Anda di halaman 1dari 3

Allah Maha Membolak Balikkan Hati, Memberiku Pelajaran Disetiap Takdir-Nya.

Lutfia Nurul Aini_22111241029_Kelas-B

Di suatu hari, ada seorang anak berumur 13 tahun yang perasaannya sedang tidak
karuan. Ya, dia adalah aku. Aku yang ketika mendengar kabar bahwa mamah sedang
mengandung adik pertama dan terakhirku kala itu. “Apa itu artinya aku akan menjadi seorang
kakak, mah? Pokoknya aku tidak mau!”. Saat itu, aku memang sangat tidak menyukai anak
kecil, akupun tidak ingin memiliki adik karena tidak ingin tersaingi dan tidak sudi berbagi
kasih sayang.
Singkat cerita, Allah benar – benar memberiku seorang adik yang berjenis kelamin
perempuan. Jelas bukan, bahwa aku benar – benar memiliki saingan? Kalau diingat kala itu,
sepertinya butuh waktu kurang lebih 1 tahun untuk aku bisa menerima adikku dengan setulus
hati, haha.
Akhirnya, aku mulai belajar menerima keadaan. Perlahan aku bisa menerima adikku
dan belajar menjadi seorang kakak yang baik sebagaimana mestinya. Aku belajar untuk tidak
terbawa perasaan ketika perhatian semua keluarga terbagi pada adikku. Setelah aku bisa
menerima keadaan, mamah memutuskan keluar dari pekerjaan yang sudah lebih dari 20 tahun
dia bekerja di tempat itu. Aku sempat protes ketika mamah resign. Bayangkan saja, kala itu
keadaan ekonomi keluargaku sedang tak karuan, ditambah ada seorang adik kecil, dan
bagaimana jika kebutuhanku tidak dapat terpenuhi ditambah lagi sekolahku adalah swasta
terpadu yang membutuhkan biaya tak sedikit. Sungguh, pemikiran yang seharusnya tidak ada
di dalam diri orang yang beriman. Bersyukurnya, mamah dan papah memasrahkan semua itu
pada Allah. Mereka yakin bahwa Allah maha sebaik – baik pemberi rezeki. Mamah resign
dengan alasan ingin menemani perkembangan masa emas adikku, mengawasi, serta
membersamai di masa remajaku. Mamah tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama, yaitu
tidak secara penuh melihat tumbuh kembangku di waktu kecil karena Ia sibuk bekerja. Ya,
Mamah ingin dirinya menjadi wanita yang secara penuh melaksanakan hak dan kewajibannya
sebagai istri dan ibu yang baik dalam sebuah rumah tangga. Dan bagiku, ia berhasil akan hal
itu. Alhamdulillah, karena keyakinan akan rezeki yang Allah kasih, kami selalu merasa hidup
kami tercukupi.
Waktu cepat berlalu, dan tak terasa aku sudah menempuh pendidikan di bangku kelas
11 Sekolah Menengah Atas. Teringat saat itu, mamah bertanya tujuan aku kedepannya ingin
menjadi apa. Aku berkata ingin menjadi seorang guru, namun tidak untuk menjadi guru yang
kesehariannya bersama anak kecil. Meskipun aku sudah menerima dan menyayangi adikku
setulus hati, bukan berarti aku berubah menjadi seseorang yang mencintai dunia anak – anak.
Aku hanya menyayangi anak kecil yaitu adikku sendiri. Namun ternyata, omonganku pada
mamah tersebut membawaku pada takdir indah yang telah Allah gariskan untukku.
Qadarullah, pandemi membuatku harus mau tidak mau belajar secara daring. Masa itu
adalah masa yang sangat membosankan bagiku. Waktu belajar yang lebih fleksibel, ku rasa
itu kurang menguras tenaga dan daya pikirku sebagai pelajar. Aku berpikir dan harus mencari
kegiatan apa yang bisa mengisi waktu luangku. Di saat yang bersamaan, kakak dari mamahku
meminta aku untuk mengajar ngaji dan seucil ilmu agama yang telah Allah titipkan padaku
untuk anak – anak kampung sekitar rumah. Kaget? Oh tentu, bagaimana seorang diri yang
belum tertarik pada dunia anak-anak ini bisa mengajar mereka. Namun, entah kenapa
naluriku mengatakan “iya” saat itu, biidznillah aku menerima tawarannya.
Skenario Allah banyak memberi hikmah untukku. Aku jadi bisa belajar bersabar
ketika menghadapi belasan sampai puluhan anak seorang diri. Belajar bagaimana cara
mendidik dan mengajari mereka dengan setulus hati. Belajar untuk ikhlas karena tidak ada
gaji. Akupun jadi belajar untuk terus meningkatkan kualitas diri. Dan dari sinilah, muncul
ketertarikanku pada dunia anak – anak.
Setelah lulus Sekolah Menengah Atas, qadarullah ada halangan yang membuat
rencana kuliahku tertunda. Sempat kecewa saat itu, apa skenario yang Allah tetapkan
untukku? Berusaha untuk menerima kehendak-Nya, akupun mengisi setahun itu untuk belajar
memperdalam ilmu agama dan bahasa arab serta memurojaah hafalan, melakukan itu semua
karena aku berencana ingin mendaftar di sekolah tinggi ilmu bahasa arab yang memang
terkenal tesnya sulit dan mamah marah padaku jika hafalanku yang tidak seberapa itu bisa
menghilang, huhuu. Aku juga memutuskan untuk ikut bantu mengajar di PAUD milik kakak
mamahku. Dari situ, aku semakin mengenal dunia anak usia dini. Allah yang maha
membolak balikkan hatiku hingga akupun bisa jatuh cinta dengan anak kecil. Banyak
pelajaran selama aku ikut mengajar disana. Aku juga mencoba untuk mengajar les calistung
di rumah dan membantu anak – anak sekolah dasar memperdalam materi sekolahnya.
Bersyukur sekali rasanya, jika mereka bisa paham dan mampu mengaplikasikan ilmu yang
telah diberikan.
Ternyata inilah takdir-Nya. Lagi-lagi, karena beberapa hal aku tidak lanjut untuk
daftar kuliah ke STIBA, aku memutuskan untuk daftar belajar lebih dalam tentang dunia anak
– anak di prodi yang saat ini aku tempuh. Aku jadi belajar untuk tidak terlalu membenci
sesuatu secara berlebihan karena bisa jadi suatu yang kita benci akan kita cintai di kemudian
hari. Aku jadi lebih bersyukur atas setiap ketetapan-Nya dan selalu yakin bahwa di setiap
kejadian pasti banyak sekali hikmah di dalamnya. Aku yakin bahwa perjalananku menuntut
ilmu di dunia pendidikan anak-anak insyaaAllah berbuah pahala, karena menuntut ilmu
adalah ibadah yang wajib bagi setiap muslim.

Anda mungkin juga menyukai