Anda di halaman 1dari 2

Mengenang Masa SD, Dan SMP, Sebelum COVID-19 Menyerang

Aku adalah seorang gadis yang lahir dari keluarga sederhana. Namaku Sindi aku lahir di
Margomulyo pada tanggal 10 Juni 2004. Aku dibesarkan dengan didikan yang keras, namun
mampu memberikan pengaruh baik pada diriku.
Ayahku adalah seorang petani. Sedangkan ibuku adalah seorang ibu rumah tangga(IRT), dan
buruh. Meskipun berasal dari keluarga yang sederhana, tetapi aku memiliki mimpi yang
tinggi untuk menjadi orang sukses. Aku memiliki mimpi untuk membahagiakan kedua orang
tuaku suatu hari nanti.
Dari cara mereka mendidikku mungkin sedikit keras. Itu dilakukan agar aku menjadi anak
yang mandiri dan tidak cengeng. Ibu juga sering mengatakan, jangan melihat apa yang
dimiliki oleh orang kaya, tetapi bersyukurlah dengan apa yang kita punya. Ya, selama ini
hanya ibu yang banyak menasehati dan mengajariku dari kecil. Bisa dibilang lebih dekat
dengan ibu.
Kisahku di mulai dari masuk sekolah dasar kelas 1. Pada masa itu, aku masih belum
memahami materi apapun. Aku selalu mendapat nilai rendah di setiap mata pelajaran dan
aku juga lemah dalam menghitung. Di rapor ku pasti selalu di isi dengan kata kata “belajar
lebih giat lagi”. Sampai naik kelas 3 pun aku masih lemah dalam menghitung,apalagi di
tambah dengan perkalian dan pembagian yang sama sekali tidak aku pahami. Sampai ketika,
aku mendapat nilai 0 untuk mata pelajaran matematika aku sangat takut untuk
memperlihatkannya pada ibuku. Rasanya ingin ku robek saja hasilnya agar tidak dilihat.
Dengan rasa takut akhirnya aku menyerahkan nilai itu kepada ibuku dan benar dugaanku,
kalau ibu pasti sangat marah melihatnya. Pahaku dicubitnya sampai membiru.
”Tau gini sudah aku robek kertasnya biar tidak di cubit” gumamku dalam hati.
“ Apa dayaku nasi sudah menjadi bubur terima saja akibatnya”.
Dari nilai itu ibu jadi sangat tegas padaku, ia mengajariku dari pulang sekolah sampai malam
sehingga aku tidak memiliki waktu untuk bermain. Aku selalu menangis ketika di ajari, jadi
agar aku diam dan menurut, ibu mencubit pahaku dan mengatakan jika aku menangis lagi ia
akan mencubitku. Selama di ajari aku selalu mendapat cubitan. Tapi hal baiknya, pelan pelan
aku mulai memahami beberapa mata pelajaran, dan hitung hitungan. Aku pun belajar dan
belajar setiap pulang sekolah dan di malam hari bersama dengan ibuku. Dan aku juga sudah
tidak menangis lagi, jadi aku tidak mendapatkan hadiah cubitan. Akhirnya tiba saat
pembagian rapor awalnya, aku takut jika nilaiku sangat rendah tapi ternyata, aku masuk 10
besar. Akupun langsung memperlihatkannya kepada ibuku, dan ia mengatakan “ Jika kamu
mampu meraih peringkat 1 kamu akan ibu berikan hadiah” . Tentu saja itu tantangan berat
untukku karna persaingannya lumayan susah. Tetapi aku tidak menyerah, aku mulai belajar
siang malam sampai mengorbankan waktu bermainku. Sambil belajar, aku mengingat
kembali tegasnya ibu ketika mengajariku pada saat itu, dan ternyata bisa memberikan hasil
yang sangat memuaskan. Akhirnya, setiap kenaikan kelas peringkatku selalu naik dan tetap
di peringkat 5 besar. Hal ini semakin membuat saya semangat untuk mengejar peringkat 1
ya, walaupun sedikit mustahil tapi masih tetap di usahakan. Sampai pada suatu ketika
sekolah mengadakan berbagai macam perlombaan untuk memperingati hari “ Pendidikan
Nasional” setiap tanggal 2 mei. Sekolah mengadakan lomba cerdas cermat antar kelas,
lomba membaca puisi, berpidato, dan masih banyak lagi. Disini saya mengikuti lomba cerdas
cermat antar kelas, dimana per tim hanya berjumlah 3 orang. Aku dan timku mendapatkan
juara ke -2. Selain lomba cersdas cermat, aku juga mengikuti lomba membaca puisi, dan
aku mendapatkan juara ke-2. Saat pemberian hadiah aku di panggil untuk maju kedepan.
Saat pulang sekolah aku langsung memberitahu ibuku kalau aku meraih juara ke-2. Singkat
cerita, aku duduk di bangku kelas 5 dan memasuki awal semester 2. Hampir saja di semester
ini peringkatku menurun karena, aku jarang belajar mungkin karena bosan belajar terus
jadinya aku menggunakan waktuku untuk bermain. Ternyata tidak seperti yang aku pikirkan,
saat masih duduk di bangku kelas 4 aku hanya mendapatkan peringkat 4 dan turun saat
menduduki bangku kelas 5 pada awal semester 1 menjadi peringkat 5. Makannya aku
mengira jika peringkatku akan turun lagi. Hal yang sangat tidak terduga adalah saat
pembacaan nama siswa yang meraih peringkat 3 besar. Ternyata namaku disebutkan saat
pembacaan peringkat ke-2. Menangis haru karena bisa meraih peringkat ke-2 yang selama
ini aku kira tidak mampu meraihnya. Ya walaupun, aku tidak mampu meraih peringkat
pertama tetapi aku bangga kepada diriku karena bisa mendapatkan peringkat. Yang
awalnya aku tidak mengerti materi apapun, akhirnya mampu meraih peringkat. Sampai
kenaikan kelas, dan tamat pun aku masih mempertahankan peringkatku. Tetapi
peringkatku turun saat menduduki bangku SMP. Saat itu semangat belajarku menurun dan
sangat berpengaruh pada nilaiku. Aku hanya mendapat peringkat ke-3 pada saat itu.
Kemudian aku memutuskan untuk belajar lebih giat lagi dan benar saja aku mampu meraih
peringkat ke-2, sepertinya aku hanya mampu meraih peringkat tersebut. Di SMP aku juga
mengikuti organisasi seperti osis dan PMR(Palang Merah Remaja). Tetapi aku hanya aktif
pada organisasi osis di banding PMR karena kegiatan PMR pada waktu itu tidak begitu aktif.
Singkat cerita, tiba saat virus corona atau biasa disebut Covid-19 ini menyebar, akhirnya
sekolah meliburkan seluruh siswa. Rencananya akan di liburkan 2 minggu ternyata, sampai
2 tahun di liburkan dan aku sudah menduduki bangku SMA . Tidak terasa baru kemarin
mendaftar SMP tapi karena covid, sekolah diliburkan. Tiba tiba aku sudah mendaftar SMA
saja. Di SMA pun masih belajar dengan sistem daring jadi lebih banyak waktu untuk bermain
Hp ketimbang belajar. Semuanya bisa di cari di Hp bukannya tambah pintar malah jadi
malas belajar. Saat menduduki bangku SMA ini nilai ku sangat jauh ketinggalan dibanding
saat masih SMP mungkin karena efek daring dan lebih banyak waktu bermain Hp
ketimbang belajar. Selain itu persaingannya juga sangat keras. Ada beberapa materi yang
kurang saya pahami sampai saya naik kelas 12 yaitu mata pelajaran Kimia, Fisika, dan
Matematika Sains(MTS). Tapi tidak menutup kemungkinan jika aku akan terus seperti itu
aku akan berusaha bagaimana caranya agar aku mampu memahami semua materi.
Pengalaman yang saya dapatkan selama ini sangat memberikan dampak positif dan juga
negatif, tetapi menjadikan pribadi yang tahan banting dan tidak menyerah meskipun masih
memiliki banyak kekurangan. Semoga apa yang selama ini menjadi harapan orang tua akan
tercapai kedepannya.

Anda mungkin juga menyukai