Anda di halaman 1dari 13

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR ANAK MEALALUI

KEGIATAN BERMAIN PERAN PADA TK VELLYA


KELOMPOK A KELURAHAN JATI

NURMAIDA SAMAD
NIM : 033316220226

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PG PAUD S1


UNIVERSITAS KHAIRUN TERNATE
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan
bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14
tentang sistem pendidikan nasional bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai denga usia 6 tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Masa kanak-kanak merupakan dunia yang penuh dengan permainan dimasa-masa
penting anak untuk dapat menggungkapkan semua rasa ingin tahu dan menemukan sesuatu
yang baru terutama anak dalam usia pra sekolah akan menggunakan segala kemampuannya
untuk menerima dan melakukan hal-hal yang baru. Bermain adalah kegiatan yang bebas dan
menyenangkan keinginan untuk bermain dalam diri akan akan muncul dengan sendirinya
karena bermain merupakan kebutuhan bagi anak usia dini melalui kegiatan. Bermain anak
dapat memperoleh berbagai macam pengetahuan, mengekspresikan kreatifitas dan dapat
membantu mengembangkan seluruh aspek perkembangan.
Motivasi adalah suatu proses yang mendorong megarah dan memelihara perilaku
manusia kearah pencapaian suatu tujuan. Motivasi dalam belajar sangatlah diperlukan
motivasi diibaratkan seperti motor yang dapat mengerakan sesuatu sesuai dengan keinginan.
Tanpa motivasi dalam belajar, sangatlah diperlukan anak-anak akan merasa bosan dan tidak
berteriak untuk belajar. Oleh sebab itu diperlukan semacam suatu metode yang menarik
sehingga dapat meningkatkan motivasi dalam diri anak, sehingga anak terpacu untuk aktif
dalam belajar.
Belajar pada dasarnya adalah suatu proses perubahan manusia. Perubahan ini terjadi
karena adanya interaksi antara sesama atau lingkungan. Seseorang dikatakan telah belajar
apabila dalam interaksi tersebut seseorang mengalami perubahan tingkah laku baik segi
pengetahuan, sikap maupun keterampilannya, perubahan perilaku dalam proses belajar terjadi
akibat dari interaksi dengan lingkungan, interaksi biasanya langsung secara sengaja. Dengan
demikian, belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan dalam diri individu maka
belajar tidak dikatakan berhasil.
Metode bermain peran merupakan salah satu cara dalam kegiatan belajar yang dapat
mengembangkan motivasi belajar anak untuk mengekspresikan diri melalui perannya
masing-masing. Kegiatan bermain peran dapat memberikan pengalaman dan mampu
mengekspresikan diri, selain itu menambah kesempatan untuk meningkatkan kemampuan
permainan gerak yang didalamnya ada tujuan aturan dan sekaligus membuat anak menjadi
senang dan bahagia, misalnya anak berperan menjadi dokter dan pasien atau anak berperan
sebagai guru dan siswa. Berdasarkan evaluasi di TK Vellya Kel. Jati motivasi belajar anak
masih rendah. Sebagian anak cenderung acuh dalam kegiatan belajar bahkan ada yang tidak
mau untuk belajar. Berdasarkan kenyataan anak-anak di Tk Vellya khususnya pada kelompok
A, maka peneliti mencoba untuk melakukan suatu penelitian tindakan kelas dengan judul
meningkatkan motivasi belajar anak melalui kegiata bermain peran di TK Vellya kel. Jati.
B. Identifikasi Masalah
1. Kurangnya motivasi belajar siswa di Tk Vellya
2. Dalam media pembelajaran di Tk Vellya kurang bervariasi
3. Anak sulit merespon pembelajaran yang guru ajarkan dikelas.
C. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis menulis merumuskan rumusan
masalah dalam penelitian ini yakni apakah motivasi belajar anak kelompok A Tk Vellya
Kel.Jati dapat ditingkatkan melalui kegiatan bermain peran.
D. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai untuk mengetahui peningkatan
kemampuan bermain peran anak dikelompok A Tk Vellya Ke. Jati.
E. Asumsi penelitian
Asumsi adalah anggapan dasar yang menjadi dasar dari penelitian ini ada
beberapa
asumsi yang diajukan peneliti yaitu :
a. Dengan menerapkan aktivitas kegiatan melipat dalam proses pembelajaran dapat
meningkatkan keterampilan motorik halus pada anak.
b. Dengan menggunakan media kertas lipat kemampuan anak dalam keterampilan
motorik halus anak akan lebih meningkat.
F. Definisi penelitian
Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswi
yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Indikator motivasi
belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil
2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan
4. Adanya penghargaan dalam belajar

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Motivasi belajar
1. Pengertian motivasi
Pada dasarnya kata motivasi berasal dari bahasa latin moyere yang dapat
diartikan bergerak. Bergbagai hal yang biasanya terkadang dalam berbagai defenisi tentang
motivasi antara lain adalah keinginan, harapan, kebutuhan, sasaran, dorongan dan intinsif.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu motiv adalah keadaan kejiwaan yang
mendorong, mengaktifkan atau mengerakan dan motif itulah yang mengerakan dan
menyalurkan perilaku sikap dan tindak tanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan
pancapaian tujuan.
Indrio gito Sudarmo dan I nyoman Sudito (Marjono, 2007:10) mengatakan bahwa
motivasi adalah faktor-faktor yang ada pada diri seseorang yang mengerakan perilakunya
untuk memenuhi berbagai tujuan tertantu. Sedangkan menurut bernson dan skinner
(Marjono, 2007:10) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan kerja yang timbul dari
diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Woodworth dan marques (Sunarto, 2008) mendefinisikan motivasi sebagai satu set
motif atau kesiapan yang menjadikan individu cenderung melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Pendapat tersebut senada dengan yang
disampaikan oleh chung dan meggision (suhaimin), yang mendefinisikan motivasi sebagai
perilakuk yang ditujukan kepada sasaran, motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang
dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan. Motivasi berkaitan erat dengan
kepuasan pekerjaan.
Menurut Dalyono (2009:57) motivasi adalah daya penggerak atau pendorong untuk
melalukan sesuatu pekerjaan. Sumiati (2007:236) mengatakan motivasi adalah dorongan
yang muncul dalam diri sendiri untuk bertingkah laku. Dorongan itu pada umumnya di
arahkan untuk mencapai sesuatu tujuan. Sehingga motivasi dapat memberikan semangat
yang luar biasa terhadap seseorang untuk berperilaku dan dapat memberikan arah dalam
belajar. Motivasi ini pada dasarnya merupakan keinginan yang ingin dipenuhi (dipuaskan)
maka ia akan timbul jika ada rangsangan, baik karena adanya kebutuhan maupun minat
terhadap sesuatu.

2. Hakekat belajar
Belajar adalah kegiatan individu untuk memperoleh pengetahuan. Perilaku dan
keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Kegiatan belajar dapat berlangsung
dimana-mana, misalnya lingkungan keluarga, sekola, dan masyarakat. Dalam belajar
tersebut individu mengunakan rana-rana kognitif, efektif, dan psikomotorik, akibat belajar
tersebut maka kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotorik makin bertambah baik.
3. Motivasi belajar
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi siswa akan giat
belajar jika ia mempunyai motivasi untuk belajar. Thorndike (uno 2011:11) mendefinisikan
belajar sebagai proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan,
atau gerakan) dan respon.
B. Bermain Peran
1. Pengertian Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan anak secara berulang-ulang demi
kesenangan tanpa adanya tujuan dan sasaran yang hendak dicapai (M. Hariwijaya, 2009 :
103). Menurut Piaget (2010:138) permainan sebagai suatu media yang meningkatkan
perkembangan kognitif anak-anak. Permainan memungkinkan anak mempraktikan
kompetensi-kompetensi dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan dengan cara yang
santai dan menyenangkan. Vigotsky (2010:138) menyatakan bahwa permainan adalah suatu
seting yang sangat bagus bagi perkembangan kognitif ia tertarik khususnya pada aspek-
aspek simbolis dan hayalan suatu permainan, sebagaimana ketika seorang anak menirukan
tongkat sebagai kuda dan mengendarai tongkat seolah-olah itu seekor kuda.
Bermain merupakan bagian terbesar dalam kehidupan anak-anak untuk dapat belajar
mengenal dan mengembangkan keterampilan sosial dan fisik, mengatasi situasi dalam
kondisi sedang terjadi konflik. Secara umum bermain sering dikaitkan dengan kegiatan
anak-anak yang dilakukan secara spontan dan dalam suasana riang gembira. Dengan
bermain berkelompok anak akan mempunyai penilaian terhadap dirinya tentang kelebihan
yang dimilikinya sehingga dapat membantu pembentukkan konsep diri yang positif,
pengelolaan emosi yang baik, memiliki rasa empati yang tinggi, memiliki kendali diri yang
bagus, dan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi.
Sylva, Bruner, dan Paul (1976 : 155) menyatakan bahwa dalam bermain prosesnya
lebih penting dari pada hasil akhirnya, karena tidak terikat dengan tujuan yang ketat. Dalam
bermain anak dapat mengganti, merubah, menambah, dan mencipta sesuatu. Garvey (2002:
110) dalam salah satu tulisannya mengemukakan adanya lima pengertian yang berkaitan
dengan bermain yaitu : 1) bermain adalah sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai
positif bagi anak, 2) bermain tidak mempunyai tujuan ekstrinsik, namun motivasinya lebih
bersifat intrinsic, 3) bermain bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan
dan bebas dipilih oleh anak, 4) bermain melibatkan peran aktif keikutsertaan anak, dan 5)
bermain memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain
misalnya kemampuan kreativitas, kemampuan memecahkan masalah, belajar bahasa,
perkembangan sosial, dan lain sebagainya.
Bermain dapat diartikan sebagai suatu kegiatan melakukan gerakan-gerakan berjalan,
melompat, memanjat, berlari, merangkak, berayun dan lain sebagainya. Dalam proses
kegiatan belajar mengajar guru melakukan pembelajaran dengan melakukan kegiatan-
kegiatan tersebut. Jadi metode bermain adalah suatu metode pembelajaran dengan cara
melakukan gerakan-gerakan fisik/jasmani anak dalam rangka mengembangkan otot-otot.
Menurut Lilis Suryani (2008 : 109), bermain peran adalah memerankan
karakter/tingkah laku dalam pengulangan kejadian yang diulang kembali, kejadian masa
depan, kejadian yang masa kini yang penting, atau situasi imajinatif. Anak-anak pemeran
mencoba untuk menjadi orang lain dengan memahami peran untuk menghayati tokoh yang
diperankan sesuai dengna karakter dan motivasi yang dibentuk pada tokoh yang telah
ditentukan.
2. Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran (role playing) merupakan sebuah permainan di mana para pemain
memainkan peran tokoh-tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita
bersama. Para pemain memilih aksi tokoh-tokoh mereka berdasarkan karakteristik tokoh
tersebut, dan keberhasilan aksi mereka tergantung dari sistem peraturan permainan yang
telah ditetapkan dan ditentukan, asalkan tetap mengikuti peraturan yang ditetapkan, para
pemain bisa berimprovisasi membentuk arah dan hasil akhir permaian.
Role playing merupakan suatu teknik konseling melalui pengembangan imajinasi dan
penghayatan anggota kelompok/individu. Pengembangan imajinasi dan penghayatan
dilakukan dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini
pada umumnya dilakukan dalam kelompok, bergantung kepada apa yang diperankan.
Supriyati berpendapat dalam buku Metode Pengembangan Prilaku dan Kemampuan
Dasar Anak Usia Dini (2008 : 109), bermain peran adalah permainan yang memerankan
tokoh-tokoh atau benda-benda sekitar anak sehingga dapat mengembangkan daya khayal
(imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan. Bermain peran
berarti menjalankan fungsi sebagai orang yang dimainkannya, misalnya berperan sebagai
dokter, ibu guru, nenek tua renta.
Bermain peran sering digunakan untuk mengajarkan masalah tanggung jawab warga
negara, kehidupan sosial, atau konseling kelompok.metode ini memberikan kesempatan
kepada anak untuk mempelajari tingkah laku manusia. Pengertian bermain peran menurut
buku didaktik metodik di Taman Kanak-Kanak (Depdikbud 1998) adalah memerankan
tokoh-tpkoh atau benda-benda di sekitar anak dengan tujuan untuk mengembangkan daya
khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan pengembangan yang dilaksanakan.
Oktaviani, 2008 menyatakan lima pengertian bermain di antaranya: a) sesuatu yang
menyenangkan dan memiliki nilai positif bagi anak, b) bermain tidak memiliki tujuan
ekstrinsik namun motivasinya lebih bersifat intrinsik, c) bersifat spontan dan sukarela tidak
ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak, d) melibatkan peran aktif keikutsertaan
anak, dan e) memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan
bermain, seperti misalnya: kreativitas, pemecahan masalah, belajar bahasa, perkembangan
sosial, dan sebagainya.
Bermain peran adalah salah satu bentuk pembelajaran, dimana peserta didik ikut
terlibat aktif memainkan peran-peran tertentu. Bermain pada anak merupakan salah satu
sarana untuk belajar. Melalui kegiatan bermain yang menyenangkan, anak berusaha untuk
menyelidiki dan mendapatkan pengalaman yang kaya, baik pengalaman dengan dirinya
sendiri, orang lain maupun dengan lingkungan di sekitarnya.
Terdapat lima karakteristik bermain peran, yaitu: a) merupakan sesuatu yang
menyenangkan dan memiliki nilai yang positif bagi anak, b) didasari motivasi yang muncul
dari dalam. jadi anak melakukan kegiatan itu atas kemauannya sendiri, c) sifatnya spontan
dan sukarela, bukan merupakan kewajiban. anak merasa bebas memilih apa saja yang ingin
dijadikan alternatif bagi kegiatan bermainnya, d) senantiasa melibatkan peran aktif dari
anak, baik secara fisik maupun mental, e) memiliki hubungan sistematik yang khusus
dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti kemampuan kreatif, memecahkan masalah,
kemampian berbahasa, kemampuan memperoleh teman sebanyak mungkin dan sebagainya.
Santrock (1995: 272) menyatakan bermain peran (role play) ialah suatu kegiatan yang
menyenangkan. Secara lebih lanjut bermain peran merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan. Role playing merupakan suatu metode
bimbingan dan konseling kelompok yang dilakukan secara sadar dan diskusi tentang peran
dalam kelompok. Di dalam kelas, suatu masalah diperagakan secara singkat sehingga siswa
dapat mengenali karakter tokoh seperti apa yang siswa peragakan tersebut atau yang
menjadi lawan mainnya memiliki atau kebagian peran seperti apa. Santrock juga
menyatakan bermain peran memungkinkan anak mengatasi frustrasi dan merupakan suatu
medium bagi ahli terapi untuk menganalisis konflik-konflik anak dan cara-cara mereka
mengatasinya.
Ginnot (1961; dalam Eka, 2008) menyatakan bermain peran diyakini sebagai sarana
perkembangan potensi juga dapat dijadikan sebagai media terapi. Terapi bermain peran
khususnya merupakan pendekatan yang sesuai untuk melakukan konseling dengan anak
karena bermain adalah hal yang alami bagi anak. Melalui manipulasi mainan, anak dapat
menunjukkan bagaimana perasaan mengenai dirinya, orang-orang yang penting serta
peristiwa dalam hidupnya secara lebih memadai daripada melalui kata-kata. Ginnot (1961;
dalam Eka, 2008) menegaskan bahwa bermain peran merupakan seperangkat prosedur yang
digunakan untuk melakukan konseling dengan anak melalui penggunaan secara sistematis
dari metode bermain, permainan, dan alat permainan.
Van Fleet (2001) menyatakan bermain peran merupakan intervensi yang
dikembangkan yang berkaitan dengan penggunaan sistematis dari metode bermain oleh
seorang konselor untuk membawa peningkatan dalam kemampuan siswa sampai
penampilan yang optimal di sekolah. Bermain peran juga meliputi penggunaan bermain
secara sistematis untuk mengatasi kesulitan-kesulitan anak, mengembangkan pola perilaku
adaptif, mengendalikan diri siswa yang agresifnya tinggi, meningkatkan kemampuan
berempati, dapat mengelola emosi, dapat menjadi individu yang bertanggung jawab,
memiliki interpersonal skill yang bagus dan dapat memecahkan masalah secara efektif dan
bijaksana.
Corsini (1996), (Tatiek, 1989) menyatakan bahwa bermain peran dapat digunakan
sebagai alat untuk mendiagnosis dan mengerti seseorang dengan cara mengamati
perilakunya waktu memerankan dengan spontan situasi-situasi atau kejadian yang terjadi
dalam kehidupan yang sebenarnya. Selain itu teknik bermain peran dapat digunakan sebagai
media pengajaran melalui proses modeling anggota kelompok dapat belajar lebih efektif
keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan interpersonal, dengan mengamati
berbagai macam cara dalam memecahkan masalah.

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang di gunakan sebagai berikut :


1. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang ditetapkan berupa penelitian tindakan kelas, prosedur dan
langkah-langkah penelitian mengikuti prinsip-prinsip yang berlaku dalam penelitian
tindakan kelas. Penelitian ini terdiri dari 3 siklus, masing-masing siklus terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
2. Tempat, waktu dan subyek penelitian
a. Tempat penelitian Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini
bertempat di MTsN Parakan Temanggung tahun 2010.
b. Waktu penelitian Waktu penelitian adalah waktu berlangsunya penelitian atau saat
penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret tahun
2010.
c. Subyek Penelitian Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas VII MTsN Parakan
Temanggung tahun 2010.
3. Langkah-langkah penelitian Langkah-langkah penelitian dalam PTK ini melalui siklus,
Adapun penelitian ini terdiri dari tiga siklus yakni setiap siklus terdiri 12 dari
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun model dan penjelasan
untuk masing-masing tahap adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan (planning), dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa,
kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan penelitian tersebut dilakukan.
Dalam hal ini, SKI merupakan salah satu materi Pendidikan Agama Islam yang
berkaitan dengan sejarah kehidupan manusia. Berdasarkan uraian tersebut, maka
dalam Perencanaan anaan
SIKLUS I lus I Pengamatan Perencanaan
SIKLUS II Pengamatan Perencanaan Refleksi Pelaksanaan Refleksi Pelaksanaan
SIKLUS III Pengamatan
? Refleksi Pelaksanaan 13 perencanaan disusun rencana pembelajaran yang sesuai
dengan pembelajaran dengan menggunakan metode Role Playing. Instumen yang
digunakan berupa lembar pengamatan siswa ketika pembelajaran berlangsung dan
tes hasil belajar siswa dalam bentuk pilihan ganda untuk mengukur keberhasilan
siswa dalam pembelajaran SKI. Setelah melakukan satu siklus, diadakan
perencanaan kembali dengan beberapa perubahan yang bersifat penyesuaian
terhadap pembelajaran yang dilakukan. Dalam pelaksanaan siklus I siswa dibagi
dalam kelompok klasikal yaitu dengan jumlah 40 siswa, dalam siklus ke II siswa
dibagi dalam 2 kelompok yang masing-masing terdiri dari 20 siswa, dan dalam
siklus ke III siswa dibagi dalam 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 13,13
dan 14 siswa.
b. Pelaksanaan (action), tahap ini merupakan pelaksanaan atau penerapan rancangan
sesuai dengan apa yang sudah dirumuskan secara wajar tanpa dibuat-buat. Setelah
mempersiapkan semua yang dibutuhkan untuk mendukung proses pembelajaran
tentang SKI, maka peneliti melakukan pembelajaran dikelas berdasarkan metode
dan tindakan peneliti dilakukan setelah satu siklus selesai berdasarkan hambatan
yang ada.
c. Pengamatan (observation), merupakan tahap pengamatan yang dilakukan pada
waktu tindakan sedang dilakukan. Pada tahap ini guru dan peneliti mengumpulkan
data atau informasi yang berkaitan dengan penguasaan konsep siswa tentang SKI,
peningkatan aktivitas, 14 kreativitas dan prestasi belajar siswa, serta perubahan
tindakan yang mendukung proses pembelajaran tersebut.
d. Refleksi (reflektion), merupakan tahap terakhir dari kegiatan guna mengemukakan
kembali apa yang sudah dilakukan. Tahap ini dilakukan setelah diperoleh informasi
melalui proses pembelajaran tersebut. Kemudian dari data yang ada dilakukan
analisis tertentu. Hasil analisis dibandingkan dengan acuan pembelajaran yang akan
dicapai. Apabila hasil yang dicapai belum maksimal, maka akan diadakan perubahan
baik dalam bentuk perangkat pembelajaran, tindakan, maupun proses pembelajaran,
melalui perencanaan yang lebih lanjut pada siklus berikutnya secara berulang.
Masukan dari semua komponen yang berhubungan dengan penelitian ini juga
dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan pada siklus berikutnya.
Target aktivitas, kreativitas dan prestasi belajar siswa dengan persentase 75%,
seandainya belum mencapai 75% akan diteruskan pada siklus selanjutnya, akan
tetapi jika sudah mencapai 75% maka siklus dihentikan. Keempat tahap dalam
penelitian tindakan tersebut adalah unsur untuk membentuk sebuah siklus, yaitu satu
putaran kegiatan beruntun, yang kembali ke langkah semula (Arikunto, 2007:20).
4. Instrumen Penelitian Untuk mengukur keberhasilan penelitian digunakan instrumen
pengamatan dan instrumen tes. Instrumen pengamatan digunakan untuk 15 mendata
siswa selama mengikuti proses pelajaran. Instrumen tes digunakan untuk mendata
peningkatan pembelajaran siswa berupa tes hasil belajar siswa dalam bentuk pilihan
ganda untuk mengukur keberhasilan dengan menggunakan metode Role Playing.
5. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber, yaitu :
1. Anak, untuk mendapatkan data tentang proses belajar dan aktivitas anak dalam
proses belajar mengajar.
2. Guru, untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi penggunaan metode
demonstrasi dalam meningkatkan kemampuan motorik halus dalam kegiatan
melipat serta aktivitas anak dalam kegiatan belajar mengajar.
3. Teman Sejawat, dimaksudkan sebagai sumber data untuk melihat implementasi
PTK secara komprehentif dari sisi anak maupun guru.
6. Prosedur pengumpulan data
a. Metode Observasi
Metode observasi (observation) adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis (Arikunto,
1997:27). Adapun metode observasi yang penulis gunakan adalah metode observasi
partisipan, yaitu observasi yang digunakan oleh pengamat, 18 tetapi dalam pada itu
pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati
(Arikunto, 1997:27). Metode ini penulis pergunakan untuk mendapatkan data
tentang keadaan fisik bangunan sekolah, administrasi sekolah, struktur organisasi
sekolah dan tentang perilaku siswa.
b. Tes
Tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hasil-hasil pelajaran tertentu pada seseorang murid atau kelompok murid (Arikunto,
1997:29). Metode tes merupakan suatu perangkat soal untuk mengetahui hasil dari
evaluasi yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan dari
masing-masing siklus.
7. Analisis data
Penelitian ini menggunakan pendekatan diskriptif-kualitatif. Maksudnya adalah
penelitian yang bertujuan untuk mendapat gambaran suatu obyek, dalam hal ini mengenai
pelaksanaan pembelajaran SKI dengan menggunakan metode Role Playing di MTsN
Parakan Temanggung. Selain itu, penyusun juga menggunakan pendekatan kuantitatif
dalam menganalisis data yang berupa angka-angka (Statistik), sebagai pendukung penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif.
Analisis data untuk menjelaskan peningkatan prestasi belajar siswa, dapat diketahui
dengan menentukan ketuntasan belajar. Untuk menentukan 19 ketuntasan individual dan
klasikal siswa terhadap indikator yang telah ditentukan, maka dapat diperoleh melalui tes
hasil belajar.
Analisis data diatas, digunakan untuk mengetahui bagaimana prestasi dan peningkatan
prestasi belajar siswa dalam memahami materi SKI. Sebagai langkah dari hipotesis tindakan
tersebut, maka penyusun akan memuat rencana pelaksanaan pembelajaran terlebih dahulu.
Kriteria keberhasilan belajar tuntas sekurang-kurangnya mencapai 75% dapat tercapai
proses belajar mengajar dikatakan berhasil (Usman dan Setiawati,1993:138)
Dapat diambil kesimpulan bahwa suatu bahan atau materi dapat dikatakan tuntas atau
telah berhasil bila siswa dapat mencapai nilai sekurang-kurangnya 75% dari hasil tes
formatif.
8. KEABSAHAN DATA
Dalam penelitian ini , peneliti berperan sebagai pengamat dan guru sebagai
penyampai materi atau berkolaborasi. Uji keabsahan data menggunakan teknik pengumpulan
data (triangulasi). Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Adapun teknik triangulasi yang digunakan adalah
triangulasi sumber, untuk membandingkan data dan nilai pembelajaran dalam metode
kualitatif.
Hal ini dapat dicapai dengan jalan, yang pertama membandingkan hasil pengamatan
dengan hasil wawancara. Kedua membandingkan hasil wawancara dengan ini suatu yang
berkaitan.

Anda mungkin juga menyukai