-
hari, dengan asumsi bahwa apa yang terjadi sebelum dan sesudah perilaku menyimpang muncul
sangat berpengaruh pada perilaku tersebut.
Orang yang dekat dengan anak dapat ditugaska untuk mengobservasi dalam beberapa hal.

4. Tes Fisik dan Psikofisiologis


Kondisi fisik anak perlu diasesmen yang menekankan pada pemeriksaan syaraf, otak, atu
jantung. Asesmen tesebut dilakuka oleh tenaga medis. Mc Longhlin dan Lewis (1981)
mengelompokkan instrumen asesmen berdasarkan objek yang diukur, yaitu perilaku
menyimpang, perilaku murid dan faktor lingkungan yang berpengaruh pada perilaku.

Sumber : Dra. T. Sutjihati Somantri, M.Si, psi, 2006, Psikologi Anak Tunalara, Bandung : PT Refika
Aditama

Anda mungkin juga menyukai