Dosen Pengampu:
Dra. Zulmiyetri, M.Pd
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
Kuliah Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama Jurusan Pendidikan Luar
1. Ibu Dra. Zulmiyetri, M.Pd selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah yang
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan baik isi
maupun susunannya. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................
A. Kesimpulan............................................................................................................14
B. Saran......................................................................................................................15
Daftar Pustaka............................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak tunarungu pada hakikatnya merupakan seorang yang mengalami hambatan
dalam pendengarannya terlepas dari apa yang menyebabkan ketunarunguannya itu.
Anak tunarungu mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik
sebagian ataupun seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh alat pendengaran, sehingga tidak dapat menggunakan alat pendengarannya
dalam kehidupan sehari-hari. Hambatan atau kehilangan fungsi pendengaran pada anak
tunarungu mengakibatkan ketidakmampuan anak dalam menangkap berbagai rangsang
yang ditujukan kepada anak terutama yang berupa rangsangan bunyi.
Akibat dari tidak adanya rangsangan bunyi yang diterima oleh anak tunarungu,
menjadikan alat bicara anak tunarungu menjadi tidak terlatih untuk berbicara, sehingga
alat bicara anak tunarungu menjadi kaku. Anak tunarungu lebih mengandalkan indera
penglihatan sebagai pengganti atas tidak berfungsinya indera pendengarannya. Melalui
indera penglihatan, anak tunarungu mampu melihat ujaran dari setiap kata yang
diucapkan oleh orang normal, namun belum tentu mengerti akan makna dari
pembicaraan orang di sekitarnya. Ketidakmengertian terhadap makna yang diucapkan
oleh orang lain menimbulkan rasa kecurigaan, mudah tersinggung serta mudah marah
karena menganggap dirinya sebagai bahan pembicaaraan orang. Rasa takut akan
lingkungan baru akan muncul seiring dengan tidak ada suara yang didengarnya,
sehingga anak tunarungu merasa selalu terancam keselamatannya.
Anak tunarungu pada dasarnya memiliki kecerdasan yang normal asalkan tidak
mengalami tambahan gangguan lain. Namun dalam pembelajaran di sekolah jika
dibandingkan dengan anak normal pada usia yang sama, menunjukkan kemampuan
anak tunarungu tidak optimal. Ini dipengaruhi dari kemampuan bahasa anak tunarungu
yang rendah. Hal ini berakibat pada kemampuan berbicara anak tunarungu yang tidak
dapat berkembang dengan baik. Ini dikarenakan kemampuan berbicara seseorang
sangat dipengaruhi oleh masukan suara yang didengarnya.
Sebagai kompensasi dari kehilangan pendengarannya yang dialami oleh anak
tunarungu, pemerintah menetapkan kebijakan untuk diberikan kurikulum program
khusus kepada anak tunarungu yakni Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama. Bina
Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama adalah pembinaan dalam penghayatan bunyi
yang dilakukan dengan sengaja atau tidak sehingga pendengaran dan perasaan vibrasi
3
yang dimiliki anak tunarungu dapat dipergunakan sebaik-baiknya untuk berintegrasi
dengan dunia sekelilingnya yang penuh bunyi. Program khusus Bina Persepsi Bunyi
dan Irama (BPBI) telah dimasukkan ke dalam kurikulum Sekolah Luar Biasa (SLB)
untuk siswa tunarungu sejak tahun 1984 sebagai program khusus yang wajib diikuti
oleh peserta didik dari taman kanak-kanak luar biasa sampai dengan sekolah menengah
pertama luar biasa. Bahkan jika ada sekolah tunarungu yang telah menyelenggarakan
program pendidikan usia dini, BPBI harus segera dilaksanakan sedini mungkin (Maria
Susilo Yuwati, 2000: 2). Namun pada saat ini program khusus Bina Komunikasi
Persepsi Bunyi dan Irama telah diganti namanya menjadi Pengembangan Komunikasi
Persepsi Bunyi dan Irama (PKPBI).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasana makalah ini adalah:
1. Bagaimana Menyusun Program Pengembangan Deteksi Bunyi Bahasa?
2. Bagaimana Menyusun Program Pengembangan Deskriminasi Bunyi Bahasa?
3. Bagaimana Menyusun Program Pengembangan Identifikasi Bunyi Bahasa?
4. Bagaimana Menyusun Program Pengembangan Komprehensi Bunyi Bahasa?
C. Tujuan Penulisan
4
BAB II
PEMBAHASAN
a. Bunyi vokal adalah bunyi yang arus udaranya tidak mengalami rintangan
Pada pembentukan vokal tidak ada artikulasi. Hambatan untuk bunyi vokal
hanya pada pita suara saja. Hambatan pada pita suara tidak lazim disebut
artikulasi. Karena vokal dihasilkan dengan hambatan pita suara maka pita
suara bergetar. Posisi glotis dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali.
Dengan demikian, semua vokal termasuk bunyi bersuara.
b. Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat arus
udara pada sebagian alat ucap. Dalam hal ini terjadi artikulasi. Proses
5
hambatan atau artikulasi ini dapat disertai dengan bergetarnya pita suara,
sehingga terbentuk bunyi konsonan bersuara. Jika artikulasi itu tidak disertai
dengan bergetarnya pita suara, glotis dalam dalam keadaan terbuka akan
menghasilkan konsonan tak bersuara.
6
d. Kata dengan 2 suku, 3 suku, 4 suku
4. Membedakan bunyi - bunyi yang dapat dihitung :
a. Jumlah banyak dan sedikit
b. Jumlah 2 ketukan dan 3 ketukan
c. Jumlah bunyi yang dapat dihitung dikaitkan dengan sifatnya
5. Membedakan macam-macam irama musik/lagu yang diperdengarkan secara
langsung atau lewat rekaman :
a. Irama dangdut
b. Irama waltz
c. Irama mars
d. Irama disko
6. Membedakan suara manusia yang diperdengarkan secara langsung atau lewat
rekaman :
a. Tangisan anak dan cakapan
b. Teriakan anak dan suara bapak
c. Fonem-fonem dalam kata yang berbeda
d. Suku-suku kata dalam kata yang berbeda
e. Kata-kata dalam kalimat yang berbeda
f. Kalimat (berita, Tanya dan seru)
g. Cakapan anak dan cakapan orang dewasa
h. Lagu dangdut dan mars
Pada program BKPBI yang modern, latihan diskriminasi ini dipandang sebagai suatu
tindakan perbaikan (remedial) apabila anak gagal atau kesulitan dalam latihan
pengenalan/identifikasi (M.Fram. 1985:51).
Konsep Perencanaan
Sebelum melaksanakan proses kegiatan perlu dilakukan suatu kegiatan perencanaan.
Perencanaan menurut Abdul Majid (2006: 17) merupakan: “proses penyusunan materi
pelajaran, penggunaan media pengajaran, penggunaan pendekatan dan metode
pengajaran, dan penilaian dalam satu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa
tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Pemilihan materi, media,
metode, dan evaluasi yang akan dilakukan perlu direncanakan terlebih dahulu agar
pelaksanaannya lebih efektif dan bukan ditentukan pada saat kegiatan latihan
mendengar sedang berlangsung.
7
Perencanaan Pelaksanaan
Pengembangan Bunyi bahasa diperlukan perencanaan yang baik agar
pelaksanaannya berjalan dengan lancar dan memberi hasil belajar yang diinginkan
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Suryosubroto (2002: 26) menyebutkan:
“Kemampuan guru dalam merencanakan pengajaran meliputi penguasaan terhadap
materi yang akan diberikan, mengetahui kemampuan awal siswa, merumuskan tujuan
pembelajaran, memilih bahan, memilih metode, memilih media, serta memilih strategi
evaluasi”. Berdasarkan pendapat tersebut terdapat beberapa hal yang perlu
direncanakan guru sebelum proses pembelajaran pengembangan persepsi bunyi
berlangsung seperti ruang untuk Latihan mendengar, tujuan pelaksanaan kegiatan,
sarana/media, metode, langkahlangkah pelaksanaan, dan menyusun alat penilaian.
Ruang latihan mendengar perlu dipersiapkan dalam rangka menciptakan lingkungan
yang efektif dan dapat memperlancar kegiatan latihan. Ruangan khusus pengembangan
persepsi bunyi sebaiknya dilengkapi dengan medan penghantar bunyi guna memberikan
efek getaran bunyi yang lebih tajam pada saat latihan mendengar dilaksanakan. Tujuan
pelaksanaan kegiatan pertama kali harus ditetapkan sebagai patokan dalam berhasil
atau tidaknya suatu program latihan. Materi yang akan disampaikan kepada peserta
didik harus direncanakan dan sesuai dengan kemampuan serta karakteristik masing-
masing anak. Media latihan mendengar yang sesuai dapat mempermudah pelaksanaan
kegiatan dan penyampaian materi dan siswa lebih mudah memahaminya. Pemilihan
metode dalam pelaksanaan pengembangan bunyi bahasa yang tepat dapat menciptakan
proses belajar mengajar yang baik dan sesuai tujuan yang ditetapkan. Langkah-langkah
pelaksanaan terlebih dahulu direncanakan untuk memperkirakan kegiatan yang akan
dilakukan dan perkiraan alokasi waktu dalam proses kegiatan latihan. Alat penilaian
hasil belajar direncanakan agar guru mempunyai gambaran tentang kegiatan yang perlu
dilakukan untuk melaksanakan evaluasi.
Perencanaan pelaksanaan pengembangan bunyi bahasa dilakukan guru sebelum
pelaksanaan kegiatan. Hal yang menjadi perencanaan antara lain ruang latihan, materi
yang akan disampaikan, media yang akan digunakan, pemilihan metode, langkah-
langkah pelaksanaan, dan penyusunan alat penilaian.
8
Tahapan Pelaksanaan
Pengembangan Bunyi bahasa
1. Tahapan Pelaksanaan Pengembangan Persepsi Bunyi
Secara umum pelaksanaan Bina Komuikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI)
mempunyai beberapa tahapan yaitu tahap deteksi, tahap diskriminasi, tahap
identifikasi, dan tahap komprehensi. Ahmad Wasita (2012: 41) juga mengemukakan
tahapan pelaksanaan Bina Komuikasi Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI) terbagi
menjadi empat, antara lain tahap deteksi, tahap diskriminasi, tahap identifikasi, dan
tahap komprehensi.
a. Tahap deteksi bunyi
Tahap ini bertujuan agar anak-anak mengenal dan menyadari berbagai sumber
bunyi-bunyian, bunyi latar belakang, bunyi suara manusia, bunyi suara binatang
secara terprogram.
b. Tahap diskriminasi bunyi
Tahap ini bertujuan agar anak dapat membedakan dua macam sumber bunyi
atau lebih secara terprogram dengan mengenal sifat bunyi, menghitung bunyi,
mencari arah bunyi, membedakan sumber bunyi, dan membedakan irama
musik.
c. Tahap identifikasi bunyi
Tahap ini bertujuan agar anak dapat menyebutkan ciri-ciri dari sumber bunyi
tertentu dan mampu mengenali bunyi-bunyi yang diperdengarkan, baik melalui
alat musik maupun maupun suara manusia secara terprogram.
d. Tahap komprehensi bunyi
Tahap ini bertujuan agar anak dapat memahami dan melakukan perintah sesuai
bunyi yang diperdengarkan.
9
atau situasi bersama antara bayi dan ibunya atau orang lain yang berarti dalam
lingkungan terdekatnya. Melalui pengalaman tersebut, anak "belajar" menghubungkan
pengalaman dengan lambang bahasa yang diperoleh melalui pendengarannya. Proses
ini merupakan dasar berkembangnya bahasa batini {inner language). Setelah itu, anak
mulai memahami hubungan antara lambang bahasa dengan benda atau kejadian yang
dialaminya sehingga terbentuklah bahasa reseptif anak. Dengan kata lain anak
memahami bahasa lingkungannya (bahasa reseptif auditori). Setelah bahasa reseptif
auditori "sedikit" terbentuk, anak mulai mengungkapkan diri melalui kata-kata sebagai
awal kemampuan bahasa ekspresif auditori atau berbicara. Kemampuan itu semua
berkembang melalui pendengarannya (auditori). Setelah anak memasuki usia sekolah,
penglihatannya berperan dalam perkembangan bahasa melalui kemampuan membaca
( bahasa reseptif visual) dan menulis (bahasa ekspresifvisual).
Dengan kemajuan teknologi pendengaran saat ini, maka sisa pendengarannya dapat
dioptimalkan untuk menstimulasi anak gangguan pendengaran dalam perolehan bahasa.
Apabila membaca ujaran menjadi dasar pengembangan bahasa batini anak dengan
hanbatan sensori pendengaran, maka anak dapat dilatih untuk menghubungkan
pengalaman yang diperolehnya dengan gerak bibir dan mimik pembicara. Bagi anak
kurang dengar yang menggunakan alat bantu dengar, dilatih untuk menghubungkannya
dengan lambang bunyi bahasa (lambang auditori). Setelah itu, anak mulai memahami
hubungan antara lambang bahasa (visual & auditori) dan benda atau kejadian sehari-
hari, sehingga terbentuklah bahasa reseptif visual/auditori.
Pada umumnya, anak tunarungu memasuki sekolah tanpa/kurang memiliki
kemampuan berbahasa verbal, berbeda dengan anak mendengar yang memasuki
sekolah setelah memperoleh bahasa. Oleh karena itu dalam pendidikan anak gangguan
pendengaran, proses pemerolehan bahasa diberikan di sekolah melalui layanan khusus.
Layanan pemerolehan bahasa tersebut menekankan percakapan, seperti halnya
percakapan yang terjadi antara anak mendengar dengan ibunya/orang terdekatnya ,
dengan memperhatikan berbagai sensori yang dapat diberikan stimulasi. Percakapan
merupakan kunci perkembangan bahasa anak gangguan pendengaran (Hollingshead
dalam Bunawan & Yuwati, 2000).
Program latihan pengembangan bunyi bahasa dalam BKPBI yang diuraikan
sebagai berikut:
a. Tahap deteksi bunyi bahasa
10
Kesadaran anak tentang ada atau tidaknya suatu bunyi merupakan
langkah pertama dalam latihan BKPBI. Kesadaran ini harus dikembangkan
melalui pengalaman dan eksperimen, mula-mula secara terpimpin namun lama
kelamaan anak sendiri diharapkan peka terhadap bunyi di sekitarnya. Dalam
hal ini tidak dibedakan antara menghayati bunyi dan vibrasi (A.
Boskosumitro, 1987:11). Tujuan dari tahap deteksi bunyi adalah untuk
menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran mendengar secara spontan.
Latihan yang dapat dilakukan oleh guru adalah latihan keterarahsuaraan
terhadap bunyi-bunyi latar yang sering terdengar di lingkungan anak, misal
bunyi yang bersumber dari alam, benda-benda, binatang maupun dari manusia
sendiri seperti percakapan sehari-hari. Menurut Marie Fram dalam Edja
Sadjaah (1995:233) menyebutkan pembelajaran BKBPI yang mutakhir ini
jarang terjadi bahwa guru harus menyediakan waktu yang terlalu lama untuk
latihan deteksi bunyi. Latihan deteksi bunyi masih dianjurkan bila misalnya
anak mengalami kesulitan untuk mendeteksi bunyi bahasa tertentu misalnya
bunyi bahasa (konsonan) yang sengau. Penyadaran tentang adanya bunyi perlu
diberikan sedini mungkin pada anak agar anak terbiasa mengenal adanya suatu
bunyi sehingga kemampuan berbahasa anak dapat dimaksimalkan.
b. Tahap diskriminasi bunyi bahasa
Tahap diskriminasi bunyi bahasa merupakan latihan membedakan
berbagai sumber bunyi yang mencakup membedakan bunyi panjang dan
pendek, bunyi rendah dan tinggi, bunyi cepat dan lambat, bunyi keras dan
lemah serta berbagai macam irama. Kemampuan untuk membedakan ini
meliputi bunyi musik maupun bunyi bahasa yang diharapkan agar anak
mampu berbicara secara berirama. Selain itu agar anak dapat membedakan
antar bunyi bahasa terutama vokal sebagai kejelasan dan irama dalam
berbahasa lisan. Dalam latihan diskriminasi bunyi perlu diterapkan hukum
kontras (A. Boskosumitro, 1987:11) baik untuk bunyi musik maupun bunyi
bahasa. Artinya selalu mulai melatih anak untuk membedakan bunyi yang
memiliki perbedaan yang besar menuju ke perbedaan yang semakin kecil.
Tahap diskriminasi bunyi bertujuan agar anak mampu membedakan sifat-sifat
bunyi.
c. Identifikasi bunyi bahasa
11
Latihan mengidentifikasi bunyi bahasa diberikan kepada anak yang
telah menyadari ada atau tidak adanya bunyi dan dapat membedakan macam-
macam bunyi secara spontan, mampu membedakan berbagai macam sifat
bunyi dan kombinasi sifatnya, serta mampu membedakan macam-macam
sumber bunyi secara spontan. Tahap ini bertujuan agar anak mengenal
berbagai macam bunyi dan jenjang fungsi yang terkandung di dalamnya.
d. Komprehensi bunyi bahasa
Latihan memahami bunyi bahasa (komprehensi bunyi) merupakan
tahap yang tertinggi dari penghayatan bunyi. Latihan ini diberikan kepada
anak yang benar-benar telah mengenal bermacam-macam bunyi baik dilihat
dari sumber, fungsi, sifat maupun iramanya. Latihan pada tahap ini melibatkan
pemahaman akan makna yang didengar artinya, anak dituntut untuk bisa
membentuk hubungan yang kompleks antara bunyi dan kejadian atau benda-
benda atau antara berbagai bunyi itu sendiri (Marie Fram dalam Edja Sadjaah
(1995:233). Fram juga mengemukakan bahwa sebaiknya digunakan materi
bahasa berupa kelompok kata atau kalimat karena akan lebih membawa
manfaat dalam mengembangkan kemampuan komunikasi anak. Tujuan dari
latihan ini agar anak mampu memberikan tanggapan atau respon secara
spontan atas bunyi yang didengarnya
Beberapa tahapan dalam pengembangan pelaksanaan pembelajaran
bunyi bahasa dalam BKPBI tersebut diatas harus dilakukan secara berurutan
dan anak diharapkan benar-benar memahami setiap tahap pembelajaran
sehingga anak tidak akan kesulitan dalam mempelajari tahap berikutnya
12
Materi latihan pemahaman diambil dari perbendaharaan bahasa yang telah
dimiliki oleh anak dan disajikan dalam bentuk: pertanyaan yang harus dijawab anak;
perintah yang harus dilaksanakan; serta tugas yang bersifat kognitif (menyebutkan
lawan kata, menjawab ya/tidak atau betul/salah terhadap pertanyaan/pernyataan
yang diberikan).
Berikut disajikan kegiatan dalam pembelajaran BKPBI pada tahap
komprehensi bunyi-bunyian pada anak tunarungu.
1. Guru menempatkan siswa sesuai dengan kondisi serta melakukan pengecekan
ABM (Bila menggunakan) kemudian dilanjutkan dengan percakapan sebagai
titik tolak respon untuk materi yang akan dilatihkan pada saat itu.
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Istilah bunyi bahasa merupakan terjemahan dari bahasa inggris phone ‘bunyi’.
Bunyi bahasa menyangkut getaran udara. Bunyi itu terjadi karena dua benda atau lebih
bergeseran atau berbenturan.Sebagai getaran udara, bunyi bahasa merupakan suara yang
dikeluarkan oleh mulut, kemudian gelombang-gelombang bunyi sehingga dapat diterima
oleh telinga. Sebagai langkah awal dalam pengembangan bahasa adalah upaya
pemerolehan bahasa pada anak. Sebelum memahami bagaimana pemerolehan bahasa
anak hambatan pendengaran, perlu dipahami terlebih dahulu perolehan bahasa yang
terjadi pada anak mendengar.
Perkembangan bahasa secara normal tersebut akan berbanding lebih lambat pada
anak disabilitas tunarungu, yang memiliki hambatan pada fungsi auditori dalam
menangkap informasi bahasa.
14
B. SARAN
Saran yang dapat diberikan oleh penulis dari makalah ini adalah:
1. Bagi masyarakat, agar lebih memperhatikan anak-anak yang berke
butuhan khusus.
2. Kepada orang tua, pendidik, agar dapat memberikan perhatian yang
maksimal kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus dalam
pembahasan ini yaitu anak-anak tuna rungu dan diharapkan bagi para
pendidjk anak-anak tunarungu untuk dapat membantu mereka dalam
mengoptimalisasikan sisa - pendengaran yang mereka miiiki
15
16
DAFTAR PUSTAKA
Ade Listiyana, dkk. (2010). Bunyi Bahasa Dan Tata Bunyi. Makalah. Sumedang: PGSD UPI.
Blackhurst. (1981). An Introduction to Special Education. America. Bodgen & Taylor a.b Arief
Furchon. (1992). Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Cholid
Narbuko dan Abu Achmadi. (2007). Metodologi Penelitian. Jakarta:Bumi Aksara. Daniel
Daru Sucipto, dkk. (2013). Laporan Pelaksanaan Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi Dan Irama
(BKPBI) Di SLB B Dena Upakara Wonosobo. Tugas Kelompok dari Mata Kuliah Bina
Komunikasi, Persepsi Bunyi Dan Irama (BKPBI). Solo: PLB UNS.
Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Pengajaran Bina Persepsi Bunyi dan Irama untuk Anak
Tunarungu. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. (2001). Materi Pelatihan Metode Maternal Reflektif Tingkat
Nasional. Jakarta.
Depdikbud. (1996). Pedoman Guru Pengajaran Bina Persepsi Bunyi dan Irama untuk Anak
Tunarungu. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Depdiknas. (2001). Kurikulum Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
-------------. (2001). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Program Khusus BKPBI.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Edja Sadjaah dan Dardjo Sukarja. (1996). Bina Bicara, Persepsi Bunyi dan Irama.
Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.
17