MIMPI
Namaku Karin. Aku adalah korban dari keegolsan orang tua yang telah lama
berpisah. mereka tidak peduli lagi denganku. Mereka hanya memikirkan ego dan
Aku sendiri masih ragu, apakah impianku itu bisa tercapai atau tidak? Mengingat,
kedua orang tua yang tak pernah memperhatikan dan menemuiku lagi. Kesibukan yang
menjadi alasan mereka. Kini, aku bimbang, ingin mengadu dan bercerita kepada siapa?
"Orang tuaku saja tak peduli, apalagi orang lain? Semua seakan-akan mcnjauhiku.
Mungkin karena mereka takut aku akan mcminjam uang. Sahabatku juga tak ada yang
berteman, alasannya karena takut bernasib sama denganku. Scmua ini bukan salahku, tetapi
salah kedua orang tuaku. Tapi, mengapa harus aku yang menanggung semuanya? Sudahlah,
jika semua ini yang terbaik menurut kalian, aku akan pergi saja," gumamku seusai melamun
seorang diri.
Beberapa hari kemudian, aku memantapkan hati untuk masuk kuliah, meskipun tak
ada satu orang pun yang mendukung. Akhirnya, aku mengikuti tes dan lulus menjadi
mahasiswa jurusan Psikologi. Aku ingin mengetahui apakah orang lain tulus atau tidak
berteman denganku? Aku hanya tak mau hal yang sebelumnya terulang lagi.
Aku masih tak menyangka bisa menjadi mahasiswa seperti impianku selama ini.
Namun, air mataku pun berjatuhan. Aku merasa bersalah karena tidak meminta izin kepada
Ayah dan Ibu. Aku juga rindu dengan mereka, tetapi mereka sepertinya justru melupakanku.
Tak apa. Aku akan bekerja paruh waktu supaya bisa membiayai kuliahku sendiri, ucapku
dalam hati.
Aku akan bekerja keras dan menjadi seseorang yang sukses dan dikenal banyak
orang sebagai Psikolog terkenal. Mungkin, suatu saat nanti, jika aku sudah sukses, semua
orang akan mendekat dan mau mengenal. Aku juga ingin mempcrbaiki hubungan kedua
orang tuaku yang sudah hancur. Pasti mereka akan bangga denganku. Ke depannya, kuharap
mereka tak akan meninggalkan putrinya ini lagi karena aku akan membahagiakan mereka.
Jadi, Ayah dan Ibu tidak perlu bekerja lagi. Mereka tinggal menikmati hari tua.
Bagiku, sukses itu bisa membahagiakan orang tua serta keluarga terdekat, membantu
orang lain Yang sedang dalam kesusahan. Aku akan melakukan apa saja untuk meringankan
Ternyata, menjadi mahasiswa yang dipenuhi dengan impian tidaklah mudah. Aku
baru saja bangun tidur, lalu bergegas menatap jendela. Matahari pun mulai cerah rupanya,
tetapi sayang, kehidupanku tidak secerah sinar matahari. Akulah sang mahasiswa aneh dari
yang Iainnya. Nekat masuk kuliah, meskipun sadar diri banyak kekurangan. Ilmu yang tidak
seberapa serta keterbatasan ekonomi salah satunya. Namun, aku harus berani mengambil
keputusan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi setelah lulus sarjana nanti.
Aku kira, tidak ada orang lain yang seberani ini. aku memang memberanikan diri
karena memang tidak pernah takut dalam mengambil keputusan yang menurutku benar.
Aku sendiri telah merasakan banyak kesulitan hidup yang membuatku sekuat saat ini. Di
saat keluarga sendiri meninggalkanku dengan alasan mungkin karena kehidupan kami
mulai membaik, sehingga mereka takut kami akan berada di atas mereka.
Aku juga telah terbiasa menerima semua perkataan yang mereka ucapan. Sakit
memang, tctapi aku terima semuanya dengan lapang dada. Aku juga selalu berdoa untuk
Beberapa hari berlalu, aku tak menyangka jika keluarga yang kusayangi ternyata
musuh dalam selimut. Mereka terlihat baik, tetapi jahat di belakang. Aku juga heran
mengapa mereka setega itu? Kami telah berkorban untuknya. Tidak sepantasnya dia
membalas kami seperti ini. Bukan karena ingin mengungkit masa lalu, tetapi rasa sakit ini
Aku tahu mereka juga manusia biasa yang masih punya rasa salah, tetapi
menjatuhkanku dan mereka bilang aku itu tidak layak untuk menjadi mahasiswa. Namun,
nyatanya sekarang aku telah kuliah. Aku juga telah terbiasa dengan tugast-tugas. Memang,
nilaiku terkadang rendah dan pas-pasan, tetapi aku rajin berangkat kuliah dan rajin belajar.
Banyak yang mengira aku sempurna, tetapi kotika telah mengetahui kekuranganku,
mercka berbuat sesuka hati. Padahal, aku juga punya hati dan perasaan. Aku bisa maklum
jika mereka bilang aku punya salah, tetapi tidak perlu mencari kekuranganku, lalu mereka
umbar ke mana-mana.
yang bergantungan di sana, sehingga aku hanya bisa menatapnya dari kejauhan dan tidak
bisa memilikinya. Aku tahu, mimpi di antara bintang-bintang itu bagus karena kalau terjatuh
pun akan terjatuh di antara bintang-bintang. Aku memang seorang pemimpi yang hidupnya
Aku tidak tahu apa salahku kepada mereka, sehingga mereka selalu mencoba
menghalangi keinginanaku sesuka hati. Hari telah berganti, tetapi mereka tetap sama dan
tidak berubah. Mereka selalu saja menilaiku dengan sebelah mata hanya karena aku manusia
biasa. Mereka selalu menjadikanku sebagai bahan hinaan. Itulah yang membuatku tetap
semangat dan bekerja keras agar hinaan iłu berubah menjadi tepuk tangan suatu hari nanti.
Kini, yang paling penting aku bisa membahagiakan orang tua dan keluarga yang
mendukungku di kala susah dan senang. Di kampus pun, ada berbagai masalah yang
membuatku pusing. Tugas yang tiada pernah berhenti yang harus aku kcrjakan bila aku
menginginkan nilai baik dan bagus, tetapi aku tidak bisa menggunakan laptop. Untuk
membuat tugas, kadang aku sampai harus membayar dengan harga mahal, yang penting
tugasku selesai. Namun, untuk apa membayar mahal bila hasilnya tidak memuaskan dan
Aku terlalu santai kuliah, sehingga ketinggalan banyak sekali ilmu yang penting.
Akan tetapi, ketika aku mencoba untuk belajar menggunakan teknologi, aku mengalami
banyak sekali kesulitan karena tidak menggunakan guru les. Alasannya, ya, karena
keterbatasan ekonomi yang kualami. Akhirnya, tugasku banyak yang menumpuk karena
yang tertanam dalam hati, aku tidak bisa hingga banyak kesulitan.
Aku masih merasa beruntung jika itu tugas kelompok. Namun, jika tugas individu
seperti ini? Berapa nilai yang akan kudapat? Sementara aku terbiasa bermalas-malasan dan
menunda tugas. Penyebabnya, karena tidak bisa menggunakan laptop, sehingga makin
malas untuk mengerjakan tugas. Aku memang mengalami ketertinggalan hingga membuat
nilaiku hanya pas-pasan. Pantas saja, tetangga dan keluarga sampai menghina karena aku
Wajarlah, mereka berkata demikian karena aku terlihat sama seperti anak SD yang
tidak memiliki pengetahuan lain selain pandai membaca. Aku memang mahasiswa yang
berbeda dari mereka. Namun, apa boleh dikata, aku telah terbiasa dengan hal tersebut.
Sebenarnya, aku masih bisa memperbaikinya, tetapi sepertinya aku memang tidak pantas.
Akan tetapi, setidaknya aku masih jauh lebih beruntung dan aku akan berjuang lebih baik
lagi. Aku memang lelah berjuang, tetapi aku masih sangat senang untuk berjuang. Aku juga
bersyukur masih bisa berada di tahap ini, meskipun banyak sekali orang yang berusaha
Mungkin, aku memang tidak secerdas mereka, tetapi belum tentu mereka sanggup
berjuang sekuat aku. Belum tentu mereka sanggup bertahan. Kini, aku mulai berpikir untuk
berubah. Aku pun menabung untuk bisa mengumpulkan uang agar bisa membayar guru les
komputer. Rupiah demi rupiah telah aku kumpulkan, akhirnya aku berhasil membayarnya.
Baru kali ini, uang saku bisa aku gunakan untuk hal yang positif. Aku pun serius
mendengarkan dan memperhatikan penjelasan dari guru les. Di rumah, materi itu langsung
Aku juga mulai paham bagaimana cara mengerjakan tugas, sehingga jika ada tugas lagi, aku
mengulang mata kuliah di malam hari. Aku juga selalu membaca mata kulidh untuk hari
csok. Makin lama, hal itü menjadi pembiasaan yang positif unlukku, schingga ilmu yang
kudapat pun makin bertambah. Aku juga Icbih mudah memahami apa yang disampaikan
oleh dosen. Jika dipanggil untuk maju, kini aku telah berani dan mampu mengeıjakannya,
sehingga aku lolos dan tidak mendapatkan nilai merah. Namaku pun aman dari catatan
buruk.
Selama kuliah, momen yang tak mungkin mudah dilupakan adalah kebersamaan.
Bagi sebagian orang, masa SMA merupakan masa yang paling indah. Namun, bagiku yang
paling indah dan sangat berkesan itü saat kuliah. Ada begitu banyak rintangan yang perlu
diperjuangkan. Meşki begitu, aku masih saja senang untuk berjuang menemukan hal-hal
baru yang tidak aku dapatkan waktu SMA dulu. Banyak sekali perubahan yang terjadi dalam
diriku. Kini, aku tidak takut gagal lagi karena kutahu kegagalanlah yang bisa menjadikan