Anda di halaman 1dari 3

Namaku Nuri Annisa, sekarang aku duduk dikelas Xll Akuntansi di SMK Swasta Eria Medan.

Kali ini aku


akan berbagi sedikit kisah untuk semua, semoga apa yang kutulis disini tidak hanya sekedar untuk
sebuah cerita yang akan kalian kenang, tapi juga terdapat sesuatu yang mungkin akan menjadi secuil
pengalaman atau pembelajaran.

Kala itu...

Pendar jingga mulai menghilang dari peraduannya, menyambut malam dengan angin yang menerpa.
Helaan napas kembali keluar dari mulutku, dan aku baru saja turun dari angkutan umum yang biasa
kunaiki. Langkahku seakan berat untuk kembali kesana, namun apa mau dikata, aku tak bisa egois demi
orang tua dan dua tahun perjuanganku. Bersikap biasa seolah tak terjadi apa-apa, karena aku tau akan
ada sesuatu yang Allah beri setelah penantian panjang ini. Dimana ada banyak sekali alasan yang
membuatku bungkam karena tak ingin orang tua sedih dan kecewa. Berusaha sekuat mungkin untuk
tetap berdiri sendiri. Hari ini, aku harus kembali pulang ketika matahari sudah ingin beranjak dan
berganti malam. Dikarenakan tadi mengikuti dua materi sekaligus untuk kajian, ditambah macet yang
sudah menjadi hal biasa ketika sore tiba. Jam dimana orang bekerja pulang untuk kembali ke rumah.

Aku adalah anak perantau, yang sekolah jauh dari pengawasan orang tua. Dengan keinginan yang kuat
serta keras kepala yang tak bisa dipatahkan. Yang kini membuatku kembali berada di kota kelahiran, kota
yang dulu selalu melahirkan tawa gurat bahagia. Ingatanku kembali pada saat dimana aku bersikeras
untuk tetap melanjutkan pendidikan di kota ini. Yang aku pun tau bahwa ayah dan ibu sebenarnya cukup
berat untuk melepaskan aku pergi, takut terjadi sesuatu katanya, apalagi aku adalah anak perempuan
bungsu mereka, orang tua mana yang tak khawatir ketika anak mereka harus jauh dalam kurun waktu
yang cukup lama meski dia akan pulang ketika musim liburan tiba. Lalu memori di kepalaku seakan
kembali pada beberapa Minggu kemarin,

_Dan sekarang disinilah aku, duduk diantara orang asing yang dulu sama sekali tak kukenal. Di kelas yang
penuh tawa serta lawakan yang selalu tercipta, yang kadang membuatku berfikir akan berat nantinya
ketika aku akan berpisah dan kembali melanjutkan hidup yang sesungguhnya. Ada haru ketika mengingat
bahwa waktu untuk duduk disini hanya tinggal hitungan bulan. Dan setelahnya aku masih merasa abu-
abu dengan rencana yang sudah kurancang._

Terlalu lama berjalan sambil melamun kini aku tersadar ketika kedua langkah kakiku berakhir dirumah
ber cat kuning dan pintu berwarna coklat serta pagar hitam dengan aksen klasik disana, menandakan
bahwa rumah ini sudah cukup terbilang tua, walaupun masih sangat kokoh dan kuat dilihat dari
dindingnya. Aku tinggal bersama dengan dua ibukku, adik dari ibu kandungku.

Seperti biasa, setelah tiba dirumah tak banyak yang kulakukan, membersihkan diri dan menghamba
untuk Sang Khalik, lalu istirahat, yah untungnya sedang tidak ada tugas. Kalaupun ada, paling besok aku
yang akan kelimpungan sendiri untuk mengerjakan, hihi. Setelah semalam, pagi ini aku kembali
menjalankan rutinitas sehari-hari, yaitu sekolah. Sekolah ku ini menurutku hampir lebih mirip seperti
rumah sakit, hihi. Bukan tanpa alasan, itu karena susunan nya yang memanjang dengan lorong di tengah
lalu tinggi ke atas dengan 4 lantai, ditambah cat putih dan tambahan abu abu yang menempel di
dindingnya.
Hmm, apalagi kelasku ada di lantai 4. Allah, dulu saat awal kelas x aku bahkan akan mengalami pegal-
pegal di bagian kaki akibat naik turun tangga 4 lantai setiap hari, karena belum terbiasa mungkin.
Kebiasaan buruk ini menderaku hampir 3 bulan sekolah, tapi Alhamdulillah setelahnya kaki ku tampak
bisa diajak kompromi dan terbiasa. Tapi tetap, sampai sekarang aku dan teman yang lain selalu berucap.

"Ya Allah, kapan yah Eria punya lift, capek ini naik turun tangga aja".

Belum lagi kalo uda telat, belum habis tarik nafas, udah bakal kena hukuman di piket. Masih enak kalo
yang jaga piket ibu-ibu baik yang cuma nyuru salim, ngisi absen terus langsung masuk. Gimana kalo yang
pas gak enak, abis salim pasti bakal lari keliling atau parahnya gak boleh masuk sampai jam istirahat. Tapi
gak apalah ya, biar bisa jadi pengalaman pas nanti uda lulus biar keinget, kalo dulu aku juga pernah
bandel walau takut-takut.

Sekolah ini memberi warna, warna untuk ku menjadi manusia yang lebih berkembang, menjadi lebih
banyak tau wawasan dan menjaga kebersamaan. Dari mereka-mereka yang saat ini ku sebut teman, dan
beberapa sahabat yang perannya sangat penting untuk kemajuan ku sekarang. Dan guru-guru yang sama
berartinya untukku bahkan mereka adalah penopang paling kuat dan pengajar paling sabar yang mampu
membuatku ada di titik sekarang. Penjagaan selayaknya orang tua menjaga anaknya, pengajaran yang tak
kenal batas serta kegigihan tanpa batas. Kata terimakasih bahkan sudah tak cukup dan terlalu biasa
untuk mengapresiasi kesabaran dan ketekunannya dalam mengajar.

Pak, Bu, seperti yang tadi ku tulis. Bahwa kata Terimakasih sudah terlalu klasik dan biasa untuk kalian
yang luar biasa. Tapi hingga kini, aku belum menemukan kata yang tepat untuk dedikasi yang kalian beri,
selain kata Terimakasih dan luar biasa. Maaf ya Pak, Bu, jika kesan nakal dan tak mau menurut di dalam
diriku masih mendominasi dan kerap membuat kalian kesal hingga tak jarang kalian marah dan
mendiami. Maaf pula, jika apa yang kalian ajarkan untukku belum sepenuhnya kuamalkan dengan baik
seperti yang kalian lakukan. Kembali terimakasih untuk doa, nasehat dan omelan tanda sayang yang tak
pernah surut setiap harinya kalian ucapkan. Semoga, Allah selalu lindungi kalian ya Pak, Bu. Sehat selalu,
dan semoga nanti setelah lulus Allah masih izinkan kita untuk bertemu dan bersilaturahmi. Doakan selalu
ya Pak, Bu agar kami sukses seperti ucapan dan doa-doa yang kalian lisankan saban hari.

Harapan demi harapan mulai kurangkai dan rencanakan. Termasuk ingin melanjut ke jenjang universitas
atau bekerja, univ satu atau univ yang lainnya. Sedari lama memang sudah di susun namun ternyata
banyak sekali yang harus di ubah. Pada akhirnya aku memilih untuk mengambil jurusan sastra Arab di
USU dan ilmu Al Quran dan tafsir di UINSU itu untuk pilihan jalur SNMPTN. Hmm, mungkin memang tak
sejalur dengan jurusan ku sekarang. Aku memilih lintas jurusan karena berbagai pertimbangan, salah
satu alasannya karena aku sedang mulai mencari jati diri, terkhusus sebagai seorang hamba. Aku berfikir
tentang dedikasi dan kebergunaanku sebagai ummat, terlebih untuk agamaku sendiri. Bagaimana bisa
aku membaca Al Qur'an hanya sekedar membaca dan terjemahannya saja, tidak tahu makna dan tidak
terdapat kenikmatannya. Sering membaca tapi seperti tidak ada yang istimewa, lalu Allah tunjukkan satu
akun di sebuah akun sosial media yang membahas tentang linguistik bahasa Arab dan mereview ayat-
ayat yang ada di Al Qur'an, memberi makna yang dari sana aku seperti sedang melihat sesuatu yang
baru, yang menantang dan penuh kemanfaatan. Lalu disertai dengan ketertarikan. Bismillah, tidak ada
yang salah kan dengan lintas jurusan. Semua tergantung dengan bagaimana kita saat berusaha, berdoa
dan berserah.

Belajar itu keharusan, sesuatu yang memang diperintahkan. Belajar itu tak harus di bangku pendidikan,
karena dunia juga panggung pelajaran. Setiap kita adalah manusia yang terlahir dengan akal, tak ada
yang bodoh. Hanya ada sebuah kemalasan yang akhirnya mendominasi dan menjadi kebiasaan,
kebiasaan yang membuat siapapun akan berakhir dengan keterpurukan. Tetap diam di tempat tanpa
perubahan. Sedangkan yang lain sedang berlomba meniti kesuksesan. Pilihan itu ada ditangan kita
bukan, ingin menjadi si pemalas yang tak kunjung sukses atau menjadi si sukses yang punya masa depan
cemerlang. Ayo bangkit demi kesuksesan mu dan tanah air, setidaknya dengan tidak menambah angka
banyak nya pengangguran. So, start get up. You do it, everything be possible.

Anda mungkin juga menyukai