Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD)
(dalam Abdurrahman, 2003) mengemukakan bahwa kesulitan belajar
menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk
kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan
mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau
kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut intrinsik
dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi sistem saraf pusat. Sedangkan
menurut Garnida (2015, hlm. 14) anak berkesulitan belajar adalah individu
yang mengalami gangguan dalam suatu proses psikologis dasar, disfungsi
sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam
kegagalan-kegagalan nyata dalam: pemahaman, gangguan mendengarkan,
berbicara, membaca, mengeja, berfikir, menulis, berhitung atau
keterampilan sosial. Dari definisi anak berkesulitan belajar diatas dapat
disimpulkan bahwa anak berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang
memiliki hambatan dalam proses membaca, menulis dan berhitung, dimana
hambatan tersebut disebabkan oleh faktor internal.
Kesulitan belajar biasanya seringkali ditemukan ketika anak sudah
masuk sekolah. Oleh karena itu upaya untuk melakukan identifikasi dan
asesmen dirasa sangat penting dilakukan agar program pembelajaran dapat
disesuaikan dengan potensi yang masih dimiliki oleh anak. Sehingga anak
mampu memperoleh pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Maka dari
itu, kami bermaksud untuk membahas materi tentang identifikasi dan
asesmen anak berkebutuhan khusus dengan tujuan menambah wawasan
penulis atau pembaca tentang tata cara dan prosedur identifikasi dan
asesmen anak berkesulitan belajar.

1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini dituangkan dalam bentuk pertanyaan
dibawah ini:
1. Bagaimana identifikasi anak berkesulitan belajar?
2. Bagaimana prosedur asesmen anak berkesulitan belajar?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui identifikasi anak berkesulitan belajar.
2. Untuk mengetahui prosedur yang dilakukan untuk meng asesmen
anak berkesulitan belajar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Identifikasi Anak Berkesulitan Belajar


1. Pengertian Identifikasi
Menurut Sunanto, dkk (2013, hlm. 103) identifikasi berasal dari bahasa
Inggris yaitu identification, yang berarti pengenalan. Sedangkan menurut
Garnida (2015) istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan
menemukan atau menemukenali. Istillah identifikasi ABK dimaksudkan
sebagai usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan
lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan (fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan atau sensoris neurologis) dalam
pertumbuhan atau perkembangan nya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya (anak-anak normal). Sedangkan menurut Abdurrahman (2003,
hlm. 286) identifikasi berkenaan dengan upaya menemukan anak-anak usia
pra sekolah yang diduga beresiko berkesulitan belajar.
Dari beberapa pendapat penulis tentang definisi dari identifikasi dapat
diambil kesimpulan bahwa identifikasi merupakan proses menemukan atau
menemukenali dimana identifikasi ini sifatnya masih sederhana dan
tujuannya lebih ditekankan pada menemukan (secara kasar).
2. Tujuan Identifikasi
Menurut Garnida (2015) secara umum tujuan identifikasi adalah untuk
menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan (fisik,
intelektual, sosial, emosional). Hasil dari identifikasi akan dilanjutkan
dengan asesmen, yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan
program pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan
ketidakmampuannya. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif,
kegiatan identifikasi anak berkebutuhan khusus dilakukan untuk lima
keperluan, yaitu:
1. Penjaringan (screening)
2. Pengalihtanganan
3. Klasifikasi

3
4. Perencanaan pembelajaran
5. Pemantauan kemajuan belajar
3. Sasaran Identifikasi
Menurut Garnida (2015) secara umum sasaran identifikasi anak
berkebutuhan khusus adalah seluruh anak usia pra sekolah dan usia sekolah
dasar. Adapun secara khusus (operasional) sasaran identifikasi anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang sudah bersekolah di sekolah regular,
anak yang baru masuk disekolah reguler, dan anak yang belum/tidak
bersekolah.
4. Petugas Identifikasi
Menurut Garnida (2015) untuk mengidentifikasi seorang anak, apakah
tergolong anak berkebutuhan khusus atau bukan, dapat dilakukan oleh:
1. Guru kelas
2. Guru mata pelajaran/guru BK
3. Guru pendididikan khusus
4. Orang tua anak, dan atau
5. Tenaga professional yang sesuai
5. Pelaksanaan Identifikasi
Menurut Garnida (2015) ada beberapa langkah identifikasi anak
berkebutuhan khusus. Untuk identifikasi anak usia sekolah yang belum
bersekolah atau drop out, maka sekolah yang bersangkutan perlu melakukan
pendataan dimasyarakat, kerja sama dengan Kepala Desa/Lurah, RT/RW
setempat dan posyandu. Jika pendataan tersebut ditemukan anak
berkelainan, maka proses berikutnya dapat dilakukan pembicaraan dengan
orang tua, komite sekolah maupun perangkat desa setempat untuk
mendapatkan tindak lanjutnya. Identifikasi bagi anak-anak yang sudah
masuk dan menjadi siswa di sekolah, dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Menghimpun data anak
Pada tahap ini, petugas (guru) menghimpun data kondisi seluruh
siswa di kelas (berdasarkan gejala yang Nampak pada siswa) dengan
menggunakan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus (AIABK).

4
2) Menganalisis data dan mengklasifikasikan anak
Pada tahap ini, tujuannya adalah untuk menemukan anak-anak yang
tergolong anak berkebutuhan khusus (yang memerlukan pelayanan
pendidikan khusus).
3) Menginformasikan hasil analisis dan klasifikasi
Pada tahap ini, hasil analisis dan klasifikasi yang telah dibuat guru
dilaporkan kepada kepa sekolah, orang tua siswa, dewan komite
sekolah untuk mendapatkan saran-saran pemecahan atau tindak
lanjutnya.
4) Menyelenggarakan pembahasan kasus (case conference)
Pada tahap ini, kegiatan di koordinasikan oleh kepala
sekolah setelah data anak berkebutuhan khusus terhimpun dari
seluruh kelas. Kepala sekolah dapat melibatkan :
a) Kepala sekolah itu sendiri
b) Dewan guru
c) Orang tua/wali siswa
d) Tenaga profesinal terkait, jika ada dan
memungkinkan
e) Guru pembimbing/guru pendidikan khusus, jika ada
dan memungkinkan.

Materi pertemuan kasus adalah membicarakan temuan dari


masing-masing guru mengenai hasil identifikasi untuk mendapatkan
tanggapan dan cara-cara pencegahan serta penanggulangannya.

5) Menyusun laporan hasil pembahasan kasus


Pada tahap ini, tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah dan
penanggulangannya perlu dirumusakan dalam laporan hasil
pertemuan kasus.
6) Tindak lanjut identifikasi
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan identifikasi, untuk dapat
memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai maka perlu
dilakukan asesmen dan selanjutnya melakukan pembelajaran dan
mengevaluasinya.

5
B. Prosedur Asesmen Anak Berkesulitan Belajar
1. Hakikat Asesmen

Lerner (1988: 54) dalam Mulyono (2012: 30) mengemukakan bahwa


asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak
yang akan digunakan untuk mebuat pertimbangan dan keputusan yang
berhubungan dengan anak tersebut. Tujuan utama dari suatu asesmen adalah
untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam merencanakan progam pemebelajaran bagi anak
berkesulitan belajar.
Menurut Hargrove dan Poteet (1984: 1), asesmen merupakan salah satu
dari tiga aktivitas evaluasi pendidikan. Ketiga aktivitas tersebut adalah (1)
asesmen, (2) diagnostik, dan (3) preskriptif. Dengan demikin asesmen
dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan berdasarkan diagnosis tersebut
dibuat preskripsi. Preskripsi tersebut dalam bentuk aktualnya adalah berupa
program pendidikan yang diindividualkan (indivialized education
programs). Meskipun asesmen pertama kali dilakukan sebelum kegiatan
pembelajaran, asesmen sesungguhnya berlangsung sepanjang kegiatan
pembelajaran.
Langhorst (1991: yang dimodihkasi oleh penulis) mengemukakan
pendapatnya tentang asesmen autentik, seperti digambarkan dalam diagram
berikut ini.

6
Standar perembangan jelas
Tugas-tugas
perkembangan anak
yang bermakna Refleksi diri

Hasil
Asesmen asesmen
berbagai Asesmen autentik
berinterak
bidang si secara
perkembangan integratif
anak
Dapat di
berkesinambunga gunakan untuk
kualitas kerja n mengembang
kan anak
selanjutnya
Sylvai dan Ysseldyke (1981) mengemukakan
pendapatnya tentang tujuan assesmen terhadap anak
yang berkesulitan belajar, seperti yang tercantum dalam kutipan berikut ini.

“….Screening is to identify which students quality for learning disability;


placement is to determine the most appropriate location in which to provide
service for learning disabled; program planning is to find the best or at least
an acceptable program; that is appropriate for learning disabled; program
evaluation is to obtain data about effectivitiness of programs; review of the
students progress, to determine the extant to which learning disabled
reaching their goals.”

Asesmen mencakup kegiatan screening (pengukuran), diagnosa dan


evaluasi yang ditujukan untuk memperoleh informasi tentang perencanaan,
pelaksanaan program, dan evaluasi keberhasilan program. Asesmen
terhadap anak yang mengalami kesulitan belajar dapat dilakukan secara
formal, yaitu dengan menggunakan alat asesmen yang telah baku dan secara
informal, yaitu asesmen yang dilakukan dengan menggunakan alat asesmen
yang belum baku, seperti alat asesmen yang dikembangkan oleh guru.

7
2. Asesmen Formal

Asesmen formal dilakukan dengan menggukan alat asesmen yang telah


baku. Untuk melakukan asesmen pada anak yang diperkirakan mengalami
berkesulitan belajar digunakan berbagai bentuk alat asesmen baku.

1) Tes Inteligensi

Tes inteligensi digunakan dalam rangka mengkur tingkat inteligensi


anak sebelum ia ditetapkan sebagai anak yang mengalami kesulitan
belajar. Tes inteligensi baku yang biasa digunakan adalah Weschsler
Intelligence Scale for Children (WISC-R) yang terdiri atas lima subtes,
seperti yang dijelaskan berikut ini (Mc. Loughlin (1986: 118-145,
Wechsler, 2003).

a. Tes untuk menguji kemampuan umum.

b. Tes untuk menguji kemampuan di bidang analogis dan


persamaan. Misalnya, ”Dalam hal apakah lilin dan lampu
memiliki persamaan”.

c. Tes untuk menguji kemampuan matematika. Misalnya, ”Harga


sebuah pensil Rp. 1000, seorang anak membeli 20 pensil.
Berapakah uang kembali Rp. 50.000 yang digunakan untuk
membeli ice-20 pensil tersebut?

d. Tes untuk menguji kosa kata. Misalnya, 'jelaskanlah apa yang


dimaksud dengan buta huruf?”

e. Tes untuk menguji kemampuan dalam mengambil keputusan


dalam menghadapi situasi sosial. Misalnya, ”Apa yang akan
kamu lakukan bila kamu melukai tanganmu sendiri?” Subtes ini
dilengkapi dengan tes-tes sebagai berikut.

 Melengkapi gambar.

 Menyusun gambar.

8
 Menyusun balok.

 Merakit objek,

 Coding.

2) Tes pencapaian hasil belajar

Untuk mengetahui aspek-aspek yang berhubungan dengan


pencapaian hasil belajar maka dapat dilakukan tes-tes baku, seperti
Woodcock-Johnson Psycho-Educational Batery, Peabody Individual
Reading Mastery Test (PIAT), Wide Range Achievement Test (WRAT),
Woodcock Reading Mastery Test (WRTMT-R) Durrell Analysis of
Reading Diagnostic Test, Keymenth Diagnostic Test, Test of Written
Language (TOWL), dan Test of Oral Language (TODL). Untuk
mengukur faktor-faktor neurologis dapat digunakan
Neuropsychological Test Mastery Computerized Axial Tomography,
dan lainnya.
Mc. Loughin (1986:118-145) memberikan uraian ringkas tentang
tes-tes tersebut di atas seperti yang diuaraikan berikut ini.
a. Woodcock-Johnson Psycho-Educational Batery
Woodcock-Johnson Psycho-Educational Batery adalah salah
satu tes baku yang digunakan untuk mengukur kemampuan
individu yang berusia 3 tahun sampai dengan 80 tahun. Tes ini
dibagi dalam tiga bagian yang mencakup berbagai jenis subtes.
Bagian Pertama
Bagian pertama dari Woodcock-Johnson Psycho-Educational
Batery bertujuan untuk mengukur kemampuan kognitif individu
yang terdiri atas subtes-subtes.
 Kemampuan kognitif secara umum
 Kemampuan verbal
 Mengemukakan alasan secara logis
 Kecepatan persepsi
 Ingatan

9
 Kemampuan membaca
 Kemampuan matematika
 Kemampuan bahasa secara tertulis
 Pengetahuan umum

Bagian Kedua
Bagian kedua Woodcock-Johnson Psycho-Educational
Batery bertujuan untuk mengukur pencapaian hasil belajar
yang terdiri atas subtes-subtes sebagai berikut.
 Identifikasi huruf dan kata
 Mengisi kata pada bagian kalimat yang perlu
dilengkapi dengan kata yang sesuai
 Pemahaman paragraph
 Kalkulasi
 Pemecahan masalah
 Pengurangan
 Pembuktian
 Sains
 Pengetahuan sosial
 Minat sosial
Bagian ketiga
Bagian ketiga dari Woodcock-Johnson Psycho-Educational
Batery bertujuan untuk mengukur minat yang terdiri atas
subtes-subtes sebagai berikut.
 Minat dalam bidang membaca
 Minat dalam bidang matematika
 Minat dalam bidang bahasa
 Minat dalam bidang olahraga
 Minat dalam bidang sosial

b. Peabody Individual Achievement Test (PIAT)

10
Peabody Individual Achievement Test (PIAT) adalah salah satu
tes yang dibuat untuk mengukur kemampuan kognitif dan
pencapaian hasil individu berusia 6 tahun sampai 60 tahun.
c. Wide Range Achievement Test
Wide Range Achievement Test (WRAT) bertujuan untuk
mengukur kemampuan individu yang berusia 3 tahun sampai
dengan 74 tahun di dalam bidang membaca, mengeja dan
aritmatik/matematika. Tujuan khusus dari penggunaan WRAT
adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan individu di
dalam bidang-bidang yang telahdisebutkan sebelumnya.
d. Woodcock Reading Mastery Test
Woodcock Reading Mastery Test bertujuan untuk mengukur
kemampuan membaca dari inividu yang berusia 6 tahun sampai
dengan 11 tahun, yang terdiri atas subtes-subtes yang berkaitan
dengan hal berikut.
 Identifikasi huruf
 Identifikasi kata
 Mengisi kata pada bagian kalimat yang perlu dilengkapi
dengan kata yang sesuai
 Pemahaman makna kata
 Pemahaman makna paragraph
e. Keymath Diagnostic Arithmetic Test
Keymath Diagnostic Arithmetic Test bertujuan mengukur
kekuatan dan kelemahan individu dalam matematika, khususnya
yang berkaitan dengan aritmetik. Tes ini diberikan pada
individu berusia 6 tahun sampai dengan 17 tahun. Tes ini terdiri
atas berikut ini.
 Mengukur kemampuan dalam isi matematika: bilangan,
pecahan, geometri dan symbol-simbol matematika
 Operasi matematika: penjumlahan, pengurangan,
perkali, pembagi, dan alasan penggunaan konsep
bilangan

11
 Aplkasi matematika: hitungan soal, mengisi bagian
operasi hitung yang dikosongkan
 Nilai uang
 Pengukuran
 Waktu
f. Test of Written Language (TOWL)
Test of Written Language (TOWL) bertujuan untuk mengukur
kekuatan dan kelemahan individu berusia 7 tahun sampai 18
tahun dalam bidang keterampilan berbahasa secara tertulis. Tes
ini dilakukan dengan meminta peserta untuk melakukan tes
mengarang, hasil karangan dianalisis, hal yang dianalisis adalah
pemilihan kosa kata yang tepat, kematangan dalam pemilihan
tema/ pengungkapan ide, penulisan kata dan kalimat yang
akurat.
g. Test of Language Development Primary (TOLD-P)
Test of Language Development Primary (TOLD-P) bertujuan
untuk mengukur kemampuan bahasa; penguasaan secara pasif
dan penguasaan secara aktif. Tes ini diberikan kepada individu
yang berusia 4 tahun sampai dengan 8 tahun. Tes ini meliputi
berikut ini.
 Kamus gambar untuk mengukur kemampuan (semantic
yang tersimpan dalam skemata)
 Pengungkapan kosa kata secara lisan
 Pengungkapan ide melalui kalimat
 Tata bahasa
 Lawan kata dan sinonim kata
h. Test of Adolecent Language (TOAL)
Test of Adolecent Language (TOAL) bertujuan untuk mengukur
kemampuan bahasa individu berusia 11 tahun sampai dengan 18
tahun, yang meliputi berikut ini.
 Tes mendengarkan kosa kata
 Tes mendengarkan tata bahasa

12
 Tes mendengarkan pembicaraan
 Tes mendengarkan pembicaraan dan tata bahasa

3. Asesmen Informal

Asesmen Informal merupakan teknik yang selalu digunakan oleh para


pendidik dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukannya sehari-hari.
Asesmen informal dapat dilakukan guru dengan berbagai cara, seperti
mengobservasi kekuatan dan kelemahan anak dalam belajar, melakukan
pretes dan pestes, memeriksa hasil kerja siswa, dan lain-lain.

Informal asesmen adalah asesmen yang menggunakan alat-alat asesmen


yang tidak baku atau buatan guru. Hal-hal yang menjadi pertimbangan
dalam melaksanakan jenis asesmen ini adalah sebagai berikut.

1) Asesmen informal relevan dengan pembelajaran yang dilakukan di


sekolah serta dapat memeberikan informasi secara aktual tentang
kemajuan dan pencapaian hasil belajar siswa.
2) Asesmen informal dijadikan bahan pertimbangan dalam usaha
memodifikasi dan meningkatkan pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
3) Asesmen informal tidak saja berguna untuk mengavaluasi tingkat
pencapaian hasil belajar siswa, tetapi juga berguna untuk meninjau
kembali dan mempelajari kembali tugas-tugas belajar siswa yang telah
di tetapkan oleh kurikulum.

Informal asesmen dapat dilakukan dalam bentuk evaluasi acuan patokan


(criterion fererence test) dan evaluasi acuan norma (norm reference test),
observasi yang direkam melalui observating scale dan check list, studi kasus
dan analisis kinerja siswa atau portofolio. Asesmen menyangkut kegiatan
pengumpulan data yang berkaitan dengan kemajuan belajar siswa. Dalam
mengumpulkan data tersebut, dilakukan pengukuran (measurement) dan
evaluasi (evaluation) terhaadap kemajuan belajar siswa (Mc Loughin
1989:80).

1) Observasi

13
Observasi merupakan suatu kegiatan pengumpualn data yang
memerlukan ketekunan dan keterampilan. Untuk melakukan observasi di
perlukan keterampilan (Cruickdhank, Jenkins & Mettcalf 2006:100).
Keterampilan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut,, seperti pada
tabel di bawah ini.

Observation Skill

1. Ability to evaluate 9. Listening skill

2. Ability to negotiate time to 10. Maturiry


observe

3. Ability to note detail 11. Objective

4. Communication skill 12. Patience

5. Confidaance to a start 13. Sensitivity

6. Good interpersonal skill 14. Time management

7. Knowledge of child 15. Understanding aims


development

8. Knowledge of observation skill 16. Unobtractiveness

Beberapa contoh yang berkaitan dengan hasil observasi yang


dilakukan berdasarkan keterampilan observasi yang berkiatan dengan
kemampuan anak berkesulitan belajar dalam membangun komunikasi dua
arah, kemampuan dalam berkomunikasi lebih kompleks dan kemampuan
mengemukakan ide berkiatan yang berkaitan dengan ekspresi emosional.

Asesmen Perkembangan Kemampuan Membangun


Komunikasi Dua Arah.

14
Pekembangan Keadaan Saat Ini Perkembangan
Kemampuan Normal

1. Merspon dengan
B A
syarat yang serupa

2. Berinisiatif
melakukan interaksi
(memegang tangan,
rambut, mengangkat K A
tangan minta
digendong)

3. Memperlihatkan rasa
kedekatan (memeluk,
A A
tersenyum, dll)

Catatan : A = Kemampuan selalu tampak

B = Kemampuan belum tampak

K = Kemampuan kadang-kadang tampak

H = Dalam keadaan tertekan (Lapar, bosan, takut, dll) kemampuan


tidak tampak.

2) Rating scale

Rating scale diunakan sebagai alat pencatat selama melaukuan pengamatan


terhadap kegiatan kemajuan belajar siswa dalam bidang akademik dan
perkembangannya di bidang nonakademik atau di bidang sosial. Rating scale
merupakan alat yang dikembangkan berdasarkan sejumlah skor yang
dikembangankan berdasarkan kriteria tertentuu untuk mengukur kualitas
perkembangan siswa, baik di bidang akademik dan bidang nonakademik.
Kualitas yang dinyatakan dalam skor dimulai dari skor tersendah sampai pada
skor yang tertinggi. Aspek-aspek yang dapat diukur dengan menggunakan
rating scale antara lain adalah sebagai berikut.

15
a) Pemahaman terhadap apa yang didengar, yang meliputi:
 Kemampuan memahami perintah;
 Kemampuan mengikuti diskusi dalam kelas;
 Kemampuan mengingat informasi yang diberikan secara lisan;
dan
 Dan hal-hal lainnya.

b) Kemampuan berbahasa lisan, yaitu kemampuan dalam berkespresii


secara lisan dengan tepat dengan menggunakan kosa kata yang
sesuai.

c) Perilaku sosial, yang meliputi:

 Hubungan intrapersonal, seperti cara menyapa, ccara meminjam


dan mengambalikan barang yang dipinjam;
 Perilaku selama di sekolah terhadap tugas-tugas sekolah; dan
 Perilaku selama dirumah.

Berikut ini dikemukakan contoh rating scale tentang kecerdasan interpersonal


dan kemampuan dalam menyelesaikan tugas

Rating Scale

Kecerdasan Intrapersonal: Kemampuan Menyelesaikan Tugas

1. Selalu tidak dapat 2. Kadang dapat 3. Selalu dapat 4. Selalu dapat


menyelesaikan tugas menyelesaikan tugas menyelesaikan tugas menyelesaikan
tepat waktu tepat waktu tepat waktu tugas tepat waktu
dengan kualitas
kerja yang bagus

Catatan: 1= belum berkembang. 2= berkembang. 3 = berkembang dengan


baik. 4 = berkembang dengan sangat baik.

16
3) Check list

Check list berbentuk pernyataan-pernyataan yang dapat mewakili perilaku


yang mungkin ditampilkan siswa, misalnya perilaku dalam belajar, perilaku
dalam berteman, kemampuan dalam menyelasaikan tugas, kemampuan dalam
mengikuti kegiatan diskusi dan kegiatan lainnya. Check list dapat dgunakan
untuk berbagai tujuan dalam berbagai bidang.

Checklist Perkembangan Interpersonal

Kemampuan Membangun Komunikasi Dua Arah Anak Usia 8 bulan.

Perkembangan Tahap Tahap Tahap


Kemampuan Permulaan Pengembangan Penguasaan

Merespon insyarat
dengan isyarat yang v
serupa

Berinisiatif
melakukan interaksi
(menarik tangan,
mengangkat tangan
V
minta digendong, dll)

Memperlihatkan rasa
V
kedekatan

4) Anecdotal Record

Anecdoctal record merupakan catatan tentang peristiwa-peristiwa khusus yang


dilakukan anak sehingga peristiwa tersebut perlu direkam untuk melengkapi
dokumen yang diperlukan dalam menilai perkembangan anak. Salah satu kegiatan
dalam merekam peristiwa oenting yang dialami anak dapat dilihat dalam contoh
berikut ini.

Anecdotal Record

17
Deskripsi Tertulis Mengenai Perilaku Anak dalam Situasi Khusus

Nama Anak : Upik, Ucok, Sari

Umur : 4 tahun

Sekolah : Tk Mutiara

Pengamat/tgl : Ibu Suryati/ 6 Maret 2013

Dimensi Kecerdasan Jamak yang Diamati: Kecerdasan Interpersonal

Kejadian Komentar

Upik dan Sari sedang berada di halaman Upik dan Sari adalah dua anak
sekolah. Mereka bermain menata meja. perempuan yang membuat teman-
Anak yang lain tidak berani mendekati teman mereka takut mendekat.
mereka, tapi Ucok datang mendekati Ucok menemukan cara untuk
mereka dan meminta makanan yang ditata mendekati mereka dengan
Upik dan Sari. Kedua anak perempuan mengajukan saran yang sesuai
tersebut memandang ucok dan berkata dengan kebutuhan bermain dua
“Hai, Kamu tidak boleh mendekat”. Ucok anak oerempuan tersebut.
tidak kehilangan akal dan langsung
membantu dan berkata, “ Aku bisa jadi
ayah”. Upik dan Sari tersenyum lalu
berkata, “Baik, kamu boleh ikut main”. Ternyata Ucok memiliki
kemampuan interpersonal yang
baik, yang selama ini belum terlihat
secara jelas.

5) Studi Kasus

Studi kasus merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan dalam
asesmen informal. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan riwayat perkembangan
akademik atau perkembangan dan pertumbuhan seorang anak yang telah direkam

18
dalam berbagai bentuk dokumen, seperti umur berapa anak dapat berjalan, berlari,
apakah ada kesulitan dalam tumbuh kembang anak tersebut, dan lain-lain.

6) Analisis Terhadap Sampel Kinerja

Analisis terhadap sampel kinerja (work sample analysis) yang salah satu
diantaranya adalah portofolio dapat digunakan sebagai bahan dalam melakukan
informal asesmen. Portofolio berisi kumpulan dari sample kinerja anak di berbagai
bidang, seperti matematika, mengarang, seni, olah raga, dan lain-lain. Dari
dokumen yang telah dikemas dalam bentuk portofolio dapat diketahui kelemahan
dan kekuatan anak. Bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengambangkan
portofolio sebagai berikut.

Berbentuk sajian yang merekam berbagai unjuk kerja,


perilaku, kemampuan dan bukti-bukti hasil belajar.

Manfaat:

1. menjadi pedoman guru, orangtua dan pihak-pihak


PORTOFOLIO
terkait dalam menilai hasil belajar anak secara
objektif

2. Mendorong anak, orangtua dan guru untuk


mengambbi manfaat dari hasil belajar.

3. Membrikan gambaran yang objektif tentang


perkembangan anak dari waktu ke waktu

4. Merupakan sarana untuk mengaavluasi


perkembangan anak secara otetik dan interaktif.

Proses pengembangan portofolio

1. Menentukan tujuan

2. Mengumpulkan bahan atau hasil karya anak yang akan dijadikan kunci
kemajuan perkembangan anak

3. Menentukan bagian-bagian yang perlu diberi komentar

4. Memberikan kesimpulan umum terhadap perkembangan dan


pencapaian hasil belajar anak
7) Penilaian Acuan Patokan

19
Penilaian acuan patokan (criterion reference evalation) adalah salah satu
bentuk penilaian yang dilakukan dengan jalan membandingkan hasil belajar yang
dicapai siswa dengan tujun belajar yang seharusnya dicapai oleh siswa tersebut,
oleh karena penilaian dan penentuan posisi hasil belajar siswa tidak dibandingkan
dengan hasil belajar siswa lainnya yang berada pada kelompok yang sama. Sebagai
contoh, tujuan pembelajaran adalah siswa dapat menulis angka 1-10 dengan tepat.
Apabila siswa dapat menulis angka 1-10 dengan tepat maka ia berhak untuk
mendapat nilai 10 (apabila rentang penilaian adalah 1-10), karena ia dapat
melaksanakan tugas belaar dengan 100% tepat. Apabila anak hanya berasil 1-5
angka dengan tepat maka anak tersebut mendapat nilai 5 karena ia hanya mencapai
50% dari tugas belajar yang harus dilakukannya.

Dalam mengembangkan penilaian acuan patokan perlu di perhatikan langkah-


langkah sebagai berikut.

 Menentukan tujuan yang akan dicapai dalam suatu proses pembelajaran.


 Menentukan kriteria keberhasilan belajar.
 Memilih materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
 Menentukan tingkat kesukaran materi pembelajaran.
 Menyusun tes yang sesuai dengan ruang lingkup materi yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran.

8) Penilaian Acuan Norma

Peilaian acuan norma (norm reference evaluation) adalah melaukan penilaian


terhadap hasil belajar dengan jalan membandingkan hasil belajar siswa dengan
siswa lain yang berada pada kelompoknya. Dengan demikian, nilai 7 belum tentu
mencerminkan hasil belajar yang baik, apabila rata-rata siswa di dalam
kelompoknya mencapai nilai 8. nilai 4 belum tentu mencerminkan hasil belajar
yang buruk, apabila rata-rata nilai siswa di dalam kelompok adalah 3. oleh sebab
itu, penilaian acuan norma banyak mendapat keritik dari berbagai pihak karena
menggambarkan pencapaian hasil belajar siswa yang sesungguhnya.

20
4. Beberapa Pertimbangan dalam Melakukan Asesmen Kesulitan Belajar

Pertimbangan dalam melakukan assesmen khususnya asesmen kesulitan


belajar adalah pencapaian hasil belajar, dimana hasil belajar diperoleh melalui
berbagai pengukuran dan penialain hasil belajar yaitu melalui tes formatif dan tes
somatif. Menurut Martini Jamaris ciri-ciri siswa yang mengalami kesulitan belajar
adalah:

 Menunjukan hasil belajar yang rendah, dalam arti dibawah nilai rata-
rata yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi akademik
yang dimilikinya.
 Hasil belajar tidak seimbang dengan usaha yang dilakukannya.
 Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar, selalu tertinggal dari
kawan-kawannya dalam menyelesaikan tugas belajar.
 Menunjukan sikap yang kurang wajar, seperti sikap acuh tak acuh,
merentang, berpura-pura, dusta, dan sikap negatif lainnya.
 Nenunjukan perilaku yang kurang tepat seperti suka bolos, datang
terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, sering mengganggu
didalam atau diluar kelas atau mengasingkan diri.
 Menunjukan gejala emosi yang kurang wajar dalam menghadapi situasi
tertentu, misalnya tidak merasa sedih atau menyesal dalam menerima
nilai rendah.
Dapat disimpulkan bahwa masalah yang berhubungan dengan kesulitan
belajar bersifat kompleks.
Informal asesmen dilakukan dengan ujian atau tes. Untuk melihat
kemajuan hasil belajar siswa dilakukan tes sebelum proses belajar dimulai
(pretest) selama proses belajar berlangsung (formative test) dan setelah
proses belajar (posttest). Kemajuan hasil belajar siswa dapat dilihat melalui
observasi atau skala pengukuran atau gabungan dari ketiganya.

5. Tujuan Pengembangan Asesmen

Kemampuan pengembangan instrument merupakan salah satu kompetensi yang


harus dimiliki konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling di
sekolah. Pengembangan instrumen dapat dilakukan untuk memperoleh data atau
informasi yang dibutuhkan karena tidak ada atau belum ada instrumen yang dapat

21
mengukur aspek tersebut, atau kalaupun sudah ada dapat diadaptasi sesuai
karakteristik responden dan wilayah administratif. Kemampuan ini diperlukan
dalam proses pengumpulan data peserta didik maupun lingkungan. Informasi yang
diperoleh berdasarkan hasil asesmen ditujukan sebagai dasar dalam merencanakan
program dan menentukan layanan yang tepat bagi peserta didik.

6. Langkah-Langkah Pengembangan Instrumen

Menurut Djaali dan Mulijono dalam Asesmen Teknik Nontes Dalam


Perspektif Bk Komprehensif (2008, hlm 31) mengemukakan bahwa dalam proses
pengembangan instrumen, terdapat beberapa langkah yang harus dilalui, yaitu
sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi tujuan utama penggunaan instrumen.


Proses pengembangan instrument yang sistematis seharusnya
berdasarkan pertimbangan tujuan penggunaan instrumen yang
mendasar. Tujuan utama pengembangan instrumen tersebut ditentukan
oleh konselor sebagai pengembang instrumen, antara lain untuk
diagnostic, penempatan, identifikasi, dan sebagainya. Misal, ingin
mengetahui keterikatan peserta didik terhadap tugas (task commitment).
2. Mengidentifikasi tingkah laku yang mewakili konstruk tertentu.
Untuk mengembangkan instrumen, perlu ditentukan konsep sampel
tingkah laku yang dipercaya dapat mewakili konstruk teori yang akan
diukur. Oleh karena itu, langkah pertama dari penyusunan instrumen
adalah perumusan sampel tingkah laku secara operasional, sehingga
tampak apa sebenarnya yang akan diukur oleh instrumen yang akan
disusun itu. Hal ini dapat dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-teori
yang dikaji tentang suatu konsep dari variabel yang hendak diukur,
kemudian dirumuskan konstruk dari variabel tersebut. Konstruk pada

22
dasarnya adalah bangun pengertian dari suatu konsep yang dirumuskan
oleh pengembang instrumen.
Untuk melakukan verifikasi konstruk yang akan diukur, pengembang
instrumen perlu melakukan aktivitas sebagai berikut:
a. Content analysis, yaitu melakukan analisis terhadap isi konstruk
dengan mengajukan pertanyaan terbuka terhadap konstruk.
b. Review of research, merupakan telaah terhadap penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya mengenai konstruk teori yang akan diukur.
c. Critical incidents, mengidentifikasi tingkah laku yang
mengkarakteristikkan hal yang ekstrem dalam suatu kontinum dari
konstruk teori.
d. Direct observation, pengembang instrumen mengidentifikasi tingkah
laku yang akan diukur melalui pengamatan langsung.
e. Expert judgement, meminta penilaian dan masukan dari orang yang
ahli di bidang yang akan diukur.
f. Instruction objectives, adalah meminta pertimbangan ahli mengenai
spesifik konten yang menjadi fokus.
3. Berdasarkan konstruk tersebut dikembangkan dimensi dan indicator
variabel yang sesungguhnya secara eksplisit telah tertuang pada
rumusan konstruk variabel.
4. Mempersiapkan spesifikasi instrumen dan proporsi item yang menjadi
fokus atau membuat kisi-kisi.
Setelah mengidentifikasi sampel tingkah laku yang mewakili variabel,
langkah selanjutnya adalah menyusun kisi-kisi instrumen setiap variabel
yang dimaksud. Kisi-kisi adalah rangkuman rancangan penyusunan
butir-butir instrumen sesuai dengan bangun konstruk teoretis setiap
variabel yang akan diukur. Pengembang instrumen mempersiapkan
spesifikasi instrumen dan proporsi item dari masing-masing indikator.
Proporsi item sebaiknya seimbang sehingga dapat menggambarkan
proporsi konstruk yang sesuai.
5. Menetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu
rentangan kontinum dari satu kutub ke kutub lain yang berlawanan,

23
misalnya, tidak setuju ke setuju, negatif ke positif, tidak pernah ke
selalu, dan sebagainya.
6. Mengkonstruksi sejumlah draft item.
Setelah mengetahui hal-hal khusus apa yang akan diukur, yaitu melalui
kisi-kisi, maka langkah selanjutnya adalah menulis butir-butir instrumen
yang diperlukan. Butir instrumen tersebut diusahakan sebanyak-
banyaknya karena pada tahap selanjutnya butir-butir tersebut akan
diseleksi, mana yang paling baik. Kegiatan yang akan dilakukan untuk
mengkonstruksi sejumlah draft item adalah sebagai berikut:
a. Menyeleksi format item yang sesuai
b. Membuktikan bahwa format yang diajukan dapat dikerjakan dengan
mudah
c. Menyeleksi dan melatih penulis item jika tidak dikerjakan sendiri
oleh konselor
d. Menulis item
e. Memonitor perkembangan penulisan item dan kualitas item

Pengembangan instrumen juga perlu menentukan format atau bentuk


instrumen yang akan dikembangkan, apakah bentuk benar-salah, pilihan
ganda, skala penilaian, dan sebagainya. Formula kalimat dalam sebuah
instrumen harus memperhatikan beberapa hal berikut:

a. Gunakan kata kerja sekarang (present tense)


b. Jangan menggunakan pernyataan yang factual
c. Hindari pernyataan yang memiliki dua atau lebih interpretasi
d. Hindari pernyataan yang mengarahkan responden dalam menjawab
kea rah positif atau negatif
e. Buat item positif dan negatif secara seimbang
f. Pernyataan singkat dan padat
g. Hindari pemakaian kata yang menunjukkan keseluruhan, seperti
semua, selalu, tidak ada, tidak pernah, dan sebagainya karena akan
menimbulkan ambiguitas

24
h. Hindari penggunaan kata kata hanya, masih, benar-benar, banyak,
sedikit, kadang-kadang
i. Gunakan kalimat sederhana, hindari pengandaian (if)
j. Hindari penggunaan kata-kata yang menunjukkan pernyataan
negatif, seperti tidak, tidak ada, tidak pernah
7. Mereiew item dengan memperhatikan: akurasi, kesesuaian dan relevansi
spesifikasi instrumen, kekurangan konstruksi item yang bersifat teknis,
tata bahasa, bias, dna keterbacaan.
Butir-butir yang telah disusun itu kemudian dikaji ulang agar mutunya
lebih baik. Kaji ulang mula-mula dilakukan oleh pengembang
instrumen. Setelah itu, sebaiknya diberikan kepada beberapa orang yang
merupakan ahli dalam bidang yang berkaitan dengan variabel itu untuk
dikaji ulang. Dengan demikian, kaji ulang akan lebih objektif.
8. Melakukan uji coba awal.
Uji coba dilakukan untuk mengetahui validitas dan ketepatan ukur
(reliabilitas) instrumen. Dalam hal ini diuji apakah instrumen itu
mempunyai ketepatan atau kemantapan jawaban apabila instrument
tersebut dikerjakan oleh orang yang sama dalam waktu yang berlainan.
Berdasarkan hasil uji coba, maka dilakukan perbaikan. Perbaikan itu
dilakukan terhadap petunjuk pengerjaan dan butir-butir yang ternyata
tidak baik. Ada kalanya butir-butir tertentu berdasarkan hasil uji coba
memang tidak dapat digunakan
Pelaksanaan uji coba instrumen dimaksudkan untuk:
a. Mengetahui apakah instrumen tersebut dapat diadministrasikan
dengan mudah, hal ini dilakukan dengan pengamatan.
b. Mengetahui apakah setiap butir dapat dibaca dan dipahami oleh
responden.
c. Mengetahui ketepatan ukur instrumen yang dimaksud (validitas).
Menurut Sukardi dalamAsesmen Teknik Nontes Dalam Perspektif
Bk Komprehensif (1997:193-194, hlm 34), validitas merujuk
kepada pengertian apakah hasil tes sesuai dengan kriteria yang telah
dirumuskan, dan hingga dimana hasil tes itu mengukurnya. Terdapat

25
tiga kategori validitas, yaitu validitas konten, validitas kriteria, dan
validitas konstruk.
Untuk menguji validitas, dilakukan dua langkah, yaitu uji ketepatan
ukur (validitas butir, dengan jalan menganalisis butir), dan uji
ketepatan ukur seluruh perangkat instrumen.
d. Mengetahui keajegan alat ukur atau realibilitas, yaitu konsistensi
dari skor tes. Menurut Crocker dan Algina dalam Asesmen Teknik
Nontes Dalam Perspektif Bk Komprehensif (1986, hlm 34), secara
praktis, realibilitas adalah derajat ke arah mana deviasi atau sebaran
skor individu atas skor, apakah relative konsisten setelah di tes
berulang kali dengan menggunakan instrumen yang sama.
9. Melakukan uji coba kepada sampel yang lebih besar.
Setelah melakukan uji coba awal, instrumen dapat diuji coba kembali
kepada responden yang lebih besar dan lebih bervariasi sesuai keluasan
tujuan pengembangan instrumen.
10. Menentukan analisis statistic yang sesuai dan mengeliminasi item yang
tidak sesuai dengan kriteria.
11. Mendesain dan melakukan perhitungan validitas dan realibilitas
instrumen.
12. Mengembangkan panduan atau pedoman untuk pengadministrasian,
pemberian skor, dan interpretasi.menurut Crocker dan Algina dalam
Asesmen Teknik Nontes Dalam Perspektif Bk Komprehensif (1986,
hlm 35), perangkat akhir tersebut meliputi bagian-bagian pokok, yaitu:
a. Petunjuk pengerjaan
b. Perangkat butir soal yang berupa daftar pertanyaan atau pernyataan
c. Cara penafsiran

7. Penyusunan Asesmen

Menurut Salvia dan Ysseldyke seperti dikutip oleh Lerner (1988:54) (dalam
Mulyono Abdurrahman, 2010: 47) dalam kaitannya denganupaya penanggulangan
kesulitan belajar, asesmen dilakukan untuk lima keperluan, yaitu (1) penyaringan
(screening), (2) pengalihtanganan (referral), (3) klasifikasi (classification), (4)

26
perencanaan pembelajaran(instructional planning), (5) pemantauan kemajuan
belajar anak (monitoring pupil progress). Pada penyaringan, anak-anak
berkesulitan belaja di suatu kelas atau sekolah diidentifikasi untuk menentukan
anak-anak mana yang memerlukan pemeriksaan lebih komprehensif. Dalam
penyaringan dilakukan evaluasi sepintas, misalnya melalui observasi informal oleh
guru, untuk menentukan siapa diantara anak-anak yang memerlukan evaluasi
inensif. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, selanjutnya anak dialihtangankan
(referral) ke seorang ahli, misalnya psikolog atau dokter, untuk memperoleh
pemeriksanaan lebih lanjut. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut anak
diklasifikasikan untuk menentukan apakah mereka benar-benar memerlukan
pelayanan khusus. Pada tahap ini asesmen dilakukan untuk keperluan klasifikasi
kesulitan. Pada tahap perencanaan pelajaran, asesmen untuk keperluan penyusunan
progrm pengajaran individual. Dalam memantau kemajuan belajar anak, asesmen
dapat dilakukan dengan menggunakan tes formal, tes informal, observasi, dan
prosedur asesmen yang didasarkan atas kurikulum. Untuk memperoleh informasi
asesmen (assessment information) dapat dilakukan melalui wawancara, observasi,
pengukuran informal, dan tes baku formal. Berbagai metode pengumpulan
informasi tersebut hendaknya tidak dilakukan secara sendiri-sendiri tetapi secara
simultan. Pada waktu melakukan wawancara misalnya, dapat dilakukan observasi;
begitu pula pada saat anak sedang mengerjakan tes baku formal.

Wawancara untuk memperoleh informasi asesmen umumnya mencakup


tentang data anak, orang tua, keluarga, riwayat kelahiran, perkembangan fisik,
sosial, dan pendidikan. Data tentang anak mencakup nama, alamat, dan telepon,
tempat dan tanggal lahir, sekolah dan kelas. Data tentang orang tua mekup nama
ayah dan ibu serta pekerjaan mereka. Data tentang keluarga mencakup saudara
kandung, saudara tiri, saudara angkat, dan orang-orang lain yang tinggal bersama
anak. Riwayat kelahiran hendaknya mencakup informasi tentang riwayat ibu saat
hamil, panjang dan berat badan bayi, kondisi ibu, kesulitan waktu melahirkan, lama
proses melahirkan, dan prematuritas. Data perkembangan fisik mencakup riwayat
kesehatan, peristiwa traumatik, kebiasaan makan dan tidur, aktivitas, riwayat mulai
duduk, berjalan, menggunakan kata-kata pertama dalam berbicara, kalimat
pertama, gangguan bahasa, dan gangguan motorik. Data tentang lingkungan sosial

27
anak mencakup hubungan anak dengan saudara-saudaranya, hobi, minat, aktivitas
rekreasi, sikap orang tua, kepenerimaan dan tanggung jawab orang tua dan sikap
orang tua terhadap problema belajar. Data tentang pendidikan anak mencakup
pengalaman mengulang atau tinggal kelas, pindah sekolah, perhatian guru,
pendidikan di TK, jenis bantuan yang pernah diberikan pada anak, dan sikap anak
terhadap sekolah. Berbagai informasi yang diperoleh melalui wawancara tersebut
setelah dianalisis dan disintesiskan dalam menegakkan diagnosis; dan selanjutnya
dapat digunakan untuk menyusun program pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan anak (Mulyono Abdurrahman, 2010: 47-48)
Informasi asesmen yang dapat diperoleh melalui metode observasi adalah
penyesuaian anak dengan lingkungan sosialnya, koordinasi motorik, motorik kasar,
koordinasi motorik halus, koordinasi mata-tangan, dan keterampilan
mendengarkan. Pelaksanaan observasi dapat dilakukan secara terpisah dan dapat
pula terintegrasi dengan pelaksanaan metode lain, misalnya pada saat wawancara
atau pada saat anak mengerjakan tes informal dan tes baku formal.
Informasi asesmen melalui pengukuran informal hendaknya mencakup
pemahaman auditoris, bahasa ujaran, orientasi, perilaku, dan motorik (Lerner,
1988: 70; Gearheart, 1973: 14) dikutip oleh Mulyono Abdurrhman (2010:48).
Pemahaman auditoris mencakup kemampuan mengikuti perintah lisan, memahami
diskusi kelompok, kemampuan mengingat atau menyimpan informasi yang
diberikan secara lisan, dan memahami arti kata. Kemampuan menggunakan bahasa
ujaran mencakup kemampuan menggunakan kalimat lengkap dengn struktur kalima
yang akurat, kemampuan memahami pebendaharaan kata, kemampuan mengingat
atau mengulang kata-kata, kemampuan memformulasikan ide-ide dari fakta-fakta
yang terpisah-pisah, dan kemampuan menceritakan pengalaman. Kemampuan
orientasi mencakup ketapatan, orientasi ruang, mempetimbangkan hubungan
(besar-kecil, jauh-dekat, ringan-berat), dan pemahaman tentang arah. Peilaku anak
mencakup kemampuan menjalin hubungan kerja sama, memusatkan perhatian,
mengorganisasikan, menguasai situasi baru (misalnya dalam pesta, perjalanan,
perubahan suasana yang tidak dapat diramalkan, atau dlam kehidupan sehari-hari),
penerimaan sosial (social acceptance), penerimaan tanggung jawab, menyelesaikan
tugas, dan kebijksanaan. Kemampuan motorik atau gerak mencakup koordinasi

28
umum (lari, memanjat, meloncat, berjalan), keseimbangan, dan kemampuan
menggunakan perkakas atauketerampilan tangan. Informasi asesmen tentang
penguasaan akademik dapat dilakukan dengan tes informal membaca, menulis, dan
matematika. Tes informal semacam ini dapat disusun oleh guru dengan mengacu
pada kurikulum sesuai dengan kelas yang diduduki anak.
Tes baku formal (formal standarized test) umumnya digunakan untuk
mengetahui potensi anak. Potensi anak biasanya dikaitkan dengan intelegensi, dan
karena itu tes intelegensi memegang peranan penting dalam asesmen. Tes
intelegensi yang paling banyak digunakan adalah WISC-R (Weschler Intelligence
Scale for Children-Revised). Tes tersebut terdiri dari dua subtes, yaitu tes verbal
(vebal test) dan tes kinerja (perfomance test). Tes verbal terdiri dari enam macam,
yaitu informasi (information), pemahaman (comprehension), aritmetik
(arithmetic), persamaan (similiarities), perbendaharaan kata (vocabulary), dan
mengingat angka (digit span). Tes kinerja mencakup melengkapi gambar (picture
completion), menyusun gambar (picture arrangement), menyusun balok (block
design), memasangkan objek (object assembly), coding, dan mazes. Tes verbal
menggunakan bahasa ujaran (oral language) baik untuk pengadministrasian
maupun untuk menjawabnya. Tes “informasi” digunakan untuk mengukur
kemampuan umum anak yang diperoleh dalam kehidupan lingkungan sekitar. Tes
“pemahaman” mengukur kemampuan anak untuk membuat pertimbangan dengan
situasi sosial. Tes “aritmetik” digunakan untuk mengukur kemampuan anak dalam
menceritakan problema-problema penalaran aritmetis dalam batas waktu tertentu.
Tes “persamaan” digunakan untuk mengetahui keterampilan anak dalam
menggunakan analogi, atau mengetahui kesamaan dari objek-objek yang berbeda.
Tes “perbendaharaan kata” mengukur kemampuan anak dalam menjelaskan arti
kata-kata yang telah dipilih. Tes “mengingat angka” menggunakan tes pilihan, yang
gunanya untuk mengukur kemampuan anak dalam mengingat dan mengulang
deretan angka-angka yng diperdengarkan kepadanya.
Tes kinerja disajikan secara visual dan anak diminta menjawab dengan
menampilkan suatu tugas. Tes “melengkapi gambar” meminta anak untuk
melengkapi bagian gambar yang dihilangkan. Te s”menyusun gambar” menuntut
anak meyusun suatu kelompok gambar agar menjadi suatu rangkaian yang

29
membentuk suatu urutan cerita. Tes “menyusun balok” meminta anak untuk
menyusun kubus-kubus kecil berwarna sesuai dengan pola geometrik yang
diperlihatkan kepadanya. Tes “memasangkan objek” meminta kepada anak untuk
menyusun suatu puzzle yang menggambarkan suatu objek. Tes “coding” mengukur
kemampuan anak mengingat hubungan antara angka-angka dengan simbol-simbol
geometrik dan secara cepat mencatat hubungan-hubungan tersebut. Tes “mazes”
merupakan suatu tes pilihan yang mengukur kemampuan anak untuk menemukan
jalan keluar dari suatu jaringan.
Contoh 1 : informasi riwayat anak
Informasi Riwayat Anak
A. Data Anak
Nama :
Jenis Kelamin :
Tempat dan Tanggal Lahir :
Agama :
Nama Sekolah : Kelas :
Alamat :

B. Data Orang Tua


Nama Ayah (Kandung/Tiri/Angkat :
Tempat dan Tanggal Lahir :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :

Nama Ibu (Kandung/Tiri/Angkat) :


Tempat dan Tanggal Lahir :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :

C. Saudara (Kandung/Tiri/Angkat)
Umur Nama Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Keterangan

D. Orang Lain yang Serumah


Umur Nama Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Keterangan

E. Riwayat Kelahiran
Kehamilan
1. Mengalami keguguran sebelumnya? Ya/Tidak

30
2. Merasa sedih/bingung/kesal karena?
3. Anak tergolong yang diinginkan? Ya/Tidak/Tidak Tahu
Kelahiran
1. Umur kandungan: Cukup/Kurang
2. Saat kelahiran: Biasa/Lama/Sukar/dengan cara:
3. Tempat kelahiran: di rumah sendiri/ di rumah sakit
4. Ditolong oleh:
5. Berat Badan Bayi: Panjang Badan Bayi:

F. Riwayat Makanan
1. Menetek ibu hingga umur:
2. Minum susu kaleng/susu formula hingga umur:
3. Kualitas makanan: Cukup/Kurang
4. Kuantitas makanan: Cukup/Kurang
5. Kesukaran pemberian makanan berupa:

G. Toilet Training
1. Dapat mengatur buang air kecil pada umur:
2. Dilatih dengan cara:
3. Dapat mengatur buang air besar pada umur:
4. Dilatih dengan cara:

H. Riwayat Perkembangan Fisik


1. Telungkup… bulan; duduk… bulan; berdiri… bulan; berjalan… bulan
2. Berbicara kata-kata pertama…bulan.
3. Berbicara dengan kalimat lengkap… bulan.
4. Kesulitan dalam berbahasa:
5. Kesulitan dalam gerak:
6. Riwayat kesehatan:

I. Faktor Sosial dan Personal


1. Hubungan dengan saudara (kandung/tiri/angkat):
2. Hubungan dengan teman:
3. Hobi :
4. Minat :
5. Aktivitas rekreasi :
6. Sikap orang tua terhadap anak :
7. Penerimaan dan tanggung jawab :
8. Sikap terhadap masalah belajar :

J. Riwayat pendidikan
1. Masuk TK umur :
2. Kesulitan di Tk :
3. Masuk SD umur :
4. Pernah tinggal kelas di SD di kelas :
5. Kesulitan di SD :
6. Bantuan yang pernah diterima anak :
7. Sikap anak terhadap guru :
8. Sikap anak terhadap sekolah :

31
Contoh 2: skala penilaian perilaku anak
SKALA PENILAIAN PERILAKU ANAK
ASPEK SK K C B SB

PEMAHAMAN AUDITORIS

1. Kemampuan mengikuti perintah


2. Pemahaman mengikuti diskusi dalam kelas
3. Kemampuan menyimpan informasi yang disampaikan
secara lisan
4. Pemahaman arti kata

BAHASA UJARAN

5. Kemampuan mengekspresikan pikiran dengan kalimat


lengkap dengan tata bahasa yang akurat
6. Kemampuan memahami perbendaharaan kata
7. Kemampuan menghapal kata
8. Kemmapuan menghubungkan pengalaman
9. Kemampuan memformulasikan gagasan-gagasan

ORIENTASI

10. Ketepatan waktu


11. Orientasi ruang
12. Pertimbangan hubungan-hubungan (besar-kecil, jauh-
dekat, ringan-berat)
13. Pemahaman tentang arah

PERILAKU

14. Kemampuan bekerjasama


15. Kemampuan memusatkan perhatian
16. Kemampuan mengorganisasikan pekerjaan
17. Kemampuan menguasai situasi baru
18. Penerimaan sosial
19. Penerimaan tanggung jawab
20. Kemampuan menyelesaikan tugas
21. Kebijaksanaan

GERAK

22. Koordinasi umum (berjalan, berlari, meloncat)


23. Keseimbangan
24. Kemampuan menggunakan perkakas/peralatan

Keterangan :
SK = sangat kurang
K = kurang
C = cukup
B = baik
SB = sangat baik

32
8. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Asesmen
a) Validitas Instrumen asesmen
Validitas instrumen berkaitan dengan sejauh mana instrumen dapat
mengukur yang harus diukur, dalam kaitannya dengan pembelajaran
maka instrumen yang valid adalah instrumen yang mampu mengukur
apa yang telah diajarkan dan yang telah dipelajari oleh siswa. Berbagai
bentuk validitas yang penting diperhatikan oleh guru adalah content
validity, yang dijadikan dasar untuk menentukan sejauh mana item
(butir) instrumen berkorespodensi dengan materi pelajaran yang telah
diajarkan. ( Martini Jamaris, 2014; 53)
b) Reabilitas Instrumen Asesmen
Menurut jamaris (2014) reabilitas instrumen asesmen berhubungan
dengan kestabilan atau konsitensi skor yang dihasilkan dari penerapan
suatu instrumen dengan skor yang diperoleh pada waktu instrumen
tersebut diterapkan kembali pada waktu yang berbeda.
Pedoman yang dapat digunakan guru dalam mengembangkan
instrumen yang reliabel, sebagai berikut.
 Memperbanyak item soal
 Menentukan tingkat kesulitan yang optimum
 Menulis item tes dengan jelas
 Keadaan siswa harus tenang dalam artian tidak ada suara bising atau
keributan saat siswa menjalankan tes
 Skor diberikan secara objektif

33
34

Anda mungkin juga menyukai