Proyek Kerjasama
Perkins International
&
didukung oleh:
1
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Pada pasal 5 ayat 2 dan 4, UU No. 20 Tahun 2003 tentang SPN,
peserta didik dapat dikategorikan menjadi (1) peserta didik yang memerlukan
pendidikan khusus, yaitu mereka yang mengalami kelainan fisik, mental, dan sosial
dan peserta didik yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa; dan (2) peserta
didik yang pada umumnya atau normal. Peserta didik yang berkelianan maupun
peserta didik yang memiliki kecerdasan dan bakat istimewa keduanya memerlukan
pendidikan khusus agar mereka dapat berkembang secara optimal.
Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang SPN mengisyaratkan bahwa negara memberikan jaminan
sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan
pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus
atau anak luar biasa berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak
lainnya dalam pendidikan.
2
strategi: metode, dan peralatan yang perlu diadaptasi sesuai dengan kebutuhan dan
karakteristik anak serta materi dan evaluasi belajar.
Anak dengan tunaganda sebagai salah satu kategori anak berkebutuhan khusus
di Indonesia belum mendapatkan layanan pendidikan yang memadai dikarenakan
sekolah atau lembaga yang diperuntukan bagi mereka masih sangat terbatas.
Keterbatasan ini disebabkan oleh banyak faktor di antaranya karena sangat
kurangnya sumber informasi dan layanan pendidikan serta kebanyakan orangtua
dan masyarakat khususnya masyarakat pendidikan menganggap beratnya kondisi
kelainan yang dialami anak dengan tunaganda sedangkan mereka tidak memiliki
cukup pengetahuan dan keterampilan untuk mendidik mereka. Hal ini yang
menyebabkan pendidikan anak dengan tunaganda kurang diperhatikan: jumlah
sekolah bagi mereka sangat minim, tidak banyak guru yang dipersiapkan untuk
mendidik mereka, serta ketiadaan panduan kurikulum yang dapat digunakan
sebagai acuan.
3
pendidikan seperti anak tunarungu pada umumnya. Anak dengan MDVI/Deafblind:
tunanetra yang disertai tunarungu, mereka bukan anak-anak dengan gabungan
karakteristik anak dengan tunanetra dan dengan tunarungu, tetapi mereka adalah
anak-anak dengan karakteristik tersendiri yang unik yang berbeda khas dengan
anak tunanetra juga anak tunarungu pada umumnya. Oleh karena itu, untuk
mengembangkan potensi mereka diperlukan bentuk layanan pendidikan yang
dituangkan dalam sebuah kurikulum khusus sesuai dengan kebutuhan serta
kemampuan dan cara belajar anak dengan MDVI/deafblind.
Naskah ini merupakan suatu pedoman atau panduan bagi pendidik untuk
memberikan layanan pembelajaran bagi anak dengan MDVI/deafblind secara
khusus. Meskipun demikian pedoman ini juga dapat digunakan dalam pembelajaran
bagi anak dengan tunaganda tanpa hambatan penglihatan karena pedoman ini
disusun berdasarkan prinsip-prinsip umum pengajaran bagi anak dengan ketunaan
ganda.
B. Siapakah MDVI/DEAFBLIND?
Di Indonesia, salah satu kategori anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak
dengan tunaganda, yaitu ABK yang memiliki dua atau lebih hambatan, misalnya
tunanetra disertai tunarungu yang disebut tunanetra-rungu atau buta tuli. Di samping
itu, ada tunaganda yang lain, misalnya tunanetra yang disertai tunagrahita, atau
tunanetra sekaligus tunarungu dan tunagrahita. Anak-anak seperti ini sering dijumpai
baik di sekolah luar biasa (SLB) tunagrahita atau pun di SLB tunanetra. Sayangnya
di sekolah tersebut mereka belum mendapat pelayanan pendidikan yang ideal
karena sekolah yang khusus melayani pendidikan bagi anak-anak seperti ini di
Indonesia masih sangat minim jumlahnya.
4
deafblind, deaf/blind dan deafblindness. Secara harfiah semua istilah tersebut berarti
tunanetra sekaligus tunarungu yang dalam bahasa Indonesia sering ditulis
tunanetra-rungu.
Salah satu kategori anak dengan MDVI yang paling unik adalah anak dengan
tunanetra sekaligus tunarungu (deafblind). Anak ini mengalami kehilangan indera
utama yaitu penglihatan dan pendengaran yang paling berperan dalam membawa
informasi dalam kehidupan manusia. Untuk mendapatkan informasi tentang
lingkungan, anak tunanetra-rungu sangat tergantung pada orang lain yang bersedia
memberikan informasi. Sebagai dampak hilangnya duan indera utama ini, anak
tunetra-rungu memiliki karakteristik di antaranya, mengalami distorsi persepsi
tentang lingkungan, memgalami kesulitan komunikasi karena ketidakmampuan
untuk mengkomunikasikan sesuatu dengan cara yang berarti, mengalami hambatan
dalam menjaga hubungan interpersonal dengan orang lain.
5
C. Kurikulum Secara Umum
Salah satu tafsiran yang paling umum dipakai adalah sejumlah mata ajaran
(subject matter) dipandang sebagai pengalaman yang telah disusun secara
sistematis dan logis. Di samping itu, tafsiran lain menjelaskan bahwa kurikulum
adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa.
Dengan program ini siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi
perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan.
Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata ajaran saja, melainkan meliputi segala
sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa.
Kurikulum bagi siswa MDVI/deafblind akan dibahas secara mendalam pada bab 2
berikutnya.
D. Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Ke dalaman muatan
kurikulum setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam
kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan bahan belajar yang
tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi tersebut terdiri atas standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar
kompetensi lulusan.
Struktur kurikulum bagi anak MDVI/deafblind ini disusun dalam bentuk area
kurikulum yang meliputi (1) area bekerja, (2) komunikasi dan sosialisasi, dan (3)
6
bina diri yang masing-masing disertai Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan
Indikator. Secara rinci, Standar kompetensi, Kompetensi dasar, serta Indikator untuk
masing-masing area kurikulum disajikan dalam lampiran. ( lihat pada penjelasan
berikutnya)
7
Bab II
Penerapan setiap area dalam kurikulum harus dilakukan di lingkungan yang alami
dan dengan situasi yang nyata.
A. Identifikasi
Merupakan proses awal yang dapat membantu kita untuk mengenali kelompok anak
yang diduga memiliki hambatan tertentu untuk selanjutnya dilakukan asesmen guna
memastikan dugaan tersebut. Identifikasi ini biasanya dilakukan berdasarkan
beberapa gejala yang nampak atau ditunjukkan oleh kelompok atau individu
sehingga pelaksana identifikasi dapat dengan mudah mengisi daftar cek yang
tersedia.
8
informasi utama. Orang-orang yang ada di sekitar anak seperti keluarga dan orang
dekat lainnya juga dapat menjadi sumber informasi untuk melengkapi identifikasi
kita.
Seorang pendidik bahkan orang tua dapat berperan untuk melakukan identifikasi
awal, karena mereka memiliki waktu yang cukup banyak bersama dengan anak.
Dengan waktu yang dimiliki mereka dimungkinkan dapat melihat perubahan-
perubahan baik fisik maupun perilaku anak.
Jika proses identifikasi telah dilakukan, selanjutnya perlu dilakukan asesmen. Segala
catatan yang dikumpulkan dalam identifikasi menjadi dasar untuk penggalian
informasi lebih mendalam.
B. Asesmen
Proses asesmen bagi anak-anak ini sebaiknya dilakukan dalam situasi yang alami,
misalkan saat bermain atau saat anak melakukan kegiatan sehari-harinya. Asesor
dapat mengamati perilaku spesifik anak sesuai informasi yang diinginkan oleh
asesor.
Wawancara dilakukan oleh tim asesor untuk menggali data dari anggota keluarga
atau orang-orang di sekitar anak yang memiliki intensitas kedekatan dengan anak
atau frekuensi pertemuan dengan anak secara berkala. lnformasi dari wawancara,
9
seringkali harus dilihat langsung oleh asesor untuk memastikan adanya konsistensi
perilaku pada anak.
Idealnya suatu proses asesmen dilakukan dengan melibatkan beberapa ahli lain
seperti opthalmologi (dokter mata); Audiologist (ahli di bidang pendengaran); atau
ahli medis lain yang dapat mengungkap tentang hambatan fisik setiap anak yang
mungkin tidak mudah dilihat atau ditemukan secara awam. Namun demikian, pada
situasi seperti negara kita, hal ini tidaklah mudah dilakukan. Selain keberadaan para
ahli yang umumnya hanya berada di kota besar juga kendala faktor lainnya yang
tidak selalu memungkinkan untuk memperoleh diagnosa dari mereka. Komponen
lain yang sangat penting dalam asesmen adalah keterlibatan keluarga dalam
memberikan informasi yang bernilai termasuk orang-orang yang dekat dengan anak.
Pendidik adalah tim pelaksana asesmen sekaligus pelaksana hasil asesmen.
Asesmen dapat dilakukan dengan berbagai macam tujuan, baik untuk penempatan
anak, penyusunan serta evaluasi program. Asesmen besar yang sangat
10
komprehensif untuk mengetahui setiap aspek dengan kontribusi tim pendidik dan
para ahli bisanya dilakukan pada saat anak masuk ke dalam program atau jika ada
suatu perubahan yang sangat signifikan. Sedangkan asesmen untuk melihat
perkembangan anak dilakukan secara terus menerus atau n going process
C. Kurikulum
Kurikulum bagi siswa MDVI/Deafblind sering diartikan sebagai :apa yang diajarkan
pada siswa, mengapa diajarkan dan bagaimana cara mengajarkan. Tiga hal ini
seharusnya menjadi landasan dan refleksi bagi pendidik agar selalu mengingat
bahwa kurikulum sangat fleksibel dan harus menyesuaikan kebutuhan siswa bukan
karena tuntutan sistem.
Pada umumnya target kurikulum dibuat untuk dilaksanakan pendidik secara klasikal,
mungkin jika diperlukan ada modifikasi tertentu sebagai penyesuaian. Namun
kurikulum bagi anak MDVI/deafblind bukanlah semata-mata sekumpulan target
hirarki yang kaku dan berlaku bagi semua anak. Melainkan berupa panduan cara
memilih program untuk individu anak. Kurikulum di sini diterjemahkan sebagai hal
penting yang perlu diajarkan anak, tetapi semua itu memerlukan kebijaksanaan
pendidik untuk memilih berdasarkan asesmen, keunikan anak serta harapan
keluarga.
Ketika sekolah-sekolah untuk anak-anak ini baru mulai, karena minimnya informasi
mereka mencoba untuk menggabungkan beberapa kurikulum berdasarkan kelainan
setiap anak. Misalkan kurikulum SLB A dan SLB C untuk anak yang memiliki
hambatan penglihatan sekaligus hambatan intelegensi. Tentu semua ini tidak dapat
dijalankan karena mereka memerlukan kurikulum yang berbeda. Bukan kurikulum
yang berbasiskan akademis dengan menitikberatkan kemampuan kognitif dan
keterampilan hidup sebagai tambahan. Mereka lebih memerlukan kurikulum yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup mereka dan berguna baik saat ini
maupun bagi kehidupannya nanti. Suatu kurikulum yang kaya akan pengalaman dan
keterampilan hidup yang disebut sebagai kurikulum fungsional.
11
Kurikulum fungsional adalah keterampilan sehari-hari yang dibutuhkan untuk hidup;
bekerja; menjalin hubungan dengan orang lain maupun menggunakan waktu
luang (to live, to work; to love dan to play). Empat komponen ini menjadi pra-
syarat agar hidup lebih bermakna dan bermartabat.
Itulah empat komponen dasar yang menjadi pertimbangan dalam menentukan sub
area dalam kurikulum fungsional bagi anak MDVI/deafblind. Selanjutnya, empat
12
komponen ini tentu tidak muncul dengan nama yang sama tetapi akan terintegrasi
dalam area-area dan akhirnya menjadi kegiatan berdasarkan thema.
Terkadang pendidik memiliki kesulitan untuk melihat apakah program atau kegiatan
yang dikembangkan fungsional atau bahkan tidak fungsional.
Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat kita jadikan panduan untuk
mengkaji sebuah program atau kegiatan fungsional :
Dalam panduan kurikulum ini, tim telah menentukan beberapa area penting, yaitu :
2. Area Binadiri
3. Area Bekerja
13
b. Memahami dan mengungkapkan kebutuhannya untuk pergi ke suatu
tempat atau bercerita tentang tempat baik di lingkungan terdekat maupun
yang jauh dari anak.
Yang juga tercermin di kurikulum dan harus diperhatikan pendidik adalah bahwa
komunikasi tidak hanya dibatasi dengan komunikasi verbal seperti dengan bicara;
tulisan, maupun isyarat. Melainkan termasuk komunikasi non verbal yang tidak
menggunakan alat bantu bahasa seperti : gerakan tubuh, ekspresi wajah, simbol
benda atau gambar dan lainnya.
2. Area Binadiri
b. Berpakaian
c. Merawat pakaian
14
d. Membersihkan diri (Mandi, gosok gigi, keramas, toilet)
f. Pendidikan seksual
3. Area Bekerja
a. Masak
b. Berbelanja
d. Keberhasihan lingkungan
15
Menekankan pemahaman tentang tanggungjawab dan beberapa konsep
secara bersamaan. Kegiatan disusun baik untuk pemahaman kebersihan
di dalam kelas maupun luar kelas.
e. Berkebun
f. Keterampilan pilihan
Dalam memenuhi area akademik, kurikulum ini juga memadukan isi area akademis
yang menjadi tuntutan kurikulum pada umumnya. Area akademik seperti
Matematika; Bahasa Indonesia; Sains; IPS dan PKN tidak berdiri sendiri menjadi
mata pelajaran melainkan terintegrasi dalam setiap kegiatan dalam tiga area inti.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita perlu melihat sebuah pendekatan
kurikulum berbasis thematik. Sebelum kita membicarakan mengenai masalah
kurikulum tematik ini, maka kita perlu memahami bahwa model kurikulum bagi anak-
anak kita seperti halnya sebuah spiral yang dimulai dari diri anak; lingkungan
terdekat hingga lingkungan yang lebih jauh dari dirinya. Berikut ini adalah gambaran
dari model kurikulum spiral.
16
Penjelasan gambar :
Dalam lingkaran terdalam, target dari setiap area komunikasi dan sosial adalah hal-
hal yang berhubungan dengan diri anak sendiri. Lambat laun akan mengarah pada
lingkungan dan orang terdekat seperti keluarga; kemudian pada lingkungan
masyarakat beserta isinya dan akhir lingkungan yang jauh dari jangkauannya.
D. Pendekatan Thematik
Pembelajaran harian yang bersifat real life menjadi kebutuhan setiap peserta didik,
sehingga diperlukan pendekatan thematik untuk memastikan ketiga area ( binadiri,
17
bekerja, sosial dan komunikasi) yang dilandasi empat komponen (to live, to work, to
love dan to play) kegiatan harian siswa. Pendekatan ini menuntut ketelitian pendidik
dalam memadukan beberapa standart kompetensi dan kompetensi dasar dalam satu
kegiatan. Thema ini dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok yang dipilih
berdasarkan budaya, keadaan setempat. Misalnya : thema Hari Raya, thema
Perayaan Hari Kemerdekaan; thema Ulang Tahun; thema bulan Ramadhan; atau hal
maupun kejadian yang biasanya terjadi dan dilakukan masyarakat setempat. Thema
biasanya beruapa kejadian, peristiwa umum yang terjadi secara umum baik di
wilayah sebuah bangsa atau pada wilayah tertentu.
18
Contoh :
Olah Raga
Perlombaan dalam
rangka perayaan
Masak Berkebun
Hari
Kemerdekaa
n
Kerajinan
Diskusi pagi
Membuat aksesories
Diksusi kegiatan perayaan
untuk perayaan
kemerdekaan
Belanja
19
ALUR DALAM SKEMA KURIKULUM FUNGSIONAL
Analisa Tugas
To Live
Binadiri SK
To Work Kegiatan
Bekerja Kompetensi Area KD
To Play
Komunikasi & Sosial
To Love
Bahasa Indonesia
Matematika
Sains Thema
IPS
PKN
20
E. Penyusunan Program Pembelajaran Individual
Asesmen yang lengkap akan menunjukkan kemampuan siswa dan hal yang
belum dikuasai oleh siswa dalam setiap area. Jika asesmen yang dilakukan
akurat, maka akan lebih mudah untuk menentukan target pembelajaran
berikutnya. Kadangkala, pendidik terjebak untuk menentukan target
berdasarkan apa yang diinginkan, tetapi harus selalu diingat bahwa semua
harus berpusat pada siswa. Kesenjangan kemampuan antara anak dengan
MDVI/deafblind dengan anak seusianya dalam hal binadiri, komunikasi
sosial , kognitif dan lainnya, sering sangat tinggi. Oleh karenanya PPI
merupakan program yang dibuat bertujuan untuk mempersempit kesenjangan
tersebut.
21
Berikut ini adalah skema jaringan PPI - tema SK/KD dan analisa tugas :
22
Hasil asesmen
Menentukan
Belanja Masak Berkebun
-..
prioritas
-.. -..
- . - . - .
-.. -.. -..
SK/KD
PPI
kelas kemampuan
Area bekerja kls 1,2,3,4,5,6 Olah Raga Bercerita
-.. Them
2. Ambil bagian a -..
Area komunikasi & sosial kls - . - .
yg sesuai -..
1,2,3,4,5,6 -..
kemampaun
Tugas
PPI dlm Analisa
3. Pecah tujuan
Analisa Tugas
( langkah-langkah kegiatan )
23
Untuk memahami skema di atas, marilah kita telaah penjelasan di bawah ini !
Langkah 1
Selanjutnya isilah format PPI seperti yang ada dalam contoh atau format
sejenis yang mencakup keseluruhan komponen seperti dalam contoh format.
Pendidik dapat membuat beberapa tujuan dalam satu format PPI untuk setiap
area. Area bekerja dan area binadiri dapat dipisahkan, sedangkan area
komunikasi dan sosialisasi dapat dipadukan dalam kedua area lainnya.
Langkah 2
Yang harus menjadi catatan penting bagi pendidik adalah meskipun tema
berubah tetapi keterampilan (skill) yang ditetapkan dalam PPI tidak berubah
Tema akan membantu pendidik untuk menentukan media apa yang dapat
digunakan dalam mencapai tujuan PPI serta bagaimana pelaksanaan atau
perwujudan PPI dalam proses kegiatan sehari-hari.
24
Langkah 3
Langkah 4
SK/KD bukanlah tujuan mutlak yang dapat dan harus dicapai oleh setiap
siswa. Siswa MDVI/Deafblind memiliki rentang kemampuan yang sangat luas
dan beragam, oleh sebab itu mereka tidak dapat menggunakan satu
kurikulum yang telah ditentukan untuk tujuan keseragaman.
Maka SK/KD yang telah dibuat sebagai contoh dapat digunakan sebagai
referensi untuk mengetahui perkiraan kelas kemampuan siswa. Jadi
*setelah* menentukan tujuan PPI, maka pendidik dapat melihat spesifik tujuan
tersebut sesuai dengan kelas berapa untuk setiap area.
1. Asesmen harus meliputi setiap area penting bagi siswa, asesor harus dapat
menemukan kemampuan siswa saat ini serta hal yang belum dikuasai dalam
area tersebut.
2. Pelaksanaan PPI harus tercermin dan terpadu dalam setiap kegiatan di kelas
sehari-hari.
3. Tema seharusnya terlihat dan menjadi payung dalam setiap kegiatan yang
ada dalam jadwal kelas
4. Kegiatan kelas yang ada dalam jadwal dapat berbeda, tetapi harus bersifat
fungsional
25
5. Setiap siswa hendaknya memiliki buku kumpulan analisa tugas untuk
kegiatan bina diri, sehingga mempermudah untuk melihat kemampuan siswa
secara umum.
Dalam panduan ini disajikan contoh format PPI yang dapat digunakan.
Memang tidak ada format baku dalam PPI, tetapi apapun format yang digunakan
harus memenuhi beberapa unsur. Yaitu :
1. Identitas siswa
3. Kemampuan siswa saat ini dan hal yang belum dikuasai dalam setiap area.
4. Tujuan
26
a. Identitas siswa
Format ini berisi tentang identitas siswa serta hambatan yang dimiliki
termasuk jenis komunikasi yang digunakan. Penting juga untuk dituliskan
tetang hal-hal penting yang menyertai siswa seperti faktor keluarga atau
hal signifikan lainnya.
Format ini tidak perlu dituliskan setiap saat penyusunan PPI, karena
data yang dimiliki relative sama. Pembaharuan dilakukan jika ada
perubahan signifikan seperti adanya perubahan pada kondisi fisik atau
yang berhubungan dengan hambatan yang dimiliki, atau mungkin ada
perubahan penting dalam keluarganya.
27
c. Kemampuan siswa saat ini dan hal yang belum dikuasai dalam setiap
area.
Ini merupakan ringkasan dari hasil asesmen untuk setiap area bahkan
sub area, tuliskan setiap kemampuan yang dimiliki siswa serta hal yang
belum dikuasai dalam area tersebut dan akan menjadi target
pengembangan berikutnya. Yang harus diingat dalam penulisan bagian ini
adalah harus sangat jelas dan tidak menimbulkan persepsi yang berbeda
antara orang yang menuliskan dan mengetahui siswa tersebut, dengan
orang yang membaca dan tidak mengetahui siswa tersebut. Apabila orang
yang membaca memiliki persepsi yang berbeda berarti ada kesalahan
atau ketidakakuratan dalam penulisan.
Kemampuan siswa saat ini, ini diambil dari hasil evaluasi terakhir.
Selain kemampuan, tuliskan juga apa yg belum dikuasai dan jadikan PPI
saat ini. Dengan demikian kita dapat melihat korelasi antara PPI pertama,
kedua, ketiga, dst
d. Tujuan
28
hanya melancarkan keterampilan tersebut. Penghitungannya dapat
berdasarkan jumlah langkah dalam task analisis untuk spesifik tujuan
tersebut, atau dihitung dari jumlah pertemuan untuk melakukan
kegiatan sehubungan dengan spesifik tujuan tersebut. Ini yang akan
memberikan nilai kuantitatif atau angka pada kita.
Misalkan langkah melepas kaos ada 10, maka kita lihat dalam
10 langkah tersebut berapa langkah yg dapat dilakukan. 80% dari 10
langkah adalah 8, maka siswa dinilai dapat mencapai 80% jika ia
menguasai 8 langkah dari 10 langkah yang ada tanpa bantuan.
Akan lebih baik jika 80% ini dituliskan konritnya juga, yaitu 8 dari 10
langkah benar
Jangan terlalu lama tapi juga terlalu sebentar sehingga anda akan
terjebak untuk meluangkan waktu melakukan pekerjaan administratif
e. Pihak yang menyepakati dan penanggung jawab, adalah anggota tim yang
terlibat dalam penyusunan PPI ini dan juga pihak yang bertanggungjawab
untuk melakssiswaannya serta ikut menilai keberhasilan PPI.
29
Format PPI (bagian A)
Tgl. Lahir :
Jenis kelamin :
Alamat :
2. Level komunikasi :
30
Bagian (bagian B)
Kelas kronologis :
1. Area/ aspek :
2. Kemampuan
a. Kemampuan saat ini
a. Kondisi :
31
b. Perilaku :
c. Pencapaian : 80 % benar
d. Waktu :
1. ..................... 1. .........................
2 ...................... 2. .........................
3. ...................... 3. .........................
Disepakati oleh :
1. ...........................
2.............................
Bab III.
EVALUASI
32
A. Pengertian
Dalam evaluasi dikenal ada dua jenis, yaitu evaluasi hasil dan evaluasi
proses. Evaluasi hasil berorientasi pada pencapaian siswa sesuai dengan
target yang ditentukan dalam kurun waktu tertentu. Jenis ini semata-mata
hanya menilai sampai dimana tingkat keberhasilan siswa dan untuk
menentukan konsekuensinya. Jika pencapaiannya sesuai standar yang
diharapkan, maka siswa berhak untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih
tinggi. Tetapi jika hasilnya tidak memenuhi standar, maka ia harus mengulang
tahapan yang sama. Dalam pendidikan pada umumnya, jenis ini sering
digunakan
33
Berdasarkan hal diatas maka kegunaan dari evaluasi dapat dilihat dari dua
sisi. Pada satu sisi, evaluasi akan memberikan informasi kepada siswa
mengenai prestasi dari upayanya dalam belajar dan memberikan informasi
mengenai hal-hal yang harus dipelajarinya pada kesempatan selanjutnya.
Pada sisi yang lain, evaluasi akan memberikan informasi kepada pendidik
mengenai upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pendidik dalam
membelajarkan siswa. Informasi ini dapat berupa keefektifan pendidik dalam
merancang pembelajaran, atau kefektifan metode pembelajaran yang
dikembangkan, atau kefektifan media pembelajaran yang digunakan, ataupun
keefektifan penataan lingkungan pembelajaran bagi siswa.
1. Tes
34
Pengertian umum dari tes adalah proses pengumpulan informasi
dengan cara mengkondisikan siswa pada situasi tertentu dalam rangka
mengetahui hasil belajar siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Tes dapat dilakukan melalui tes tertulis dan tes unjuk kerja.
2. Pengamatan
Secara umum, pengamatan merupakan suatu proses pengumpulan
informasi mengenai hasil perkembangan kemampuan siswa melalui
pengamatan pada prilaku hasil belajar siswa. Untuk dapat melakukan hal
ini terlebih dahulu disusun pedoman observasi. Pedoman observasi
dibangun berdasarkan tujuan dari proses belajar itu sendiri. Tujuan belajar
yang dibangun bergantung pada tujuan pelaksanaan evaluasi itu sendiri.
Pada evaluasi belajar harian maka tujuan pelaksanaan evaluasi adalah
melihat hasil belajar siswa pada kurun waktu satu hari. Dengan demikian
pedoman observasi yang dibangun berdasarkan tujuan belajar *siswa*
pada hari tersebut.
35
Pengamatan berpedoman pada pertanyaan panduan memang
diperlukan, tetapi ini tidak cukup apabila pendidik hanya melihat hal yang
diinginkan dalam panduan. Maka sangat penting bagi pendidik untuk
melihat jauh di luar panduan yang telah dibuat dan menciptakan situasi
agar siswa dapat menunjukkan kemampuan lain yang tidak di batasi oleh
panduan yang telah disiapkan.
36
berkelanjutan. Amati dan catat perilaku dan kemampuan siswa setiap saat
(on going) dan secara berkala.
3. Wawancara
Wawancara merupakan proses pengumpulan data yang berpusat pada
penggalian informasi yang dikembangkan pendidik kepada siswa baik
dengan menggunakan komunikasi verbal ataupun isyarat. Proses ini
disusun berdasarkan tujuan evaluasi yang ingin diungkap.
37
Banyak siswa MDVI/deafblind yang tahapan komunikasinya non
verbal, maka jika konsep di atas diterapkan sudah dipastikan pendidik
tidak dapat memperoleh informasi apapun.
4. Catatan harian
5. Portofolio
38
Merupakan kumpulan dokumen dan bukti-bukti dari keberhasilan siswa
selama mengikuti proses pembelajaran yang dibangun secara terus
menerus. Seringkali ada pendidik yang telah berhasil memampukan
siswa sehingga menunjukkan perkembangan yang sangat tinggi. Namun
sayangnya tidak ada bukti atau catatan yang mendukung. Semua riwayat
siswa dari awal hingga akhir ada pada memory pendidik yang
bersangkutan.
Riwayat medis
Latar belakang keluarga
Dokumen pendukung yang berasal dari professional lain (jika ada)
d. Hasil asesmen
e. Program Pembelajaran Individual ( terus dibangun dari PPI 1,2,3,
)
f. Hasil evaluasi (evaluasi 1,2,3,)
Analisa tugas
g. Foto-foto atau video pada saat siswa melakssiswaan kegiatan
tertentu
C. Analisa Tugas
Dalam layanan pendidikan siswa berkebutuhan khusus dikenal dengan
adanya analisa tugas (task analysis), merupakan langkah-langkah kecil dari
sebuah proses kegiatan. Langkah-langkah ini dapat berupa langkah yang
cukup besar bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi, tetapi juga dapat
berupa langkah-langkah yang sangat kecil bagi siswa lainnya.
39
Contoh dari sebuah analisa tugas adalah :
Kegiatan : Minum dengan gelas
Ketika seorang siswa memiliki program untuk dapat meminum air dengan
gelas, maka langkah-langkah dari analisa tugas di atas harus dievaluasi
setiap saat atau setidaknya setiap dua kali latihan (pertemuan). Untuk
memudahkannya, dapat digunakan table seperti di bawah ini.
40
No Langkah Kegiatan Evaluasi Pertemuan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ,
41
Ada beberapa cara mudah yang dapat digunakan untuk melihat kemajuan
siswa dengan munggunakan analisa tugas, yaitu dengan memberikan kode
berdasarkan apa yang dilakukan siswa pada setiap langkah.
42
o Bantuan verbal (Bv) adalah bantuan berupa instruksi lisan atau isyarat
merupakan batuan yang diberikan oleh pendidik kepada siswa dalam
melakukan kegiatan dengan cara memberikan instruksi melalui
komunikasi verbal baik secara lisan maupun isyarat. Bantuan ini lebih
sesuai dengan kondisi siswa yang dapat berkomunikasi secara verbal.
Nama :
Kegiatan : Minum air dengan gelas
43
No Langkah Kegiatan Evaluasi Pertemuan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ,
1 Mengambil posisi duduk Bv P P + + + + + + +
meja
6 Mengangkat/memiringkan gelas ke Bf Bf Bf Bf Bv Bv + + + +
7 Menelan air Bv Bv Bv Bv P P P P P P
Memberikan penilaian yang obyektif dan tidak bias pada standar kadangkala
sangat sulit, apalagi jika kita menggunakan skala angka atau rangking yang
44
memungkinkan perbedaan persepsi dari orang perorangan. Pemberian kode
di atas akan membantu memperkecil bias standar.
Berikut ini adalah perhitungan pencapaian siswa dalam kegiatan minum air
dengan gelas seperti dalam contoh table no.
1. Langkah yang dianggap berhasil dan dihitung hanyalah yang bertanda (+)
atau mandiri hingga langkah terakhir. Maka nilai dari kegiatan tersebut
adalah 7 berhasil dari 9 langkah yang ada. Jika di prosentase maka
hasilnya menjadi (7 x 100) : 9 = 77,7 atau 78%
2. Kemudian lihat pengelompokan berdasarkan prosentase, maka 78%
masuk ke dalam kelompok A (lihat detail pengelompokan pada bagian sub
judul Pola Kenaikan dan Pengelompokan siswa)
3. Tuliskan keterangan, pada bagian mana siswa dapat melakukan dengan
mandiri serta bagian mana yang masih memerlukan bantuan, jelaskan
bentuk bantuan dan media yang digunakan. Maka kita telah memperoleh
hasil berupa angka dan juga naratif.
Maka panduan ini mengarahkan pada dua hal penting yang menjadi fokus
dalam kenaikan dan pengelompokan.
1. Untuk mengatasi kebingungan dalam penentuan kelas, maka perlu kita
bedakan antara kelas dimana siswa duduk (kronologis) dan kelas
sesungguhnya (kelas kemampuan)
45
2. Kelas kronologis ditentukan berdasarkan usia, dimulai dari usia 7 tahun
berada di kelas 1 Dasar, dan seterusnya hingga kelas Dasar 6.
3. Kelas kemampuan ditentukan berdasarkan prosentase pencapaian dari
PPI. Kecuali pada kelas satu dasar, khusus di kelas satu dasar
dimungkinkan ada siswa yang kelas kemampuannya di tahap pra-sekolah.
4. Prinsip tersebut memungkinkan seorang siswa duduk di kelas 5, tetapi
kelas kemampuannya berada di kelas 3
5. Dalam setiap kelas masih dibagi berdasarkan 3 kelompok berdasarkan
kemampuan. Prosentasi ini dihitung dari pencapain PPI pada setiap
semester. Berikut adalah pengelompokan yang digunakan:
70 % - ke atas = Kelompok A
51 % - 69 % = Kelompok B
50 % ke bawah = Kelompok C
Bab III
PELAPORAN
Teknis penulisan laporan dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Artinya bahwa
hasil belajar dilaporkan secara diskriptif dan dilengkapi dengan angka berupa
prosentasi keberhasilan. Adapun format pelaporan yang dapat dikembangkan
adalah sebagai berikut :
46
Laporan Hasil Belajar Siswa PPI No. (sesuai urutan)
Periode bulan : s/d . Tahun..
Nama : .
Kelas Kronologis : .
Bekerja 1. ..
2. ..
3
Komunikasi 1. ..
2. ..
& Sosial
3
47
Tanggal , .. 20
Mengetahui,
Kepala Sekolah Pendidik Kelas, Orangtua/wali
.. .
48
Pada kolom diatas dapat dilihat bahwa pada bagian kepala laporan terdapat periode
bulan. Bagian tersebut akan memuat periode *siswa* belajar. Sebagai contoh ketika
*siswa* mulai mempelajari sebuah / atau beberapa kemampuan dimulai pada bulan
Juni, maka sesuai dengan lingkup waktu *penilaian* per 3 atau 6 bulan maka
periode penilaian per 3 bulan dimulai pada bulan Juni s/d Agustus. Penilaian periode
6 bulan terhitung mulai bulan Juni s/d November ataupun Desember.
Pada sudut kanan juga dituliskan PPI Nomor . , ini merupakan informasi urutan
PPI. Setiap PPI harus diberikan nomor *sesuai* urutannya berdasarkan periode.
Nomor urut pada setiap area harus sama. Masih dibagian atas terdapat tulisan,
kelas kronologis yang diisi dengan kelas *dimana siswa* duduk berdasarkan usia.
Kolom area pada table diatas akan diisikan area belajar yang dipelajari *siswa*
dalam kurun waktu 3 dan 6 bulan. Area tersebut dapat terdiri dari beberapa area
sesuai dengan lingkup belajar yang terdapat dalam standard isi.
Kolom kemampuan akan berisikan tujuan pembelajaran yang tengah dipelajari oleh
*siswa* pada setiap area. Pada akhirnya pendidik melaporkan capaian kemampuan
yang *telah* dipelajari secara umum, dapat juga melaporkan capaian-capaian pada
setiap indicator. (analisa tugas) Dengan demikian dapat dilihat hubungan antara
capaian kemampuan secara keseuruhan dengan capaian setiap indikator.
Pada kolom hasil terdapat kolom; prosentase, kelompok , kelas kemampuan, dan
naratif. Isi dari masing-masing kolom tersebut adalah :
Prosentase adalah nilai akumulasi dari setiap PPI yang telah dibuat
berdasarkan pencapaian dalam analisa tugas. Sebagai contoh; jika ada 3 PPI
dalam area Binadiri, maka *prsentasi* dari PPI 1, 2, dan 3 harus dijumlahkan
kemudian dirata-rata untuk mendapatkan prosentase akumulasi pada area
binadiri.
Kelas kelompok adalah penterjemahan dari prosentasi akumulasi ke dalam
kelompok *sesuai* ketentuan
Kelas kemampuan adalah penterjemahan dari prosentasi akumulasi ke dalam
kelas kemampuan yang sesungguhnya berdasarkan SK dan KD dalam
kurikulum
49
Naratif berisi tentang deskripsi kemampuan dan hal yang belum dikuasai
yang merupakan bagian atau kelanjutan dari kegiatan tersebut. Bagian ini
akan dimasukkan ke dalam lembar PPI selanjutnya. Hal yang belum dikuasai
dalam PPI ini harus menjadi tujuan dari PPI selanjutnya dan mungkin
ditambah untuk kegiatan lainnya yang menjadi prioritas.
Pada laporan periode 3 bulan pada kolom hasil yang lalu diisikan gambaran
*perilaku* siswa pada suatu kemampuan tiga bulan yang lalu. Ketika kemampuan itu
belum dipelajari maka dapat dituliskan belum dipelajari. Kolom hasil saat ini
diisikan kemampuan yang ditunjukkan oleh *siswa* pada akhir bulan ke-3.
Pada laporan periode 6 bulan, kolom hasil yang lalu diisikan gambaran perilaku
*siswa* pada kemampuan 6 bulan yang lalu. Kolom hasil saat ini diisikan
kemampuan yang ditunjukkan oleh *siswa* pada akhir bulan ke-6.
Bab IV
Penutup
50