Anda di halaman 1dari 22

HUKUM PENGGUNAAN KOSMETIK: MEWARNAI

RAMBUT DAN KUKU (CUTEX); TATO/BODY PAINT,


BEDAK/LIPSTIK WATER PROOFER, SULAM
ALIS/BIBIR DAN REBONDING
Makalah ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Masail Fiqhiyyah yang diampu oleh
Dr. Aminudin Yakub, M. Ag.,

disusun Oleh:
Elsa Raisa Mudera Putri 11170110000017
Ahmad Rifki Fuada 11170110000103
Ridho Nursaputra 11170110000105

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat, Hidayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu pembelajaran dan penjelasan bagi pembaca
dalam mempelajari “Pendidikan dan Bimbingan Bagi Tuna Grahita”.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan bagi


para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Ciputat, 02 Mei 2020

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI ..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................3
A. Latar Belakang Masalah.......................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................3
C. Tujuan...................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................5
A. Mewarnai Rambut dan Kuku (Cutex)...................................5
B. Tato / Body Paint..................................................................8
C. Bedak / Lipstik Water Proofer..............................................9
D. Sulam Alis / Bibir...............................................................13
E. Rebonding...........................................................................15

BAB III PENUTUP................................................................................19


A. Kesimpulan.........................................................................19
B. Saran...................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, dunia dipenuhi dengan kemajuan teknologi dan pengaruh


globalisasi. Seiring dengan berjalannya waktu dari masa ke masa, perubahan-
perubahan timbul sebagai akibat daripada globalisaso. Perubahan-perubahan
tersebut tidak hanya menjurus ke teknologi ilmu sains saja tetapi sudah termasuk
ke dalam mode dan gaya hidup berbagai kalangan. Gaya hidup ini yang awalnya
hanya digunakan untuk keperluan tertentu dan lebih spesifik diikuti oleh
masyarakat umum sebagai suatu trend. Bahkan tak ayal trend tersebut dianggap
sebagai suatu keharusan untuk diikuti agar individu tersebut tidak dianggap norak
atau ketinggalan zaman. Namun ada pula yang menggunakan teknologi tersebut
karena merasa itu suatu kebutuhan dan dengan menggunakan teknologi tersebut
dapat menunjang kehidupan mereka dalam bermasyarakat.

Berbagai macam tanggapan berbeda dapat ditemukan dalam masyarakat


menyangkut hal kemajuan teknologi dan globalisasi. Namun, bagaimana suatu
“perubahan” tersebut dalam perspektif Islam? Bagaimana waktu yang lalu kita
dihebohkan dengan berita dari media mengenai permasalahan di bidang
kecantikan (kosmetik). Namun, bagaimana hukum rebonding sebenarnya?

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Hukum daripada Mengecat Rambut dan Kuku?


2. Bagaimana Hukum daripada Tato / Body Paint?
3. Bagaimana Hukum daripada Bedak / Lipstik Waterproofer?
4. Bagaimana Hukum daripada Sulam Alis / Bibir?
5. Bagaimana Hukum daripada Rebonding?

3
C. Tujuan
1. Mengetahui Hukum daripada Mengecat Rambut dan Kuku.
2. Mengetahui Hukum daripada Tato / Body Paint.
3. Mengetahui Hukum daripada Bedak / Lipstik Waterproofer.
4. Mengetahui Hukum daripada Sulam Alis / Bibir.
5. Mengetahui Hukum daripada Rebonding.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mewarnai Rambut dan Kuku (Cutex)

 Cat Rambut

Menyemir rambut adalah upaya memberi warna kepada rambut, sehingga


berbeda dengan warna yang semula, yang disebut sibaghat aI-sha'ri oleh ahli tata
1
rias orang Arab. Biasanya yang sering menyemir rambut adalah orang yang
sudah ubanan untuk mengubah warna rambutnya menjadi hitam. Cat atau semir
rambut ini merupakan salah satu jenis perhiasan bagi wanita modern. Namun
dengan alasan apapun, cat atau semir rambut ini jika diniatkan untuk menarik
perhatian laki-laki adalah tabarruj yang diharamkan oleh Islam. Maka dari itu
wanita Islam harus menutup rambutnya, jika memang ia memakai semir rambut
biarkan hanya suaminya yang boleh melihat.2
Seiring dengan perkembangan zaman, ternyata menyemir rambut atau mencat
rambut juga dilakukan oleh laki-laki. Secara hukum, mewarnai rambut dengan
warna apapun tidak ada masalah tetapi mengistimbathkan hukum tak hanya
melihat teks dalil tersebut, tetapi juga harus menyelami apa yang dimaksud
dengan dalil tersebut. Seperti sabda Rasulullah Saw: “Sesungguhnya orang
Yahudi dan Kristen tidak mengecat rambutnya. Maka berbedalah kamu dengan
mereka (dengan menyemir rambutmu).” (Hadis riwayat Al-Bukhari, Muslim, Abu
Daud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah ). Berdasarkan hadits diatas,
ada ulama yang berpendapat sunah atau mustahab dan mereka menemukan faedah
dalam menyemir rambut, yaitu : untuk membersihkan dan memperindah rambut,
dan juga untuk mewujudkan ciri khas yang membedakan jamaah Islam dengan
kelompok lainnya.3 Yang menjadi suatu persoalan adalah warna apakah yang
boleh digunakan untuk menyemir rambut? Berkaitan dengan warna, Nabi

1
Mahjuddin. Masail Al-Fiqh (Kasus-Kasus Aktual dalam Hukum Islam). (Jakarta: Kalam
Mulia, 2012) hal. 313
2
Abu Al-Ghifari. Fiqih Remaja Kontemporer. (Bandung: Media Qalbu, 2005) hal. 264
3
Masjfuk Zuhdi. Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam. (Jakarta: Haji Masagung,
1992) hal. 93-94

5
bersabda: ”Rubahlah ini (uban) dan jauhilah warna hitam”. (H R Muslim).
Segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat, seperti Sa'ad bin Abu
Waqqash, 'Uqbah bin Amir dan lainnya berpendapat boleh mempergunakan warna
hitam untuk menyemir rambut apabila wajah masih terlihat muda, tetapi kalau
wajah sudah mengerut dan sudah tua tidak dibenarkan memakai warna hitam.”
Sebagian ulama lain ada yang berpendapat tidak boleh memakai warna hitam
kecuali dalam keadaan perang, dimaksudkan untuk menakuti musuh agar mereka
menganggap bahwa tentara Islam mengirim pasukan yang masih muda. Menurut
Quraish Shihab, Islam memerintahkan umatnya agar berobat, bahkan bersolek dan
memperindah diri dalam batas-batas yang wajar. Putih rambut (uban) sebelum
masanya merupakan suatu yang tidak wajar sehingga dapat menimbulkan
gangguan psikologis. Terhadap persoalan yang demikian hendaknya yang
mengalami berobat atau menempuh cara yang dibenarkan guna menghindari
gangguan, dalam kondisi demikian tidak ada suatu halangan untuk menyemir
rambut. Memang ada yang melarangnya dengan alasan mengubah ciptaan Allah. 4
Dengan adanya penjelasan diatas, jika rambut sudah memutih faktor dengan
usia atau faktor menua, maka alangkah lebih baiknya dibiarkan sebagaimana
mestinya tetapi jika terjadi pemutihan rambut (uban) pada usia yang masih muda
dan belum waktunya memutih, maka sebaiknya disemir sebagaimana pendapat
diatas. Dan jika ia melakukan semir rambut atau mencat rambut dengan tidak
adanya alasan tertentu, hal ini tidak layak bagi seorang muslim dan Muslimah
untuk mewarnai rambutnya kecuali jika mereka ingin disamakan dengan Yahudi,
Nasrani dan yang suka melakukan kejahatan (karna orang yang suka dicat
rambutnya identik dengan orang jahat). Dan mengenai anak muda yang
menggunakan pewarna selain warna hitam, misalnya warna kemerah-merahan
seperti halnya warna rambut orang Eropa, maka hukumnya makruh kalau
pemakainya tidak mau mandi keramas lantaran sedang memakai pewarna. Bahkan
dapat menjadi haram kalau pemakainya dalam keadaan junub.5

4
Muliadi Kurdi dan Muji Mulia. Problematika Fikih Modern. (Banda Aceh: Yayasan PeNA,
2005) hal. 115-116
5
Mahjuddin. Masail Al-Fiqh (Kasus-Kasus Aktual dalam Hukum Islam). (Jakarta: Kalam Mulia,
2012) hal. 315

6
 Kuteks Kuku

Kuku adalah lapisan tanduk pada ujung jari yang dapat diperindah dengan
cara diwarnai dan dihias. Cara mewarnai dan menghias kuku dapat dilakukan
dengan nail art atau biasa disebut kuteks kuku. Nail art adalah seni menghias kuku
menggunakan pewarna sintetis dan bahan penghias kuku berupa gliter, permata,
stiker, dan lain sebagainya.6
Banyak sekali wanita memakai kuteks tanpa memikirkannya terlebih dulu.
Dengan berkembangnya zaman, mereka melakukan kuteks kuku hanya mengikuti
tren yang ada. Kuteks kuku secara syar’i memang terlarang, tidak hanya sebagai
bentuk tabarruj tetapi juga menghalangi air wudhu. Seperti penjelasan Hadits
berikut ini: “Celakalah tumit-tumit kalian (yang tidak kena air wudhu) masuk api
neraka"(HR. Bukhari).7
Kuteks kuku umumnya terbuat dan bahannya mengandung unsur plastik.
Yaitu terdiri dari:8
 Pembentuk selaput utama/film (15%) yaitu nitroselulosa, polimer
metakrilat, polimer vinil, merupakan komponen tahan air yang
menghasilkan selaput mengkilat dan melekat pada nail plate.
 Selaput untuk membentuk resin (7%) yaitu formaldehid, p-toluene
sulfonamid, poliamide, akrilat, alkyd dan vinil resin, untuk melekatkan
kuku dengan cat dan meningkatkan kilauan.
 Plasticizers/zat plastik (7%) yaitu dibutil pthalat, dioktil pthalat, trikresil
pospat, kamfor, minyak jarak, trifenil fosfat untuk meningkatkan
kelenturan.
 Pelarut dan cairan lain (70%) untuk memodifikasi viskositas yaitu asetat,
keton, toluen, xylene, alkohol, metilen klorida, eter.
 Pewarna (0-1%) yaitu pigmen organik dan anorganik.

6
Sisca Putri Ariesta dan Juhrah Singke. Pengaruh Suhu Air terhadap Hasil Water Marble Nail Art.
e- Journal. Volume 05 Nomer 01 Tahun 2016, Edisi Yudisium Periode Februari 2016, hal 1 – 9
hal. 2
7
Abu Al-Ghifari. Fiqih Remaja Kontemporer. (Bandung: Media Qalbu, 2005) hal. 269
8
Sisca Putri Ariesta dan Juhrah Singke. Pengaruh Suhu Air terhadap Hasil Water Marble Nail Art.
e- Journal. Volume 05 Nomer 01 Tahun 2016, Edisi Yudisium Periode Februari 2016, hal 1 – 9
hal. 2

7
 Pengisi yaitu guanine fish scale atau titanium dioksida dilapisi mica flakes
atau bismut oksiklorida untuk pewarnaan.
 Bahan pengendap (1%), tetapi tidak selalu ditambahkan.
Dengan bahan yang digunakan oleh cat kuku, maka cat tersebut tidak dapat
ditembus oleh air. Sementara sebagai Muslimah setiap hari harus melaksanakan
Shalat lima kali dan harus berwudu. Jika memang memungkinkan ia
menghapusnya sebelum sholat, maka hal tersebut tidak apa tetapi itu termasuk hal
yang sangat mubadzir.
Hadits di atas menjelaskan suatu waktu Rasulullah Saw. melihat para
sahabatnya berwudhu namun terlihat ada sebagian tumit kakinya yang tidak
terkena air wudhu. maka Rasulullah Saw. memperingatkan bahwa tumit itu
penyebab masuk neraka. Kuteks yang tidak menyelap air wudhu menjerumuskan
wanita ke jurang api neraka.9

B. Tato / Body Paint

Tato merupakan bagian dari body painting yaitu suatu produk dari kegiatan
menggambar pada kulit tubuh menggunakan alat sejenis jarum atau benda yang
dipertajam yang terbuat dari flora. Gambar tersebut dihias dengan pigmen
berwarna-warni.10 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Tato adalah gambar
(lukisan) pada kulit tubuh.11 Tato disebut juga dengan istilah al-Washmu al-
Khidabu oleh orang Arab yaitu melukis anggota tubuh dengan tulisan tertentu
atau gambar yang menyeramkan dengan menggunakan jarum panas lalu dioleskan
dengan tinta. Setelah bekas tusukan jarum tadi sembuh, maka kelihatan lukisan
atau gambarnya. Orang yang sering memakai tato adalah orang-orang yang
tertarik dengan kekerasan lalu pemakainya dikonotasikan sebagai orang yang
ditakuti, inilah faktor yang memotivasi untuk memakai tato, yaitu:12

 Pemakai tato konotasinya pemberani, suka memaksakan keinginannya


kepada orang lain dan berkeinginan agar selalu ditakuti oleh orang lain.
9
Abu Al-Ghifari. Fiqih Remaja Kontemporer. (Bandung: Media Qalbu, 2005) hal. 10
10
Hatib Abdul Kadir Olong. Tato. (Yogyakarta: PT. LKiS Yogyakarta, 2006) hal. 83
11
Daryanto. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. (Surabaya: Apollo Lestari, 1998) hal. 551
12
Mahjuddin. Masail Al-Fiqh (Kasus-Kasus Aktual dalam Hukum Islam). (Jakarta: Kalam
Mulia, 2012) hal. 315

8
 Cairan yang digunakan pemakai tato, tidak selalu suci dari najis, karena itu
menjadi kesulitan untuk mensucikan badan dari najis bila hal tersebut
dipakai membuat tato.
Hukum dalam pemakaian tato, jika dilakukan secara berlebihan atau untuk
menakuti orang lain maka hukumnya haram termasuk untuk digunakan dalam hal
lainnya. Tetapi jika menggunakan tato dengan alasan menggambar alis bagi
wanita yang tidak memiliki bulu alis, maka dibolehkan demi kepentingan
kecantikan, asalkan tinta yang digunakan berasal dari zat yang tidak najis.13

C. Bedak / Lipstik Water Proofer

Kosmetika berasal dari kata cosmos yang artinya susunan alam semesta yang
teratur dan harmonis, atas dasar itu, maka kosmetika didefinisikan sebagai “bahan
yang yang di gunakan untuk mempercantik serta menyempurnakan penampilan si
pemakai sehingga menimbulkan kesan rapih, cantik, menarik, dan harmonis. 14
Definisi kosmetik dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.
445/MenKes/Permenkes/1995 adalah sediaan atau panduan bahan yang siap untuk
digunakan pada bagian luar badan (epidermidis, rambut, kuku, bibir, dan organ
kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah
daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap keadaan baik,
memperbaiki bau bada tetapi tidak di maksudkan untuk mengobati atau
menyembuhkan suatu penyakit. Sedangkan waterproof cosmetics berarti kosmetik
yang tidak bisa di hilangkan dengana air dan d butuhkan pelarut khusus untuk
menghilangkanya. Sementara penetrasi air ke kulit akan terhalangi oleh
waterproof cosmetics tersebut. Penggunaan mascara yang tahan air juga
menghalangi bulu mata terbasahi oleh air.15 Mengenai jenis-jenis produk
waterproof cosmetics itu penyebutannya sudah benar yakni mascara, foundantion,

13
Ibid., hal. 316
14
Sopa, Sertifikasi Halal Majlis Ulama Indonesia Studi Atas Fatwa Halal MUI Terhadap
Produk Makanan, Obat-Obatan dan Kosmetik, cet pertama (Jakarta:Gaung Persada Pres Group,
2013), hal. 118
15
Ummu Azzam, Ternyata Shalat Sambil Menggendong Anak Itu Tetap Sah (Jakarta: Qultum
Media,2012), h. 60-61.

9
eyeliner, lipstik, dsb. Karena memang itulah yang sering banyak dipakai dari
produk waterproof cosmetics.

Adapun jenis produk waterproof cosmetics yang digunakan pada bagian


bagian wajah dan tangan diantaranya yaitu:

1. Fundantion (alat bedak)

Foundantion atau alas bedak biasanya digunakan sebelum mengaplikasikan


bedak ke wajah. Terdapat tiga klasifikasi foundation diciptakan untuk memenuhi
kebutuhan make-up mulai dari compact type, creamy type, and liquid type. Untuk
foundantion waterproof itu biasanya lebih berbasis minyak, karena bahan tersebut
berbentuk serbuk dispersi yang mudah menyebar dengan baik dikulit, bertahan
dengan baik dan membuat make-up tidak mudah rusak.16

2. Powder (bedak tabur)


Powder (bedak tabur) merupakan jenis kosmetik yang telah digunakan sejak
lama dengan tujuan untuk menyempurnakan warna kulit wajah agar lebih menarik
dan juga menutupi kekurangannya. Tetapi tidak hanya itu ,dalam
perkembangannya powder digunakan untuk menghapus kilau berminyak karena
keringat serta menjaga make up terlihat lebih lama. Hal tersebut bertujuan untuk
membuat warna kulit lebih jernih dengan mengurangi kilau minyak.
3. Lipstik
Lipstik itu terdiri dari bahan dasar dan zat pewarna minyak.

Produk waterproof cosmetics erat kaitannya dengan berhias atau


mempercantik diri. Dan Islam adalah agama yang mencintai kebersihan juga
keindahan. Sementara berhias tersebut bagi wanita bertujuan untuk menunjukkan
tampilan yang cantik serta indah, Allah Ta’ala yang maha mulia ini disebutkan
dalam sebuah hadits yang shahih, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

16
T.Mitsui. Ph.D, New Cosmetics Science,(Netherland: Elsevier Science B.V, 1998),hal. 379

10
‫ إن الرجل‬:‫ قال رجل‬.))‫مثقال ذرة من كبر‬
ُ ‫((ال يدخل الجنة من كان في قلبه‬
‫ الكبر‬،‫جميل يحب الجمال‬
ٌ ‫ ((إن اهلل‬:‫ قال‬.ً‫يحب أن يكون ثوبه حسناً ونعله حسنة‬
.‫بطر الحق وغمط الناس)) رواه مسلم‬

“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan
seberat biji debu”. Ada seorang yang bertanya: Sesungguhnya setiap orang
suka (memakai) baju yang indah, dan alas kaki yang bagus, (apakah ini
termasuk sombong?). Rasulullah  shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, kesombongan itu
adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain ” (HR. Muslim)

Penggunaan produk waterproof cosmetics tentu tidak sepanjang waktu


digunakan, pada saat tertentu haruslah dibersihkan karena itu juga ada kaitannya
dengan menjaga kebersihan kulit. Teruntuk muslimah hal yang demikian tidak
hanya hal kebersihan, semata melainkan untuk melakukan ibadah yang
mensyariatkan untuk suci dalam hadats dan najis. Apabila make up, lipstik, atau
kosmetik lainnya menyebabkan air wudhu tidak sampai ke kulit, wudhunya
menjadi tidak sah. Oleh karena itu Imam Nawawi menjelaskan tentang hal ini.
Apabila sebagian anggota wudhu tertutup cat atau lem, atau kutek atau
semacamnya, sehingga bisa meghalangi air sampai kepermukaan kulit anggota
wudhu, maka wudhunya batal, baik sedikit maupun banyak.17 Secara spesifik
memang tidak ada penjelasan lebih luas mengenai penggunaan produk
waterproof cosmetic menjadi sebab terhalangnya air kepada anggota wudhu
tetapi dari analisis medis bahwasanya tidak semua produk kosmetik tersebut
sifatnya permanen menghalang air untuk menembus ke kulit, masih ada
sebagian produk yang diciptakan untuk bisa memfilter air.

Produk waterproof cosmetics yang benar-benar menghalangi air menuju


kulit maka tanpa dibersihkan terlebih dulu, wudhu yang dilakukan penggunanya

17
Ahmad Hatta Dkk., Bimbingan Islam Untuk Hidup Muslimah Petunjuk Praktis Menjadi
Muslimah Seutuhnya dari Lahir Sampai Mati Berdasrkan Al-Qur’an Dan Sunnah (Jakarta:
Maghfirah Pustaka, 2015), h. 63.

11
tidak sah. Tetapi jika produk yang digunakan itu tetap bisa memberikan jalan
untuk air yang masuk bisa dikatakan air tetap bisa membasuh anggota wudhu
dan sah. Karena wudhu itu bukanlah pembahasan mengenai proses penetrasi
melainkan terbasuhnya anggota yang di wudhukan.

Imam Nawawi rahimahullah dalam Al-Majmu’ 1/493 mengatakan, “Kalau


di sebagian anggota wudhu ada lilin, pasta atau henna atau semisal itu yang
menghalangi air sampai ke anggota tubuh, maka bersucinya tidak sah. Baik itu
sedikit maupun banyak. Jika di tangannya atau anggota tubuh lain masih ada
bekas warna, bukan bahan hennanya, atau bekas cat cair dimana air dapat
menyentuh anggota tubuh meskipun tidak menetap, maka bersucinya itu sah.
“Dinyatakan juga dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 5/218, “Kalau cat itu
beku yang ada diatas kuku, maka wudhunya tidak sah kalau sebelum wudhu
belum dibersihkan. Kalau tidak ada bahan beku seperti henna, maka wudhunya
sah”.

Dengan demikian semua dikembalikan kepada keyakinan dan sikap kita


sebagai seorang muslim menanggapi suatu masalah, menurut ibu Joshita
Djajadisastra salah satu dosen farmasi UI jika kita yakin menggunakan produk
waterproof cosmetic tanpa membersihkannya dengan alasan seperti barangnya
sudah terjamin halal, dan juga air tetap bisa menembus bagian yang tertutupi
maka wudhu tersebut bisa dikatakan sah, namun jika masih ragu lebih baik kita
membersihkan dulu secara total, kemudian bisa melaksanakan wudhu dengan
khusyu.

Di dalam Islam tidak menghendaki adanya sesuatu yang membahayakan


bagi penggunanya. Seperti sebuah kaidah dijelaskan

‫المضارالتحريم‬
َ َ‫المنافعاإلبَحةَوف‬
َ ‫األصلَ َف‬

“Hukum asal daripada sesuatu yang bermanfaat adalah mubah, sedangkan


hukum asal dari sesuatu yang membahayakan adalah terlarang”

12
D. Sulam Alis / Bibir

 Sulam Alis

Sulam alis adalah tren kecantikan dimana sebuah alat pegangan kecil yang
terbuat dari beberapa jarum kecil untuk menambahkan pigmen semi-permanen ke
wajah yang tentunya pada bagian alis. Sulam alis berbeda dengan tato alis standar
karena setiap garis rambut dibuat oleh tangan untuk membuat garis tipis dan
nampak alami yang dipadu dengan rambut alis yang ada, sementara tato alis
dilakukan dengan mesin jarum, seringkali menciptakan garis yang kurang alami
dan lebih tebal. Tren kecantikan ini bertujuan agar alis terlihat rapi dan juga tebal.

 Sulam Bibir

Sulam bibir adalah sebuah metode untuk memperindah warna dan bentuk
bibir. Sulam bibir ini bersifat seperti tato semi permanen yaitu dengan
menyuntikkan tinta sesuai yang di inginkan ke bagian bibir, selain sebagai cara
memerahkan bibir sulam bibir juga bisa merubah bentuk bibir menjadi lebih tipis
atau lebih tebal. Kedua tren kecantikan tersebut sama hal nya dengan
menggunakan tato, hanya saja tinta yang digunakan untuk sulam alis dan sulam
bibir adalah tinta semi permanen atau tinta tersebut hanya akan bertahan 2-3 bulan
saja. Maka hukum sulam alis dan sulam bibir adalah haram. Selain
diharamkannya penyuntikkan tinta kedalam kulit karena menahan darah dan
bersifat najis, tinta yang masuk ke kulit ini dapat menjadikan tersumbatnya pori-
pori kulit sehingga air wudhu tidak akan bisa menyerap ke dalam kulit.18

Menurut Moh Sholehuddin, sulam bibir dan alis tidak termasuk perbuatan
mengubah ciptaan Allah. Perbuatan ini hanya memasukkan tinta ke dalam bibir
supaya bibir terlihat indah tanpa menggunakan lipstik dalam kurun waktu 2-3
tahun. Begitu juga dengan sulam alis. Prinsip umum yang harus dijadikan
pedoman bahwa mengubah ciptaan Allah yang bersifat permanen dengan

18
Cintya Firnanda Agustine, Ibnu Jazari, Dwi Ari Kurniawati, Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Sambungan Bulu Mata, Sulam Alis Dan Sulam Bibir, Jurnal Ilmiah Hukum Keluarga
(Hikmatina, Volume 1, No 2, 2019. Hal 72

13
pengubahan yang juga permanen itu dilarang. Pengubahan ciptaan Allah yang
permanen dengan cara permanen pula yang hanya diperbolehkan jika dalam
keadaan darurat, seperti sakit, tidak normal atau cacat.19

Suatu perbuatan bisa dihukumi dengan cara qiyas apabila memenuhi empat
rukun qiyas Dasar (Al-Asl), yaitu masalah yang sudah ada hukum tetapnya,
Cabang (Al-Far), yaitu masalah yang belum ada hukumnya, baik dari al-Qur’an,
sunnah, ijma, Alasan dasar (illat), yaitu bentuk kemiripan yang menghubungkan
antara dasar dengan cabang. Hukum dasar, yaitu hukum syar’i bagi masalah yang
sudah ada nash nya. Pada analisis tentang al-illat, menyatakan bahwa sulam bibir
dan alis bukan termasuk perbuatan mengubah ciptaan Allah karena sifatnya tidak
permanen. Hal ini sama seperti orang yang memakai bedak, lipstick, pacar kuku,
dan lain sebagainya. Jadi, terkait dengan permasalahan ini, menyatakan perbuatan
sulam bibir dan alis lebih tepatnya yaitu berhias secara berlebihan. 20 Di jelaskan
dalam firman Allah SWT surat al-a’raf ayat 31:

ِ ُّ ‫اد َم ُخ ُذوا۟ ِزينَتَ ُك ْم ِعن َد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد َو ُكلُوا۟ َوٱ ْش َربُوا۟ َواَل تُ ْس ِرفُوآ ۟ ۚ إِنَّهُۥ اَل يُ ِح‬
َ ‫ب ٱل ُْم ْس ِرف‬
‫ين‬ َ ‫ٰيَبَنِىٓ َء‬

“Hai Anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki


Masjid) makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”

E. Rebonding

Rebonding adalah meluruskan rambut agar rambut jatuh lebih lurus dan lebih
indah. Prosesnya dua tahap. Pertama, rambut diberi krim tahap pertama untuk
membuka ikatan protein rambut. Kemudian rambut dicatok, yaitu diberi perlakuan
seperti disetrika dengan alat pelurus rambut bersuhu tinggi. Kedua, rambut diberi
krim tahap kedua untuk mempertahankan pelurusan rambut.

19
Moh Sholehuddin, Upah Sulam Bibir dan Alis Perspektif Hukum Islam, (Maliyah Vol 6, No
01, Juni 2016) hal. 1306
20
Ibid. hal 1307

14
Proses rebonding melibatkan proses kimiawi yang mengubah struktur protein
dalam rambut. Protein pembentuk rambut manusia disebut keratin, yang terdiri
dari unsur sistin (cystine) yaitu senyawa asam amino yang memiliki unsur sulfida.
Jembatan disulfida -S-S- dari sistin inilah yang paling bertanggung jawab atas
berbagai bentuk dari rambut kita. Rambut berbentuk lurus atau keriting
dikarenakan keratin mengandung jembatan disulfida yang membuat molekul
mempertahankan bentuk-bentuk tertentu. Pada proses rebonding, pemberian krim
tertentu bertujuan untuk membuka/memutus jembatan disulfida itu, sehingga
bentuk rambut yang keriting menjadi lemas/lurus.

Proses rebonding menghasilkan perubahan permanen pada rambut yang


terkena aplikasi. Namun rambut baru yang tumbuh dari akar rambut akan tetap
mempunyai bentuk rambut yang asli. Jadi, rebonding bukan pelurusan rambut
biasa yang hanya menggunakan perlakuan fisik, tapi juga menggunakan perlakuan
kimiawi yang mengubah struktur protein dalam rambut secara permanen. Inilah
fakta (manath) rebonding.

Adapun meluruskan atau mengeriting rambut tanpa perlakuan kimiawi yang


mengubah struktur protein rambut secara permanen, yakni hanya menggunakan
perlakuan fisik, seperti menggunakan rol plastik dan yang semisalnya, hukumnya
boleh. Sebab tidak termasuk mengubah ciptaan Allah, tapi termasuk tazayyun
(berhias) yang dibolehkan bahkan dianjurkan syara’, dengan syarat tidak boleh
ditampakkan kepada yang bukan mahram. Wallahu a’lam.

Seorang istri diperbolehkan untuk berhias dengan syarat selama perhiasan itu
hanya untuk ditampakkan di hadapan suaminya dan tidak melanggar syariat.
Dalam hal pelurusan rambut (rebonding) ini di dalamnya terdapat unsur merubah
ciptaan Allah ta’ala. Merubah ciptaan Allah dengan tujuan menambah kecantikan
dan merasa tidak puas dengan apa yang sudah dianugerahkan adalah terlarang
karena ini adalah seruan syaitan.

Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

15
‫ْق اللَّ ِه‬
َ ‫َوآَل ُم َر َّن ُه ْم َفلَُيغَِّي ُر َّن َخل‬

“Maka aku (syaitan) benar-benar akan memerintahkan mereka untuk


merubah ciptaan Allah.” [QS An Nisa`: 119]

Dalil lainnya adalah hadits Asma` radhiallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah


SAW bersabda:

ِ ِ‫ط كَاَل ب‬
‫س َث ْوبَ ْي ُزو ٍر‬ ْ ‫ال ُْمتَ َشبِّ ُع بِ َما ل‬
َ ‫َم ُي ْع‬

“Orang yang memuaskan diri dengan sesuatu yang tidak diberikan sama
seperti orang yang mengenakan dua pakaian palsu.” [HR Al Bukhari (5219) dan
Muslim (2129)]

Ada yang mengatakan bahwa rambut yang direbonding itu selama beberapa
hari tidak diperbolehkan untuk dicuci karena dapat mengurangi hasil dari proses
meluruskan rambut. Dengan kata lain, selama beberapa hari itu tidak dapat
berwudhu dengan sempurna, akibatnya akan mengganggu shalat lima waktu.
Sebagai tambahan, ada pula yang mengatakan bahwa rebonding rambut ini bisa
menyebabkan kerusakan dan kerontokan rambut.

Alhasil, rebonding rambut ini banyak mafsadahnya, mafsadah agama dan


dunia. Mafsadah agama karena ia dikhawatirkan masuk ke dalam perkara
merubah ciptaan Allah dan bisa menghalangi seseorang dari berwudhuk secara
sempurna. Sedangkan mafsadah dunianya adalah menyebabkan kerusakan rambut
dan kerontokan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, hukum meluruskan rambut


atau rebonding sangat terkait dengan konteksnya, namun hukum asalnya mubah
dalam arti dibolehkan. 

Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr Asrorun Ni`am Sholeh mengatakan


bahwa, "Jika tujuan dan dampaknya negatif maka hukumnya haram. Sebaliknya,

16
jika tujuan dan dampaknya positif maka dibolehkan, bahkan dianjurkan. Jika
rebonding ditempatkan dalam konteks merawat tubuh dan menjaga keindahan,
maka justru dianjurkan. Syarat lainnya, obat yang digunakan harus halal."
Menurutnya, rebonding sebagai sebuah cara untuk berhias diri, hukum asalnya
dibolehkan sepanjang tidak menyebabkan bahaya, baik secara fisik, psikis,
maupun sosial. Dalam perspektif hukum Islam, menurutnya menjaga kebersihan
dan keindahan sangat dianjurkan. 

Lebih lanjut Niam menyatakan, kontroversi hukum haram rebonding yang


dihasilkan Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jawa Timur di Lirboyo,
Kediri, beberapa hari lalu harus dipahami lengkap dengan konteksnya agar tidak
menyesatkan masyarakat.

Menurutnya, penetapan haramnya rebonding bagi perempuan yang belum


beristri di mungkinkan jika rebonding sebagai sarana terjadinya kemaksiatan.
"Jika tujuannya baik, misalnya agar rambut mudah dirawat dan dibersihkan,
atau lebih mudah dalam pemakaian jilbab, rebonding justru dianjurkan. Bahkan
bisa jadi wajib."

Dikatakannya, pemahaman hukum rebonding secara utuh sangat perlu untuk


memberikan kepastian di tengah masyarakat sehingga tidak menyebabkan
keresahan.

Para ulama telah berselisih pendapat dalam menentukan hukum sebenar bagi
teknik rebonding ini sama ada untuk meluruskan rambut atau
mengkerintingkannya. Ini kerana tidak terdapat dalil yang khusus melarang atau
mengharuskan perkara ini secara jelas. Dalil-dalil yang digunakan oleh kedua-dua
pihak lebih bersifat umum sahaja. Disebabkan itulah berlaku perselisihan di
kalangan ulama kepada dua pandangan yaitu mengharamkan dan mengharuskan.21

http://budipratiko9.blogspot.com/2013/11/hukum-rebonding-atau-meluruskan-rambut.html?m=1
21

diakses pada Minggu 03 Mei 2020.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sebagian ulama lain ada yang berpendapat tidak boleh memakai warna
hitam kecuali dalam keadaan perang, dimaksudkan untuk menakuti musuh
agar mereka menganggap bahwa tentara Islam mengirim pasukan yang
masih muda. Menurut Quraish Shihab, Islam memerintahkan umatnya agar
berobat, bahkan bersolek dan memperindah diri dalam batas-batas yang
wajar. Sedangkan dalam Kuteks kuku secara syar’i memang terlarang, tidak
hanya sebagai bentuk tabarruj tetapi juga menghalangi air wudhu. Seperti
penjelasan Hadits berikut ini: “Celakalah tumit-tumit kalian (yang tidak
kena air wudhu) masuk api neraka"(HR. Bukhari).
2. Hukum dalam pemakaian tato, jika dilakukan secara berlebihan atau untuk
menakuti orang lain maka hukumnya haram termasuk untuk digunakan
dalam hal lainnya. Tetapi jika menggunakan tato dengan alasan

18
menggambar alis bagi wanita yang tidak memiliki bulu alis, maka
dibolehkan demi kepentingan kecantikan, asalkan tinta yang digunakan
berasal dari zat yang tidak najis.
3. Produk waterproof cosmetics yang benar-benar menghalangi air menuju
kulit maka tanpa dibersihkan terlebih dulu, wudhu yang dilakukan
penggunanya tidak sah. Tetapi jika produk yang digunakan itu tetap bisa
memberikan jalan untuk air yang masuk bisa dikatakan air tetap bisa
membasuh anggota wudhu dan sah. Karena wudhu itu bukanlah
pembahasan mengenai proses penetrasi melainkan terbasuhnya anggota
yang di wudhukan.
4. Menurut Moh Sholehuddin, sulam bibir dan alis tidak termasuk perbuatan
mengubah ciptaan Allah. Perbuatan ini hanya memasukkan tinta ke dalam
bibir supaya bibir terlihat indah tanpa menggunakan lipstik dalam kurun
waktu 2-3 tahun. Begitu juga dengan sulam alis. Prinsip umum yang harus
dijadikan pedoman bahwa mengubah ciptaan Allah yang bersifat permanen
dengan pengubahan yang juga permanen itu dilarang. Pengubahan ciptaan
Allah yang permanen dengan cara permanen pula yang hanya diperbolehkan
jika dalam keadaan darurat, seperti sakit, tidak normal atau cacat.
5. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, hukum meluruskan rambut
atau rebonding sangat terkait dengan konteksnya, namun hukum asalnya
mubah dalam arti dibolehkan.

B. Saran
Demikianlah pokok pembahasan makalah ini yang dapat kami paparkan,
besar harapan kami, makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pembaca, baik itu
guru maupun peserta didik itu sendiri. Karena kami masih menyadari makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi
dikesempatan yang akan datang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abu Al-Ghifari. Fiqih Remaja Kontemporer. (Bandung: Media Qalbu, 2005)

Ahmad Hatta Dkk., Bimbingan Islam Untuk Hidup Muslimah Petunjuk Praktis
Menjadi Muslimah Seutuhnya dari Lahir Sampai Mati Berdasrkan Al-Qur’an
Dan Sunnah (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2015)

Cintya Firnanda Agustine, Ibnu Jazari, Dwi Ari Kurniawati, Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Sambungan Bulu Mata, Sulam Alis Dan Sulam Bibir, Jurnal
Ilmiah Hukum Keluarga (Hikmatina, Volume 1, No 2, 2019

Daryanto. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. (Surabaya: Apollo Lestari, 1998)

Hatib Abdul Kadir Olong. Tato. (Yogyakarta: PT. LKiS Yogyakarta, 2006)

Mahjuddin. Masail Al-Fiqh (Kasus-Kasus Aktual dalam Hukum Islam). (Jakarta:


Kalam Mulia, 2012)

20
Masjfuk Zuhdi. Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam. (Jakarta: Haji
Masagung, 1992)

Moh Sholehuddin, Upah Sulam Bibir dan Alis Perspektif Hukum Islam, (Maliyah
Vol 6, No 01, Juni 2016)

Muliadi Kurdi dan Muji Mulia. Problematika Fikih Modern. (Banda Aceh:
Yayasan PeNA, 2005)

Sisca Putri Ariesta dan Juhrah Singke. Pengaruh Suhu Air terhadap Hasil Water
Marble Nail Art. e- Journal. Volume 05 Nomer 01 Tahun 2016, Edisi
Yudisium Periode Februari 2016,

Sopa, Sertifikasi Halal Majlis Ulama Indonesia Studi Atas Fatwa Halal MUI
Terhadap Produk Makanan, Obat-Obatan dan Kosmetik, cet pertama
(Jakarta:Gaung Persada Pres Group, 2013)

T.Mitsui. Ph.D, New Cosmetics Science,(Netherland: Elsevier Science B.V,


1998)

Ummu Azzam, Ternyata Shalat Sambil Menggendong Anak Itu Tetap Sah
(Jakarta: Qultum Media,2012)

http://budipratiko9.blogspot.com/2013/11/hukum-rebonding-atau-meluruskan-
rambut.html?m=1

21

Anda mungkin juga menyukai