Anda di halaman 1dari 5

REMIDIAL BAHASA INDONESIA

Disusun Oleh :
Nama : Zainal Mukti Hasan
Kelas : XII

SMK AL-KAUTSAR ADILUWIH


KAB. PRINGSEWU PROV. LAMPUNG
TA. 2022/2023
Cerpen Pendidikan
“TUHAN JADIKAN AKU JENIUS”
Awal kehidupan dari bawah tentunya juga akan mempunyai ilmu yang masih bawah.
Keinginan menjadi Bintang belum terfikirkan dalam otakku. Karena masa kecilku aku masih
hanya mengetahui hal-hal yang kecil ya seperti main, belajar. Dan dalam belajar saja aku
masih dalam tahap meraih pintu ilmu dunia.

Guru yang paling setia mengajariku tak lain adalah ibuku sendiri saat TK meskipun aku
sekolah aku jarang masuk otak karena biasalah guru killer. Dirumah akuu diajari ibuku
menulis, membaca huruf demi huruf hingga aku bisa mencapai kalimat dan tentu bisa
membaca cerita.

Saat aku memasuki SD kelas 1 awal aku beradaptasi di sekolah itu, selama 1 tahun aku tidak
mencapai tingkat baik nilaku jelek pokoknya tidak memuaskanlah dilihat, tapi syukurnya aku
naik kelas tentu ke kelas 2 ya. Di kelas 2 aku bisa mengerti hal-hal banyak tentu keinginan ya
harapan disitulah dan saat itulah harapan muncul dari relung hatiku.

Aku belajar namun aku dari dulu aku tidak pernah belajar ngetril seperti tidak lihat tv aku
selalu lihat tv dengan belajar namun aku selalu mudeng dan bisa. Di tingkatan kelas 2,
peningkatan tampak saat itu yaitu aku mendapat ranking 4 hal yang tak disangka datang.
Yang mulanya kelas 1 membaca saja masih kurang di kelas 2 aku bisa meraih peningkatan
drastis.

Pergantian jenjang membuatku semakin dewasa tentunya dalam berfikir. Aku mempunyai
harapan menjadi pintar. Dannnnn untuk jadi pintar di SD ku, saat itu sulit karena persaingan
antar murid sungguh menantang karena teman-temanku anak yang pintar-pintar. Namun
harapanku tak pernah pupus akan apa realita, yang ada aku selalu bisa masuk 5 besar/ 3 besar.
Belajar dari yang Tak Pernah Diajar

Pagi itu aku sedang sarapan dengan sangat tenang tiba-tiba tersendak karena aku
melihat jam sekarang pukul 7. Aku menggoes sepedaku. Sialnya gerbang sekolahku
sudah ditutup dan dengan wajah kesal pak satpam berkata padaku di balik pintu
gerbang.

Lalu dibukakannya pintu gerbang ini, namun aku bersama murid lain dihukum berdiri
di lapangan basket hingga jam pertama selesai. Aku melirik pos satpam, tempat
dimana laki-laki itu di setiap pagi datang dan juga bekerja sampai suatu sore hari
tiba.

Namanya Pak Asep, namun anak-anak sering memanggilnya dengan “Mang Oray”,
entah aku tak tau dari siapa orang pertama pencetus panggilan tersebut pada Pak
Asep. Dia memang sangat popular di SMA Negeri 1 sebab dekat dan ramah dengan
murid-murid, khususnya kepada murid laki-laki.

Lama setelah itu semakin akrab dengan satpam yang tersebut, kawan-kawanku
selalu akan memanggilnya Mang Oray. Pernah suatu saat dia menceritakan
kepadaku dan juga kawan-kawanku tentang dia sewaktu dan seusia kami.

“ Dulu, Mamang juga pernah sekolah seperti kalian. Tapi mamang tidak dapat
melanjutkannya hingga selesai, karena orang tua mamang yang tidak bisa
membiayainya” imbuh dia dengan senyum untuk menutupi.

“Kalian, harus bisa memanfaatkan kesempatan kalian untuk bersama mengais ilmu
disini, makanya mamang suka sangat marah pada kalian yang suka terlambat
masuk” sambungnya.

Dia kemudian masih melanjutkan ceritanya. Ternyata di dalam rumahnya dia


menyediakan perpustakaan mini untuk mereka para tetangganya yang ingin sekolah
namun mereka terkendala ekonomi keluarga. Aku pun menjadi sangat kagum
dengan berbagai perjuangan Pak Asep. Ditengah biaya hidup yang kini semakin
susah, kulit kian menjadi keriput serta rambut kian memutih, dia masih bisa selalu
membantu orang-orang di sekitarnya. Terimakasih, Pak.
Judul: Nasehat Ayah

Aku adalah siswi kelas XI di SMPN 121 JAKARTA UTARA. Aku mempunyai cita-cita yang
tinggi.

Aku bercita-cita ingin menjadi seorang guru bahasa Indonesia, karena aku sangat menyukai
pelajaran di bidang sastra dan bahasa.

Setelah lulus SMP nanti, aku sangat ingin melanjutkan ke SMAN 75, tetapi orang tuaku tidak
mendukung niat ku ini.

Saat di rumah, aku dan keluargaku sedang berkumpul di ruang tamu, ayahku mengawali
percakapan dengan menanyakan nilai rapor bayanganku yang sudah dibagikan.

"Nak bagaimana dengan nilai rapormu? Apakah kamu puas dengan nilai rapormu?," tanya
Ayah kepadaku.

"Alhamdulillah, Yah! Nilai raporku lumayan bagus, hanya 2 mata pelajaran yang di bawah
KKM" kataku.

"Dan aku sudah cukup puas dengan nilai raporku. Bagaimana dengan Ayah? Apa Ayah
puas dengan nilai raporku?," kataku lagi.

"Iya Nak, Ayah juga sudah puas dengan hasil belajarmu. Pesan Ayah, kamu rajin belajar
lagi, supaya nanti bisa masuk SMA Negeri," kata Ayah dengan nada menasihati.

"Iya Yah, aku juga inginnya seperti itu. Aku ingin masuk ke SMAN 75 kalau lulus SMP nanti."
kataku sambil menjelaskan.

Saat aku berbicara seperti itu, sepertinya ada rasa kecewa di raut wajah Ayah. Aku jadi
merasa bersalah. Suasana pun hening sejenak. Ibu lalu datang membawakan minum untuk
Ayah.

"Ini Yah, diminum dulu tehnya," kata Ibu sambil menyodorkan secangkir teh kepada Ayah.

"Terima kasih ya Bu," kata Ayah sambil mengambil teh yang Ibu berikan.

Setelah itu, Ibu duduk di samping Ayah, dan ikut menginterogasiku.

"Memangnya kamu setelah lulus SMP ingin melanjutkan ke SMA mana Nak?," kata ibu.

"Kalau aku sih ingin masuk ke SMAN 75 Bu," kataku.

"Menurut Ayah, kamu lebih baik melanjutkan sekolah ke SMAN 110 saja Nak," kata ayah.
"Loh! Memangnya kenapa Yah." kataku dengan nada yang tinggi.

"Begini loh Nak! Menurut Ayah SMAN 110 itu sekolahnya cocok untuk kamu Nak. Karena
kan sekolahnya juga tidak terlalu jauh dari rumah kita.

Bukannya Ayah melarang kamu untuk memilih sekolah sendiri, tetapi Ayah hanya memberi
saran untuk kamu, Nak," nasihat Ayah panjang lebar.

"Iya loh Nak! Menurut Ibu, saran Ayahmu itu juga bagus. Karena kan kalau sekolahnya
dekat itu, tidak memerlukan ongkos.

Selain bisa menghemat ongkosnya, bisa membuat kamu bebas dari macet dan tidak
terlambat saat ke sekolah," kata Ibu.

Aku hanya bisa diam saat Ayah dan Ibuku berkata seperti itu. Aku sedikit kecewa dengan
mereka. Tetapi aku tidak mau mengecewakan mereka.

Aku berfikir sejenak, dan setelah ku pertimbangkan, omongan Ayah dan Ibuku ada benar
nya juga, aku juga tidak perlu menghabiskan waktu ku untuk berangkat dan pulang sekolah.

"Baiklah Yah, Bu, aku akan mengikuti nasihat Ayah dan Ibu. Aku akan melanjutkan
sekolahku ke SMAN 110 saja." kataku sambil tersenyum kepada ayah dan ibuku.

"Wah!! Bagus kalau kamu mau mengikuti nasihat Ayah dan Ibu" seru Ayah.

"iya. Ibu juga ikut senang kalau begitu," kata Ibu.

"Iya Bu, setelah aku fikir -fikir, omongan Ayah sama Ibu ada benarnya juga." kataku.

"Iya Nak, Ayah harap kamu bisa tambah giat belajarnya. Supaya nanti bisa dapat nilai tinggi
saat UN ya." kata Ayah sambil mengelus kepalaku.

"Iya Yah. Terimakasih atas nasihat Ayah. InsyaAllah aku akan giat lagi belajarnya Yah,"
kataku.

Ternyata setiap nasihat itu mempunyai makna tersendiri. Dari nasihat Ayah, aku bisa belajar
menjadi anak yang tidak egois dan mau mendengarkan nasihat yang Ayah berikan.

Karena setiap nasihat dari orang tua itu selalu benar dan bermanfaat bagi anaknya.

Setiap orangtua tidak akan pernah mau menyesatkan anaknya sendiri. Justru orang tua itu
akan terus menuntun anaknya ke jalan yang benar.

Anda mungkin juga menyukai