Anda di halaman 1dari 41

ASESMEN KEHIDUPAN SEHARI-HARI DALAM ASPEK KOMUNIKASI

UNTUK ANAK KELAS 6 SDLB


PEMBELAJARAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pembelajaran Kehidupan

Sehari-hari yang diampu oleh :

Dra. Hj. Mimin Tjasmini, M.Pd.

Een Ratnengsih, M.Pd.

Disusun oleh:

Anisa Meilani Putri 1606487


Annisa Dziyaur Rahan 1605961
Dena Tresna Aripiani 1600646
Fadilah Halfa Amatullah 1607423

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Laporan Program Kerja Kehidupan Sehari-hari.

Dalam isi laporan ini penyusun memaparkan mengenai pengertian Activity


Daily Living, pengertian tunarungu, pengertian komunikasi, proses assesmen dan
hasil assesmen.

Dalam penyusunan laporan ini penyusun mengalami berbagai kesulitan.


Namun Alhamdulillah laporan ini selesai tepat pada waktunya. Penyusun
menghantarkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyusun
laporan ini, yaitu wali kelas 6 SLB B Prima Bhakti Mulia yang mengizinkan
penyusun untuk melakukan assesmen, serta dosen mata kuliah Kehidupan Sehari-
hari yang selalu membimbing dalam menyelesaikan laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari kata
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh
karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Bandung , Januari 2018

Penyusun

1
Daftar Isi

Kata Pengantar................................................................................................
i
Daftar Isi..........................................................................................................
ii
Bab. 1 Pendahuluan.........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang.................................................................................
1
1.2 Tujuan Asesmen..............................................................................
2
1.3 Manfaat Asesmen............................................................................
2
1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan......................................................
3
1.5 Prosedur Pelaksanaan......................................................................
3
Bab. 2 Kajian Teori..........................................................................................
5
2.1 Pengertian Activity Daily Living.....................................................
5
2.2 Pengertian Tunarungu.......................................................................
6
2.3 Pengertian Komunikasi....................................................................
16
Bab.3 Hasil Observasi......................................................................................
20
3.1 Dasar Teori......................................................................................
20

2
3.2 Kisi-kisi Instrumen..........................................................................
21
3.3 Butir Instrumen...............................................................................
22
3.4 Analisis Asesmen Komunikasi....................................................... 25
3.5 Program Pembelajaran......................................................................
32
3.6 Rancangan Program Pembelajaran...................................................
33
Bab. 4 Penutup.................................................................................................
34
4.1 Kesimpulan......................................................................................
34
4.2 Saran................................................................................................
34
Daftar Pustaka........................................................... ......................................
iii
Lampiran

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Activity of Daily Living (ADL) atau yang lebih familiar dalam dunia
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dikenal dengan istilah “Bina
Diri”. Bina Diri mengacu pada suatu kegiatan yang bersifat pribadi, tetapi
memiliki dampak dan berkaitan dengan human relationship. Kemampuan bina diri
ini akan mengantarkan anak berkebutuhan khusus dapat menyesuaikan diri dan
mencapai kemandirian.
Untuk mencapai kemandirian anak tunarungu, maka hal paling penting
dan mendasar untuk dikuasai yaitu komunikasi. Komunikasi adalah hal yang
paling mendasar yang dibutuhkan anak tunarungu dalam mencapai
kemandiriannya. Karena tanpa komunikasi akan sulit untuk membangun sosial
dengan orang lain, dimana kemandiriran merujuk pada tidak bergantung terhadap
orang lain. Komunikasi sebagai praktik penyampaian infromasi sebenarnya
merupakan satu tema lama. Sementara komunikasi dilakukan untuk berbagai
pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Ia menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari seluruh aktivitas manusia, baik sebagai individu maupun
kelompok. Bahkan, 70% waktu terjaga kita digunakan untuk berkomunikasi.
Apalagi, identitas kita sebagai makhluk sosial mengaharuskan kita berinteraksi
dengan sesama.
Sampai saat ini, komunikasi dianggap sebagai sarana yang paling efektif
untuk mengenal siapa diri kita lewat orang lain. Lewat interaksi dengan sesamalah
kita akan mengetahui siapa kita sebenarnya sehingga kita dapat mengembangkan
konsep diri di antara sesame. Sebagai proses penyampaian informasi dan
pengetahuan, peran penting komunikasi juga menjadi niscaya dalam dunia
pendidikan. Sebab, proses pembelajaran adalah proses komunikasi. Jika guru
mampu membangun komunikasi secara baik dan tepat dengan siswanya, tujuan
pembelajaran yang diharapkan sangat mungkin dapat terwujud.

1.2 Tujuan
Sejalan dengan latar belakang diatas, penulisan buku ini disusun dengan
tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sebagai berikut.
1. Mengetahui dan memahami pengertian activity daily living, tujuan.
2. Mengetahui dan memahami pengertian tunarungu, penyebab
ketunarunguan, klasifikasi ketunarunguan, karakteristik anak tunarungu,
perkembangan berbahasa anak tunarungu
3. Mengetahui dan memahami pengertian komunikasi, tujuan komunikasi,
jenis-jenis komunikasi.
4. Mengetahui dan lebih memahami tata cara melaksanakan asesmen pada
aspek Komunikasi dengan melakukan asesmen langsung ke lapangan.
5. Memberikan suatu analisa dimana hasil laporan ini kami buat untuk
menjadi sebuah problem solving terhadap kasus-kasus yang sering terjadi
di lingkungan masyarakat dengan memberikan sebuah kesimpulan, saran
terhadap kasus yang kami temukan ini.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penulisan laporan ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi,
yaitu:

1. Manfaat teoritis
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,
sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi
dunia pendidikan mengenai “Asesmen kehidupan sehari-hari dalam
Aspek Komunikasi untuk Anak Kelas 6 SD” dalam Mata Kuliah
Pembelajaran Kehidupan Sehari-hari.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Penyusun
Sebagai wahana penambah pengetahuan, wawasan, dan konsep
keilmuan penyusun khususnya mengenai “Asesmen kehidupan
sehari-hari dalam Aspek Komunikasi untuk Anak Kelas 6 SDLB”
dalam Mata Kuliah Pembelajaran Kehidupan Sehari-hari.

b. Pembaca
Sebagai media informasi tentang Asesmen kehidupan sehari-hari
dalam Aspek Komunikasi dalam Mata Kuliah Pembelajaran
Kehidupan Sehari-hari secara teoritis ataupun secara praktis.
c. Bagi Instansi/ Lembaga
Sebagai sumber atau pedoman tambahan dalam pembelajaran
mengenai Asesmen kehidupan sehari-hari dalam Aspek Komunikasi
untuk Anak Kelas 6 SDLB dalam Mata Kuliah Pembelajaran
Kehidupan Sehari-hari.

1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Observasi dilaksanakan pada :

Hari/tanggal : Rabu, 29 November 2017

Waktu : Pukul 10.30-12.00 WIB

Tempat : SLB B Prima Bhakti Mulia

1.5 Prosedur Pelaksanaan

Prosedur yang dilakukan oleh asesor sebelum melaksanakan asesmen


sampai terlaksananya kegiatan asesmen, antara lain:
1. Menentukan aspek yang akan di asesmen.
2. Mencari dasar teori mengenai pembahasana komunikasi reseptif dan
ekspresif.
3. Mempersiapkan dan membuat kisi-kisi instrumen asesmen pada aspek
komunikasi, dimulai dari membuat tabel komponen, sub komponen, dan
sampai ke butir soal.
4. Membuat dan mencari media yang akan mendukung berjalannya kegiatan
asesmen komunikasi.
5. Menentukan destinasi sekolah yang akan menjadi objek penelitian
asesmen komunikasi.
6. Membuat surat perizinan perihal observasi untuk diserahkan kepada pihak
sekolah yang akan menjadi destinasi observasi asesmen.
7. Menentukan anak yang akan diasesmen, serta melihat dan memastikan
anak tersebut sedang dalam kondisi yang baik.
8. Mulai melakukan asesmen anak kelas 6 di SDLB B Prima Bhakti Mulia
9. Menganalisis hasil asesmen anak tersebut
10. Melakukan kegiatan wawancara terhadap wali kelas yang bersangkutan.
11. Membuat analisis hasil keseluruhan kegiatan asesmen terhadap anak dan
wawancara terhadap wali kelas.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Activity of Daily Living

Istilah Activity of Daily Living (ADL) atau aktivitas kehidupan sehari-hari


dalam dunia pendidikan anak berkebutuhan khusus dikenal dengan istilah Bina
Diri yang mengacu pada suatu kegiatan bersifat pribadi yang memiliki dampak
dan berkaitan dengan human relationship. Disebut pribadi karena mengandung
pengertian bahwa keterampilan-keterampilan yang diajarkan atau dilatihkan
menyangkut kebutuhan individu yang harus dilakukan sendiri tanpa dibantu oleh
orang lain bila kondisinya memungkinkan.

Ditinjau dari arti kata Bina berarti membangun/proses penyempurnaan agar


lebih baik. Bina Diri adalah usaha membangun diri individu baik sebagai individu
maupun sebagai makhluk sosial melalui pendidikan di keluarga, di sekolah, dan di
masyarakat. Sehingga terwujutnya kemandirian dengan keterlibatannya dalam
kehidupan sehari-hari secara memadai.

Bina Diri tidak hanya sekedar mengurus diri, menolong diri, dan merawat
diri, tetapi lebih dari itu karena kemampuan bina diri akan mengantarkan anak
berkebutuhan khusus dapat menyesuaikan diri dan mencapai kemandirian.

Tujuan

Secara umum, bidang kajian Bina Diri bertujuan agar Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) dapat mandiri dengan tidak/kurang bergantung pada orang lain dan
mempunyai rasa tanggung jawab. Sedangkan tujuan khususnya adalah:

1. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan ABK dalam


tatalaksana pribadi (mengurus diri, menolong diri, dan merawat
diri).
2. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan ABK dalam
berkomunikasi sehingga dapat mengkomunikasikan keberadaan
dirinya.
3. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan ABK dalam hal
sosialisasi.
B. Pengertian Tunarungu

Menurut Hallahan dan Kauffman (1982 : 234) memberikan batasan tentang


tunarungu di tinjau dari kehilangan kemampuan mendengarnya, bahwa :
Hearing impairment. A genetic term indicating a hearing disabiliti that range
insevety from milk to profound in includis the subsets deaf and hard of hearing.
Deaf person in one whos hearing disability precludes successful processing of
linguistic information though audio, with or without a haering aid, has residual
hearing sufficient to enable sucxessful processing of linguistic information thoght
audition.
Andreas Dwijosumarto dalam seminar ketuna runguan di bandung (19 juni
1988) mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu kehilangan pendengaran
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang,
terutama indra pendengaran.
Donald F Moores menjelaskan pengertian tuna rungu dalam bukunya
Education the deaf (Psychology principles and practices) Hougtoh Miflin
Company, Boston (1981: 3) sebagai berikut :
A deaf person is one whose hearing is disabled to exten (usually 70 dB ISO
grather ) that precluds the understanding of speech through the earlone without
or with the use of hearing aid. A hard of hearing person is one whose hearing is
disabled to an exten ( usually 35 to 69 dB ISO ) That makes difficult but dose not
preclude the understanding of speech through the ear alone with out our with a
hearing aid.
Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa anak tunarungu
adalah anak yang mengalami hambatan dalam mendengar yang di sebabkan
karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat pendengaran sehingga
anak memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus agar dapat mengembangkan
bahasa serta potensi yang dimiliki anak seoptimal mungkin.
Boothrooyd juga memberikan batasan batasan untuk tiga istilah berdasarkan
seberapa jauh seseorang dapat memanfaatkan pendengarannya dengan atau tanpa
bantuan amplifikasi atau pengerasan yaitu:
● Pertama, kurang dengar (hard of hearing) adalah mereka yang
mengalami gangguan dengar, namun masih dapat menggunakan
sebagai sarana dan atau modalitas utama untuk menyimak suara
cakapan seseorang dan mengembangkan kemampuan bicaranya,
● kedua ,tuli (deaf) adalah mereka yang pendengarannya sudah tidak
dapat digunakan sebagai sarana utama guna mengembangkan
kemampuan bicara, namun masih dapat difungsikan sebagai suplemen
pada penglihatan dan perabaan
● Ketiga, tuli total (totally deaf) adalah mereka yang sudah sama sekali
tidak memiliki pendengaran sehingga tidak dapat digunakan untuk
menyimak atau mempersepsikan dan mengembangkan bicara.

Penyebab Ketunarunguan
Banyak faktor yang menyebakan seseorang mengalami ketunarunguan,
sebagaimana diungkapkan dalam buku petunjuk praktis penyelenggaraan Sekolah
Luara Biasa bagian B atau tuna rungu, Depdikbud (1985: 23) mengemukakan
bahwa Penyebab ketuna runguan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Masa Prenatal.
Pada masa prenatal pendengaran anak menjadi tuna rungu disebakan oleh:
a. Faktor keturunan atau hereditas.
b. Anak mengalami tuna rungu sejak dia dia dilahirkan Karena ada di antara
keluarga ada yang tuna rungu genetis akibat dari rumah siput tidak
berkembang secara normal, dan ini kelainan corti (selaput-selaput).
c. Cacar air, campak (rubella, german measles).
d. Pada waktu ibu sedang mengandung menderita penyakit campak, cacar
air, sehingga anak yang di lahirkan menderita tunarungu mustism (tak
dapat bicara lisan).
e. Toxamela (keracunan darah).
f. Kelahiran premature.
g. Bagi bayi yang dilahirkan premature, berat badanya di bawah normal,
jaringan-jaringan tubuhnya lemah dan mudah terserang anoxia
(kurangnya zata asam). Hal ini merusak inti cochlea (cochlear nuclei).
2. Pada saat kelahiran
a. Kelahiran premature.
b. Bagi bayi yang dilahirkan premature, berat badanya di bawah normal,
jaringan-jaringan tubuhnya lemah dan mudah terserang anoxia
(kurangnya zata asam). Hal ini merusak inti cochlea (cochlear nuclei).
3. Pada saat setelah kelahiran
a. Sesudah anak lahir dia menderita infeksi misalnya campak
(measles) infection atau anak terkena syphilissejak lahir karena
ketularan orang tuanya. Anak dapat menderita tunarungu perseptif.
Virus akan menyerang cairan cochlea.
b. Meningitis (peradangan selaput otak).
c. Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran
bagian dalam

Klasifikasi Ketunarunguan
Klasifikasi lain dikemukakan oleh Streng yang dikutip Somad dan Hernawati
( 1997 : 28-31 ) sebagai berikut:
 Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang
memiliki ciri- ciri
a. Sukar mendengar percakapan yang lemah.
b. Menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah tentang
kesulitannya.
c. Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan perkembangan
penguasaan perbendaharaan kata.
 Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 30-40 dB
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter.
b. Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak
normal dan kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan
menangkap percakapan kelompok.
c. Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan
kata yang terbatas.
d. Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca,
penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan
perhatian dalam perkembangan perbendaharaan kata.
 Severa loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB.
Memiliki ciri-ciri :
Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya
klakson mobil dan lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus untuk
anak-anak tunarungu. Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran yang
dapat mengembangkan bahasa dan bicara dari guru kelas khusus.
 Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB
keatas. Memiliki ciri :
Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali tidak
mendengar walaupun menggunakan alat bantu dengar.
Karakteristik Anak Tunarungu
Semua individu memiliki karakteristik tertentu demikian pula anak-anak yang
mengalami ketunarunguan dan dampak yang paling mencolok yaitu terhambatnya
perkembangan bahasa dan bicara, mereka terbatas dalam kosa kata dan pengertian
kata-kata yang abstrak. Hal ini karena mereka hanya memanfaatkan penglihatan
dalam belajar bahasa. Belajar bahasa hanya melalui penglihatan memiliki banyak
kelemahan-kelemahan sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan intelegensinya
secara maksimal, akibatnya mereka tampak bodoh.
Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda dengan
perkembangan bahasa anak normal sekitar usia enam bulan anak mencapai pada
tahap meraban. Pada perkembangan ini semua anak mengalaminya karena
merupakan awal untuk belajar bahasa.
Anak yang sejak lahir mengalami ketunarunguan, pada saat bayi mengulang-
ulang bunyi bayi tidak dapat mendengar bunyi yang dikeluarkan begitu pula ia
tidak dapat mendengar respon yang dikeluarkan oleh orang tua atau orang-orang
yang dekat darinya.
Ada beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu dengan anak
normal. Hal ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga
mempunmyai karakter yang khas yang menyebabkan anak tunarungu
mendapatkan kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga
mereka perlu mendapat pembinaan yang khusus untuk mengatasi masalah
ketunarunguan.
Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut:
 Fisik
Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak
terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai
karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1) sebagai
berikut :
1. Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak
tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat
keseimbangannya.
2. Gerakan mata cepat yang menunujukan bahwa ia ingin menguasai
lingkungan sekitarnya.
3. Gerakan kaki dan tangan yang cepat.
4. Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi
karena tidak terlatih terutama pada masa meraban yanmg merupakan masa
perkembangan bahasa.
 Bahasa dan Bicara
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman
pendengaran. Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu akan
mengalami hambatan dalam bahasa dan bicaranya. Pada anak tunarungu proses
penguasaan bahasa tidak mungkin diperoleh melalui pendengaran. Dengan
demikian anak tunarungu mempunyai ciri-ciri perkembangan bahasa sebagai
berikut:
a. Fase motorik yang tidak teratur.
Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak teratur,
misalnya :
1) Gerakan tangan.
2) Menangis. Menangis permulaan adalah gerak refleks dari bayi yang
baru lahir. Menangis sangat penting bagi perkembangan selanjutnya
karena dengan menangis secara tidak sengaja sudah melatih otot-otot
bicara, pita suara dan paru-paru.
b. Fase meraban (babbling)
1) Mimik perangai ibu
Pada awal fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena fase
meraban ini merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan dan pita suara.
2) Bayi babling
Mula-mula bayi babling, kemudian ibu meniru. Tiruan itu terdengar oleh
bayi dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah yang mkenjadi proses
terpenting dalam pembinaan bicara anak. Bagi anak tunarungu tidak
terjadi pengulangan bunyinya sendiri, karena anak tunarungu tidak
mendengar tiruan ibunya. Dengan demikian perkembangan bicara
selanjutnya menjadi terhambat.
c. Fase penyesuaian diri.
Suara-suara yang diujarkan orang tua dan ditiru oleh bayi kemudian
ditirukan kembali oleh orang tuanya secara terus menerus. Pada anak
tunarungu hal tersebut terbatas pada peniruan penglihatan (visual) yaitu
gerakan-gerakan atau isyarat-isyarat, sedangkan peniruan pendengaran
(auditif) tidak terjadi karena anak tunarungu tidak dapat mendengar suara.
Tiga faktor yang saling berkaitan antara ketidak mampuan bahasa dan bicara
dengan ketajaman pendengaran adalah sebagai berikut :
(1) Penerima auditori tidak cukup sebagi umpan balik ketika ia membuat
suara.
(2) Penerimaan verbal dari orang dewasa tidak cukup menunjang
pendengarannya.
(3) Tidak mampu mendengar contoh bahasa dari orang mendengar.

 Intetelegensi
Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di
klasifikasikan menjadi tiga bagian:
a. Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal
b. Kedua, dianggap bahwa intelegensi anak tunarungu lebih rendah dari
anak normal .
c. Bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada
segi non verbal.
d. Kepribadian dan emosi.

 Sosial
Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk mencapai
kematangan oleh karenanya tidak jarang lingkungan memperlakukan mereka
dengan tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan mereka cenderung memiliki rasa
curiga pada lingkungan, memiliki perasaan tidak aman dan memiliki kepribadian
yang tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan sesuatu secara negatif, memiliki
perasaan rendah diri dan merasa disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri dan
cenderung mementingkan diri sendiri.

 Metode pembelajaran
Berikut metode pengajaran yang umumnya digunakan oleh guru kepada
anak tunarungu, yaitu (Kurnaeni : 2011) :
1. Belajar Melalui Membaca Ujaran (Speechreading)
Belajar melalui membaca ujaran adalah belajar dimana anak dapat memahami
pembicaraan orang lain dengan “membaca” ujarannya melalui gerakan bibirnya.
Akan tetapi, hanya sekitar 50% bunyi ujaran yang dapat terlihat pada bibir. Di
antara 50% lainnya, sebagian dibuat di belakang bibir yang tertutup atau jauh di
bagian belakang mulut sehingga tidak kelihatan, atau ada juga bunyi ujaran yang
pada bibir tampak sama sehingga pembaca bibir tidak dapat memastikan bunyi
apa yang dilihatnya. Hal ini sangat menyulitkan bagi mereka yang
ketunarunguannya terjadi pada masa prabahasa.
2. Belajar Melalui Pendengaran.
Belajar melalui pendengaran dimana individu tunarungu dari semua tingkat
ketunarunguan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu. Alat
bantu dengar yang telah terbukti efektif bagi jenis ketunarunguan sensorineural
dengan tingkat yang berat sekali adalah cochlear implant. Cochlear implant adalah
prostesis alat pendengaran yang terdiri dari dua komponen, yaitu komponen
eksternal (mikropon dan speech processor) yang dipakai oleh pengguna, dan
komponen internal (rangkaian elektroda yang melalui pembedahan dimasukkan ke
dalam cochlea (ujung organ pendengaran) di telinga bagian dalam.
3. Belajar secara Manual
Secara alami, individu tunarungu cenderung mengembangkan cara
komunikasi manual atau bahasa isyarat. Untuk tujuan universalitas, berbagai
negara telah mengembangkan bahasa isyarat yang dibakukan secara nasional.
a. Abjad jari ( finger spelling ), adalah jenis isyarat yang dibentuk dengan
jari-jari tangan untuk menggambarkan abjad atau untuk mengeja huruf dan
angka.
b. Ungkapan badaniah/bahasa tubuh, meliputi keseluruhan ekspresi tubuh,
seperti sikap tubuh, ekspresi muka ( mimik ), pantomimik, dan gesti atau
gerakan yang dilakukan seseorang secara wajar dan alami.
c. Bahasa isyarat asli, yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat
konvensional yang berfungsi sebagai pengganti kata, yang disepakati oleh
kelompok atau daerah tertentu.
 Layanan bimbingan bagi anak tuna rungu
1. Jenis layanan
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu meliputi
layanan umum dan khusus.
a. Layanan umum
Layanan umum merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada
anak mendengar atau normal yang meliputi layanan akademik, latihan dan
bimbingan. Layanan akademik bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan
layanan akademik bagi anak mendengar, yaitu mencakup mata-mata pelajaran
yang biasa diberikan di SD biasa, tetapi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan ciri khas layanan bagi anak tuna rungu. Layanan bimbingn
trutama diperlukan dalam mengatasi dampak kelainan terhadap aspek
psikologisnya, serta pengembangan sosialisai siswa.
b. Layanan khusus
Layanan khusus merupakan layanan yang khusus diberikan kepada anak
tunarungu dalam mengurangi dampak ketunarunguannya atau melatih
kemampuan yang masih ada, yang meliputi layanan bina bicara serta layanan bina
persepsi bunyi dan irama.
c. Layanan bina bicara
Layanan bina bicara merupakan layanan upaya untuk meningkatkan
kemampuan anak tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam
rangkaian kata-kata, agar dapat dimengerti atau diinterpretasika oleh orang yang
mengajak atau diajak bicara.
Latihan bina bicara bertujuan antara lain agar anak tuna rungu memiliki dasar
ucapan yang benar sehingga dapat dimengerti orang lain, memberi keyakinan
pada anak tuna rungu bahwa bunyi atau suara yang yang diproduksi melalui organ
bicaranya harus mempunyai makna, membedakan ucapan yang satu dengan
ucapan yang lainnya, serta memfungsikan organ-organ bicaranya yang kaku.
d. Layanan bina persepsi bunyi dan irama
Layanan bina persepsi bunyi dan irama merupakan layanan untuk melatih
kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa pendengaran atau merasakan
vibrasi ( getaran bunyi ) bagi siswa yang hanya memiliki sedikit sekali sisa
pendengaran.
Ketunarunguan dapat terjadi pada masa prabahasa dan pasca bahasa.
Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), merupakan kehilangan
pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa berkembang,
sedangkan ketunarunguan pasca bahasa (post lingual deafness), merupakan
kehilangan pendengaran yang terjadi setelah berkembangnya kemampuan bicara
dan bahasa secara spontan (Kirk & Gallagher, 1989: 301-302).
Dampak langsung dari ketunarunguan adalah terhambatnya komunikasi
verbal/lisan, baik secara ekspresif (berbicara) maupun reseptif (memahami
pembicaraan orang lain), sehingga sulit berkomunikasi dengan lingkungan orang
mendengar yang lazim menggunakan bahasa verbal sebagai alat komunikasi.

Terhambatnya kemampuan berbahasa yang dialami anak tunarungu,


berimplikasi pada kebutuhan khusus mereka untuk mengembangkan kemampuan
berbahasa dengan metode khusus, yang merupakan dasarnya setiap anak
tunarungu dapat dikembangkan kemampuan berbahasa dan berbicaranya melalui
berbagai layanan khusus dan fasilitas khusus yang sesuai dengan kebutuhannya.

Letak gangguan secara anatomis tersebut mengklasifikasikan tunarungu


menjadi 2 tipe konduktif, sensorineural, dan campuran. Tunarungu tipe konduktif
diakibatkan adanya gangguan pada telinga luar dan tengah, sedangkan tunarungu
sensorineural diakibatkan gangguan pada telinga bagian dalam serta syaraf
pendengaran. Adapun tunarungu campuran merupakan perpaduan antara tipe
konduktif dan sensorineural.

Pengembangan Berbahasa Anak Tunarungu

Myklebust (1963; dalam Bunawan & Yuwati, 2000) mengemukakan bahwa


pemerolehan bahasa anak yang mendengar berawal dari adanya pengalaman atau
situasi bersama antara bayi dan ibunya atau orang lain yang berarti dalam
lingkungan terdekatnya. Melalui pengalaman tersebut, anak ‘belajar’
menghubungkan pengalaman dan lambang bahasa yang diperoleh melalui
pendengarannya. Setelah itu, anak mulai memahami hubungan antara lambang
bahasa dengan benda atau kejadian yang dialaminya sehingga terbentuklah bahasa
reseptif anak.

Bagi anak kurang dengar yang menggunakan alat bantu dengar, dapat
menghubungkannya dengan lambang bunyi bahasa (lambang auditori). Setelah
itu, anak tunarungu mulai memahami hubungan antara lambang bahasa (visual &
auditori) dengan benda atau kejadian sehari-hari, sehingga terbentuklah bahasa
reseptif visual/auditori

Setelah bahasa reseptif auditori anak sudah terbentuk, anak mulai


mengungkapkan diri melalui kata-kata sebagai awal kemampuan bahasa ekspretif
auditoria atau berbicara.

C. Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi dari bahasa Inggris communication, dari bahasa latin


communicatus yang mempunyai arti berbagi atau menjadi milik bersama,
komunikasi diartikan sebagai proses sharing diantara pihak-pihak yang melakukan
aktifitas komunikasi tersebut.

Menurut lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang


bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi
maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah
tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi
tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses
pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-
tanda atau tingkah laku.

Tujuan Komunikasi

Hewitt (1981), menjabarkan tujuan penggunaan proses komunikasi secara spesifik


sebagai berikut:
1. Mempelajari atau mengajarkan sesuatu

2. Mempengaruhi perilaku seseorang

3. Mengungkapkan perasaan

4. Menjelaskan perilaku sendiri atau perilaku orang lain

5. Berhubungan dengan orang lain

6. Menyelesaian sebuah masalah

7. Mencapai sebuah tujuan

8. Menurunkan ketegangan dan menyelesaian konflik

9. Menstimulasi minat pada diri sendiri atau orng lain

Jenis-jenis Komunikasi
Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk menciptakan atau meningkatkan
aktifitas hubungan antara manusia atau kelompok. Jenis komunikasi terdiri dari:

1. Komunikasi verbal dengan kata-kata

a. Vocabulary (perbendaharaan kata-kata). Komunikasi tidak akan efektif bila


pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak dimengerti, karena itu olah kata
menjadi penting dalam berkomunikasi.

b. Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila kecepatan
bicara dapat diatur dengan baik, tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.

c. Intonasi suara: akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan
akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi suara yang berbeda.
Intonasi suara yang tidak proposional merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
d. Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang bahagia. Dugan (1989),
memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu menghilangkan stress
dan nyeri. Tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan harus diingat bahwa
humor adalah merupakan satu-satunya selingan dalam berkomunikasi.

e. Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif bila disampaikan secara singkat dan
jelas, langsung pada pokok permasalahannya sehingga lebih mudah dimengerti.

f. Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis yang perlu diperhatikan karena
berkomunikasi akan berarti bila seseorang bersedia untuk berkomunikasi, artinya
dapat menyediakan waktu untuk mendengar atau memperhatikan apa yang
disampaikan.

2. Komunikasi non verbal

Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan tanpa kata-kata dan


komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi verbal. Yang termasuk
komunikasi non verbal :

a. Ekspresi wajah. Wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi,


karena ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang.

b. Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Dengan


mengadakan kontak mata selama berinterakasi atau tanya jawab berarti orang
tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan kemauan untuk
memperhatikan bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata juga
memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang lainnya

c. Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat


spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang
sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat
dilakukan melalui sentuhan.
d. Postur tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri dan
bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan
merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.

e. Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu
ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi. Bila
dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi non verbal lainnya sampai
desis atau suara dapat menjadi pesan yang sangat jelas.

f. Gerak isyarat, adalah yang dapat mempertegas pembicaraan. Menggunakan


isyarat sebagai bagian total dari komunikasi seperti mengetuk-ngetukan kaki atau
mengerakkan tangan selama berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan
stress bingung atau sebagai upaya untuk menghilangkan stress.
BAB III

HASIL OBSERVASI

3.1 Dasar Teori

Menyimak (listening) merupakan unsur seni bahasa dan sebagai


keterampilan khusus dalam berbahasa telah banyak dihiraukan orang, pada
gilirannya banyak anak yang tidak memperoleh keterampilan fungsional dalam
mendengarkan. Keterampilan anak untuk menyimak sepertinya telah terampas dan
dibiarkan begitu saja, sampai akhirnya kita menyadari bahwa keterampilan
menyimak (listening) adalah merupakan keterampilan dasar yang dapat diperbaiki
dan ditingkatkan melalui pengajaran latihan dan praktek.
Tugas guru, terutama guru anak tunarungu yaitu membantu anak-anak
tunarungu agar menjadi tanggap secara auditori dan mampu untuk melakukan
organ-organ listeningnya sehingga memiliki simak, tanggap dan responsive
terhadap bunyi bahasa.
Menurut Hetherington dan Parke (1986, h.103) ada dua kemampuan dasar
dalam kemampuan komunikasi yaitu perkembangan kemampuan untuk
memahami bahasa yang digunakan orang lain (receptive language) dan
perkembangan kemampuan untuk memproduksi bahasa (production
language). Sependapat dengan hal di atas Sabir (2003,h. 233) menyebutkan bahwa
bahasa dibagi menjadi dua bagian yaitu bahasa reseptif/pemahaman dan bahasa
ekspresif/pengungkapan secara verbal.
3.2 Kisi-kisi instrumen

Komponen Sub Indikator Jumlah butir


Komponen instrumen
Komunikasi Reseptif Keterampilan mengungkapkan
perasaan
Keterampilan mengungkapkan
pendapat
Mengungkap-kan Bahasa
Ekspresif Keterampilan melakukan deteksi
suara
Keterampilan melokalisasi suara
Keterampilan deskriminasi suara
Pemahaman Bahasa
3.2 Butir Instrumen

Komponen Sub Indikator Butir Mamp Tidak Ketera-


Komponen Instrumen u Mamp ngan
u
1. Komunikas a. Ekspresif 1.a.1. Keterampilan Dapat
i mengungkapkan mengungkapka
perasaan n perasaan
bahagia
Dapat
mengungkapka
n perasaan
sedih
Dapat
mengungkapka
n perasaan
kecewa
1.a.2. Keterampilan Dapat
mengungkapkan berpendapat
pendapat ketika
diberikan
sebuah lukisan
Dapat
berpendapat
ketika
diperlihatkan
suatu masalah
(banjir)
Dapat
berpendapat
ketika
diceritakan
sebuah cerita
pendek

1.a.3.Mengungkap- Memperkenalk
kan Bahasa an diri dengan
baik dan benar
Dapat
mengungkapka
n cita-cita
d. Reseptif 1.b.1. Keterampilan Menentukan
melakukan deteksi ada tidaknya
suara suara ketika
diberikan suara
bel/lonceng
Menentukan
ada tidaknya
suara ketika
diberikan suara
hewan

Menentukan
ada tidaknya
suara ketika
diberikan suara
transportasi
1.b.2. Keterampilan Menunjukkan
melokalisasi suara arah datang
bunyi dari
samping kanan
Menunjukkan
arah datang
bunyi dari
samping kiri
Menunjukkan
arah datang
bunyi dari
belakang
1.b.3. Keterampilan Menentukan
deskriminasi suara suara panjang -
pendek bunyi
Menentukan
suara keras -
lemah bunyi
Menentukan
suara jauh -
dekat
1.b.4. Pemahaman Mengingat dua
Bahasa perintah secara
berurutan
Melakukan tiga
perintah secara
berurutan
3.3 Analisis Asesmen Komunikasi

Data yang didapatkan :

Komponen Sub Indikator Butir Mamp Tidak Ketera-


Komponen Instrumen u Mamp ngan
u
a. Komunikasi a. Ekspresif 1.a.1. Dapat √
Keterampilan mengungkapkan
mengungkapkan perasaan bahagia
Dapat √
perasaan
mengungkapkan
perasaan sedih
Dapat √ Anak
mengungkapkan tidak
perasaan kecewa mengeta
-hui arti
kata
kecewa
1.a.2. Dapat √
Keterampilan berpendapat
mengungkapkan ketika diberikan
pendapat sebuah lukisan
Dapat √
berpendapat
ketika
diperlihatkan
suatu masalah
(banjir)
Dapat √ Anak
berpendapat tidak
ketika menang-
diceritakan kap isi
sebuah cerita cerita
pendek yang
dibacan
ya
1.a.3. Memperkenalka √
Mengungkapkan n diri dengan
Bahasa baik dan benar
Dapat √
mengungkapkan
cita-cita
b. Reseptif 1.b.1. Menentukan ada √
Keterampilan tidaknya suara
melakukan ketika diberikan
deteksi suara suara
bel/lonceng
Menentukan ada √
tidaknya suara
ketika diberikan
suara hewan

Menentukan ada √
tidaknya suara
ketika diberikan
suara
transportasi
1.b.2. Menunjukkan √
Keterampilan arah datang
melokalisasi bunyi dari
suara samping kanan
Menunjukkan √
arah datang
bunyi dari
samping kiri
Menunjukkan √
arah datang
bunyi dari
belakang
1.b.3. Menentukan √
Keterampilan suara panjang -
deskriminasi pendek bunyi
Menentukan √
suara
suara keras -
lemah bunyi
Menentukan √
suara jauh -
dekat
1.b.4. Mengingat dua √
Pemahaman perintah secara
Bahasa berurutan
Melakukan tiga √
perintah secara
berurutan

Analisis dari data yang didapatkan :

No Sub. Aspek Kemampuan Hambatan Kebutuhan


1 Ekspresif 1. Anak dapat 1. Anak tidak dapat Anak lebih banyak
mengungkapkan mengungkapkan dikenalkan arti kata
perasaan bahagia perasaan kecewa kecewa, dan dilatih
merasakan perasaan
kecewa
2. Anak dapat 2. Anak tidak dapat Anak dilatih untuk
mengungkapkan memahami isi cerita memahami isi cerita
perasaan sedih yang dibacanya
3. Anak mampu
memberikan
pendapat mengenai
lukisan
4. Anak mampu
memberikan
pendapat mengenai
gambar banjir
5. Anak mampu
memperkenalkan diri
2 Reseptif 1. Anak mampu 1. Anak tidak mengetahui Anak diperkenalkan
mengetahui suara suara lonceng/bel suara bel
transportasi kereta
api
2. Anak dapat 2. Anak tidak mengetahui Anak diperkenalkan
menentukan arah suara hewan (ayam) suara-suara hewan
datang bunyi dari
samping kanan
3. Anak dapat 3. Anak tidak dapat Diberikan latihan
menentukan arah menentukan suara persepsi macam-macam
datang bunyi dari panjang-pendek sifat bunyi
samping kiri
4. Anak dapat 4. Anak tidak dapat Diberikan motivasi agar
menentukan arah menentukan suara dapat percaya diri
datang bunyi dari keras-lemah
belakang
5. Anak dapat 5. Anak tidak dapat
melakukan dua menentukan suara
perintah berurutan jauh-dekat
sesuai instruksi
6. Anak dapat 6. Anak kurang percaya
melakukan dan diri ketika melakukan
mengingat tiga perintah
perintah berurutan
sesuai instruksi
IDENTITAS ANAK

Nama : Muhamad Tesar

Kelas/umur : 6 SDLB B Prima Bhakti Mulya/ 14 tahun

Aspek/Sub Aspek : Komunikasi/Reseptif dan Ekspresif

Waktu : 2 x 30 menit, 2x pertemuan

Rancangan program berdasarkan kebutuhan anak :


Tarap Indikator Tujuan Materi Metode Media Waktu Evaluasi
kemampuan
anak
Anak lebih Keterampilan Anak mampu Mengenalkan  Ceramah  Laptop 2 x 30 menit, Pengamata
banyak mengungkapkan menyadari perasaan kata kecewa  Roll  Video 2x pertemuan n
dikenalkan arti perasaan dengan kecewanya dengan
playing
kata kecewa, dan mengenalkan arti benar melalui
dilatih merasakan kata kecewa konsep arti kata
perasaan kecewa kecewa
Anak dilatih Dapat Anak mampu Latihan  Latihan  Cerita 2 x 30 menit, Tes
untuk memahami mengungkapkan mengungkapkan menyimpulkan pendek 2x pertemuan langsung
isi cerita bahasa bahasa dengan baik sebuah cerita
melalui sebuah cerita
Anak Dapat melakukan Anak mampu Mengenalkan  Praktik  Speaker 2 x 30 menit, Tes
diperkenalkan deteksi suara yaitu mendeteksi suara suara bel  Suara bel 2x pertemuan langsung
suara bel suara bel dengan baik dan
benar melalui suara
bel
Anak Dapat melakukan Anak mampu Mengenalkan  Praktik  Speaker 2 x 30 menit, Tes
diperkenalkan deteksi suara yaitu mendeteksi suara- suara hewan  Suara- 2x pertemuan langsung
suara-suara suara hewan suara hewan dengan suara
hewan baik dan benar
hewan
Diberikan latihan Dapat Anak mampu Mengenalkan  Praktik  Speaker 2 x 30 menit, Tes
persepsi macam- membedakan sifat- membedakan sifat- macam-macam  Bunyi 2x pertemuan langsung
macam sifat sifat bunyi sifat bunyi dengan sifat bunyi
bunyi (panjang-pendek, baik dan benar
keras-lemah, jauh- melalui latihan
dekat)
Diberikan Dapat tampil Anak mampu tampil Memberi  Ceramah  Laptop 2 x 30 menit,
motivasi agar percaya diri dengan percaya diri motivasi agar  Video 2x pertemuan
dapat percaya diri percaya diri
3.6 Program Pembelajaran

Sekolah : SLB B Prima Bhakti Mulya


Mata pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas : 6 SDLB

Indikator Tujuan Materi Metode Media Waktu Evaluasi

Anak dapat Anak mampu Latihan Latihan : Cerita pendek 2 x 30 menit, Tes langsung
mengungkapkan mengungkapkan menyimpulkan Anak akan diberikan sebuah 2x pertemuan
bahasa bahasa dengan sebuah cerita cerita kemudian setelah anak
baik melalui selesai membaca cerita anak
sebuah cerita akan diminta untuk menuliskan
kembali isi cerita tersebut,
kemudian setelah anak menulis
isi cerita anak diminta untuk
membacakan isi cerita yang
ditulisnya
3.6 Rancangan Progam Pembelajaran

Pertemuan ke :1

Alokasi waktu : 2x30 menit

Indikator : Anak dapat mengungkapkan bahasa

1. Tujuan Pembelajaran : Anak mampu mengungkapkan bahasa dengan baik melalui sebuah cerita
2. Materi Pokok : Menyimpulkan sebuah cerita
3. Metode : Latihan
4. Langkah-langkah Pembelajaran :
 Kegiatan Awal
1) Sebelum melakukan pembelajaran, anak melakukan pencairan suasa terlebih dahulu seperti bermain,
mengobrol dan memilih-milih buku cerita yang disukai
 Kegiatan Inti
1) Pertama anak memilih satu buku dari beberapa buku yang disediakan
2) Anak diminta untuk membaca dan memahami isi buku cerita yang dibacanya
3) Setelah anak selesai membaca cerita, anak akan diminta untuk menuliskan kembali isi cerita tersebut pada
halaman buku yang kosong
4) Kemudian setelah anak menulis isi cerita, anak diminta untuk menceritakan kembali cerita yang dibaca dan
ditulisnya

 Kegiatan Akhir : Anak dapat mengungkapkan bahasa dengan cara menceritakan cerita yang dibaca dan ditulisnya.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Istilah Activity of Daily Living (ADL) atau aktivitas kehidupan sehari-hari


dalam dunia pendidikan anak berkebutuhan khusus dikenal dengan istilah Bina
Diri. Bina Diri adalah usaha membangun diri individu baik sebagai individu
maupun sebagai makhluk sosial melalui pendidikan di keluarga, di sekolah, dan di
masyarakat.

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dalam


mendengar yang di sebabkan karena tidak berfungsinya sebagian atau
keseluruhan alat pendengaran sehingga anak memerlukan bimbingan dan
pendidikan khusus agar dapat mengembangkan bahasa serta potensi yang dimiliki
anak seoptimal mungkin.

Penyebab Ketunarunguan
Depdikbud (1985: 23) mengemukakan bahwa Penyebab ketuna runguan
tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Masa Prenatal
2. Pada saat kelahiran
3. Pada saat setelah kelahiran
Dari hasil observasi, dapat disimpulkan bahwa anak masih memiliki
hambatan dalam kehidupan sehari-harinya, dan anak juga memiliki kebutuhan
diantaranya dengan anak dilatih untuk memahami isi cerita.

4.2 Saran

Saran dari kami kepada tiap-tiap sekolah yang menjadi sarana pendidikan
setelah keluarganya, diminta untuk terus mengembangkan komunikasi dalam
lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan hampir dari sebagian aktivitas melibatkan
sarana komunikasi guna memperoleh informasi.
Kepada guru yang mengajar diharapkan untuk terus mendorong anak
didiknya berkomunikasi karena sangat membantu terhadap perkembangan dan
pertumbuhan anak tunarungu. Selain itu, pun dapat mempengaruhi terhadap bakat
dan potensi anak tunarungu. Progam pembelajaran pun harus sangat diperhatikan
guna membantu anak tunarungu dalam memperoleh kebutuhannya dalam proses
pembelajaran
Daftar Pustaka

Naim, Ngainun. 2011. Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan. Jakarta: AR-RUZZ


MEDIA

Sunanto, J dkk. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Departemen


Pendidikan Khusus, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Henawati, Tati. 2013. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung.


Universitas Pendidikan Indonesia.

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195403101988032
-MIMIN_CASMINI/Aktivity_Of_Daily_Living.pdf

https://meiliemma.wordpress.com/2006/10/17/definisi-komunikasi/

http://duniabaca.com/pengertian-atau-definisi-komunikasi.html
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai