DATA INDIVIDU
1. Nama :
2. Tempat dan tanggal lahir/umur :
3. Jenis kelamin :
4. Agama :
5. Status anak :
6. Anak ke dari jumlah saudara : ke.....dari....
7. Jenis hambatan :
8. Nama sekolah :
9. Kelas :
10. Alamat :
11. Nama orang tua :
12. Pekerjaan orang tua :
Petunjuk
• Gunakan instrumen berikut untuk mengidentifikasi anak yang memiliki kebutuhan
khusus.
• Beri tanda cheklist (√) pada kolom pernyataan sesuai dengan gejala yang
tampak/diperoleh.
Catatan:
1. Usahakan untuk mengamati gejala-gejala yang nampak pada anak dengan seksama,
memerlukan waktu dan jangan tergesa-gesa.
2. Untuk melengkapi pengamatan, anak dapat diberikan tugas sesuai dengan pernyataan
yang diinginkan.
3. Terdapat kemungkinan bahwa anak mengalami lebih dari satu jenis hambatan atau
kebutuhan khusus.
Analisis Pada Form 1 (F.1)
3. Penggunaan
2. Setiap poin indikator pada hambatan tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, anak
kesulitan belajar dan cerdas istimewa bakat istimewa telah mewakili setiap poin indikator
klasifikasi gangguan di F.2
Contoh:
Pada F.1 hambatan tunanetra, terdapat indikator “Tidak bisa melihat sama sekali”.
Indikator ini mewakili indikator klasifikasi tunanetra di F.2 yaitu klasifikasi buta
3. Pada identifikasi autis, bahasa yang digunakan masih perlu disederhanakan agar mudah
dipahami oleh asesor/pemeriksa
4. Pada identifikasi anak kesulitan belajar, indikator yang digunakan cukup banyak dan
perlu disederhanakan sesuai kondisi yang lebih khas pada anak kesulitan belajar.
5. Jumlah indikator tidak lebih dari 75 poin. Hal ini mempermudah asesor dalam
menemukan gejala awal gangguan pada anak saat identifikasi dilakukan
INSTRUMEN IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (F.1)
Petuntuk:
1. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Ya jika indikasi yang diamati muncul/tampak
2. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Tidak jika indikasi yang diamati tidak muncul/tidak
tampak
Total
HAMBATAN KESULITAN BELAJAR
1 Kemampuan membaca sangat kurang disbanding
teman seusianya
2 Kemampuan menulis sangat kurang dibanding teman
seusianya
3 Kemampuan berhitung sangat kurang dibanding
teman seusianya
Total
CERDAS ISTIMEWA BAKAT ISTIMEWA
1 Memiliki intelegensi yang tinggi
2 Memiliki kreatifitas yang tinggi
3 Memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas
4 Memiliki sikap yang unggul
Total
Catatan:
1. Pada masing-masing sub kelompok jenis hambatan pada F1 yang jawaban “Ya” lebih
dari 75%, maka patut dicurigai ada indikasi hambatan pada jenis sub kelompok tersebut.
2. Pada semua sub kelompok yang dicurigai ada hambatan seperti pada butir (1)
diidentifikasi lebih lanjut menggunakan Fom 2 (F2) yang sesuai.
Tarakan…………………………………
Asesor/Pemeriksa
……………………………………………….
INSTRUMEN IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (F.2)
HAMBATAN PENGLIHATAN/ TUNANETRA
Petuntuk:
1. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Ya jika indikasi yang diamati muncul/tampak
2. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Tidak jika indikasi yang diamati tidak muncul/tidak
tampak
Tarakan…………………………………
Asesor/Pemeriksa
……………………………………………….
Menurut Purwaka Hadi (2005: 46), low vision dapat dilihat dari hal-hal berikut ini:
1. Light perception, yaitu seseorang yang hanya dapat membedakan terang dan gelap
2. Light projection, yaitu seseorang yang dapat mengetahui perubahan cahaya dan dapat
menentukan arah sumber cahaya
3. Tunnel vision, yaitu seseorang yang penglihatan yang terpusat sehingga obyek yang
terlihat hanya bagian tengah
4. Periferal vision, yaitu seseorang yang penglihatannya menepi sehingga obyek yang
terlihat hanya bagian tepi
5. Penglihatan bercak, yaitu seseorang yang pengamatan terhadap obyek terdapat bagian-
bagian tertentu yang tidak dapat terlihat
Dari definisi tersebut, maka diketahui penyandang lowvision merupakan seseorang yang
dapat membedakan gelap dan terang serta memiliki sudut penglihatan tertentu, namun
kondisi penglihatannya tetap tidak berfungsi secara normal meskipun telah dikoreksi secara
optimal dengan alat optik.
Sumber:
Purwaka Hadi. (2005). Kemandirian Tunanetra, Orientasi Akademik dan Orientasi Sosial.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
INSTRUMEN IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHANKHUSUS (F.2)
HAMBATAN INTELEKTUAL/ TUNAGRAHITA
Petuntuk:
1. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Ya jika indikasi yang diamati muncul/tampak
2. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Tidak jika indikasi yang diamati tidak muncul/tidak
tampak
Tarakan, …………………………………
Asesor/Pemeriksa
……………………………………………….
2. Anak tunagrahita sedang disebut imbesil , yang memiliki IQ antara 51-36 (menurut Skala
Binet) atau IQ antara 54-40 (menurut Skala Weschker) dapat dilihat dari tanda-tandanya
antara lain :
a. Sulit bahkan tidak dapat belajar membaca, menulis dan berhitung, tetapi masih dapat
menulis secara sosial seperti menulis namanya, alamat rumahnya dan lain-lain.
b. Masih dan dapat dididik mengurus dirinya sendiri seperti mandi, berpakaian, makan,
minum, dan mengerjakan perjaan rumah seperti menyapu, membersihkan perabot
rumah tangga, serta melindungi diri sendiri dari bahaya seperti berjalan di jalan raya,
berlindung dari hujan, menghindari kebakaran dan sebagainya.
c. Masih dapat bekerja di tempat terlindung (sheltered workshop)
d. Dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan pengawasan terus menerus.
3. Tunagrahita berat disebut Idiot yang memilki IQ antara 32-20 (menurut Skala Binet) atau
IQ antara 39-25 (menurut Skala Weschler), dapat dilihat dari tanda-tandanya antara lain:
a. Tidak dapat belajar membaca, menulis dan berhitung
b. Tidak dapat dididik mengurus dirinya sendiri, sehingga ia memerlukan bantuan total
seperti mandi, berpakaian, makan, minum dan lain-lain dan memerlukan perlindung
dari bahaya seumur hidup. Apalagi anak tunagrahita sangat berat yang memilki IQ di
bawah 19 (menurut Skala Binet) atau IQ di bawah 24 (menurut Skala Weschler), ia
sangat memerlukan bantuan total seumur hidupnya.
Sumber:
Sutjihati Somantri. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama
INSTRUMEN IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHANKHUSUS (F.2)
HAMBATAN AUTIS
Petuntuk:
1. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Ya jika indikasi yang diamati muncul/tampak
2. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Tidak jika indikasi yang diamati tidak muncul/tidak
tampak
4 Membuat suara
Tarakan…………………………………
Asesor/Pemeriksa
……………………………………………….
No Pernyataan Ya Tidak
1. Apakah anak suka diayun, ditimang?
2. Apakah anak merasa tertarik dengan anak lain?
3. Apakah anak suka memanjat, misalnya tangga?
4. Apakah anak menyukai permainan ciluk ba?
Apakah anak pernah bermain “Sandiwara”, misalnya : Pura-
5. pura bicara di telepon? Menjadi tokoh tertentu? Bicara pada
boneka?
6. Apakah anak pernah menggunakan telunjuk untuk meminta
sesuatu?
7. Apakah anak pernah menggunakan telunjuk menunjukan
rasa tertariknya pada sesuatu?
Dapatkah anak bermain dengan mainan kecil (mobil-
8. mobilan/balok) dengan sewajarnya tanpa hanya
memasukannya ke dalam mulut, kutak-katik atau
menjatuhkannya saja?
9. Apakah anak pernah membawa objek/benda dan
diperlihatkan pada anda?
10. Apakah anak melihat pada mata anda lebih dari 1 atau 2 detik?
11. Apakah anak sangat sensitif terhadap bunyi?
12. Apakah anak tersenyum pada wajah anda atau senyuman anda?
13. Apakah anak meniru anda? (misalnya bila anda membuat raut
wajah tertentu, anak akan menirunya)
14. Apakah anak memberi reaksi bila namanya dipanggil?
Bila anda menunjuk pada sebuah mainan di sisi lain
15. ruangan, apakah anak tersebut akan melihat pada mainan
tersebut?
16. Apakah anak sudah dapat berjalan?
17. Apakah anak juga melihat pada benda yang anda lihat?
SKORING M-CHAT
1. Anak gagal M-CHAT bila 2 atau lebih ITEM KRITIS gagal atau bila gagal pada 3 item
apa saja.
2. Jawaban Ya/Tidak menggambarkan respon Lulus/Gagal. Di bawah ini adalah daftar
respon gagal dari tiap item pada M-CHAT. Huruf besar yang dicetak tebal adalah ITEM
KRITIS.
3. Tidak semua anak yang gagal terhadap checklist memenuhi kriteria diagnosis autisme.
Walaupun demikian, anak yang gagal terhadap checklist, harus dievaluasi lebih dalam
oleh dokter atau dirujuk ke spesialis untuk evaluasi perkembangan lebih lanjut.
Sumber:
Robins D, Fein D, Barton M, Green JA. 2001. The Modified Checklist for Autism in Toddlers
(M-CHAT): an initial investigation in the early detection of autism and pervasive
developmental disorders.J Autism Dev Disord.\
Purnomo, Suswanto Heru dan Haryana. 2017. Modul Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter. Bandung: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Taman
Kanak-kanak & Pendidikan Luar Biasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan
2. Perilaku yang terbatas, pola perilaku yang repetitive, ketertarikan, atau aktifitas yang
termanifestasi minimal dua dari perilaku berikut:
a. Pergerakan motor repetitif atau stereotype, penggunaan objek-objek atau bahasa,
misalnya: perilaku stereotype yang sederhana, membariskan mainan-mainan atau
membalikkan objek.
b. Perhatian yang berlebihan pada kesamaan, rutinitas yang kaku atau pola perilaku
verbal atau non-verbal yang diritualkan, contohnya stress ekstrim pada suatu
perubahan yang kecil, kesulitan pada saat adanya proses perubahan, pola pikir yang
kaku.
c. Kelekatan dan pembatasan diri yang tinggi pada suatu ketertarikan yang abnormal.
Contoh: kelekatan yang kuat atau preokupasi pada objek-objek yang tidak biasa,
pembatasan yang berlebihan atau perseverative interest.
d. Hiperaktivitas/hipoaktivitas pada input sensori atau ketertarikan yang tidak biasa pada
aspek sensori pada lingkungan. Contoh: sikap tidak peduli pada rasa sakit atau
temperature udara, respon yang berlawanan pada suara atau teksture tertentu,
penciuman yang berlebihan atau sentuhan dari objek, kekaguman visual pada cahaya
atau gerakan.
3. Gejala-gejala harus muncul pada periode perkembangan awal (tapi mungkin tidak
termanifestasi secara penuh sampai tuntutan sosial melebihi kapasitas yang terbatas, atau
mungkin tertutupi dengan strategi belajar dalam kehidupannya).
4. Gejala-gejala menyebabkan perusakan yang signifikan pada kehidupan sosial, pekerjaan
atau setting penting lain dalam kehidupan.
5. Gangguan-gangguan ini lebih baik tidak dijelaskan dengan istilah ketidakmampuan
intelektual (intellectual disability) atau gangguan perkembangan intelektual atau
keterlambatan perkembangan secara global.
Sumber:
American Psychiatric Association (2013). Diagnostic and statistical manual of mental
disorders: DSM-V (5th ed.). Washington DC: American Psychiatric Association
INSTRUMEN IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHANKHUSUS (F.2)
ANAK DENGAN LAMBAN BELAJAR
Petuntuk:
1. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Ya jika indikasi yang diamati muncul/tampak
2. Berikan tanda cek (√) pada pilihan Tidak jika indikasi yang diamati tidak muncul/tidak
tampak
Total
Catatan:
Apabila jawaban “Ya” lebih dari 75%, maka anak diindikasikan mengalami hambatan
lamban belajar
Tarakan…………………………………
Asesor/Pemeriksa
……………………………………………….
Triani dan Amir (2013:10-12) membagi karakteristik anak slow learner sebagai berikut 1.
intelegensi; 2. bahasa; 3. emosi; 4. sosial; 5. moral. Lebih lanjut dapat dikaji sebagai berikut:
1. Intelegensi
Dari segi intelegensi anak-anak slow learner berada pada kisaran di bawah rata-rata yaitu
70-90 berdasarkan skala WISC. Anak dengan IQ 70-90 ini biasanya mengalami masalah
hampir di semua pelajaran terutama pada mata pelajaran-mata pelajaran yang berkenaan
dengan hafalan dan pemahaman. Sulit memahami hal-hal yang abstrak. Nilai hasil
belajarnya rendah dibandingkan dengan teman-teman di kelasnya.
2. Bahasa
Anak-anak slow learner mengalami masalah dalam berkomunikasi.Anak-anak ini
mengalami kesulitan baik dalam bahasa ekspresif atau menyampaikan ide atau gagasan
maupun dalam memahami percakapan orang lain atau bahasa reseptif. Untuk
meminimalisir kesulitan dalam berbahasa sebaiknya melakukan komunikasi dengan
bahasa yang simpel atau sederhana dan singkat namun jelas.
3. Emosi
Dalam hal emosi, anak-anak slow learner memiliki emosi yang kurang stabil. Mereka
cepat marah dan meledak-ledak serta sensitif. Jika ada hal yang membuatnya tertekan
atau melakukan kesalahan, biasanya anak-anak slow learner cepat patah semangat.
4. Sosial
Anak-anak slow learner dalam bersosialisasi biasanya kurang baik. Mereka sering
memilih sebagai pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri.
Walau pada beberapa anak ada yang menunjukkan sifat humor. Saat bermain, anak-anak
slow learner lebih senang bermain dengan anak-anak di bawah usianya. Mereka merasa
lebih aman, karena saat berkomunikasi dapat menggunakan bahasa yang sederhana.
5. Moral
Moral seseorang akan berkembang seiring dengan kematangan kognitifnya. Anak-anak
slow learner tahu aturan yang bertaku tetapi mereka tidak paham untuk apa tata tertib
tersebut dibuat. Terkadang mereka nampak tidak patuh atau melanggar aturan. Hal
tersebut disebabkan oleh kemampuan memori mereka yang terbatas sehingga sering lupa.
Oleh karena itu sebaiknya anak-anak slow learner sering diingatkan
Sumber:
Triani, Nani dan Amir. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lamban Belajar (Slow
Learner). Jakarta: PT Luxima Metro Media