Anda di halaman 1dari 3

SEPENGGAL KISAH DALAM LAMUNAN

Malam ini ku duduk di teras sempit depan rumahku namun meski sempit cukup nyaman jika
hanya sekedar untuk mendinginkan kepala, deru suara jalanan dan gemericik air hujan
menambah suasana meriah malam ini. Secangkir teh bajakah setia menemaniku malam ini
juga malam-malam yg lainnya. Mungkin banyak yang bertanya kenapa teh bajakah? Sakit
kah? Tidak teh ini memang rutin ku minum selama tiga bulan ini hanya untuk menjaga
kesehatan dan daya tahan tubuh, mengingat saat ini banyak penyakit berkeliaran ku anggap
ini adalah bagian dari ikhtiar saja mudah-mudahan senantiasa di berikan kesehatan oleh Allah
SWT.

Ketika kepulan asapnya mulai menghilang langsung kuseruput sambil menatap jauh ke depan
jalan, entah kenapa tiba tiba aku terseret jauh pada kehidupanku belasan tahun yang lalu. saat
pertama kali menjadi pengajar di sebuah sekolah swasta di daerah legok nyenang pancawati
saat itu usiaku baru 20 Tahunan, sungguh sebuah perjuangan yang luar biasa, aku tersenyum
sambil berkata dalam hati “Aku hebat,,, kerikil hingga batu besar mampu kulewati meski
harus terjatuh sampai berdarah-darah, bisa sampai di titik ini sungguh sebuah prestasi yang
sangat luar biasa bagiku” ucapan syukur tak henti-henti ku ucapkan terimakasih Allah selama
ini tak pernah meninggalkan aku, aku yang lemah ini tidak mungkin bisa sampai di titik ini
tanpa tuntunan dan bimbingan dariMU Masyaallah...

Aku berasal dari keluarga broken home saat itu, dari kecil aku di asuh oleh kakek nenekku
yang memang seorang guru di sebuah SD dan juga guru ngaji, ibuku saat itu adalah seorang
janda dan juga buruh pabrik di sebuah perusahaan sepatu, Ayahku ada dikampung
halamannya di indonesia timur sana, aku ditinggalkannya sejak usiaku 4 tahun. Setiap hari
ibuku pergi pagi pulang larut malam untuk bertemu dan sekedar mengobrol saja sulit kurasa.
entah karna dari kecil di urus oleh kakekku yg seorang pengajar mungkin aku tertular,
kujadikan ia cermin dan motivator dalam hidupku sehingga keinginan dan cita-citaku sejak
kecil adalah menjadi seorang guru, sampai akhirnya ketika masuk perguruan tinggipun tak
fikir panjang langsung masuk ke Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas
swasta tertua di Bogor.

Karna sering ditinggalkan orang tua aku tumbuh menjadi anak yang mandiri dan kuat, aku
cukup tau diri dengan keadaanku sehingga aku tak pernah neko neko dalam bergaul, dalam
pikiranku aku harus fokus dengan tujuan hidupku, aku tak boleh bergantung kepada orang
lain, aku harus sampai ke tujuanku meski harus merangkak, aku tidak mau seperti orang
tuaku hanya menjadi buruh pabrik dan gagal dalam rumah tangga, kelak ketika aku sukses
berumah tangga dan memiliki anak, anakku tidak boleh merasakan hal yang sama denganku
saat kecil, itu sungguh sangat menyakitkan. Begitu terus ku doktrin fikiranku sedari kecil.

Kuliahku berjalan dengan baik, semakin hari banyak kebutuhan yang harus dipenuhi,
namanya juga mahasiswi banyak kebutuhan dan banyak maunya. Namun sayangnya setiap
kali aku membutuhkan uang untuk membeli buku atau photocopy materi bahkan ke warnet
dan print tugas aku selalu ragu memintanya kepada orang tuaku, padahal saat itu keuangan
orang tuaku mulai membaik. Hingga satu waktu di awal semester 3 kuputuskan untuk
mencari pekerjaan, aku melamar ke satu sekolah swasta di sebuah kampung di kaki gunung
jauh dari jalan raya hasil dari informasi salah satu saudaraku dan Alhamdulillah di terima,
meski cukup jauh dari rumahku dan akan menghabiskan banyak ongkos tapi aku senang dan
bahagia ku anggap ini adalah langkah awal aku menguji diri untuk menjadi seorang pendidik,
tidak memprioritaskan penghasilan yang penting belajar terjun langsung kelapangan.

Perjuangan dimulai saat itu, jika dibayangkan saat ini rutinitas yang sungguh melelahkan,
bagaiman tidak setiap hari dari senin sampai dengan Jumat, pukul 07.00 aku berangkat
mengajar hingga pukul 12.30 langsung kejar waktu berangkat kuliah dan harus sampai
kekampus itu pukul 14.00 perjalanan tanpa hambatan sekolah-kampus memang 90 menit
namun jika macet akan memakan waktu lebih, dimarahi dosen karna terlambat sudah
makanan sehari-hari itu sudah tak membuatku malu lagi, selesai kuliah pukul 17.30 solat
magrib di kampus baru bisa pergi pulang pukul 18.30 sampai kerumah pukul 20.30, belum
lagi saat ada tugas kampus dan terkadang harus menyiapkan tugas untuk siswa siswiku esok.

Aku senang aku enjoy dengan rutinitasku saat itu, meski terkadang datang juga rasa lelah,
capek, marah, kesal, dan yang paling parah moodku hilang seketika mengobrak abrik
pikiranku sampai aku ingin berhenti dititik itu. Namun setiap kali rasa itu datang ku
bayangkan sosok orang-orang yang aku cintai, kubayangkan juga orang-orang yang
memandang aku dan ibuku sebelah mata. “dinikahkan saja sudah jangan di sekolahkan”,
“anak seorang janda yg juga buruh pabrik mau jadi apa”, “kasian anak kurang kasih sayang”,
“maklumlah anak broken home” HHHHHeeeeyyyyyyyyyyyyyyyyy.....cukupppp hentikan!!!
kalian bukan tuhan, kalian bukan aku, kalian saksikan aku akan sukses akan kubuktikan
sampai mata kalian terbelalak, ingin rasanya berteriak didepan mereka namun untuk apa
kupikir, Seketika semangat itu membara lagi dan menenggelamkanku dalam rutinitasku
kembali.

Kujalani hari-hariku itu dengan penuh rasa syukur. Aku mengajar di perkampungan tentu saja
fasilitas yang adapun tidak seperti sekolah-sekolah di perkotaan, tidak ada komputer,
perpustakaan, apalagi lab di pikiran mereka mungkin bisa sekolah saja sudah untung,
terkadang kulihat muridku sedang ngojek setelah pulang sekolah atau ke kebun mencangkul
dan mencari rumput untuk kambing peliharaannya, pemandangan itu sudah biasa kulihat.
Aku pikir mereka bisa sukses dan mendunia meski ada di perkampungan meski sekolah tak
berfasilitas, oleh karna itu saat itu aku ingin memberikan pendidikan yg berkualitas untuk
mereka meski saat itu ilmuku baru seujung kuku kuliahpun belum selesai. Buku pelajaranpun
tak ada, kusuruh beli katanya bingung beli dimana dan harganya mahal, kubuatkan diktat
untuk mereka meski harus begadang setelah pulang kuliah tak apa demi mereka,
Alhamdulillah diktatku bermanfaat dan dipakai oleh mereka sampai saat ini.

4 tahun itu sungguh waktu yang cemerlang untukku, bergulat dengan waktu yang tiada henti
bahkan membuang waktu sedikit saja kurasa sayang sekalih saat itu. Aku lulus di awal tahun
2011 dengan predikat biasa saja sih aku memang tidak termasuk mahasiswi berprestasi tapi
IPKku tetap kepala 3, nilai yang menurutku bagus dan cukup untuk menjadi modal dalam
karirku. Setelah lulus barulah waktuku sedikit senggang aku bisa bermain meluangkan
waktuku dengan teman-teman untuk sekedar ngobrol dan ngopi juga memanjakan diri.
Sampai akhirnya di tahun 2015 aku bertemu dengan jodoh keduaku, aku diterima di sebuah
sekolah Negeri sungguh hadiah dari Allah untuk kerja kerasku yang sudah kulakukan
bertahun tahun. Kurasa ini adalah sebuah prestasi karna dari situ keberadaanku sebagai guru
mulai di akui oleh orang-orang sekitarku termasuk orang-orang nyinyir itu.

Telah ku buktikan kepada mereka ku kalungkan kehormatan untuk orang tuaku, mereka
bangga ya kulihat mereka bangga denganku itu saja sudah cukup untukku. Perjuangan itu
akhirnya membuahkan hasil, lelah itu akhirnya terbayar, tangis itu akhirnya reda terbawa arus
ombak sampai ke samudra lepas, Aku bahagia...Perjuanganku belum berakhir, masih banyak
cita-cita lagi yg harus kucapai. Tubuhku masih tegap, jari jemariku masih lincah, tulangku
masih kuat akan kuraih itu semua. Bissmillah semua atas kehendak Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai