2001056020
۟ َُّل أ ُ ۟ول
وا أٱْل َ أل َٰ َبب ُ
ٓ َّ يرا ۗ َو َما َيذَّ َّك ُر إ َ شا ٓ ُء ۚ َو َمن يُؤأ تَ أٱلح أك َمةَ فَقَ أد أوت
ً ى َخي ًأرا َكث َ يُؤأ تى أٱلح أك َمةَ َمن َي
269. Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah,
sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil
pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.
1
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2002),
hal. 581.
َ “ يُؤأ تى أٱلح أك َم َة َمن َيAllah menganugerahkan al-Hikmah
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, شا ٓ ُء
(pemahaman yang dalam tentang al-Qur'an dan as-Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki."
Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu Abbas: "Yaitu pengetahuan mengenai al-Qur'an,
yang meliputi ayat-ayat nasikh dan mansukh, muhkam dan mutasyabih, yang didahulukan dan
yang diakhirkan, halal dan haram, dan semisalnya." Kata Hikmah mempunyai beberapa versi
makna menurut beberapa Ulama, diantaranya:
- Ibnu Abi Najih menceritakan dari Mujahid: "Yang dimaksud dengan hikmah di sini adalah
tepat dalam ucapan"
- Abu Aliyah mengatakan: "Hikmah berarti rasa takut kepada Allah, karena sesungguhnya rasa
takut kepada Allah merupakan pokok dari setiap hikmah”
- Ibrahim an-Nakha'i mengemukakan: "Hikmah berarti pemahaman"
- Ibnu Wahab menceritakan dari Malik, Zaid bin Aslam mengatakan: "Hikmah berarti akal,"
- Imam Malik mengatakan: "Sesungguhnya terbetik di hatiku bahwa hikmah itu adalah
pemahaman tentang agama Allah dan sesuatu yang dimasukkan Allah ke dalam hati yang
berasal dari rahmat dan karunia-Nya. Yang dapat memperjelas hal itu adalah bahwa anda
mungkin mendapatkan seseorang yang ahli dalam urusan dunianya, jika ia berbicara
tentangnya. Dan anda mendapatkan orang lain yang lemah dalam urusan dunianya tetapi ia
sangat ahli dan luas pandangannya dalam bidang agama, ini merupakan karunia yang diberikan
kepadanya dan dihalangi dari orang yang pertama. Jadi, hikmah berarti pemahaman dalam
agama Allah Ta'ala."2
2
M. Abdul Ghoffar dkk, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 (Bogor : Pustaka Imam Asy-Syafi’I 2004), hal.
537.
- Sebuah riwayat dari imam Malik yang disampaikan oleh Ibnu Al Qasim mengatakan: hikmah
adalah perenungan pada perintah Allah dan mempraktekkannya. Kemudian ia juga
mengatakan: hikmah adalah taat kepada Allah SWT, memperdalam pengetahuan agama, dan
mengamalkannya.
- Rabi' bin Anas berpendapat: hikmah adalah ketakwaan.
- Ibrahim An-Nakha'i dan Zaid bin Aslam berpendapat: hikmah adalah pemahaman mengenai
Al Qur'an.
- Hasan mengatakan bahwa hikmah itu adalah wara' (keshalihan).
- Abu Muhammad Ad-Darimi dalam kitab musnadnya menyebutkan diriwayatkan dari
Marwan bin Muhammad, dari Rifdah Al Ghassani, dari Tsabit bin Ajlan Al Anshari, ia
mengatakan: Pernah pada suatu saat disebutkan: "Sesungguhnya jika Allah menghendaki suatu
adzab atas penduduk bumi, lalu mendengar seseorang mengajarkan hikmah kepada anak anak
kecil, maka adzab itu akan dihapuskan dari mereka." Marwan mengatakan: yang dimaksud
dengan hikmah ini adalah Al Qur'an.
Sedangkan Imam Al Qurthubi mengatakan: Semua pendapat ini, selain pendapat dari
أadalah
As-Suddi, Rabi', dan Hasan, hampir serupa satu sama lain, karena kata hikmah (َ)ٱلح أك َمة
bentuk mashdar dari ( )اَّلحكامyang maknanya adalah mengikat perkataan atau perbuatan. Oleh
karena itu pendapat-pendapat yang disebutkan diatas termasuk bagian dari jenis hikmah, Al
Qur'an adalah hikmah, sunah Rasul SAW adalah hikmah, dan semua yang disebutkan
mengenai fadhilah adalah hikmah.
Kesimpulan:
Allah memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Hikmah mempunyai
banyak versi makna, diantaranya: ilmu-ilmu dalam Al-Quran dan As-sunnah, baik dan buruk,
pemahaman ilmu agama dan praktiknya, ketakwaan, keshalihan, dan lain-lain. Intinya hikmah
adalah sesuatu yang dapat menjauhkan diri dari kebodohan. Oleh sebab itulah ilmu biasanya
disebut dengan hikmah, karena ilmu telah menjauhkan seseorang dari kebodohan, dan dengan
ilmu itu juga seseorang dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang batil. Begitu juga
dengan orang yang diberi hikmah oleh Allah, dia telah diberi kebaikan yang banyak baik di
dunia maupun di akhirat dan telah diberikan pemberian yang terbaik dari segala macam ilmu
atau kitab sebelumnya, dari lembaran apa saja yang diturunkan kepada para Nabi sebelum Nabi
terakhir, dan ilmu apapun yang ada di muka bumi ini. Tidak ada yang dapat mengambil
pelajaran dan hikmah kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat. Akal yang sehat dan
cerdas merupakan suatu alat untuk memperoleh ilmu, yang dapat mengenal sesuatu
berdasarkan dalil-dalil dan dapat mengetahui sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya. Ini
mengapa Allah hanya memberikan hikmah kepada orang-orang tertentu diantara hamba-Nya
yang di kehendaki-Nya.
Referensi:
Tafsir Al-Mishbah Jilid 1
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1
Tafsir Al-Qurthubi Jilid 3
Tafsir Kemenag
3
Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi 3, hal. 725-728.