Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


1. Identifikasi masalah
Berdasarkan hasil pengamatan pembelajaran IPA di kelas IV SDN 173
Kertoraharjo, Kecamatan Tomoni Timur, Kabupaten Luwu Timur khususnya pada
muatan pelajaran IPA masih banyak siswa yang kurang aktif, terlihat ada sebagian
siswa yang menengok ke jendela pada saat pembelajaran berlangsung, ada juga siswa
yang cenderung sering minta ijin keluar kelas. Ada juga peserta didik yang usil atau
mengganggu temannya yang sedang belajar.
Kejadian di atas, mempengaruhi hasil belajar siswa karena nilai yang diperoleh
ternyata masih banyak yang di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM= 65). Dari
data nilai peserta didik dengan jumlah 28 orang, hanya ada 9 siswa yang
mendapatkan nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal KKM atau sekitar 32,14 %. Di
lain pihak, siswa yang mendapat nilai di bawah KKM ada sebanyak 19 siswa atau
sekitar 87,85 %. Padahal, target penulis yaitu sekitar 90 % siswa memperoleh di atas
Kriteria Ketuntasan Minimal KKM, namun nilai peserta didik masih sangat jauh di
bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM.
Proses pembelajaran merupakan masalah pokok yang dihadapi dewasa ini. Dalam
dunia pembelajaran, siswa sering kurang memberi perhatian pada penjelasan maupun
kegiatan materi pembelajaran padahal perhatian erat sekali kaitannya dengan motivasi
bahkan tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Anitah W. (2021 : 1.3) mengemukakan
bahwa : “Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berfikir dan
mersakan.”
2. Analisis Masalah
Penggunaan metode ceramah dan tanya jawab kurang mampu menarik perhatian
dan minat siswa dalam memahami jenis-jenis akar pada tumbuhan pada mata pelajaran
IPA. Penjelasan guru sulit untuk dipahami siswa, guru hanya berceramah dan tidak
menggunakan teknik yang inovatif dan menarik perhatian siswa untuk mencari tahu
dan bereksplorasi ketika membawakan materi jenis-jenis akar pada tumbuhan.
Penjelasan guru yang berbelit-belit serta abstrak membuat materi sulit dipahami oleh
1
siswa. Oleh karena itu, pada saat penilaian harian, nilai yang diperoleh siswa rendah
sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai dan jauh dari yang diharapkan.
3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah
Dari analisis masalah di atas, diharapkan model pembelajaran kontekstual (contextual
teaching and learning) dalam meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SDN 173
Kertoraharjo dapat memberikan konstibusi dalam perbaikan pembelajaran sehingga mutu
sekolah dapat ditingkatkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latarbelakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimana meningkatkan hasil belajar IPA menggunakan model pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and learning) siswa kelas iv sdn 173 kertoraharjo
kecamatan tomoni timur kabupaten luwu timur sulawesi selatan?
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: mendeskripsikan peningkatan
hasil belajar IPA menggunakan model pembelajaran kontekstual (contextual
teaching and learning) siswa kelas iv sdn 173 kertoraharjo kecamatan tomoni timur
kabupaten luwu timur sulawesi selatan.
D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan referensi untuk kegiatan yang sama.
b. Sebagai pertimbangan untuk meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya.
2. Manfaat Praktis.
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat memperkaya wawasan dan pengalaman dalam mengatasi
masalah mengenai meningkatkan keterampilan menulis pada mata pelajaran
bahasa Indonesia di siswa. Penelitian ini juga memberikan pengalamana kepada
peneliti dalam menyusun dan mengembangkan karya tulis ilmiah, khususnya
dalam membuat laporan penelitian.
b. Bagi Siswa.
1) Meningkatkan prestasinya khususnya konsep bagian tubuh tumbuhan pada
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
2) Lebih kreatif, menarik dan bermakna.

2
3) Mendapat pengalaman yang berharga dengan berani berpendapat.
c. Bagi Guru.
1) Sebagai acuan dalam menentukan strategi pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran guna mencapai ketuntasan belajar bagi siswa.
2) Dapat menghidupkan suasana pembelajaran yang lebih menarik.
3) Mendapat kepuasan dari hasil belajar siswa yang meningkat.
4) Mendapat pengalaman yang dalam situasi pembelajaran yang berbeda.
d. Bagi Sekolah.
1) Meningkatkan prestasi belajar pada tingkat sekolah.
2) Target standar ketuntasan minimal dapat tercapai.
3) Menjadi daya tarik bagi calon siswa baru yang akan masuk pada sekolah.
e. Bagi Orang Tua Siswa
Hasil PTK akan memberikan masukan yang berharga tentang prestasi belajar
anaknya sehingga orang tua siswa akan dapat memberikan pembinaan kepada
anaknya untuk tetap menjaga dan meningkatkan proses dan prestasinya.
f. Bagi Peneliti lain
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi yang dapat dijadikan acuan peneliti
lain agar menjadi lebih baik.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Hakikat Belajar
Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam setiap jenjang pendidikan. Menurut Gagne (dalam Sri Anitah, dkk 2021 : 1.3)
mengemukakan bahwa : “Belajar itu merupakan suatu proses dimana suatu organisme
berubah perilaku sebagai akibat pengalaman.” Jadi belajar adalah suatu interaksi peserta
didik yang ingin berubah perilakunya untuk mencari sesuatu sebagai akibat pengalaman
dalam lingkungannya.
Senada menurut Bruner (dalam Amalia Sapriati 2022 : 1.21) mengemukakan bahwa :
“Belajar dan persepsi merupakan suatu kegiatan pengolahan informasi yang menemukan
kebutuhan-kebutuhan untuk mengenal dan menjelaskan gejala yang ada di lingkungan
kita.” Belajar sebagai suatu proses emosional atau proses merasakan kegiatan yang
melibatan perasaan yang aktif.
Selanjutnya menurut Sri Anitah (2021 : 2.5) mengemukakan bahwa : “ Belajar dapat
dikatakan sebagai proses, artinya dalam belajar akan terjadi proses melihat, membuat,
mengamati, menyelesaikan masalah atau persoalan, menyimak, dan latihan.” Proses
belajar mempunyai anggapan untuk melakukan kegiatan pengolahan informasi dalam
menemukan kebutuhan - kebutuhan demi mengenal gejala – gejala yag ada di lingkungan
kita. Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi
manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan lingkungan mereka.
Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan bukan suatu barang yang dapat
dipindahkan begitu saja dari pikiran seseorang (dalam kasus ini pendidik) kepada peserta
didik. Bahkan ketika pendidik bermaksud memindahkan konsep, ide, nilai, norma,
keterampilan dan pengertian kepada peserta didik, pemindahan itu harus diinterpretasikan
dan dibentuk oleh peserta didik sendiri. Tanpa keaktifan peserta didik dalam membentuk
pengetahuan, pengetahuan seseorang tidak akan terjadi.
Dalam modul pembelajaran IPA di SD Amalia Sapriati,dkk ( 2020 : 1.37 )
Mengemukakan bahwa “Proses belajar dianggap sebagai proses input menjadi output
seperti pada sebuah computer”. Berdasarkan dari pernyataan tersebut belajar memerlukan

4
proses untuk mencapai suatu tujuan untuk mencapai tujuan seorang guru harus meguasai
model pengajaran yang efektif.
Menurut Sufyan Ramadhy, Dadi Permadi, ( 2019 : 47 ) Menyatakan “Belajar dapat
di definisikan sebagai proses untuk mendapatkan memory baru. Setelah belajar tingkat
kemampuan otak diukur dari banyak sinapsis yang memperlihatkan perbedaan dengan
kapasitas otak yang rendah”. Dalam proses belajar akan mendapatkan hasil yaitu
pengetahuan dan Pemahaman tentang konsep, kemampuan menerapkan konsep,
kemampuan menjabarkan dan menarik kesimpulan.
B. Model pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning)
Model pembelajaran kontekstual (contekstual teaching and learning) merupakan
proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami
makna materi ajar dan mengaitkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari.
menurut Elaine B. Johnson (dalam Nurdyansyah 2016 : 35). mengemukakan bahwa
“Pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun
pola-pola yang mewujudkan makna dan menghubungkan muatan akademis dengan
konteks kehidupan sehari-hari siswa. “ Jadi, pembelajaran kontekstual merupakan usaha
untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi menetapkan
dan mengaitkan dengan dunia nyata.
Selanjutnya menurut Warsiti (dalam Nurdyansyah 2016 : 36) mengemukakan
bahwa : “ Menerapkan prinsip belajar bermakna yang mengutamakan proses belajar,
sehingga siswa dimotivasi untuk menemukan pengetahuan sendiri dan bukan hanya
melalui transfer pengetahuan dari guru.” Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru
ke siswa, strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.
Menurut Bandono (dalam Nurdyansyah 2016 : 37) mengemukakan bahwa :

“CTL (contextual teaching and learning) merupakan proses pembelajaran yang


holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan
mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi,
sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang dinamis
dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.” penjelasan

Selanjutnya menurut Sanjaya (dalam Nurdyansyah 2016 : 37) menyatakan bahwa :

”Contextual teaching and learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran


yang menekankan proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
5
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan mereka.”

CTL merupakan pembelajaran yang memungkinkan siswa menerapkan dan


mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia
nyata, sehingga pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan dan dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar merubahan pengetahuan, ketrampilan dan sikap dan nilai
yang dipengaruhi oleh factor dari dalam maupun dari luar individu kearah perubahan
yang lebih baik atau yang lebih maju.
C. Pembelajaran IPA
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memerlukan jembatan penghubung untuk
mempertemukan keduanya. Hal ini mendorong para ahli untuk merumuskan teori belajar.
Menurut Budiastra (dalam Amalia Suprapti, 2021 : 1.24) mengemukakan bahwa:
“Dalam penerapannya di kelas Bruner juga mengemukan model pembelajaran di kelas
yang disebut sebagai model pembelajaran penemuan (discovery teaching). Sesuai
dengan teori belajar penemuan, tujuan pembelajaran penemuan ini bukan hanya
untuk memperoleh pengetahuan saja melainkan untuk memberikan kepada peserta
didik, melatih kemampuan berpikir intelektual, dan merangsang keingintahuan
peserta didik.”

Model pembelajaran ini pada dasarnya memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk memperoleh informasi secara mandiri dengan bantuan seorang guru, biasanya
menggunakan benda-benda nyata. Dalam model pembelajaran ini, guru berperan sebagai
pemandu untuk menerima informasi, bukan sebagai sumber informasi. Dalam discovery
learning, Guru perlu memiliki cara yang baik untuk menghindari pemberian informasi
yang dibutuhkan peserta didik secara langsung. Selain itu, model pembelajaran ini
memiliki banyak kelebihan, di antaranya tidak hanya mendapatkan informasi tetapi juga
memudahkan peserta didik untuk mengingat ketika menerimanya. Keuntungan lain
adalah ketika seorang peserta didik menerima informasi, dia akan mengingatnya lebih
lama.
Lebih lanjut Ausubel (dalam Amalia Suprapti : 1.51) mengatakan bahwa “ Belajar
bermakna terjadi apabila informasi baru dapat dikaitkan dengan konsep-konsep yang
sudah terdapat dalam struktur kognitif baru dapat dikaitkan drngan konsep-konsep yang
sudah terdapat dalam struktur kognitif seseorang.” Informasi yang baru diterima akan
disimpan di daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan
pengetahuan tersebut. Konsep-konsep atau gagasan-gagasan perlu diintegrasikan dan
6
disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya.
Selanjutnya penerapan teori Gagne dalam pembelajaran IPA, Rokiyah (dalam
Sapriati, 2020:1.43) menjelaskan bahwa :
“Model mengajar menurut Gagne meliputi 8 langkah yang disebut dengan
kejadian-kejadian instruksional (instructional events) yaitu: 1. Mengaktifkan
motivasi (activating motivation), 2. Memberitahu pelajar tentang tujuan-tujuan
belajar (instructional information), 3. Mengarahkan perhatian (directing
motivation), 4. Merangsang ingatan (stimulating recall), 5. Menyediakan
bimbingan belajar (providing learning quidance), 6. Meningkatkan retensi
(enhancing retention), 7. Membantu transfer belajar (helping transfer of
learning), 8 a. Mengeluarkan perbuatan (eliciting performance), b. Memberi
umpan balik (providing feedback).”

Guru perlu memiliki cara yang baik untuk menghindari pemberian informasi yang
dibutuhkan peserta didik secara langsung. Pembelajaran ini pada dasarnya memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk memperoleh informasi secara mandiri dengan
bantuan seorang guru.

7
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subjek, Tempat dan Waktu Penelitian serta Pihak yang Membantu


a. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitan adalah siswa kelas IV SDN
173 Kertoraharjo. Jumlah siswa yang diteliti sebanyak 28 siswa yang terdiri dari laki-
laki 17 siswa, perempuan 11 siswa.
b. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan SDN 173 Kertoraharjo terletak di wilayah kecamatan
Tomoni Timur. Tempat ini dipilih karena kelas ini menjadi tanggung jawab peneliti
sehingga tidak perlu lagi meneliti di kelas lain.
c. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitan
dilakukan. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 minggu yaitu mulai tanggal 2 sampai
dengan 9 November 20022 pada semester ganjil tahun pelajaran 2022/2023.
Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
No. Hari/Tanggal Mata Pelajaran Materi Siklus

1. Rabu, 26 IPA Fungsi akar Pra Siklus


Oktober 2022
Rabu, 2
2. November IPA Bentuk pertulangan pada Siklus 1
2022 daun
Rabu, 9
3. November IPA Fotosintesis Siklus 2
2022

d. Pihak yang Membantu


a. Supervisor 1, yang membimbing pelaksanaan PKP mahasiswa di kelas
bimbingan PKP.
b. Supervisor 2, yang membimbing mahasiswa yang membimbing pelaksanaan
praktek di kelas.
c. Kepala Sekolah dan Guru serta rekan mahasiswa, yang memberi masukan
berupa saran dan koreksinya untuk perbaikan laporan PKP mahasiswa.

8
d. Teman Sejawat, yang membimbing peserta didik yang melakukan praktek
perbaikan di kelas.
e. Penilai Praktek Perbaikan Pembelajaran, yang menilai perencanaan dan
pelaksanaan Praktek Perbaikan Pembelajaran.
B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran

Gambar 3.1: Siklus I dan II

Merujuk pada proses penelitian Kemmis dan Mc.Taggart maka rencana tindakan terdiri dari
tahap-tahap sebagai berikut:
1) Perencanaan
Setelah menemukan masalah, Penulis merencanakan tindakan yang akan dilakukan. Kegiatan
perencanaan meliputi:
a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaraan kontestual (contextual teaching and learning) pada materi Bentuk
pertulangan pada daun
a. Guru mempersiapkan perangkat dan peserta didik dibagi di dalam kelompok-
kelompok kecil 3-5 orang
9
b. Mempersiapkan kelompok peserta didik untuk mengikuti diskusi dan kegiatan
pembelajaran sesuai model pembelajaran kontestual (contextual teaching and
learning).
c. Membuat tes hasil evaluasi pembelajaran peserta didik yang sesuai dengan indikator-
indikator capaian kompetensi peserta didik.
d. Menyusun materi ajar yang akan disampaikan kepada peserta didik.
2) Pelaksanaan
Guru melaksanakan pembelajaran sesuai Rencana Perbaikan Pembelajaran yang telah
disusun pada siklus I, dengan langkah- langkah kegiatan antara lain:
a) Membuka pelajaran.
b) Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan apresiasi.
c) Membentuk kelompok untuk berdiskusi yang terdiri dari 5 siswa tiap
kelompok.
d) Menjelaskan yang harus dilaksanakan oleh tiap kelompok.
e) Memberi tugas pada siswa untuk melaksanakan diskusi kelompok.
f) Memberikan nilai proses selama diskusi berlangsung.
g) Membimbing siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
h) Membantu siswa menyimpulkan hasil diskusi kelompok
i) Memberikan evaluasi.
j) Membuat kesimpulan bersama-sama siswa
k) Menutup pelajaran.
3) Pengamatan
Kegiatan pengamatan dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Aspek yang ingin diamati adalah aktifitas pendidik dan aktifitas siswa selama
pembelajaran mengenai mengidentifikasi fungsi akar, bentuk pertulangan pada
daun, dan fotosintesi dengan menggunakan model pembelajaran kontestual
(contextual teaching and learning), yang bertindak sebagai observer dalam
penelitian ini adalah pendidik kelas IV SDN 173 Kertoraharjo, Kecamatan Tomoni
Timur, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
4) Refleksi
Dengan berakhirnya pembelajaran pada siklus I, guru mengadakan refleksi, dengan
mempelajari data yang telah dikumpulkan dan mengambil kesimpulan pembelajaran

10
yang telah dilakukan pada siklus I ternyata apabila belum dapat memenuhi standar
yang diharapkan, maka perlu adanya perbaikan yang dilakukan pada pembelajaran
siklus II.
C. Teknik Analisis Data
Pada tahap ini teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah :
1. Observasi
Teknik observasi digunakan untuk mengamati dan mengetahui sejauh mana antusias
siswa mengikuti proses pembelajaran, penyebaran keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran serta kegiatan guru dalam pembelajaran.
2. Tes Tertulis
Tes tertulis yang digunakan di sini termasuk dalam tes formatif. Tes tertulis diberikan
kepada peserta didik pada akhir pembelajaran. Hal tersebut bertujuan untuk mendapat
data kuantitatif berupa nilai yang menggambarkan target yang harus dicapai serta sejauh
mana hasil belajar yang diperoleh peserta didik pada materi pembelajaran mengenai
bentuk pertulangan pada daun dengan menggunakan model pembelajaran kontestual
(contextual teaching and learning).
3. Analisis Data
Analisis data dilakukan sesuai pembahasan sebelumnya yaitu dengan
membandingkan antara skor nilai pada setiap siklus dengan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang telah ditentukan di SD 173 Kertoraharjo adalah 65. Oleh
karena itu setiap siswa dikatakan tuntas belajar apabila nilainya mencapai atau
melebihi nilai Kriteria Kentuntasan Minimal. Sebaliknya, siswa dikatakan belum
tuntas apabila nilainya tidak mencapai atau kurang dari nilai Kriteria Kentuntasan
Minimal. Sementara pembelajaran dikatakan berhasil secara klasikal apabila
minimal 85% siswa mencapai KKM. Hasil belajar siswa dikumpulkan dalam
bentuk data. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif persentase dengan rumus sebagai berikut:
F
P= x 100
%N

Keterangan:
P = Persentase siswa yang sudah tuntas dan belum tuntas
11
F = Frekuensi / jumlah siswa yang tuntas dan belum tuntas
N = Jumlah siswa keseluruan
Pengelompokan skor kemampuan siswa dilakukan dengan kriteria
yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
sebagai berikut:
Skor 0 – 3,4 = sangat rendah
Skor 3,5 – 5,4 = rendah
Skor 5,5 – 6,4 = sedang
Skor 6,5 – 8,4 = tinggi
Skor 8,5 – 10 = sangat tinggi

12

Anda mungkin juga menyukai