Anda di halaman 1dari 35

PENILAIAN AUTENTIK, OBJEK HASIL BELAJAR,

DAN TES HASIL BELAJAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Evaluasi Pembelajaran yang diampu oleh:
Heny Narendrany Hidayati, S.Ag., M.Pd.

Oleh
Alima Putri Utami 11170110000003
Fitri Nuraini 11170110000005
Afifah Hanifatush Sholihah 11170110000066
Muhamad Yusron Ulul Albab 11170110000087
Nugroho Eka Prasetio 11170110000089
Dinna Amalia Dadi Safitri 11170110000110

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. karena atas segala rahmat dan karunia-
Nya pemakalah dapat menyelesaikan makalah yang sederhana ini. Semoga
makalah yang telah pemakalah buat dapat digunakan sebagai acuan, petunjuk,
ataupun pedoman bagi para pembaca dalam memahami “Penilaian Autentik,
Objek Hasil Belajar, dan Tes Hasil Belajar”.
Harapan pemakalah kedepan adalah semoga makalah ini dapat membantu
para pembaca untuk lebih memahami dan juga menambah pengetahuan serta
pengalaman yang diperoleh dari hasil membaca ataupun mengkaji makalah yang
bertemakan “Penilaian Autentik, Objek Hasil Belajar, dan Tes Hasil Belajar” ini,
sehingga pemakalah dapat memperbaiki segala kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini, pemakalah sadari masih terdapat banyak
kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi. Oleh karena itu, pemakalah
berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan makalah yang telah dibuat.

Jakarta, 14 September 2019

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................1
D. Manfaat.................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
A. Penilaian Autentik dan Karakteristiknya...........................................................3
B. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Autentik................................................5
C. Pelaksanaan Penilaian Autentik..........................................................................6
D. Penilaian Berorientasi HOTS............................................................................10
E. Penyusunan Soal HOTS.....................................................................................10
F. Peran Soal HOTS................................................................................................13
G. Objek Hasil Belajar............................................................................................16
H. Hubungan Antara Obyek Hasil Belajar pada Ranah Kognitif, Afektif, dan
Psikomotorik..............................................................................................................17
I. Tes Hasil Belajar.................................................................................................20
J. Ciri Tes yang Baik..............................................................................................22
BAB III............................................................................................................................25
PENUTUP.......................................................................................................................25
A. Kesimpulan.........................................................................................................25
B. Saran....................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penilaian hasil belajar merupakan salah satu kegiatan dalam dunia
pendidikan yang penting. Pada satu sisi, dengan penilaian hasil belajar yang
dilakukan dengan baik dapat diketahui tingkat kemajuan belajar siswa,
kekurangan, kelebihan, dan posiisi siswa dalam kelompok.  Pada sisi yang
lain, penilaian hasil belajar yang baik akan merupakan feed back bagi
guru/dosen untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan proses belajar mengajar.
Idiealnya, penilaian pada bidang apapun dilakukan dengan menggunakan
prosedur dan instrumen yang standar. Prosedur yang standar adalah suatu
prosedur penilaian yang dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah
tertentu dan perlakukan yang adil pada siswa dengan mempertimbangankan
situasi waktu, tempat, dan berbagai keragaman pada siswa. Sedangkan
instrumen yang standar adalah instrumen yang disusun menggunakan prosedur
pengembangan instrumen yang baku dan dapat dipertanggungjawabkan
tingkat validitas dan reliabilitasnya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka disusunlah rumusan masalah yaitu
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan penilaian autentik dan karakteristiknya ?
2. Apa saja kelebihan dan kekurangan penilaian autentik ?
3. Bagaimana pelaksanaan penilaian autentik ?
4. Apa yang dimaksud dengan penilaian berorientasi HOTS ?
5. Bagaimana cara menyusun soal HOTS ?
6. Apa saja peran dari soal HOTS ?
7. Apa yang dimaksud dengan obyek hasil belajar ?

1
8. Bagaimana hubungan antara obyek hasil belajar pada ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik ?
9. Apa yang dimaksud dengan tes hasil belajar ?
10. Apa saja ciri-ciri tes yang baik ?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi penilaian autentik dan
karakteristiknya
2. Mahasiswa dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan penilaian
autentik
3. Mahasiswa dapat mengetahui pelaksanaan penilaian autentik
4. Mahasiswa dapat mengetahui definisi penilaian berorientasi HOTS
5. Mahasiswa dapat mengetahui cara menyusun soal HOTS
6. Mahasiswa dapat mengetahui peran dari soal HOTS
7. Mahasiswa dapat mengetahui definisi obyek hasil belajar
8. Mahasiswa dapat mengetahui hubungan antara obyek hasil belajar pada
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik
9. Mahasiswa dapat mengetahui tes hasil belajar
10. Mahasiswa dapat mengetahui ciri-ciri tes yang baik
D. Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini agar dapat menambah ilmu
pengetahuan bagi penulis lebih utamanya dan bagi para pembaca pada
umumnya mengenai Penilaian Autentik, Objek Hasil Belajar, dan Tes Hasil
Belajar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penilaian Autentik dan Karakteristiknya


Istilah penilaian adalah proses kegiatan untuk mengetahui apakah suatu
program yang telah ditetapkan sebelumnya berhasil dengan baik atau tidak.
Untuk mengetahui informasi tentang penilaian tersebut digunakan
pengukuran, baik yang menggunakan instrumen tes maupun non tes. Evaluasi
meliputi mengukur dan menilai. Evaluasi bukan hanya memberi angka dan
menilai berhasil tidaknya sesuai program, melainkan juga digunakan untuk
untuk membuat keputusan, sebab-sebab ketidak berhasilan, tidak lanjut dan
solusi pemecahannya.
Istilah penilaian dalam pendidikan merupakan proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajara peserta didik.
Kegiatan mengumpulkan informasi sebagai bukti untuk dijadikan dasar
menetapkan terjadinya perubahan dan derajat perubahan yang telah dicapai
sebagai hasil belajar peserta didik. Keputusan penilaian seperti lulus atau tidak
lulus, telah mencapai standar penguasaan minimal kompetensi atau belum,
dinyatakan dalam bentuk yang bersifat kualitatif, seperti baik sekali, baik,
cukup, kurang dan kurang sekali. Sebagai keputusan dalam penilaian harus
didukung dalam bukti-bukti peserta didik yang diperoleh melalui tahap
pengukuran. Tampak jelas adanya hubungan yang sangat erat antara penilaian
dan pengukuran dalam pendidikan.1
Penilaian Autentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru
tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan anak
didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan,

1
Supardi, Penilaian Autentik, Pembelajaran Afektif, Kognitif, dan Psikomotor (konsep
dan aplikasi)(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2015), Hal. 24

3
atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran dan kemampuan
(kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai.2
Beberapa karakteristik penilaian autentik antara lain:
1. berpusat pada peserta didik
2. merupakan bagian terintegrasi dari pembelajaran
3. Bersifat kontekstual dan bergantung pada konten pembelajaran
4. merefleksikan kompleksitas belajar
5. menggunakan metode/prosedur yang bervariasi
6. menginformasikan cara pembelajaran atau program pengembangan
yang seharusnya dilakukan, dan
7. bersifat kualitatif.3
Penilaian autentik sebagai suatu penilaian belajar yang merujuk pada
situasi atau konteks dunia “nyata” memerlukan berbagai macam berbagai
macam pendekatan untuk memecahkan masalah yang memberikan
kemungkinan bahwa satu masalah dapat mempunyai lebih dari satu macam
pemecahan. Dengan kata lain, penilaian autentik memonitor dan mengukur
kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan
masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata. Dalam suatu
proses pembelajaran nyata, penilaian autentik mengukur, memonitor, dan
menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif,
afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu
proses pembelajaran, maupun berupa perubahan dan perkembangan aktifitas,
dan perolehan belajar selama proses pembelajaran didalam kelas maupun
diluar kelas.
Menurut Kunandar penilaian hasil belajar peserta didik merupakan sesuatu
yang sangat penting dan strategis dalam kegiatan belajar mengajar. Penilaian
tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan atau berkelanjutan untuk
memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk
2
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru), (Bandung,: PT . Remaja Rosdakarya, 2008). Hal. 186
3
Ridwan Abdullah Sani, Penilaian Autentik, Jakarta Bumi Aksara, 2016. Hal. 56

4
meningkatkan efektifitas pembelajaran. Dengan penilaian hasil belajar yang
baik akan memberikan informasi yang bermanfaat dalam perbaikan kualitas
proses belajar mengajar. Berikut ciri-ciri penilaian autentik adalah :
1. Harus mengukur semua aspek pembelajaran yakni kinerja dan hasil atau
produksi.
2. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
3. Menggunakan berbagai cara dan sumber
4. Tes hanya salah satu alat pengumpul data penilaian
5. Tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik mencerminkan bagian-
bagian kehiupan peserta didik yang nyata setiap hari, meeka harus dapat
menceritakan pengalaman atau kegiatan yang mereka lakukan setiap
hari.
6. Penilaian harus menekankan pengetahuan dan keahlian peserta didik,
bukan keluasannya (kuantitas)4
B. Kelebihan dan Kelemahan Penilaian Autentik
Beberapa kelebihan penilaian autentik dalam penerapan kurikulum 2013
antara lain :
1. Penilaian autentik memiliki revelansi kuat terhadap pendekatan ilmiah
dalam pembelajaran sesuai dengan Kurikulum 2013.
2. Penilaian tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar
peserta didik.
3. Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau
kontekstual.
4. Penilaian autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik terpadu
dalam pembelajaran.
5. Penilaian autentik mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar,
kegiatan siswa belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta
keterampilan belajar.
6. Guru akan dapat mengetahui dimana kelebihan dan kelemahan dari
siswa
4
Kunandar, Penilaian Autentik, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013. Hal. 38-39

5
7. Penilaian autentik dapat menggambarakn pencapaian seorang siswa
dalam pembelajaran kemajuan belajar.
8. Penilaian autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas
perkembangan peserta didik karena berfokus pada kemampuan mereka
berkembang untuk belajar bagaimana belajar tentang subjek.
Beberapa kelemahan dari penilaian autentik :
1. Penilaian Autentik mungkin kurang reliabel dan valid dibanding yang
lainnya.
2. Bagi guru yang menggunakan penilaian autentik dalam kelas dituntut
untuk lebih mengebangkan pendidikan dan profesionalitas.
3. Penilaian autentik tidak seberguna tes-tes standar bagi para pembuat
kebijakan karena penilaian autentik tidak dapat diperlihatkan trend-
trend jangka panjang seperti tes-tes standar. 5
C. Pelaksanaan Penilaian Autentik
Dalam Permendikbud nomor 104 tahun 2014 menjelaskan bahwa
penilaian autentik adalah bentuk penilaian yang menghendaki peserta didik
menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang
diperoleh dari pembelajaran dalam melakukan tugas pada situasi yang
sesungguhnya. Dalam kurikulum 2013 penilaian autentik meliputi penilaian
kompetensi sikap kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan.6
a. Penilaian Kompetensi Sikap
Sikap merupakan kecenderungan seseorang dalam merespon
sesuatu atau obyek, yang tergambar melalui rasa suka, tidak suka,
setuju dan setuju. Penilaian sikap dapat dilakukan dengan cara
pengamatan (observasi), penilaian diri, penilaian teman sejawat dan
rekaman anekdot (catatan anekdot). Penilaian melalui observasi
bertujuan untuk merekam perkembangan sikap siswa melalui
pengamatan, baik sikap siswa terhadap mata pelajaran atau sikap

5
Neneng Kusmijati. Penerapan Penilaian Autentik Sebagai Upaya Memotivasi Belajar
Peserta Didik, Hal: 55-62
6
Permendikbud, Penilian Hasil Belajar Oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar Dan
Pendidikan Menengah, No. 104, 2014.hal. 2

6
terhadap hal umum. Penilaian diri, merupakan penilaian yang
berkembang akibat bergesernya system pembelajaran dari
pembelajaran yang berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat
pada siswa. Supaya siswa dalam penilaian diri tidak mengedepankan
subyektivitas sehingga tidak menilai diri terlalu tinggi, maka guru
harus melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) menjelaskan tujuan
penilaian diri, (2) menentukan kompetensi yang akan dinilai, (3)
menentukan indicator dan skala penilaiannya, dan (4) menentukan
format penilaian diri.
Penilaian sejawat-penilaian teman sebaya (peer assessment)
merupakan kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk menilai
teman sebayanya atau mereka berkesempatan saling menilai antar
teman sebayanya. Agar penilaian ini tetap menilai hal-hal yang
seharusnya, guru harus mengembangkan format penilaian dimana
siswa cukup memberikan jawaban atas pernyataan yang telah
dikembangkan guru sesuai dengan indicator yang telah ditetapkan.
Misalnya tentang kejujuran, kedisplinan, ketaatan melaksanakan tata
tertib, kerjasama dan lainnya. Penilaian diri dan penilaian sejawat
harus dapat dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam setiap
semester.
Penilaian sikap terdiri dari (1) penilaian sikap utama, dan (2)
penilaian sikap penunjang. Penilaian pada sikap utama dilakukan
melalui observasi oleh guru mata pelajaran, guru bimbingan konseling
dan wali kelas selama satu semester. Observasi sikap oleh guru mata
pelajaran dalam satu semester tersebut dilakukan selama dalam proses
pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran. Sedangkan
observasi oleh guru bimbingan konseling dan wali kelas, dilakukan
dalam satu semester di luar jam pelajaran baik secara langsung
maupun berdasarkan informasi atau laporan yang valid. Penilain sikap
penunjang terdiri dari penilaian diri dan penilaian antar teman
(penilaian sejawat) yang dapat dilaksanakan sekurangkurangnya satu

7
kali selama satu semester. Dalam bentuk skema dapat digambarkan
sebagai berikut:7

Observasi guru MP
Utama selama satu semester

Obsrevasi guru BK
& Wali kelas selama
Penilaian satu semester
sikap

Penilaian diri
Penunjang
antar teman

b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan


Penilaian kompetensi pengetahuan merupakan aspek penilaian
yang sudah sangat dikenal oleh para guru. Penilaian kompetensi
pengetahuan ini salah satunya meliputi tes tulis seperti pilihan ganda,
menjodohkan, benarsalah, melengkapi, uraian singkat dan masih
banyak lagi beberapa jenis dan teknik dalam tes tulis untuk penilaian
kompetensi pengetahuan. Soal tes tertulis yang menjadi penilaian
autentik adalah soal-soal yang menghendaki peserta didik merumuskan
jawabannya sendiri, seperti soal-soal uraian. Soalsoal uraian
menghendaki peserta didik mengemukakan atau mengekspresikan
gagasannya dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-
katanya sendiri, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan
menyimpulkan. Setiap jenis penilaian ini memiliki kelebihan dan
kelemahan. Misalnya kelebihan dari tes dalam bentuk uraian, adalah
lebih mudah dalam mengembangkannya, dan memancing siswa untuk
dapat mengembangkan cara berpikir, serta melatih kemampuan

7
Wildan, “Pelaksanaan Penilaian Autentik Aspek Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan
di Sekolah atau Madrasah”, Jurnal Tasqif Vol. 15 No. 2, 2017, hal. 143

8
berpikir kritis. Kelemahan tes tertulis bentuk uraian antara lain
cakupan materi yang ditanyakan terbatas dan membutuhkan waktu
lebih banyak dalam mengoreksi jawaban. Selain itu memiliki unsur
subyektifitas dari penilai yang sulit dihindari.
Penilaian dengan jenis pilihan ganda memiliki kelebihan antara
lain memiliki unsur obyektifitas yang tinggi, dapat melingkupi cukup
banyak materi yang telah dipelajari siswa, dan mudah dalam
mengoreksi. Sedangkan kelemahannya antara lain, memerlukan
kecermatan dalam menyusun tesnya, lemah dalam melatih siswa untuk
berpikir kritis, hanya dapat mengukur kemampuan siswa pada tingkat
kognitif yang paling rendah.
Penilaian pengetahuan dapat dilaksanakan dengan berbagai teknik,
seperti tes tulis, tes lisan, penugasan dan teknik lain misalnya melalui
protofolio dan observasi. Dengan teknik tes tulis dapat menggunakan
beberapa jenis penilaian seperti benar salah, pilihan ganda,
menjodohkan, isian/melengkapi, dan uraian. Penilaian dengan tes lisan
dapat dilakukan dengan kuis dan tanya jawab, sedangkan melalui
teknik penugasan dapat dilakukan dengan tugas yang dilakukan secara
individu maupun kelompok di dalam satuan pendidikan atau di luar
sekolah. Skema penilaian ini dapat digambarkan sebagai berikut:8

Benar-salah, pilihan ganda,


Tes tulis
menjodohkan

Tes lisan Kuis, Tanya jawab

Penilaian
pengetahuan

Penugasan individu dan kelompok


Penugasan
di dalam sekolah maupun diluar
8
Ibid., hal. 145

9
Teknik lain:
Portofolio,
observasi
c. Penilaian Kompetensi Keterampilan
Penilaian keterampilan dapat dilakukan dengan cara-cara seperti
(1) penilian unjuk kerja, yaitu penilaian untuk mengamati kegiatan
siswa dalam menerapkan sesuatu yang dapat diamati, seperti unjuk
kerja dalam melaksanakan shalat, membaca puisi, membaca surat-surat
pendek, praktik olahraga, berpidato dan lain sebagainya. (2) penilaian
proyek, yaitu penilaian yang diberikan kepada siswa dalam
melaksanakan tugas dalam waktu tertentu, untuk mengukur
pemahaman siswa dalam melakukan penyelidikan. Penilaian ini dapat
meliputi perencanaan termasuk mengembangkan desain, pengumpulan
data, pengolahan data, sampai kepada pelaporan hasil penyelidikan. (3)
penilaian produk, penilaian hasil karya siswa misalnya berupa hasil
karya berupa lukisan, kaligrafi, membuat kue, membuat alat musik,
alat kebersihan dan lainnya.
Penilaian keterampilan melalui penilaian unjuk kerja/kinerja/
praktik adalah penilaian yang dilakukan dengan cara mengamati
kegiatan peseta didik, penilaian keterampilan melalui penilaian produk
adalah penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam membuat
produk-produk (hasil karya) teknologi maupun seni. Penilaian
keterampilan melalui penilaian proyek merupakan penilaian terhadap
kegiatan penyelidikan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan
pelaporan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan penilaian
portofolio adalah penilaian yang berupa rekaman hasil pembelajaran
dan penilaian yang memperkuat kemajuan dan kualitas pekerjaan
siswa.
Skema penilaian aspek keterampilan ini dapat digambarkan
sebagai berikut :9
9
Ibid., hal.146

10
Untuk Penilaian melalui pengamatan
kerja/kinerja/prak kegiatan siswa
tik

Produk Menilai kemampuan siswa


membuat produk teknologi
maupun seni
Penilaian
keterampilan
Penilaian penyelidikan meliputi
Proyek perencanaan, pelaksanaan dan
pelaporan

Rekaman hasil pembel dan


Portofolio
penilaian yg memperkuat kemajuan
dan kualitas pelajaran siwa

D. Penilaian Berorientasi HOTS


Penyempurnaan kurikulum 2013 antara lain pada standar isi diperkaya
dengan kebutuhan peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis sesuai
dengan standar internasional, sedangkan pada standar penilaian memberi
ruang pada pengembangan instrumen penilaian yang mengukur berpikir
tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar diharapkan dapat membantu peserta
didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order
Thinking Skills /HOTS), karena berpikir tingkat tinggi dapat mendorong
peserta didik untuk berpikir secara luas dan mendalam tentang materi
pelajaran.10
Penilaian berorientasi HOTS bukanlah sebuah bentuk penilaian yang baru
bagi guru dalam melakukan penilaian. Tetapi penilaian berorientasi HOTS ini
memaksimalkan keterampilan guru dalam melakukan penilaian. Guru dalam
penilaian ini harus menekankan pada penilaian sikap, pengetahuan dan

10
Wiwik Setiawati, dkk., Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi.(Jakarta:Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2018),h. 5

11
keterampilan yang bisa meningkatkan keterampilan peserta didik dalam proses
pembelajaran berorientasi HOTS.11
Penilaian hasil belajar diharapkan dapat membantu peserta didik untuk
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking
Skills/HOTS), karena berpikir tingkat tinggi dapat mendorong peserta didik
untuk berpikir secara luas dan mendalam tentang materi pelajaran.12
E. Penyusunan Soal HOTS
Dalam menulis soal, penulis soal umumnya memiliki kecenderungan
untuk menulis soal-soal yang menuntut perilaku ingatan karena mudah dalam
penulisan soalnya dan materi yang hendak ditanyakan juga mudah diperoleh
secara langsung dari buku pelajaran. Soal-soal yang mengukur ingatan kurang
memberi dorongan kepada peserta didik untuk belajar lebih giat dalam
mempersiapkan dirinya menjadi anggota masyarakat yang kreatif di masa
depan. Oleh karena itu, peserta didik perlu diberi soal-soal yang menuntut
proses berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill atau HOTS).13
Dalam menyusun soal yang mengukur proses berpikir tingkat tinggi
disajikan berbagai informasi, biasanya dalam stimulus. Stimulus dapat berupa
teks, gambar, grafik, tabel, dan lain sebagainya yang berisi informasi-
informasi dari kehidupan nyata. Stimulus yang digunakan hendaknya menarik,
artinya mendorong peserta didik untuk membaca. Berdasarkan informasi-
informasi tersebut, peserta didik diminta untuk:14
1. Mentransfer informasi tersebut dari satu konteks ke konteks lainnya
2. Memproses dan menerapkan informasi
3. Melihat keterkaitan antara informasi yang berbeda-beda
4. Menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah
5. Secara kritis mengkaji/menelaah ide atau gagasan dan informasi

11
Ibid.
12
Ibid.,h. 10
13
Tim Panduan Penulisan Soal, (Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian
dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017), h. 45.
14
Ibid., h. 45.

12
Kebutuhan penyusunan soal HOTS tentunya juga sangat bergantung pada
satuan pendidikan dimana soal tersebut dikembangkan untuk mengukur
ketercapaian suatu KD. Semakin tinggi tingkat satuan pendidikan, tentunya
juga semakin tinggi tingkatan kemampuan berpikir yang harus dicapai,
demikian sebaliknya. Jadi secara bertahap kebutuhan pengembangan soal
HOTS akan semakin meningkat pada satuan pendidikan yang semakin
tinggi.15
Untuk menulis butir soal HOTS, penulis soal dituntut untuk dapat
menentukan perilaku yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan
dijadikan dasar pertanyaan dalam konteks tertentu sesuai dengan perilaku
yang diharapkan. Selain itu uraian materi yang akan ditanyakan tidak selalu
tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu dalam penulisan soal HOTS,
dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal, dan
kreativitas guru dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi
daerah di sekitar satuan pendidikan.16
Berikut dipaparkan langkah-langkah penyusunan soal-soal HOTS:17
1. Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS
Terlebih dahulu guru-guru memilih KD yang dapat dibuatkan soal-
soal HOTS. Tidak semua KD dapat dibuatkan model-model soal
HOTS. Guru secara mandiri atau melalui forum MGMP dapat
melakukan analisis terhadap KD yang dapat dibuatkan soal-soal
HOTS.
2. Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi penulisan soal-soal HOTS bertujuan untuk membantu
para guru dalam menulis butir soal HOTS. Secara umum, kisi-kisi
tersebut diperlukan untuk memandu guru dalam: (a) memilih KD yang
15
Wahidmurni, “Pengembangan Penilaian untuk Mengukur Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi”, Makalah disampaikan pada Kegiatan Workshop Pengembangan Penilaian
Kurikulum 13 Bagi Guru-Guru Madrasah Aliyah Negeri Batu, Malang, 13 Juli 2018, h. 11.
16
Zainal Fanani, Strategi Pengembangan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS)
dalam Kurikulum 2013, Jurnal Of Islamic Religious Education, 2018, h. 71.
17
I Wayan Widana. Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill, (Jakarta:
Direktorat Pembinaan SMA Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, 2017), h. 17.

13
dapat dibuat soal-soal HOTS, (b) memilih materi pokok yang terkait
dengan KD yang akan diuji, (c) merumuskan indikator soal, dan (d)
menentukan level kognitif.
3. Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual
Stimulus yang digunakan hendaknya menarik, artinya mendorong
peserta didik untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik
umumnya baru, belum pernah dibaca oleh peserta didik. Sedangkan
stimulus kontekstual berarti stimulus yang sesuai dengan kenyataan
dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta didik untuk
membaca. Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih stimulus
dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.
4. Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal
Butir-butir pertanyaan ditulis sesuai dengan kaidah penulisan butir
soal HOTS. Kaidah penulisan butir soal HOTS, agak berbeda dengan
kaidah penulisan butir soal pada umumnya. Perbedaannya terletak
pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif
sama. Setiap butir soal ditulis pada kartu soal, sesuai format terlampir.
5. Membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban
Setiap butir soal HOTS yang ditulis hendaknya dilengkapi dengan
pedoman penskoran atau kunci jawaban. Pedoman penskoran dibuat
untuk bentuk soal uraian. Sedangkan kunci jawaban dibuat untuk
bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah,
ya/tidak), dan isian singkat.
Jadi dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penyusunan
soal-soal HOTS harus mengikuti langkah-langkah yang benar.
Langkah-langkah itu mulai dari menganalisis KD apa yang bisa dibuat
soal, sampai kepada pembuatan kunci jawaban sebagai pedoman
akhirnya nanti. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa peserta didik
dapat meningkatkan kemampuan berfikirnya.
F. Peran Soal HOTS

14
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Dalam melaksanakan
penilaian di sekolah harus mengacu pada Standar Penilaian Pendidikan yaitu
kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar
dalam penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah.18
Penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah
terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian hasil
belajar oleh pendidik bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses,
kemajuan belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan. Seorang pendidik dapat melakukan penilaian dengan baik
jika didukung oleh instrumen penilaian.19
Soal-soal HOTS bertujuan untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat
tinggi. Dalam melakukan penilaian, guru dapat menyisipkan beberapa butir
soal HOTS. Berikut dipaparkan beberapa peran soal-soal HOTS dalam
meningkatkan mutu Penilaian:20
1. Mempersiapkan Kompetensi Peserta Didik Menyongsong Abad Ke-21
Penilaian yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan diharapkan
dapat membekali peserta didik untuk memiliki sejumlah kompetensi
yang dibutuhkan pada abad ke-21. Secara garis besar, terdapat 3
kelompok kompetensi yang dibutuhkan pada abad ke-21 yaitu: a)
memiliki karakter yang baik (beriman dan taqwa, rasa ingin tahu,
pantang menyerah, kepekaan sosial dan berbudaya, mampu
beradaptasi, serta memiliki daya saing yang tinggi); b) memiliki
sejumlah kompetensi (berpikir kritis dan kreatif, problem solving,
kolaborasi, dan komunikasi); serta c) menguasai literasi mencakup

18
Zainal Fanani, Op.Cit., h.71.
19
Zainal Fanani, Op., Cit, h. 72.
20
Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill, Op., Cit, h. 18.

15
keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan
dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori.
Penyajian soal-soal HOTS dalam penilaian dapat melatih peserta
didik untuk mengasah kemampuan dan keterampilannya sesuai dengan
tuntutan kompetensi abad ke-21 di atas. Melalui penilaian berbasis
pada soal-soal HOTS, keterampilan berpikir kritis (creative thinking
and doing), kreativitas (creativity) dan rasa percaya diri (learning self
reliance), akan dibangun melalui kegiatan latihan menyelesaikan
berbagai permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari (problem
solving).
2. Memupuk Rasa Cinta dan Peduli terhadap Kemajuan Daerah
Dalam Penilaian guru diharapkan dapat mengembangkan soal-soal
HOTS secara kreatif sesuai dengan situasi dan kondisi di daerahnya
masing-masing. Kreativitas guru dalam hal pemilihan stimulus yang
berbasis permasalahan daerah di lingkungan satuan pendidikan sangat
penting. Berbagai permasalahan yang terjadi di daerah tersebut dapat
diangkat sebagai stimulus kontekstual.
Dengan demikian stimulus yang dipilih oleh guru dalam soal-soal
HOTS menjadi sangat menarik karena dapat dilihat dan dirasakan
secara langsung oleh peserta didik. Di samping itu, penyajian soal-soal
HOTS dalam ujian sekolah dapat meningkatkan rasa memiliki dan
cinta terhadap potensi-potensi yang ada di daerahnya. Sehingga peserta
didik merasa terpanggil untuk ikut ambil bagian untuk memecahkan
berbagai permasalahan yang timbul di daerahnya.
3. Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Pendidikan formal di sekolah hendaknya dapat menjawab
tantangan di masyarakat sehari-hari. Ilmu pengetahuan yang dipelajari
di dalam kelas, agar terkait langsung dengan pemecahan masalah di
masyarakat. Dengan demikian peserta didik merasakan bahwa materi
pelajaran yang diperoleh di dalam kelas berguna dan dapat dijadikan
bekal untuk terjun di masyarakat. Tantangan-tantangan yang terjadi di

16
masyarakat dapat dijadikan stimulus kontekstual dan menarik dalam
penilaian, sehingga munculnya soal-soal berbasis soal-soal HOTS,
yang diharapkan dapat menambah motivasi belajar peserta didik.
4. Meningkatkan Mutu Penilaian
Penilaian yang berkualitas akan dapat meningkatkan mutu
pendidikan. Dengan membiasakan melatih siswa untuk menjawab
soal-soal HOTS, maka diharapkan siswa dapat berpikir secara kritis
dan kreatif. Ditinjau dari hasil yang dicapai dalam US dan UN,
terdapat 3 kategori sekolah yaitu: (a) sekolah unggul, apabila rerata
nilai US lebih kecil dari pada rerata UN; (b) sekolah biasa, apabila
rerata nilai US tinggi diikuti dengan rerata nilai UN yang tinggi dan
sebaliknya nilai rerata US rendah diikuti oleh rerata nilai UN juga
rendah; dan (c) sekolah yang perlu dibina bila rerata nilai US lebih
besar daripada rerata nilai UN.
Masih banyak satuan pendidikan dalam kategori sekolah yang
perlu dibina. Indikatornya adalah rerata nilai US lebih besar dari pada
rerata nilai UN. Ada kemungkinan soal-soal buatan guru level
kognitifnya lebih rendah daripada soal-soal pada UN. Umumnya soal-
soal US yang disusun oleh guru selama ini, kebanyakan hanya
mengukur level 1 dan level 2 saja. Penyebab lainnya adalah belum
disisipkannya soal-soal HOTS dalam US yang menyebabkan peserta
didik belum terbiasa mengerjakan soal-soal HOTS. Di sisi lain, dalam
soal-soal UN peserta didik dituntut memiliki kemampuan mengerjakan
soal-soal HOTS. Setiap tahun persentase soal-soal HOTS yang
disisipkan dalam soal UN terus ditingkatkan. Sebagai contoh pada UN
tahun pelajaran 2015/2016 kira-kira terdapat 20% soal-soal HOTS.
Oleh karena itu, agar rerata nilai US tidak berbeda jauh dengan rerata
nilai UN, maka dalam penyusunan soal-soal US agar disisipkan soal-
soal HOTS.
Jadi dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa peran soal
HOTS sangatlah penting dalam meningkatkan kemampuan berfikir

17
peserta didik. Baik untuk menyongsong abad ke 21, maupun
meningkatkan motivasi peserta didik itu sendiri. Perlunya soal HOTS
ini juga tidak hanya dirasakan peserta didik, mutu penilaian nasional
pun akan meningkat menjadi lebih baik.
G. Objek Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami
aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut
tergantung pada pelajaran yang dipelajari oleh siswa. Contohnya jika siswa
mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang
diperoleh adalah berupa penguasaan konsep.21
Seseorang dikatakan telah belajar, apabila dalam dirinya telah terjadi suatu
perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan yang terjadi. Namun hasil
belajar merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk
dari proses belajar, maka di dapat hasil belajar.22
Menurut Sudjana hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu
proses belajar. Menurut aliran psikologi kognitif yang dikemukakan oleh
Brunner dalam Budiningsih, hasil belajar adalah kecakapan untuk
mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang
tepat dan dapat memberikan prioritas yang tepat dalam berbagai situasi. Selain
itu, kemajuan intelektual juga ditandai dengan adanya kemajuan dalam
menanggapi suatu rangsangan.23.
Maka dari beberapa pengertian di atas inti dari hasil belajar adalah
perubahan. Oleh karena itu seseorang yang telah melakukan aktivitas belajar
dan kemudian terjadi perubahan padanya sebab dari aktivitas belajar tersebut
maka seseorang tersebut dapat dikatakan telah belajar.
H. Hubungan Antara Obyek Hasil Belajar pada Ranah Kognitif,
Afektif, dan Psikomotorik
21
. Elsinora Mahananingtyas, Hasil Belajar Kognitif, Afektif dan Psikomotor Melalui
Penggunaan Jurnal Belajar Bagi Mahasiswa PGSD, Pedagogika, 2017. Hlm. 195
22
. Humaira, Sardinah, dan M. Nasir Yusuf, Perbandingan Hasil Belajar Siswa Pada
Materi Kerangka Manusia Melalui Media Kerangka Manusia dan Media Gambar Siswa Kelas IV
SDN Lampeuneurut Aceh Besar, Jurnal Pesona Dasar, Vol. 3, No. 3, 2015. Hlm. 63
23
. Ibid., hlm. 64

18
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bloom terdapat tiga ranah obyek
hasil belajar yaitu: ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotiris.
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek, yakni: pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif
tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat
tinggi.24
a. Pengetahuan
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata
knowladge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian,
maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut
termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan
hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah,
pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota
dan sebagiannya.
b. Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan.
Pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan
peserta didik/siswa mampu memahami arti konsep, situasi, serta
fakta yang diketahuinya.
c. Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkrit atau
situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau
petunjuk teknis.
d. Analisis
Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-
unsur atau bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya.

. Feny Nida Fitriani, Objek Assesmen Proses dan Hasil Belajar: Ranah Kognitif,
24

Psikomotor dan Afektif, Insania, Vol. 22, No. 2, 2017. Hlm. 331

19
Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang
memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya.
e. Sintesis
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk
menyeluruh disebut sintesis.
f. Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilasi sesuatu yang
mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja,
pemecahan, metode, materil, dan lain-lain.
2. Ranah Afektif
Afektif tidak sama persis dengan sikap. Sikap adalah bagian dari
afektif. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek,
yakni penerima, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan
internalisasi.
Beberapa kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya
dimulai dari tingkat yang paling dasar atau sederhana sampai tingkat yang
kompleks.
a. Receiving/ attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima
rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam
bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Contoh: ketika bel
masuk berbunyi anak-anak segera lari untuk berbaris masuk kelas.
b. Responding atau jawaban, yaitu reaksi yang diberikan oleh
seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Contoh: Budi
menyanggupi untuk menjadi pemimpin saat berdoa.
c. Valuing atau penilaiaan berkenaan dengan nilai dan kepercayaan
terhadap gejla atau stimulus tadi. Contoh: anak diajarkan untuk
bayak makan sayur karena baik untuk kesehatan. Anak suka makan
sayur setiap hari.
d. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem
organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain,
pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh:

20
anak diajari untuk mematuhi perintah orang tua, anak yang
mematuhi orang tua adalah anak yang baik.
e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua
sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi
kepribadian dan tingkah lakunya. Contoh: anak diajari pentingnya
menjaga persahabatan antar teman, maka salah satu cara menjaga
persahabatan adalah mau berbagi makanan misalnya.25
3. Ranah Keterampilan
Keterampilan merupakan hasil dari aspek kognitif dan sikap yang
berubah menjadi action (tindakan). Ranah psikomotoris berkenaan dengan
hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek
ranah psikomotoris, yakni: gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar,
kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan
keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Hasil
belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:
pertama, gerakan refleks, (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).
Kedua keterampilan pada gerakan-gerakan dasar. Ketiga kemampuan
perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan
auditif, motoris dan lain-lain. Keempat kemampuan di bidang fisik,
misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketetapan. Kelima gerakan-gerakan
skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang
kompleks. Keenam kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-
decursive seperti gerakan ekspresif dan interpreatif.26
I. Tes Hasil Belajar
Alat penilaian hasil belajar yaitu alat yang mengukur tingkat pencapaian
peserta didik dalam kompetensi yang terdapat di dalam tujuan instruksional.
Alat yang digunakan sebagai sarana untuk menentukan penilaian atau evaluasi
adalah tes. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil

25
. Ibid., hlm. 334-335
26
. Ibid., hlm. 335-336

21
belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan
bahan pengajaran atau materi, sesuai dengan yang telah diajarkan. Tes
digunakan sebagai alat penilaian dalam pendidikan yang mempunyai peran
penting dalam mengukur prestasi hasil belajar siswa.27
Tes hasil Belajar atau yang bisa disebut dengan istilah Criterion
Referenced Test (CRT) adalah tes yang terdiri atas item-item yang secara
langsung mengukur tingkah laku yang harus dicapai oleh suatu proses
pembelajaran.28 Oleh karena rumusan tingkah laku pada kompetensi dasar
masih bersifat umum, maka tingkah laku tesebut dijabarkan pada sejumlah
indikator hasil belajar. Dengan demikian, item tes disusun setelah indikator itu
ditetapkan.
Alat penilaian hasil belajar yang mengacu kepada tujuan instruksional
disebut alat acuan patokan.29 Selanjutnya hasil belajar setiap peserta didik
dibandingkan dengan tingkat pencapaian kompetensi dalam tujuan
instruksional tersebut. Skor yang dicapai setiap peserta didik ditafsirkan
dengan cara yang sama yaitu, membandingkan dengan nilai maksimum yang
mungkin dicapai peserta didik untuk kompetensi yang terdapat dalam tujuan
instruksional. Dengan demikian, penafsiran dari hasil tes tersebut
mencerminkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi-
kompetensi yang terdapat dalam tujuan instruksional. Cara menafsirkan hal tes
seperti ini disebut penafsiran acuan patokan sebagai terjemahan dari criterion
referenced interpretation. Jadi, bila tes yang digunakan berupa tes acuan
patokan, penafsiran hasil tersebut haruslah dengan cara penafsiran acuan
patokan.
Alat penilaian hasil belajar yang bertujuan untuk mengukur kompetensi
dalam kawasan taksonomi kognitif biasa disebut tes dalam bentuk tertulis atau
lisan yang harus dijawab peserta didik dengan tertulis atau lisan pula. Hal
yang berbeda terjadi pada penialaian hasil belajar dalam kawasan taksonomi
27
Nurjanah dan Normalianingsih. Analisis Butir soal pilihan ganda dari aspek
kebahasaan. Faktor Jurnal Ilmu Kependidikan. Vol. II. 2015. hlm 70
28
Wina Sanjaya. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. (Jakarta:Kencana, 2017).
hlm 235
29
M. Atwi Suparman. Desain Instrusional Modern. ( Jakarta: Erlangga, 2018). hlm 230

22
psikomotorik. Tesnya dapat benrbentuk tertulis atau lisan namun harus
dijawab dengan praktik. Alat penilaian hasil belajar yang bertujuan
untukmengukur kompetensi dalam kawasan taksonomi afektif bisa berbentuk
tertulis atau lisan yang harus dijawab oleh peserta didik dengan menunjukkan
sikap perilaku. Pengajar menilai respons peserta didik dengan menggunakan
alat observasi yang biasa berbentuk daftar cek. 30
1. Tes Acuan Norma
Tes ini disusun untuk menentukan kedudukan atau posisi seseorang
peserta tes diantara kelompoknya, bukan untuk menentukan tingkat
penguasaan setipa peserta tes terhadap perilaku atau kompetensi yang
ada dalam tujuan instruksional. Yang dimaksud dnegan kelompoknya
disini adalah kelompok peserta didik dalam suatu kelas, sekolah,
provinsi, atau nasional. Karena tujuan tes ini untuk menentukan
kedudukan seseorang diantara kelompoknya, tes yang harus disusun
adalah tes yang dapat membedakan antara peserta yang satu dengan
peserta yang lain.
Menyusun tes acuan norma memerlukan kalibrasi tes yang lebih
sulit daripada tes acuan patokan, karena tidak semua butir tes acuan
patokan dapat digunakan dalam tes acuan norma. Cara menafsirkan
hasil tes acuan norma juga berbeda dengan cara menafsirkan tes acuan
patokan. Maksud menyusun tes acuan norma adalah menunjukan
kedudukan seseorang peserta tes diantara kelompoknya. Dalam kasus
lain, peserta didik yang tergolong rendah pada suatu kelompok belum
tentu dapat ditafsirkan kurang menguasai. Mungkin ia termasuk
golongan rendah karena ia berada dlaam kelompok pandai. Tetapi,
sebenarnya ia pun tergolong cukup pandai karena telah menjawab
dengan benar sebagian besar butir tes yang ia kerjakan.31
J. Ciri Tes yang Baik
Berikut adalah ciri-ciri tes yang baik, yaitu:

30
M. Atwi Suparman. Desain Instrusional Modern. ( Jakarta: Erlangga, 2018). hlm 230
31
ibid. hlm, 231

23
a. Validitas
Menurut Linn and Miller Validitas istilah yang mengacu pada konsep
apakah tes itu mengacu pada konsep, apakah tes itu mengukur sesuatu
yang telah direncanakan untuk diukur.32 Suatu tes disebut memiliki
validitas kriteria bila nilai yang diperoleh dari tes tersebut akurat dan
berguna sebagai alat memprediksi kinerja atas dasar pengukur kriteria lain.
Menurut Mudjijo, suatu tes disebut valid apabila tes tersebut dapat
mengukur apa yang hendak dan seharusnya diukur. Selanjutnya menurut
Nana Sudjana, validitas adalah ketepatan alat penilaian terhadap konsep
yang dinilai sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai.33
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu tes
dapat dikatakan valid yaitu apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang
hendak dan seharusnya diukur.
Konsep validitas adalah suatu persyaratan mutlak yang harus dipenuhi
oleh suatu tes yang baik. Suatu tes apabila barulah ada harganya apabila
valid. Bila suatu tes terverifikasi barulah dibuktikan rehabilitasnya. Dalam
konsep validitas dikenla beberapa pengertian yaitu validitas isi, validitas
kriteria, dan validitas konstruksi.
Validitas isi ditandai dengan dua hal pokok seperti berikut:
1) Alat penilaian itu harus merefleksikan taksonomi kawasan yang
dimaksudkan oleh tujuan instruksional. Pernyataan ini mengandung
makna bahwa pada saat peserta didik menjawab tersebut, terjadi
proses internal dalam berfikir, bergerak dan atau berperilaku ke arah
kompetensi yang dimaksudkan.
2) Alat dasar pertimbangan para pakar tentang alat penilaian hasl belajar
itu dinyatakan telah sesuai dengan tujuan instruksional yang
dimaksudkan untuk diukur. Para pakar biasanya menggunakan skala
sikap.

32
ibid. hlm 236
33
Khaerudin. Kualitas Instrumen Tes Hasil Belajar. Jurnal Madaniyah. Vol. II. 2015. hlm.
216

24
Suatu tes disebut memiliki validitas kriteria bila nilai yang diperoleh
dari tes itu akurat dan berguna sebagai alat memprediksi kinerja atas dasar
pengukur kriteria lain. Validitas kriteria suatu tes harus ditandai dengan
akurasinya dan kegunaan nilai yang diperoleh dalam suatu tes untuk
memprediksi kinerja peserta tes dalam alat penialaian lain.

Suatu alat penilaian disebut mempunyai validitas konstruksi bila dapat


mengukur sifat, atribut, atau kualitas sesuatu yang tidak dpaat diobservasi
langsung tetapi disimpulkan dari teori psikologi, misalnya bakat skolastik
dan konsep diri.

b. Realibilitas
Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang
mempunyai asal kata rely dan ability. Reliabilitas sering diartikan dengan
keterandalan. Artinya suatu tes memiliki keterandalan bilamana tes
tersebut dipakai mengukur berulangulang hasilnya sama. 34
Reliabilitas
adalah ketatapan atau ketelitian suatu alat evaluasi. Suatu tes atau alat
evaluasi dikatakan andal jika ia dapat dipercaya, konsisten, atau stabil dan
produktif. Jadi, yang dipentingkan di sini adalah ketelitiannya, sejauhmana
tes atau alat tersebut dapat dipercaya kebenarannya.
Tes Hasil belajar dikatakan baik apabila telah memiliki reliabitas atau
bersifat reliabel. Apabila istilah tersebut dikaitkan dengan fungsi tes
sebagai alat ukur mengenai keberhasilan belajar peserta didik, maka
sebuah tes tersebut dapat dinyatakan reliable apabila hasil-hasil
pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara
berulang kali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunujukkan hasil
yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil. Ajeg atau tetap di sini tidak
selalu harus sama, tetapi mengikuti perubahan secara ajeg.
c. Kepraktisan Penggunaanya

34
Ibid. hlm. 220

25
Persyaratan pokok ketiga untuk suatu alat penialaian yang berkualitas
baik setelah validitas dan realibiitas adalah kepraktisan penggunaannya
(usability). Persyaratan ini berkenaan dengan tiga hal sebagai berikut:35
1) Praktis dan ekonomis dipandang dari waktu dan biaya
2) Mudah dilaksanakan dan dinilai
3) Hasilnya dapat diinterpretasikan dan dimanfaatkan secara akurat pleh
penyelenggara tes

Banyak kasus yang menunjukkan apabila kepraktisan penggunaan


suatu tes tidak memungkinkanmaka tes yang valid dan reliabel itu tidak
dapat dimanfaatkan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
35
M. Atwi Suparman. Desain Instrusional Modern. ( Jakarta: Erlangga, 2018). hlm 239

26
1. Penilaian Autentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru
tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan
anak didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan,
membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran
dan kemampuan (kompetensi) telah benar-benar dikuasai dan dicapai.

2. Beberapa kelebihan penilaian autentik dalam penerapan kurikulum 2013


antara lain: (a) Penilaian autentik memiliki revelansi kuat terhadap
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan Kurikulum 2013.
(b) Penilaian tersebut mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar
peserta didik. (c) Penilaian autentik cenderung fokus pada tugas-tugas
kompleks atau kontekstual. (d) Penilaian autentik sangat relevan dengan
pendekatan tematik terpadu dalam pembelajaran. (e) Penilaian autentik
mencoba menggabungkan kegiatan guru mengajar, kegiatan siswa
belajar, motivasi dan keterlibatan peserta didik, serta keterampilan
belajar. (f) Guru akan dapat mengetahui dimana kelebihan dan kelemahan
dari siswa (g) Penilaian autentik dapat menggambarakn pencapaian
seorang siswa dalam pembelajaran kemajuan belajar. (h) Penilaian
autentik sering digambarkan sebagai penilaian atas perkembangan peserta
didik karena berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk
belajar bagaimana belajar tentang subjek.

Beberapa kelemahan dari penilaian autentik: (a) Penilaian Autentik


mungkin kurang reliabel dan valid dibanding yang lainnya. (b) Bagi guru
yang menggunakan penilaian autentik dalam kelas dituntut untuk lebih
mengebangkan pendidikan dan profesionalitas. (c) Penilaian autentik
tidak seberguna tes-tes standar bagi para pembuat kebijakan karena
penilaian autentik tidak dapat diperlihatkan trend-trend jangka panjang
seperti tes-tes standar.

3. Dalam kurikulum 2013 penilaian autentik meliputi: penilaian kompetensi


sikap, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.

27
4. Penilaian berorientasi HOTS ini memaksimalkan keterampilan guru
dalam melakukan penilaian. Guru dalam penilaian ini harus menekankan
pada penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan yang bisa
meningkatkan keterampilan peserta didik dalam proses pembelajaran
berorientasi HOTS
5. Langkah-langkah menyusun soal HOTS: menganalisis KD yang dapat
dibuat soal-soal HOTS, menyusun kisi-kisi soal, memilih stimulus yang
menarik dan kontekstual, menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-
kisi soal, membuat pedoman penskoran (rubrik) atau kunci jawaban.
6. Peran soal HOTS: mempersiapkan Kompetensi Peserta Didik
Menyongsong Abad Ke-21, memupuk Rasa Cinta dan Peduli terhadap
Kemajuan Daerah, meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik,
Meningkatkan Mutu Penilaian,
7. Objek hasil belajar adalah perubahan. Oleh karena itu seseorang yang
telah melakukan aktivitas belajar dan kemudian terjadi perubahan
padanya sebab dari aktivitas belajar tersebut maka seseorang tersebut
dapat dikatakan telah belajar.
8. Hubungan Antara Obyek Hasil Belajar pada Ranah Kognitif, Afektif, dan
Psikomotorik
9. Tes hasil belajar atau yang bisa disebut dengan istilah Criterion
Referenced Test (CRT) adalah tes yang terdiri atas item-item yang secara
langsung mengukur tingkah laku yang harus dicapai oleh suatu proses
pembelajaran. Oleh karena rumusan tingkah laku pada kompetensi dasar
masih bersifat umum, maka tingkah laku tesebut dijabarkan pada
sejumlah indikator hasil belajar. Dengan demikian, item tes disusun
setelah indikator itu ditetapkan.
10. Ciri tes yang baik adalah validitas, reabilitas, dan kepraktisan
penggunanya

B. Saran

28
Setelah membuat makalah ini, pemakalah berharap agar setiap
mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam pada khususnya dan para
pembaca pada umumnya untuk selalu menambah wawasan dan pengetahuan
dengan membaca karya-karya tulis yang dapat menambahkan wawasan serta
pengetahuan para pembaca. Semoga makalah ini dapat memotivasi kita semua
untuk dapat belajar membuat karya tulis yang baik dan benar.

29
DAFTAR PUSTAKA

Supardi, Penilaian Autentik, Pembelajaran Afektif, Kognitif, dan Psikomotor


(konsep dan aplikasi).Jakarta: PT RajaGrafindo. 2015.

Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran (Mengembangkan Standar


Kompetensi Guru). Bandung: PT . Remaja Rosdakarya. 2008.
Sani, Ridwan Abdullah. Penilaian Autentik. Jakarta Bumi Aksara. 2016.

Kunandar. Penilaian Autentik. Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2013.

Kusmijati, Neneng. Penerapan Penilaian Autentik Sebagai Upaya Memotivasi


Belajar Peserta Didik.
Permendikbud. Penilian Hasil Belajar Oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar
Dan Pendidikan Menengah. No. 104. 2014.

Wildan. “Pelaksanaan Penilaian Autentik Aspek Pengetahuan, Sikap Dan


Keterampilan Di Sekolah Atau Madrasah”. Jurnal Tasqif. 15. 2017.

Setiawati, Wiwik dkk. Buku Pegangan Pembelajaran Berorientasi pada


Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018.

Tim Panduan Penulisan Soal. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Badan


Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
2017.

Wahidmurni, “Pengembangan Penilaian untuk Mengukur Kemampuan Berpikir


Tingkat Tinggi”, Makalah disampaikan pada Kegiatan Workshop
Pengembangan Penilaian Kurikulum 13 Bagi Guru-Guru Madrasah Aliyah
Negeri Batu. Malang. 13 Juli 2018.
Fanani, Zainal. Strategi Pengembangan Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS)
dalam Kurikulum 2013. Jurnal Of Islamic Religious Education. 2018.

30
Widana, I Wayan. Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skill. Jakarta:
Direktorat Pembinaan SMA Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2017.

Mahananingtyas, Elsinora. Hasil Belajar Kognitif, Afektif dan Psikomotor melalui


Penggunaan Jurnal Belajar Bagi Mahasiswa PGSD. Pedagogika. 2017.
Humaira, dkk. Perbandingan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Kerangka Manusia
Melalui Media Kerangka Manusia dan Media Gambar Siswa Kelas IV SDN
Lampeuneurut Aceh Besar. Jurnal Pesona Dasar. 3. 2015.

Fitriani, Feny Nida. Objek Assesmen Proses dan Hasil Belajar: Ranah Kognitif,
Psikomotor dan Afektif. Insania. 22. 2017.

Nurjanah dan Normalianingsih. Analisis Butir Soal Pilihan Ganda dari Aspek
Kebahasaan. Faktor Jurnal Ilmu Kependidikan. 2. 2015.
Wina Sanjaya. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
2017.
Suparman, M. Atwi. Desain Instrusional Modern. Jakarta: Erlangga. 2018.

Khaerudin. Kualitas Instrumen Tes Hasil Belajar. Jurnal Madaniyah. 2. 2015.

31
KINERJA KELOMPOK

1. Dinna Amalia Dadi Safitri membuat makalah tentang ciri/karakteristik


penilaian autentik dan menganalisis kelebihan dan kelemahan penilaian
autentik
2. Muhamad Yusron Ulul Albab membuat makalah tentang pelaksanaan
penilaian autentik dan menjelaskan penilaian berorientasi HOTS
3. Alima Putri Utami membuat makalah tentang menyusun soal HOTS dan
menjelaskan peran soal HOTS
4. Nugroho Eka Prasetio membuat makalah tentang obyek hasil belajar dan
menganalisis hubungan antara obyek hasil belajar pada ranah kognitif,
afektif dan psikomotor
5. Afifah Hanifatush Sholihah membuat makalah tentang ciri-ciri tes yang
baik dan menguraikan pelaksanaan tes hasil
6. Fitri Nuraini membuat power point dan menyatukan makalah menjadi satu
kesatuan yang utuh

32

Anda mungkin juga menyukai