Anda di halaman 1dari 4

Struktur Teori Dakwah

Teori adalah seperangkat pernyataan dengan kadar abstrak yang tinggi yang saling
berkaitan, dan daripadanya proposisi bisa dihasilkan, dapat diuji secara ilmiah, dan pada
landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku. Teori berfungsi menerangkan,
meramalkan, dan menemukan keterpautan fakta-fakta secara sistematis. Ada 2 teori, yaitu
teori yang secara khusus berkaitan dengan suatu subjek tertentu da teori yang bersifat umum.

Menurut OnongUchyana Effendi (1993: 241-246), jenis teori umum merupakan


seperangkat lambing dan hubungan logis diantara lambing-lambang yang dapat diterapkan
melalui analogi terhadap beberapa kejadian atau proses.

Dengan demikian, Barker and Emmert (1989: 12) menjelaskan bahwa teori memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:

1. Pernyataan tentang fenomena, fakta sosial atau kejadian sosial


2. Berisi konsep
3. Penjelasan hubungan antarkonsep
4. Berfungsi menjelaskan dan memprediksi fenomena, fakta sosial atau kejadian
sosial

Teori dakwah adalah konseptualisasi (proses abstraksi dalam bentuk pernyataan dan
proposisi) mengenai realitas dakwah. Teori dakwah tidak lain berupa akumulasi dari hasil-
hasil penelitian yang teruji kebenarannya mengenai objek formal ilmu dakwah, sebagai hasil
dari penerapan metode nadzariah syumuliah qur’aniyah.

Syukardi Sambas (174-178) membagi teori dakwah berdasarkan penggunaan metode


tersebut sebagai berikut:

1. Teori citra, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dan
istiqra mengenai da’i.
2. Teori pesan, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dam
istiqra mengenai pesan dakwah.
3. Teori efektivitas, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas
dan istiqra mengenai metode dan media dakwah.
4. Teori medan dakwah, yaitu proposisis-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai berbagai persoalan mad’u.
5. Teori dakwah nafsiyah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah nafsiyah (proses dakwah yang terjadi
dalam diri pribadi seseorang).
6. Teori dakwah fardliyah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah yang terjadi ketika da’I dan mad’unya
bersifat perseorangan, dalam bentuk tatap muka langsung.
7. Teori dakwah fi’ah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas
dan istiqra mengenai proses dakwah dimana da’inya perorangan sedangkan
mad’unya terdiri dari sekelompok kecil orang (3-20 orang) yang berlangsung
secara tatap muka dan bersifat dialogis.
8. Teori dakwah hizbiyah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah yang da’inya perorateongan
sedangkan mad’unya terdiri dari sekelompok orang yang terorganisasi.
9. Teori dakwah ummah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah ummah (da’inya perorangan sedang
mad’unya sejumlah orang banyak).
10. Teori dakwah qabailiyah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah yang terjadi antar suku dan budaya
yang berlainan antara mad’u dan da’inya.
11. Teori dakwah syu’ubiyah, yaitu proposisi-proposisi yang dihasilkan dari
penerapan metode istinbath, iqtibas dan istiqra dalam penelitian dakwah antar
bangsa, dimana da’I dan mad’unya berlainan suku bangsa dan budaya tidak dalam
satu kesatuan wilayah kebangsaan.

Dalam menjelaskan keberhasilan berdakwah Rasulullah SAW, Amrullah Achmad


(16-21) berusaha menjelaskan dengan kerangka dakwah dalam sejumlah tahapan yang
diperkenalkannya dengan 3 teori tahapan dakwah. Tahap pertama adalah takwin, yaitu tahap
pembentukan masyarakat dakwah dalam bentuk internalisasi dan sosialisasi ajaran tauhid.
Tahap kedua adalah tandzim, yaitu tahap penataan dakwahyang mengambil bentuk
internalisasi dan sosialisasi (eksternalisasi) yang telah dilakukan pada tahap pertama. Tahap
ketiga adalah pelepasan, yaitu tahap kemandirian dalam representasi penyelenggaraan haji
wada’ (masyarakat binaan Rasulullah SAW telah siap menjadi masyarakat yang mandiri,
sehingga siap meneruskan gerakan dakwah yang telah dimulai Rasulullah SAW).
Amrullah Achmad memperkenalkan dua macam teori dakwah, yaitu teori
medn dakwah dan teori tahapan dakwah. Kedua teori itu pada dasarnya dapat
difikirkan sebagai penjelasan dari situasi teologis, kultural dan struktural mad’u pada
saat permulaan aplikasi dakwah islam dan proses pentahapan dakwah yang
dilaksanakan Rasulullah dalam menghadapi situasi tersebut.

Teori medan dakwah melihat dakwah sebagai ikhtiar Muslim mewujudkan


khairu ummah. Ikhtiar itu merupakan refleksi tauhid yang wajib ditunaikan (bukan
suatu hak yang dimiliki Muslim) yang inti pendorongnya adalah nilai al-birr dan al-
taqwa. Khairu ummah yang merupakan tujuan dari ikhtiar tersebut adalah wujud dari
ketauhidan, pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar. Ikhitiar dimaksud menjadi
kewajiban semua utusan Allah (bukan hanya atas Nabi Muhammad) dan diwariskan
untuk setiap orang dari umat Muhammad. Dalam prakteknya, ikhtiar dimaksud
berhadapan dengan situasi sosio-kultural yang telah dimuati dengan nilai-nilai jahili,
yang berlawanan dengan khairu ummah. Teori medan dakwah diperjelas dengan teori
tahapan dakwah. Dengan mendeskripsikan sejumlah orang yang hidup sejaman
dengan Nabi dan satu generasi sesudah Nabi. Menurut teori tahapan dakwah dalam
tiga tahapan dakwah, yaitu tahap takwin ,tandzim dan pendelegasian.

Tahap takwin adalah tahap pembentukan masyarakat dakwah dalam bentuk


internalisasi dan sosialisasi ajaran tauhid. Tahap ini mulai dari ittishal fardhi, yaitu
keluarga terdekat, lalu ittishal jama’I, yaitu masyarakat pada umumnya (Q.S. 26:214-
215 dan 15:94). Kegiatan utamanya dimulai dari dakwah bil-lisan (tabligh) dan
dakwah bil-hal (pengembangan masyarakat) seperti direpresentasikan dengan baiatul
aqabah. Internalisasi dan sosialisasi merupakan pembebasan masyarakat dari tata
social dan budaya tughyan, yaitu model budaya yang dicirikan oleh legalisasi
perbudakan,pemasungan hak-hk asasi manusia, pelestarian jurang pemisah yang
dibairkan semakin menajam dalam stratifikasi social dan penguasa asset ekonomi.
Mereka yang ikut baiat membentuk masyarakat kecil sebagai basis komunitas dalam
pembentukan masyarakat yang khairu ummah.

Tahap kedua adalah tandzim (tahap penataan dakwah). Tahap ini merupakan
hasil internalisasi dan sosialisasi (eksternalisasi) yang telah dilakukan pada tahap
pertama. Tahap tandzim mengambil bentuk institusionalisasi islam, yang diawali oleh
Rasul dengan hijrah Nabi. Dalam tahap takwin, proses dakwah adalah proses
pembalasan dalam arti pembentukan ide tauhid sebagai ganti ide bathil, sedang dalam
tandzim, pembebasan itu benar-benar dalam pengertian pemutusan secara fisik dan
non-fisik(ide/cara pandang/pemahaman) dari keterkaitan mad’u pada tat sosialtughy
menuju tata social tauhid. Dalam tahap ini subtahapnya meliputi pembangunan
masjid, pembentukan lembaga ukhuwah islamiyah dan ukhuwah basyariyah (piagam
madinah).

Tahap utama ketiga adalah tahap pelepasan dan kemandirian. Tahap ini
dipresentasikan dalam penyelenggaraan haji wada’. Yaitu ketika masyarakat islam
binaan Rasulullah telah siap menjadi masyarakat yang mandiri, sehingga siap
meneruskan gerakan dakwah yang telah dimulai Rasulullah. Menurut Amin Abdullah,
tiga tahap dalam dakwah terdiri dari preaching (pentablighan), healthing
(penyembuhan) dan judging (penghakiman). Baginya, tahapan dakwah islam selama
ini melompat dari pentablighan langsung kepenghakiman tanpa melalui
penyembuhan. Dengan demikian, proses dakwah belum meyentuh penyelesaian
problem yang dihadapi manusia.

Anda mungkin juga menyukai