Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL PENELITIAN

PENERAPAN ALAT PERAGA BANGUN RUANG


UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN PEMAHAMAN
KONSEP BANGUN RUANG PADA SISWA KELAS IV
SDN SUMBER CANTING 2
BONDOWOSO

PROPOSAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode


Penelitian
Dosen pengampu : Prof. Dr. Asnah Said, M.Pd.
Oleh :
Nama : Subhan
NIM : 858897743
Rombel : On-line

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
2020

BAB I
PENDAHULUAN

1
A. Latar Belakang Masalah
Dalam menanamkan pelajaran matematika pada proses pembelajaran di Sekolah Dasar
utamanya pada materi bangun ruang, siswa hanya dikenalkan dengan penjelasan, Tanya jawab dan
dilanjutkan dengan latihan-latihan soal. Selama ini hasil pendidikan hanya tampak dari siswa
menghafal fakta fakta. Indikator keberhasilan pendidikan adalah anak didik kita sejahtera. Anak
didik kita sejahtera jika aktivitas belajar menyenangkan dan menggairahkan.
Disamping memahami subjek didik, salah satu tugas guru adalah mengenal dan memahami
dirinya. Guru harus mempunyai informasi yang cukup untuk dirinya, seorang guru harus mampu
membina diri sendiri agar dia bisa sukses dalam melaksanakan perannya sebagai seorang tenaga
pendidik.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak siswa Sekolah Dasar mengalami
kesulitan memahami konsep tentang materi bangun ruang dan banyak guru Sekolah Dasar
menyatakan mengalami kesulitan mengajarkan konsep bangun ruang, dan melakukan operasi
hitung pada bangun ruang secara konkrit maupun secara abstrak.
Permasalahan rendahnya pemahaman konsep belajar menentukan sifat-siftat bangun ruang,
karena kami hanya mengajarkan berdasar buku materi dan menggunakan metode ceramah saja
sehingga anak didik kami hanya memiliki pengetahuan secara verbalisme yang sifatnya hanya
sementara. Berdasarkan pengalaman mengajar kami di kelas IV SD Negeri Sumber Canting 2,
untuk mata pelajaran matematika materi bangun ruang, siswa mendapatkan nilai yang kurang
memuaskan. Dari 17 siswa, hanya 10 siswa yang yang mendapatkan nilail sesuai dengan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM), sedangkan 7 siswa yang lain masih berada dibawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM). Permasalahan tersebut terjadi karena keterbatasan media/alat peraga,
sehingga tidak mendukung terhadap pemahaman dan penguasaan materi pembelajaran. Untuk itu
penulis perlu melakukan Penelitian untuk mengatasi masalah tersebut.
Berdasrkan pengalaman di atas dipandang perlu untuk mengatasi rendahnya keterampilan
proses pemahaman sifat-sifat bangun ruang secara konkrit maupun secara abstrak sebagai bukti
setelah pelajaran tersebut berlalu, beberapa hari kemudian di adakan evaluasi, akan tampak hasil
realita tentang pemahaman konsep yang di miliki anak. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
dilakukan tindakan menggunakan media berupa alat peraga agar para siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran.
Sehubungan dengan masalah di atas, diharapkan sorang guru harus mampu
mengembangkan diri secara professional yaitu mengadakan penelitian, agar tercipta adanya proses
pembelajaran yang PAKEM, yang tidak hanya mengutamakan kuantitatif dalam hal nilai, namun
kualitatif yang menjadi sasaran dalam mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan latar belakang
di atas, peneliti mengambil judul “ Penggunaan Alat Peraga Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
dan Pemahaman Konsep Bangun Ruang Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Sumber Canting 2
Kecamatan Wringin Kabupaten Bondowoso “.
2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan penggunaan alat
peraga bangun ruang untuk meningkatkan pemahaman pada siswa kelas IV SD Negeri Sumber
Canting 2 tentang sifat-sifat bangun ruang.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan penerapan alat peraga
bangun ruang untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Sumber Canting 2
berdasarkan tentang sifat-sifat bangun ruang.

D. Manfaat Penelitian
Hasil pelaksanaan penelitian ini diharapkan akan membrikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi siswa
Dengan dilaksanakan penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan keterampilan siswa
dalam menggunakan alat peraga, sehingga dapat menunjang pemahaman siswa pada
pembelajaran baik secara formal di sekolah maupun secara non formal dalam kehidupan
masyarakat.
2. Bagi Guru
Bagi Guru hasil penelitian ini berguna untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu
pembelajaran di kelas, dalam hal menanamkan konsep-konsep materi melalui media
pembelajaran yang berada di sekitar kehidupan sehari-hari anak.
3. Bagi sekolah
Realiata yang disandang oleh lembaga sekolah apabila kualitas guru meningkat secara
professional. Dalam artian strategi gurunya yang inovatif, yang akan berdampak pada kualitas
siswa yang cerdas dan terampil, maka secara otomatis lembaga sekolah akan meningkat pula
kualitasnya dalam hal melayani masyarakat di bidang pendidikan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

3
A. Hakikat dan Karakteristik Pembelajaran Matematika
Pandangan tentang hakikat dan karakteristik matematika sekolah akan memberikan
karakteristik mata pelajaran matematika secara keseluruhan. Ebbut dan Strakter (1995: 10-63)
mendefinisikan matematika sekolah yang selanjutnya disebut sebagai matematika,sebagai berikut :
a. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola.
b. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi dan intuisi.
c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving).
d. Matematika sebagai alat komunikasi
Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar
asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari
kebenaran sebelumnya. Sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam Matematika dan
penalaran Matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu : materi matematika
dipahami melalui penalaran dan penalaran di pahami dan di latihkan melalui belajar matematika.
Dalam pembelajaran, sebuah konsep sering muncul sebagai pengalaman atau intuisi, atau
pengamatan peristiwa nyata (yaitu pemahaman konsep sering di awali secara induktif), walaupun
kebenarannya tetap harus dibuktikan secara deduktif. Penalaran induktif di dasarkan fakta dan
gejala yang muncul untuk sampai pada perkiraan tertentu. Tetapi perkiraan ini, tetap harus di
buktikan dengan argument yang konsisten.
Cara belajar secara deduktif dan indukatif digunakan dan sama-sama berperan penting
dalam Matematika. Dari cara kerja matematika tersebut diharapkan akan membentuk sikap kritis,
kreatif, jujur dan komunikatif bagi peserta didik (Depdiknas, 2004).
Russeffendi (1989, h. 23) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-
unsur yang tidak didefinisikan, definisi – definisi, aksioma – aksioma, dan dalil – dalil setelah
dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu
deduktif. Selanjutnya dalam Russeffendi (1988, h.2) di ungkapkan beberapa pendapat tentang
matematika seperti Johnson dan Rising (1972) menyatakan bahwa matematika adalah pola
berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa, bahasa
yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya
dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi, matematika
adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat – sifat atau teori – teori dibuat secara deduktif
berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan
kebenarannya; matematika adalah ilmu tentang pola keteraturan pola atau ide, matematika itu
adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya. Menurut Reys
(1984) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau
pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Sedangkan menurut Kline (1973) bahwa
matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi

4
beradanya itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan
sosial, ekonomi, dan alam (Karso, 2002).
Berdasarkan pernyataan dari para ahli matematika di atas dapat dikatakan bahwa matematika
merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk – bentuk atau struktur –
struktur yang abstrak dan hubungan di antara hal – hal itu. Untuk dapat memahami struktur serta
hubungan – hubungannya diperlukan penguasaan konsep – konsep yang terdapat dalam
matematika. Hal ini berarti belajar matematika adalah belajar konsep dan struktur yang terdapat
dalam bahan – bahan yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan di anatara konsep dan
struktur tersebut. Dalam pembelajaran matematika guru seyogianya mengetahui hal ini, sehingga
dapat menyiapkan kondisi bagi siswanya agar mampu menguasi konsep-konsep yang akan
dipelajari mulai dari yang sederhana sampai pada yang lebih kompleks (Karso, 2002).

B. Metode dan Model Pembelajaran Matematika di SD


Dalam seluruh kegiatan proses belajar mengajar, metode mengajar memainkan peran yang
sangat penting dan merupakan salah satu penunjang utama, berhasil atau tidaknya seorang guru
dalam mengajarnya.
Untuk murid-murid pada suatu kelas yang keadaannya biasa, para guru harus memiliki
kecakapan dan keterampilan mengajar atau menyajikan topik-topik pelajaran serta harus memilki
dan menguasai metode-metode mengajar yang sesuai dengan topik pelajaran yang diajarkannya.
Metode mengajar yang diperlukan dalam mata pelajaran matematika, diantaranya :
1. Metode Ceramah 3. Metode Pemberian Tugas
2. Metode Tanya Jawab 4. Metode Diskusi
Dengan mengetahui, mengenal, memahami, memiliki dan menguasai macam-macam metode
mengajar, kita dapat memilih metode mana saja yang tepat, serasi, dan cocok dipakai untuk topik-
topik tertentu, untuk mencapai tujuan dalam mata pelajaran matematika, agar hasil pembelajaran
berhasil dengan baik.
Metode mengajar yang dipergunakan dalam satu kali pertemuan mengajar dapat terdiri dari
beberapa macam metode, tergantung pada keperluannya. Mengapa setiap guru jika mengajar harus
memakai metode? Maksudnya, agar pembelajaran menjadi terencana, berurutan, teratur, terarah,
tersusun rapi, dan sistematis. (Depag, 2001).
Pada dasarnya kegiatan belajar mengajar matematika sehari-hari di SD dapat di kelompokkan
menjadi tiga tahapan pokok, yaitu :
1) Model pembelajaran di SD dengan pendekatan penanaman konsep. Dalam model
pembelajaran dengan pendekatan penanaman konsep ini tujuan utama kegiatannya adalah
untuk menyampaikan konsep-konsep baru yang umumnya merupakan jenis konsep dasar.
Dalam menanamkan konsep baru ini tentunya kita harus memperhatikan kaitannya dengan
konsep-konsep prasyarat, penggunaan alat bantu pelajaran, disajikan dengan pengontrasan
5
dan keanekaragaman, memperhatikan berpikir anak, dan berpegang teguh pada hakikat
matematika.
2) Model pembelajaran matematika SD dengan pendekatan pemahaman konsep. Proses
kegiatan belajat mengajar dalam model ini merupakan kelanjutan dari model pendekatan
penanaman konsep. Dalam pemahaman konsep proses pembelajarannya memberi
penekanan supaya para siswa menguasai ciri-ciri, sifat-sifat dan penerapan dari konsep
yang telah dipelajari pada tahap penanaman konsep. Dalam model penanaman konsep, para
siswa perlu mendapat pengalaman dengan konsep yang bervariasi, melakukan penerapan
konsep, dan teknik-teknik penerapan konsep. Hal ini diperlukan untuk dapat menggunakan
konsep-konsep tersebut dalam menyelesaikan persoalan yang terkait.
3) Model pembelajaran matematika SD dengan pendekatan pembinaan keterampilan. Proses
pembelajaran tahap pembinaan keterampilan ini bertujuan untuk melatih siswa mengingat
dan menerapkan konsep yang sudah dipelajarinya pada kedua tahapan pembelajaran
sebelumnya. Dalam merencanakan penyusunan kegiatan ini harus merupakan latihan
mengingat konsep dasar, rumus, algoritma, dan teknik-teknik penyelesaian dengan
berbekalkan pengetahuan pada penanaman dan pemahaman konsep. Ini berarti siswa harus
dapat melakukan tugasnya secara tepat, cepat dan memberikan hasil yang benar (Karso,
2002).

C. Kriteria Memilih Media Pembelajaran


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam menggunakan media pembelajaran untuk
mempertinggi kualitas pembelajaran. Pertama, guru perlu memiliki pemahaman media
pembelajaran, antara lain jenis dan manfaat media pembelajaran, kriteria memilih dan
menggunakan media pembelajaran, menggunakan media sebagai alat bantu mengajar dan tindak
lanjut penggunaan media dalam proses belajar siswa. Kedua, guru terampil membuat media
pembelajaran sederhana untuk keperluan pembelajaran, terutama media dua dimensi atau media
grafis, dan beberapa media tiga dimensi, dan media proyeksi. Ketiga, pengetahuan dan
keterampilan dalam menilai keefektifan penggunaan media dalam proses pembelajaran.
Menurut Nana Sudjana (1991: 4) dalam memilih media untuk kepentingan pembelajaran
sebaiknya memperhatikan kriteria – kriteria sebagai berikut :
a. Ketepatan dengan tujuan pembelajaran.
b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran.
c. Kemudahan memperoleh media.
d. Keterampilan guru dalam menggunakannya.
e. Tersedia waktu untuk menggunakannya.
f. Sesuai dengan taraf berfikir siswa.

6
Masih menurut Nana Sudjana (1991: 196), penggunaan alat peraga dapat memegang
peranan penting dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Para siswa akan lebih
terkesan dengan peragaan atau pendemonstrasian yang dilakukan secara bersama-sama di
kelas. Media pembelajaran dalam penelitian perbaikan pembelajaran ini adalah alat peraga
bangun ruang. Wujud alat peraga bangun ruang ini berupa kubus dan balok, seperti pada
gambar berikut :

Gambar 2.1 Contoh Gambar Alat Peraga serta Jaring-Jaring

BAB III
PELAKSANAAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

7
A. Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian, Pihak yang Membantu
1. Subjek Penelitian
Penentuan subjek penelitian didasarkan atas kondisi objektif dimana sebagian besar siswa hasil
belajar pada mata pelajaran matematika. Adapun subjek penelitiannya adalah seluruh siswa kelas
IV SD Negeri Sumber Canting 2 KecamatanWringin Kabupaten Bondowoso Tahun Pelajaran
2019 - 2020 yang berjumlah 17 siswa, terdiri dari 10 laki-laki dan 7 perempuan.

2. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk
memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SD Negeri Sumber Canting 2
KecamatanWringin Kabupaten Bondowoso.

3. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini
dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan pada semester II Tahun Pelajaran 2019 - 2020 pada
bulan April-Mei 2020. Adapun jadwal pelaksanaan perbaikan pembelajaran tersebut sebagai
berikut :
a. Pra Siklus (22 April 2020)
b. Siklus I (29 April 2020)
c. Siklus II (05 Mei 2020)

4. Pihak yang Membantu


Dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti dibantu oleh ibu Zainiyah, S.Pdi selaku Supervisor 2.
Tugas Spervisor 2 membantu melakukan pengamatan pada saat pelaksanaan tindakan sedang
berlangsung yang dilakukan oleh peneliti sebagai pengajar.

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran


Kemmis dan Taggart menjelaskan bahwa penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) adalah rangkaian
langkah yang terdiri dari empat tahap, yakni :

8
Perencanaan (Planning), Tindakan (Action), Pengamatan (Observasing), dan Refleksi (Reflecting)
dalam suatu sistem spiral yang saling terkait sebagai satu siklus.

Siklus menurut Kemmis dan Taggart

PELAKSANAAN

SIKLUS 1
PERENCANAAN PENGAMATAN

REFLEKSI

PELAKSANAAN

PERENCANAAN SIKLUS 2 PENGAMATAN

REFLEKSI

Gambar 3.1 Alur PTK

Setiap tahap dari kegiatan yang dilakukan dalam PTK akan terus berulang sampai hasil belajar
siswa meningkat. Pada penelitian ini peneliti hanya membatasi dua siklus. Adapun alasan peneliti
membatasi dua siklus karena keterbatasan waktu yang ada. Siswa dikatakan meningkat hasil
belajarnya jika memperoleh nilai di atas KKM yang sudah ditentukan yaitu 60.
Tahap-tahap yang akan dilaksanakan dalam siklus 1 dan siklus 2 sesuai dengan gambar spiral
PenelitianTindakan Kelas (PTK) model Kemmis dan Taggart yaitu : Perencanaan, Tindakan,
Observasi, dan Refleksi.

Siklus I
1. Perencanaan Tindakan
Kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah :

9
a. Mempersiapkan konsep materi yang akan dijadikan bahan pembelajaran.
b. Melaksanakan konsultasi dengan kepala sekolah dan teman sejawat tentang akan
dilaksanakan perbaikan pembelajaran.
c. Membagi siswa menjadi beberapa kelompok.
d. Membuat dan melengkapi media pembelajaran seperti : penggaris, pensil, buku, gambar
bangun ruang, dan benda-benda berbentuk kubus dan balok.
e. Membuat lembar kerja siswa.
f. Membuat lembar observasi yang digunakan peneliti untuk menilai perubahan tingkah laku
siswa selama proses pembelajaran.

2. Pelaksanaan Tindakan
1. Kegiatan Awal
a. Memberi salam dan mengecek kehadiran siswa
b. Guru memberikan pertanyaan
2. Kegiatan Inti
a. Guru memajang gambar kubus dan balok di papan tulis
b. Siswa diminta untuk membentuk menjadi beberapa kelompok
c. Siswa diminta untuk menganalisa dan mendiskusikan gambar tersebut
d. Dari hasil analisa gambar tersebut siswa diminta mencatat dan mengerjakan Tugas
Kelompok pada lembar kerja
3. Kegiatan Akhir
a. Guru bersama murid menyimpulkan materi yang telah disampaikan
b. Siswa diminta untuk mengerjakan evaluasi
Pada pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini peneliti dibantu oleh seorang guru yang bertindak
sebagai Supervisor (Zainiyah, S.Pdi) untuk membantu mengumpulkan data melalui observasi.

3. Observasi
Di dalam pelaksanaan observasi peneliti melibatkan teman sejawat yang berperan sebagai
observer untuk meneliti hal-hal yang terjadi selama kegiatan perbaikan pembelajaran. Adapun
observasi yang dilakukan untuk mengamati kegiatan siswa, kegiatan guru dalam mengajar sesuai
dengan perencanaan perbaikan, sedangkan kegiatan siswa yang diamati adalah sikap siswa dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran diantaranya adalah aktivitas siswa, seperti memperhatikan
penjelasan guru, mengerjakan tugas yang diberikan guru, menjawab pertanyaan guru dan bertanya
kepada guru tentang materi sifat-sifat bangun ruang.
4. Refleksi
Berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan selama perbaikan pembelajaran, siklus I sudah
berjalan cukup baik, dimana siswa mulai tampak cukup serius dan aktif berpartisipasi dalam
10
mengikuti pembelajaran. Ada beberapa peningkatan nilai yang di alami oleh siswa pada saat tes
dilakukan, namun ada juga beberapa siswa yang masih mendapatkan nilai dibawah KKM yang
ditentukan yaitu 60. Maka dari itu perlu diadakan perbaikan pada pertemuan selanjutnya (Siklus
II).

Siklus II
Tahap yang dilakukan pada siklus II dalam penelitian ini sama dengan siklus I, namun bertolak
dari ketidakberhasilan siklus I maka pada siklus II dilakukan penyempurnaan sehingga diharapkan
mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Materi yang disampaikan pada siklus II sama dengan
materi siklus I. Dengan demikian bahan observasi yang digunakan yaitu tetap yaitu untuk
mengamati tingkat aktivitas yang ditunjukkan siswa dalam proses belajar mengajar dengan
menerapkan bantuan individual dan penggunaan media. Tahap yang dilakukan pada siklus II
adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti atau guru memperbaiki atau menyempurnakan perencanaan pada siklus I
dengan berpedoman pada tindakan-tindakan dari perencanaan sebelumnya yang belum dapat
terlaksana dengan baik.

2. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti atau guru memperbaiki atau menyempurnakan tindakan pada siklus I
dengan berpedoman pada tindakan-tindakan pada siklus I yang belum menghasilkan perbaikan
yang signifikan. Misalnya, dengan memperbanyak contoh soal atau penggunaan media yang lebih
variatif.

3. Observasi
Pada tahap ini peneliti dibantu oleh teman sejawat melakukan kegiatan observasi yang lebih
baik terhadap aspek yang belum dapat terobservasi dengan baik pada siklus I. Pedoman observasi
pada siklus II sama dengan pedoman observasi pada siklus I yaitu mengamati siswa dalam proses
pembelajaran dengan menerapkan bantuan individual dan penggunaan alat peraga. Tujuan
kegiatan observasi perilaku guru adalah untuk mengamati kegiatan mengajar guru dengan
berdasarkan lembar observasi yang telah dipersiapkan

4. Refleksi
Kegiatan refleksi dilakukan pada setiap pertemuan untuk merefleksikan hasil pelaksanaan
tindakan yang dilakukan oleh peneliti atau guru. Hasil refleksi pada siklus II dijadikan dasar
11
penentuan tindak lanjut perbaikan pembelajaran. Apabila hasil refleksi sudah sesuai yang
diharapkan, maka perbaikan sudah dilangsungkan pada siklus II.

C. Teknik Analisis Data


Data diperoleh melalui metode pengumpulan data. Untuk tepatnya dapat diambil dari hasil
belajar pada siklus I dan lembar observasi yang dilakukan, adapun pihak yang membantu dan
instrumen yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Pihak yang membantu adalah teman sejawat yang membantu jalannya pelaksanaan
pembelajaran
b) Instrumen yang dilakukan adalah lembar observasi dengan mengutamakan indikator 1,2,3 dan
4 pada indikator 1 dengan memperhatikan penjelasan guru, indikator 2 mengerjakan tugas,
indikator 3 menjawab pertanyaan dan indikator 4 mampu bertanya kepada guru.
Penilaian pada lembar observasi adalah siswa dikatakan aktif apabila memenuhi 3 indikator
dan pasif jika siswa tidak memenuhi dari 3 indikator.

Ketuntasan secara individu : Seorang siswa dikatakan tuntas belajarnya jika ia mencapai nilai
60 dari hasil maksimal 100.
Ketuntasan Klasikal : Seorang siswa dikatakan tuntas secara klasikal bila dikelas tersebut
terdapat minimal 80 % siswa yang tuntas.
Ketuntasn perorangan untuk masing-masing siswa dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Nilai = Skor Perolehan x 100
Skor Maksimal

Untuk menghitung ketuntasan belajar siswa secara klasikal digunakan rumus sebagai berikut :
n
P= ×100 %
N

Keterangan :
P : Tingkat Ketuntasan Belajar
n : Jumlah siswa yang tuntas
N: Jumlah semua siswa
Data yang dipresentasekan kemudian ditafsirkan menggunakan kalimat yamg bersifat kuantitatif
untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencapaian dari masing-masing data yang diperoleh.
Adapun tingkat pencapaian adalah sebagai berikut :

Batas Kategori Predikat

12
T≥ 80 % Sangat baik
70%≤−¿ 80 % Baik
60%≤−¿70 % Cukup baik
50%≤−¿60 % Kurang
Tabel 3.1 Penilaian Kuantitatif

13

Anda mungkin juga menyukai