BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa itu Pengertian Tunarungu ?
2. Apa Karakteristik Tunarungu ?
3. Apa saja Klasifikasi Tunarungu ?
4. Apa saja penyebab Tunarungu ?
1.3.Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian
Pengertian Anak Tunarungu Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai
gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan
sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa
tidak ada satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali. Walaupun sangat
sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada anak
tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu, terutama tentang pengertian
tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai dengan pandangan dan kepentingan
masing-masing.
Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 1996: 74)
mengemukakan bahwa: seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara
dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli
(deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah anak yang indera
pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya
tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah anak yang indera
pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk
mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing
aids).
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya kurang
dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu
mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak
tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya. Pada saat
berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut mengalami tunarunguan.
Murni Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa tunarungu adalah suatu
istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat,
digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan
kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui
4
pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas
pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi
bahasa melalui pendengaran. Tin Suharmini (2009: 35) mengemukakan tunarungu
dapat diartikan sebagai keadaan dari seorang individu yang mengalami kerusakan
pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai
rangsang suara, atau rangsang lain melalui pendengaran.
Beberapa pengertian dan definisi tunarungu di atas merupakan definisi yang
termasuk kompleks, sehingga dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak
yang memiliki gangguan dalam pendengarannya, baik secara keseluruhan ataupun
masih memiliki sisa pendengaran. Meskipun anak tunarungu sudah diberikan alat
bantu dengar, tetap saja anak tunarungu masih memerlukan pelayanan pendidikan
khusus.
2.2. Ciri-ciri Tunarungu
a) Dalam segi fisik:
1) Cara berjalannya kaku dan anak membungkuk.
Hal ini disebabkan terutama terhadap alat pendengaran.\
2) Gerakan matanya cepat agak beringas.
Hal ini menunjukkan bahwa ia ingin menangkap keadaan yang ada di
sekelilingnya.
3) Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal.
4) Hal tersebut tampak dalam mengadakan komunikasi dengan gerak isyarat.
Pernafasannya pendek dan agak terganggu.
b) Ciri khas dari segi intelegensi
Intelegensi merupakan faktor yang sangat penting dalam belajar, meskipun
disamping itu ada faktor – faktor lain yang dapat diabaikan. begitu saja
seperti kondisi kesulitan, faktor lingkungan intelegensi merupakan motor
dari perkembangan siswa.
c) Ciri – ciri dari segi social
1) Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga
ataumasyarakat.
5
membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga
aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan
berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya. Kemampuan
berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki
oleh anak tunarungu. Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang
dengan sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan
bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikianpun banyak dari mereka
yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik suara, irama dan tekanan suara
terdengar monoton berbeda dengan anak normal.
c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial
Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan.
Keterasingan tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti: egosentrisme
yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih
luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan,
umumnya memiliki 13 sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan lebih mudah
marah dan cepat tersinggung.
1) Egosentrisme yang melebihi anak normal
Sifat ini disebabkan oleh anak tunarungu memiliki dunia yang kecil akibat
interaksi dengan lingkungan sekitar yang sempit. Karena mengalami gangguan dalam
pendengaran, anak tunarungu hanya melihat dunia sekitar dengan penglihatan.
Penglihatan hanya melihat apa yang di depannya saja, sedangkan pendengaran dapat
mendengar sekeliling lingkungan. Karena anak tunarungu mempelajari sekitarnya
dengan menggunakan penglihatannya, maka aka timbul sifat ingin tahu yang besar,
seolah-olah mereka haus untuk melihat, dan hal itu semakin membesarkan
egosentrismenya.
2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas
Perasaan takut yang menghinggapi anak tunarungu seringkali disebabkan oleh
kurangnya penguasaan terhadap lingkungan yang berhubungan dengan kemampuan
berbahasanya yang rendah. Keadaan menjadi tidak jelas karena anak tunarungu tidak
mampu menyatukan dan menguasai situasi yang baik.
7
e. Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau
ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada
sama sekali.
Selanjutnya Uden (dalam Murni Winarsih, 2007:26) membagi klasifikasi
ketunarunguan menjadi tiga, yakni berdasar saat terjadinya ketunarunguan,
berdasarkan tempat kerusakan pada organ pendengarannya, dan berdasar pada taraf
penguasaan bahasa.
6. Peringatan bagi para ibu-ibu hamil, kalau sedang mengandung sebisa mungkin
jangan sakit karena suatu penyakit yang diderita saat hamil sangat riskan untuk
kandungan, terlebih seperti campak atau tipes. Semua penyakit dengan panas
tinggi, akan sangat riskan untuk kandungan.
7. Faktor genetik juga bisa memengaruhi, misalnya kedua orangtuanya normal,
namaun kakek, dan neneknya memiliki riwayat pernah mengalami ketulian. Hal
ini bisa berdampak pada anak.
8. Anak terlahir dengan disedot, vakum, atau cesar. Hal ini juga bisa merusak saraf
pendengaran. Jika anak mengalami tuli saraf, tentu tidak bisa disembuhkan, hanya
bisa dibantu dengan alat bantu dengar semata.
Sementara tuli konduktif yang disebabkan karena infeksi dapat disembuhkan, tetapi
ketuliannya belum tentu sembuh secara sempurna. Apalagi kalau tuli saraf, karena
yang mengalami kerusakan adalah saraf di dalam labirin yang sangat kecil, maka
tidak bisa dioperasi dan tidak bisa disembuhkan.
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
2. Keluhan utama
An “E” tidak bisa mendengar sejak lahirs
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Tabel Imunisasi
Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis
Usia
5. Dada : Simetris
6. Punggung :
Punggung simetris tidak ada benjolan
7. Abdomen :
Abdomen simetris tidak terdapat pembengkakan
8. Ekstremitas :
9. Genetalia:
tidak di kaji
15
Mahasiswa,
NIM :
19
Analisa Data
Prioritas Masalah
Intervensi/Rencana Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi/Rencana Rasional
Keperawatan
1. Harga diri b.d fungsi Setelah diberikan tindakan 1. Kaji pengetahuan pasien 1. Untuk mengetahui
pendengaran menurun keperawatan selama 1x7 jam tentang perilaku pengetahun pasien
diharapkan pasien dapat menarik diri dan tanda- 2. Agar pasien mampu
menerima keadaan dirinya tandanya. dan mau
dengan kriteria hasil : 2. Beri kesempatan pada mengungkapkan
1. 1. Mengenai perasaan yang pasien untuk perasaannya
menyebabkan perilaku menarik mengungkapkan 3. Agar pasien mampu
diri. perasaan penyebab berkomunikasi
2. 2. Berhubungan social dengan pasien tidak mau dengan orang lain
orang lain. bergaul/menarik diri. 4. Agar pasien dan
3. 3. Membina hubungan saling 3. Dorong dan bantu perawat saling
percaya dengan perawat pasien untuk percaya
berhubungan dengan
orang lain.
4. Bina hubungan saling
percaya dengan pasien
2. Kurang aktivitas b.d Setelah diberikan tindakan 1. Beri motivasi untuk 1. Agar pasien berbagi
menarik diri keperawatan selama 1x7 jam dapat saling berbagi perasaannya
lingkungan diharapkan pasien dapat perasaan dan pengelama. 2. Agar pasien bisa
melakukan aktivitas tanpa 2. Bantu pasien pasien mengatasi perasaan
kesulitandengan criteria hasil : untuk mengatasi marah dalam
1. Menceritkan perasaan- perasaan marah dari berduka
perasaan bosan berduka 3. Agar pasien
2. Melaporkan adanya 3. Libatkan individu dalam melakukan ritunitas
peningkatan dalam merencanakan rutinitas sehari-hari
23
Hari/Tanggal, No TTD
No. Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Dx Perawat
1. Selasa, 16 januari 1 1. Mengkaji pengetahuan pasien tentang S : Pasien kurang jelas dalam
2018 perilaku menarik diri dan tanda- betbicara
tandanya.
2. Memberikan kesempatan pada pasien O : - Pasien tampak kurang
untuk mengungkapkan perasaan berinteraksi
penyebab pasien tidak mau - Pasien tampak kurang
bergaul/menarik diri. mendengar
3. Mendorong dan bantu pasien untuk - Pasien menggunakan
berhubungan dengan orang lain. bahasa isyarat
4. Membina hubungan saling
percaya dengan pasien A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intevensi