Teori adalah seperangkat pernyataan dengan kadar abstrak yang tinggi yang saling
berkaitan, dan daripadanya proposisi bisa dihasilkan, dapat diuji secara ilmiah, dan pada
landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku. Teori berfungsi menerangkan,
meramalkan, dan menemukan keterpautan fakta-fakta secara sistematis. Ada 2 teori, yaitu
teori yang secara khusus berkaitan dengan suatu subjek tertentu da teori yang bersifat umum.
Dengan demikian, Barker and Emmert (1989: 12) menjelaskan bahwa teori memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
Teori dakwah adalah konseptualisasi (proses abstraksi dalam bentuk pernyataan dan
proposisi) mengenai realitas dakwah. Teori dakwah tidak lain berupa akumulasi dari hasil-
hasil penelitian yang teruji kebenarannya mengenai objek formal ilmu dakwah, sebagai hasil
dari penerapan metode nadzariah syumuliah qur’aniyah.
1. Teori citra, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dan
istiqra mengenai da’i.
2. Teori pesan, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas dam
istiqra mengenai pesan dakwah.
3. Teori efektivitas, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas
dan istiqra mengenai metode dan media dakwah.
4. Teori medan dakwah, yaitu proposisis-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai berbagai persoalan mad’u.
5. Teori dakwah nafsiyah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah nafsiyah (proses dakwah yang terjadi
dalam diri pribadi seseorang).
6. Teori dakwah fardliyah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah yang terjadi ketika da’I dan mad’unya
bersifat perseorangan, dalam bentuk tatap muka langsung.
7. Teori dakwah fi’ah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath, iqtibas
dan istiqra mengenai proses dakwah dimana da’inya perorangan sedangkan
mad’unya terdiri dari sekelompok kecil orang (3-20 orang) yang berlangsung
secara tatap muka dan bersifat dialogis.
8. Teori dakwah hizbiyah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah yang da’inya perorateongan
sedangkan mad’unya terdiri dari sekelompok orang yang terorganisasi.
9. Teori dakwah ummah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah ummah (da’inya perorangan sedang
mad’unya sejumlah orang banyak).
10. Teori dakwah qabailiyah, yaitu proposisi-proposisi sebagai hasil dari istinbath,
iqtibas dan istiqra mengenai proses dakwah yang terjadi antar suku dan budaya
yang berlainan antara mad’u dan da’inya.
11. Teori dakwah syu’ubiyah, yaitu proposisi-proposisi yang dihasilkan dari
penerapan metode istinbath, iqtibas dan istiqra dalam penelitian dakwah antar
bangsa, dimana da’I dan mad’unya berlainan suku bangsa dan budaya tidak dalam
satu kesatuan wilayah kebangsaan.
Tahap kedua adalah tandzim (tahap penataan dakwah). Tahap ini merupakan
hasil internalisasi dan sosialisasi (eksternalisasi) yang telah dilakukan pada tahap
pertama. Tahap tandzim mengambil bentuk institusionalisasi islam, yang diawali oleh
Rasul dengan hijrah Nabi. Dalam tahap takwin, proses dakwah adalah proses
pembalasan dalam arti pembentukan ide tauhid sebagai ganti ide bathil, sedang dalam
tandzim, pembebasan itu benar-benar dalam pengertian pemutusan secara fisik dan
non-fisik(ide/cara pandang/pemahaman) dari keterkaitan mad’u pada tat sosialtughy
menuju tata social tauhid. Dalam tahap ini subtahapnya meliputi pembangunan
masjid, pembentukan lembaga ukhuwah islamiyah dan ukhuwah basyariyah (piagam
madinah).
Tahap utama ketiga adalah tahap pelepasan dan kemandirian. Tahap ini
dipresentasikan dalam penyelenggaraan haji wada’. Yaitu ketika masyarakat islam
binaan Rasulullah telah siap menjadi masyarakat yang mandiri, sehingga siap
meneruskan gerakan dakwah yang telah dimulai Rasulullah. Menurut Amin Abdullah,
tiga tahap dalam dakwah terdiri dari preaching (pentablighan), healthing
(penyembuhan) dan judging (penghakiman). Baginya, tahapan dakwah islam selama
ini melompat dari pentablighan langsung kepenghakiman tanpa melalui
penyembuhan. Dengan demikian, proses dakwah belum meyentuh penyelesaian
problem yang dihadapi manusia.