Aku bukan anak yang baik, bukan juga anak yang luar biasa. Aku hanya anak
biasa yang memiliki keberuntungan yang baik. Keluargaku biasa saja, seperti keluarga pada
umumnya ada waktu ketika kita berkumpul bersama disatu ruangan dan juga ada waktu ketika
kita focus dengan pekerjaan masing- masing. Keluargaku memiliki harapan yang tinggi padaku,
menjadi seorang anak yang berhasil dan dapat membantu mereka dikemudian hari. Tentu itu
terasa berat. aku bukan anak pertama, aku memiliki seorang kakak yang sudah hidup terpisah. Ia
menikah ditengah studi nya, mengambil cuti sejenak untuk mengurus kisahnya. Akupun sedang
dalam studiku sekarang, ketika aku memilih untuk melanjutkan jenjang pendidikanku ada
wejangan yang terus menerus orang tuaku katakana padaku. “ jika memang kamu memilih
melanjutkan pendidikanmu, selesaikan. jangan melihat jalan lain, “. Tentu ada alasan di balik
semua wejangan yang orang tuaku berikan, mereka takut, takut aku akan mengikuti jalan yang
pernah anak pertamanya lewati. Tak masalah, toh kakaku akhirnya menyelesaikan studinya
walaupun sudah memiliki keluarga bahkan dengan gelar cumlaude membuktikan ia masih
memiliki semangat belajar yang tinggi.
Perbedaan umur aku dan kakakku yang cukup jauh membuat interaksi kami
sedikit terhambat, pemikiranku yang masih terkadang kekanak - kanak an dan pemikiran
kakakku yang sudah dewasa menjadi pembicaraan yang tak menemukan titik temu. Aku dan dia
juga sudah terbiasa terpisah jauh, bahkan sejak ia berada di tingkat sekolah menengah atas kami
sudah terpisah jarak. Ia bersekolah di SMK kota B, sedangkan aku tinggal bersama orang tuaku
di kota A. Menempuh dunia perkuliahan pun jarak kami semakin jauh.
Sejauh ini, selama hampir satu semester aku masih terombang – ambing di jalan
yang sama. Aku masih kebingungan dengan dunia baru yang kujalani, masih meraba – raba
langkah yang harus kulalui. Tak apa, ini masih awal, melangkah perlahan dan bertahap. Aku
sering mendengar bahwa dunia perkuliahan adalah tempat kamu mencari banyak relasi,
pengalaman dan hidup. Teman yang banyak itu perlu tapi jangan terlalu mempercayai mereka,
beberapa wejangan yang kubaca dari kakak – kakak semester akhir di social media bergambar
burung gendut berwarna biru. Sayangnya sulit untukku beradaptasi dengan cepat, aku bukan
orang yang mudah menemukan topik pembicaraan, bukan juga orang yang banyak bicara. Untuk
saat ini jika aku diberi pilihan untuk berdiam diri dirumah atau pergi keluar, aku masih akan
memilih untuk berdiam diri dirumah seharian.
Sejujurnya menjadi sepertiku ini tidak menyenangkan, temanku tak banyak aku
juga tidak terlalu mengetahui dunia luar seperti apa. Hanya bagian kecil yang aku tahu tentang
dunia luar, aku terlalu asik dengan duniaku, berada di zona nyaman tanpa terusik sedikitpun.
Kuharap suatu saat aku bisa berubah, menjadi lebih baik lagi. Menjadi seseorang yang bisa
membuat orang lain nyaman, membuat obrolan dengan banyak orang dan lebih mengenal seperti
apa sebenarnya dunia luar. Sampai saat ini teman yang kumiliki bisa dihitung jari, sebenarnya
ada rasa senang ketika ada seseorang menyapaku ketika tak sengaja bertemu dijalan. Aku ingat
saat masih SMA, ketika aku berjalan sendirian dilorong kelas ketika istirahat berlangsung ada
adik kelas yang menyapaku dengan ramah aku sedikit terkejut dan hanya menjawab “ oh iya “
sambil tersenyum canggung. Interaksi antara aku dan adik kelas tersebut tak terlalu dekat, hanya
sekadar kenal dan tau nama masing – masing itupun karena kita di satu organisasi akademik
yang sama. Aku berharap semakin baik kedepannya.