Anda di halaman 1dari 24

TARBIYAH ISLAMIYAH

DEFINISI TARBIYAH
• Etimologis : Tarbiyah berasal dari kata ‫ ربي – يربي – تربية‬yang berarti :
- Penambahan atau peningkatan ( ‫) الزيادة‬
- Pertumbuhan dan perkembangan ( ‫) النشئ والترعرع‬
- Perbaikan/pengaturan/pengurusan/pemeliharaan ( ‫)الصالحا والقيام على شئ والتدبر والرعاية‬

• Therminologis :
Definisi Umum:
1. Menumbuhkan sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain sampai kepada kesempurnaan
(Ar Raghib Al Ashfahani dalam Mufradatnya)
2. Menyampaikan atau mengantarkan sesuatu pada kesempurnaan selangkah demi
selangkah (Imam Al Baydhowy dalam Kitab Anwaarut Tanzil)

Definisi Khusus:
Tarbiyah Islamiyah :
adalah satu sistim pembinaan ke Islaman yang syamil, terpadu dan berkesinambungan
yang bertujuan membentuk pribadi muslim yang memiliki sifat-sifat yang unik (Al
Mutamayyizah) yaitu: Mu’min,Mushlih,Mujahid,Muta’awin dan Mutqin ( 5 M )
Penjelasan 5 M :
• Mu’min :
o Paham Islam dengan manhaj yang shahih
o Beriman dan bertauhid (terbebas dari kufur dan syirik)
o Komitmen pada syariat Islam
o Tekun beribadah sesuai sunnah (memiliki ruhiyah yang hidup)
o Memiliki akhlak yang terpuji
o Mengamalkan adab-adab Islamy

• Mushlih:
o Menjadi dai/murobbi
o Mampu menjadi agen perubah (min anashir at taghyir) di wilayahnya (tempat tinggal
dan pekerjaannya)
o Mampu menyelesaikan problema-problema masyarakatnya.
• Mujahid:
o Memiliki kesadaran untuk berjuang
o Bersungguh-sungguh (maksimal)
o Sabar menghadapi kendala-kendala/tantangan perjuangan
o Rela berkorban

• Muta’awin :
o Iltizam (komitmen) dengan jama’ah (terikat dan terlibat)
o Memiliki kesadaran berjuang dengan berjamaah (bertandzim)
o Siap memimpin dan dipimpin
o Mudah ta’awun dengan sesama pejuang dan tidak mudah konflik

• Mutqin (Profesional)
o Berjuang dengan memberikan dan menyalurkan potensi dan keahlian (kafa-ah) yang
dianugerahkan oleh Allah kepadanya.
o Tekun, teliti, cermat, amanah dan tuntas dalam bekerja
o Mengetahui betul pos perjuangannya

II. LANDASAN & ISTI’NAS


1. Al Qur’an Surah Al jumu’ah (62) ayat 2-3
2. Al Qur’an Surah Ali Imran (3) ayat 79.
3. Riwayat :
‫أدبني ربي فأحسن تأديبي‬
Terjemahan : Tuhanku telah mendidikku dan Ia mendidikku dengan sebaik baik-baik
pendidikan.
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan Syekh Nashiruddin Al Al Bani
Rahimahullah bahwa riwayat tersebut dhaif, tetapi maknanya benar.
4. Merupakan solusi problematika ummat pada hari ini
5. Madrasah Nubuwwah di Baitul Arqam

III. UNSUR-UNSUR TARBIYAH


1. Pemahaman dan penghayatan Islam
2. Penumbuhan, Penjagaan dan pemeliharaan ke Imanan
3. Penumbuhan potensi dan bakat sehingga menjadi suatu keahlian
4. Adanya tahapan (marhaliyah)

IV. RUANG LINGKUP TARBIYAH DAN PROGRAM-PROGRAMNYA


1. Tarbiyah Fikriyyah/Aqliyah :
• Kajian Tematik/maudhuiyyah (Kadis)
• Telaah Hadits
• Tahsinul Qira’ah
• Hafalan Nomor dan nama-nama surah
• Diskusi Buku
• Hafalan Al Qur’an dan Hadits
2. Tarbiyah Imaniyyah/Ruhiyah
• Shalat berjama’ah
• Tadarrus Al Qur’an
• Kajian Tazkiyatun Nafs
• Mabit Jama’i: qiyamul lail, pembacaan kisah-kisah shahabat, adzkar
• Shaum ( Puasa ) bersama
• Ziyarah akhawiyah

3. Tarbiyah Badaniyyah/Jasadiyyah
• Amal jama’i
• Riyadhah
• Rihlah
• Muhibbah
Setidaknya ada dua alasan mengapa tarbiyah Islamiyah menjadi hal yang sangat
penting. Pertama, ditinjau dari aspek internal ajaran Islam, dan kedua, ditinjau dari
aspek individu umat Islam.

A. Aspek Internal Ajaran Islam


Rasul diutus oleh Allah ke dunia ini adalah untuk mengeluarkan manusia dari
kejahiliyahan, dan menjadikannya sebagai khairu ummah. Untuk melaksanakan tugas ini,
Rasulullah melaksanakan sebuah metode pendidikan (tarbiyyah) yang bermula dari
tilawah, kemudian tazkiyyah, dan setelah itu ta’limul kitab wal hikmah (2:151, dan
62:2).

Metode ini kami anggap paling tepat (atau bahkan baku) sebab, ketika Nabi Ibrahim AS
berdoa kepada Allah: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka (anak cucu kami) seorang
rasul dari kalangan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah, serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (2:129), Allah
menjawabnya dengan; “Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara
kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepadamu, mensucikan kamu, dan mengajarkan
kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah, serta mengajarkan kepadamu apa-apa yang belum
kamu ketahui” (2:151). Pada do’a Nabi Ibrahim ta’limul kitab wal hikmah mendahului
tazkiyyah dan pada jawaban Allah tazkiyyah mendahului ta’limul kitab wal hikmah.
Metode ini terbukti mampu mencabut akar-akar kejahiliyahan dari dada ummat dan
kemudian menjadikannya sebagai ummat yang terbaik.
Setelah jahiliyyah berhasil ditumbangkan pada masa rasul, ada yang beranggapan
bahwa jahiliyyah tidah akan pernah muncul lagi. Seolah-olah, menurut mereka,
jahiliyyah merupakan salah satu fase sejarah yang telah lampau dan tidak akan terulang
lagi.

Salah bukti adanya anggapan (pandangan) ini adalah adagium yang dikembangkan oleh
Dunlop, yang menyatakan: “Orang-orang Arab pada masa jahiliah suka menyembah
patung dan berhala, menguburkan anak perempuan hidup-hidup, suka minum khamr dan
main judi, suka merampok dan menodong. Lalu datanglah Islam untuk melarang semua
itu.”

Apa yang salah dari ungkapan di atas? Selintas ungkapan itu benar adanya. Islam
diturunkan untuk menghancurkan kejahiliahan. Tetapi kalau dicermati secara lebih
teliti, ungkapan yang dimuat dalam planning pendeta yang datang ke Mesir pada masa
pendudukan Inggris itu, mengandung maksud untuk menggambarkan bahwa misi Islam
telah selesai dan tak ada lagi peranan yang bisa dilakukan oleh Islam untuk kaum
muslimin dan umat manusia lainnya.
Kalau sekarang umat menengok ke sekelilingnya, mereka tidak akan menemukan patung-
patung sebagaimana yang disembah oleh orang Arab Jahiliah. Mereka juga tidak akan
mendapati orang yang menguburkan anak perempuannya hidup-hidup. Lebih dari itu,
mereka juga akan kesulitan untuk menemukan peminum khamr, pemain judi, dan
perampok dalam bentuk tradisionalnya. Dengan hilangnya atribut-atribut kejahiliyyahan
tersebut, apa lagi peran yang dapat dimainkan oleh Islam?

Demikianlah, dalam benak mereka, seolah Islam telah kehilangan misinya dan tak
mungkin lagi melakukan peran baru. Sebab jahiliah, menurut mereka, telah berlalu
dengan dibawanya Islam oleh Muhammad saw, sehingga sekarang ini tidak ada lagi
jahiliah.

Benar, kalau kita melihat tampilan luarnya saja. Penyembahan patung-patung tidak ada
lagi, anak-anak perempuan tidak lagi dikubur hidup-hidup, bahkan anak-anak perempuan
diperjuangkan persamaan haknya. Tetapi kalau kita lihat tampilan dalam
(hakikat/substansi) jahiliah itu, niscaya kita akan menjumpai bahwa kejahiliyahan pada
zaman modern ini telah tampil dengan kuantitas dan kualitas yang jauh melebihi
kejahiliahan Arab sebelum Islam.

Penyembah patung-patung mungkin telah tiada tetapi penyembah berhala-berhala


maknawi (segala sesuatu yang berstatus berhala) jumlahnya telah melebihi setengah
jumlah manusia dunia. Orang yang membunuh anak-anak perempuannya mungkin juga
telah tiada, tetapi orang yang “membunuh” anak perempuannya dengan cara yang sangat
canggih -yaitu dengan cara memberikan “kebebasan” dalam model pakaian, pergaulan,
dan kebebasan lainnya- jumlahnya sangat besar. Demikian pula halnya dengan minuman
keras dan judi, bentuk tradisionalnya memang hampir tidak ada lagi tetapi bentuk
barunya, luar biasa banyaknya.

Untuk mengenali ada tidaknya jahiliyyah pada sebuah masyarakat, kita tidak dapat
hanya mengandalkan pada penilaian tampilan-tampilan luarnya saja. Untuk mendapatkan
hasil yang akurat, penilaian harus dilakukan dengan membandingkan antara kondisi
sebuah masyarakat dengan ciri-ciri khusus yang melekat pada masyarakat jahiliyyah.
Ciri-ciri tersebut adalah; jahl (kebodohan), dzillah (kehinaan), faqr (kefakiran), dan
tanafur (perpecahan).

Menurut istilah Al Quran, jahl mengandung makna tidak mengetahui hakikat Tuhan,
menyangkut jiwa dan perilaku, dan tidak mengikuti apa yang diturunkan Allah. Beberapa
contoh dari Al Quran, misalnya pada Al A’raf ayat 138, “Dan Kami seberangkan Bani
Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai ke suatu kaum yang tetap
menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: ‘Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah
tuhan (berhala) sebagaimana mereka mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).’
Musa menjawab: ‘Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang jahil.’” Yang dimaksud jahil
di sini adalah tidak mengetahui hakikat Tuhan sehingga mendorong mereka menyuruh
Musa membuat Tuhan berupa patung yang bisa disentuh dan dilihat untuk mereka
sembah. Seandainya mereka tahu bahwa Allah Yang Maha Mencipta tak ada yang
serupa dengan-Nya dan tak bisa dilihat dengan mata, niscaya mereka tak akan
menuntut itu dari Musa.

“Mereka meyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka
berkata: ‘Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini.”
(QS 3:154) Orang jahiliah menduga bahwa seseorang bisa campur tangan bersama
Allah menentukan suatu permasalahan. Sementara itu mereka tidak tahu bahwa hanya
Allah saja yang mengatur segala sesuatu tanpa ada sekutu dan segala sesuatu itu hanya
terjadi atas kehendakNya. Kejahilan mereka adalah pada sifat Allah yang mempunyai
kewenangan mutlak.

“Yusuf berkata:’Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai dari pada memenuhi ajakan
mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu
aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk
orang-orang yang jahil.’” (Yusuf: 33). Jahil yang ditakuti Yusuf adalah perbuatan yang
menyalahi perintah Allah dan yang diharamkannya.

Pada zaman modern ini betapa banyaknya orang yang menyembah tuhan lain untuk hal-
hal “di luar agama”. Dan betapa banyaknya pula orang yang terjerumus dalam perbuatan
yang Nabi Yusuf as berlindung kepada Allah untuk tidak melakukannya. Ini adalah
sebagian bukti, bahwa orang-orang yang hidup pada zaman modern ini, juga masih
mengidap penyakit “jahl”.

Di samping itu, untuk membuktikan bahwa karakteristik jahiliyyah yang lain –dzillah,
faqr, dan tanafur- juga melekat sangat erat pada masyarakat di zaman modern ini, juga
tidak terlalu sulit. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika Muhammad Qutb
menyebutnya sebagai jahiliyyah abad 20.
Itulah pandangan yang benar tentang jahiliyyah.

Jahiliah tidak terbatas pada penyembahan patung, mengubur anak perempuan hidup-
hidup, minum khamr, main judi atau melakukan perampokan. Semua itu hanya tampilan
luar dari Jahiliah di Arab sebelum kedatangan Islam. Adapun jahiliah itu adalah suatu
esensi yang darinya muncul tampilan luar tadi. Mungkin saja tampilannya berbeda
menurut tempat dan waktu, sebagaimana tercatat dalam sejarah. Jahiliah bisa terulang
kapan saja dan di mana saja, bila ada unsur dan sarana yang mendukungnya. Namun
esensinya tetap sama, yaitu sama-sama tidak mengetahui hakikat Tuhan dan tidak
mengikuti apa yang diurunkan Allah.

Dan esensi itu, sekarang ini melanda mayoritas manusia penghuni bumi. Artinya,
kejahiliahan adalah sesuatu yang nyata pada hari ini yang menunggu kembalinya Islam
untuk berperan. Mengembalikan umat manusia dari kejahiliahan, dari kesesatan
(dhalalun mubin). “Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa)
mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya
sebelum kedatangan nabi itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
Ali Imron : 164
Orang jahiliyah benar-benar sesat. Persis seperti orang yang terus-menerus berputar
di dalam kota mencari jalan ke luar kota, tetapi ia tidak mendapatkannya. Ia telah
kehilangan kompas dan petanya. Meskipun ia telah seharian mencari jalan keluar, tetap
tak menemukannya.

Ia telah merasa menempuh jalan kehidupan dan sampai diujungnya.


Tetapi ketika sampai di ujung apa yang dicari ternyata tidak ada di sana. Ia tak
menemukannya. Ternyata perjalanan hidupnya telah salah arah. Salah orientasi.
Perjalanannya tidak membawa ia kepada arti hidup sesungguhnya. Perjalanannya
menjadi tidak berarti. Menjadi kehilangan makna. Itulah yang sekarang juga dirasakan
oleh kejahiliahan Barat. Dan juga akan dirasakan oleh umat Islam ketika ia mengikuti
arah perjalanan jahiliah Barat, dengan mencampakkan kompas dan peta yang Allah
sudah persiapkan.

Untuk mengembalikan perjalanan sejarah kehidupan manusia dari kesalahan arah,


diturunkanlah Islam dari sisi Allah SWT yang membawa misi untuk mengeluarkan
manusia dari kungkungan lingkaran jahiliah menuju pencerahan kehidupan manusia
berlandaskan petunjuk Allah. Sebagaimana telah kami sebutkan di awal pembahasan ini,
misi itu direalisasikan dengan suatu proses, sebagaimana firman Allah QS 2:151,
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah
mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami keapada
kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah (As
Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. Proses itu
adalah tarbiyah Islamiyah atau pembinaan yang terdiri dari langkah-langkah tilawah
(membaca/dibacakan), tazkiyah (pembersihan diri) dan ta’limul kitab wal hikmah (Al
Quran dan Sunnah)

Hanya dengan proses tarbiyah seperti itulah kita akan memperoleh nikmat yang
mengantarkan kita menuju khairu ummah “Kamu adalah sebaik-baik ummah yang
dikeluarkan untuk manusia. Kamu menyuruh berbuat kebaikan, melarang berbuat
kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah.” (Ali ‘Imran: 110) yang memiliki ciri-ciri;
ilmu (pengetahuan/pemahaman), ‘izzah (terhormat), ghina (kekayaan), ukhuwah
(persaudaraan).

B. Aspek individu
Dilihat dari sudut individu, manusia membutuhkan tarbiyah islamiyah karena dua hal; 1)
hakikat setiap jiwa manusia membutuhkan pembinaan 2) realitas ummat dewasa ini yang
terserang virus ghutsai.

1) Hakikat Setiap Jiwa Manusia Membutuhkan Pembinaan


Hakikat jiwa manusia selalu menghadapi dua persoalan, yaitu internal dan eksternal.
Secara internal, fitrah jiwa manusia senantiasa berada pada persimpangan jalan, jalan
kefasikan dan jalan ketakwaan. “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu, dan sesungguhnya merugilah oarng yang mengotorinya” (91:8-10). Untuk bisa tetap
bertahan pada jalan yang lurus (jalan takwa) manusia memerlukan pengawalan ketat
secara terus-menerus. Hal ini hanya bisa terlaksana dengan tarbiyah islamiyah, yang
senantiasa memastikan setiap individu berjalan di atas jalan ketakwaan.
Kalau boleh diibaratkan, jiwa manusia adalah seperti kereta yang ditarik oleh lima kuda.
Kelima kuda itu adalah penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman.
Setiap hari dan setiap saat kereta ini ditarik sesukanya oleh kuda penglihatan, kuda
pendengaran, dan kuda-kuda indera lainnya. Kalau jiwa ini dibiarkan saja ditarik secara
liar kesana kemari oleh kuda-kuda indera ini, ia akan selalu dalam kondisi kebingungan,
tanpa arah, dan tidak tahu tujuan. Nafsu kalau dibiarkan akan menarik manusia
menjauhi fitrahnya.

Oleh karena itu, kereta jiwa ini harus dikendalikan oleh kusir yang selalu memegang
kendali kuda-kuda liar indera. Ia akan menundukkan pandangan manakala kuda
penglihatan menarik kereta jiwa ke jalan mengumbar mata. Ia akan menutup telinga
ketika kuda pendengaran mengajaknya mendengarkan perkataan yang mengotori
jiwanya. Ia akan menghentikan langkahnya, ketika nafsu berusaha memerosokkan ke
jurang dosa. Ia akan mengendalikan semuanya.
Namun itu bukan perkara mudah. Bahkan sang kusir kadang tidak mampu berbuat
banyak, ketika kuda-kuda ini menariknya secara liar. Agar sang kusir ini mampu
mengendalikan kudanya, ia harus dilatih dan dididik. Ia harus ditarbiyah.

Seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya; “Ketahuilah di dalam jasad
manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya, tetapi
jika rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah ia adalah hati.”

Melihat manusia, dikaitkan dengan hadits Rasul di atas, sebaiknya dimulai dari hatinya.
Sebenarnya ia adalah makhluq spiritual (ruhani) yang mempunyai pengalaman manusia,
dan bukan manusia yang mempunyai pengalaman spiritual. Kalau mau meluruskan arah
hidupnya, maka luruskanlah dulu hati dan jiwanya, rahkan ruhaninya, bimbinglah jiwanya,
kuatkanlah hatinya. Niscaya perjalanannya akan senantiasa benar. Agar kereta berjalan
di jalan yang semestinya, dan tidak masuk ke dalam jurang, latihlah dan didiklah dulu
kusirnya. Bimbinglah ia sampai mahir mengendalikan kuda.

Disamping persoalan internal tersebut, secara eksternal Umat Islam menghadapi


musuh yang senantiasa menginginkan kekalahan umat islam (2:168-169). Musuh umat
islam mengerahkan segala kekuatan dan kemampuannya, mereka membuat berbagai
perencanaan dan kemudian merealisasikannya.
Untuk menggambarkan bagaimana musuh Islam ini senantiasa mengerahkan segala
kekuatannya untuk menghancurkan Islam, kita simak penuturan ustadz Hasan Al Banna;
“Sejalan dengan kekuatannya yang besar dan kekuasaannya yang luas, factor-faktor
penghancur secara perlahan namun pasti merasuk ke sela-sela kehidupan umat qurani
ini, ia semakin tumbuh, menyebar dan semakin lama semakin kuat, hingga mampu
merobek bangunan ini dan mengikis habis pusat daulah islamiah yang pertama pada abad
ke-6 hijriah oleh bangsa Tartar, kemudian yang kedua pada abad ke-14 hijriah. Dua
penghancuran itu mewariskan kondisi umat yang bercerai-berai. Mereka hidup di
negara-negara kecil yang sulit menuju kesatuan dan bangkit kembali.”

Aspek social, “orang-orang Eropa telah bekerja keras untuk menenggelamkan seluruh
negeri Islam yang mereka kuasai dengan gelombang kehidupan materialis dengan gaya
hidup rusak dan virus-virus yang mematikan. Mereka menjerumuskan negeri-negeri
Islam itu ke dalam nasib buruk di bawah kekuasaannya. Disamping itu, Eropa berambisi
kuat untuk memonopoli berbagai unsur kebaikan dan kekuatan ilmu pengetahuan,
industri, dan system yang bermanfaat. Mereka telah membuat rencana dan
melaksanakan langkah-langkah perang jenis ini secara sempurna dengan dukungan
kelicikan politik dan kekuasaan militer hingga tercapailah apa yang mereka inginkan.”
“Gelobang itu menyebar secepat kilat sampai ke tempat-tempat yang belum terjamah
sebelumnya dan menyentuh jiwa seluruh lapisan masyarakat. Musuh-musuh Islam telah
berhasil menipu kaum intelektual muslim. Mereka letakkan tabir yang menutupi mata
orang lain agar tidak bisa melihat mereka yang sebenarnya, dengan cara mengambarkan
Islam dengan gambaran terbatas pada masalah-masalah aqidah, ibadah dan akhlaq, di
samping spiritual, mistik, khurafat, dan berbagai fenomena keagamaan yang kering tak
jelas sumbernya. Tipu daya ini ditopang dengan kebodohan kaum Muslimin terhadap
agama mereka sehinga banyak di antara mereka yang merasa senang, tenteram, dan
puas dengan persepsi tersebut. Persepsi tersebut melekat amat lama pada diri mereka
hingga sulit memahamkan salah seorang di antara bahwa Islam adalah sebuah system
social sempurna yang mencakup semua aspek kehidupannya.”

Hasil perpaduan “yang serasi” antara kebodohan ummat Islam dan tipu daya musuhnya
adalah krisis ekonomi, krisis politik (hegemoni dan diktatorisme), krisis jati diri,
pemikiran dan referensi, seperti yang kita saksikan pada hari-hari ini.
Untuk dapat keluar dari krisis multidimensional ini, diperlukan suatu kerja keras dan
cerdas yang dibingkai dalam wadah amal jamai (kerja sama). Dan amal jamai tidak akan
wujud kecuali apabila diawali dengan proses tarbiyah islamiyah para pendukungnya.

2) Realitas Ummat Dewasa Ini Yang Terserang Virus Ghutsai.


Seharusnya umat ini berjaya, dan memang mereka dilahirkan ke dunia untuk itu. Tetapi
dewasa ini, kenyataannya tidaklah demikian. Kaum muslimin kini terpuruk dan
terpinggirkan. Hampir di seluruh sisi kehidupan, mereka kehilangan peran utama. Umat
ini lebih mirip dengan buih yang tidak punya arus. Persis seperti apa yang pernah
diprediksi oleh Rasul.

“Akan datang suatu masa di mana umat-umat lain akan memperebutkan kalian, sama
seperti anjing-anjing yang memperebutkan makanan” demikian rasul pernah bersabda
kepada para sahabatnya. Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kita
sedikit ketika itu?” Rasulullah menjawab, “(Tidak) bahkan ketika itu sangat banyak,
tetapi kalian itu bagai buih yang mengapung di atas arus air. Sungguh Allah akan
mencabut dari dada musuh kalian rasa takut terhadap kalian, dan sungguh Allah akan
menanamkan wahn dalam hati kalian.” Salah seorang bertanya, “Apakah wahn itu wahai
Rasulullah”? Rasululllah menjawb, “Cinta dunia dan takut mati.”
Penjelasan rasul ini menggambarkan secara gamblang bahwa sebab kelemahan dan
kehinaan suatu kaum adalah kelemahan hati dan jiwa. Hati mereka kosong dari karakter
luhur dan mulia, sekalipun jumlah mereka banyak dan secara materi mereka melimpah.

Itulah “virus” mematikan, yang lazim disebut virus buih (ghutsai). Virus ini membuat
ummat islam menjadi ringan timbangannya, sehingga menjadikannya tidak punya arus.
Virus ghutsai menyebabkan kaum muslimin menjadi santapan yang nikmat bagi para
taghut (musuh-musuh Allah SWT). Penyebab timbulnya virus ghutsai ini adalah
kecintaan kaum muslimin kepada dunia sekaligus membenci kematian.
Sesungguhnya suatu ummat yang telah terbuai dalam kenikmatan, terbuai oleh
kemewahan, tenggelam dalam kemilau harta, tertipu pesona dunia, dan lupa kepada
kemungkinan menghadapi tragedy dan kekerasan, serta perjuangan menegakkan
kebenaran; kepada umat seperti itu, tinggal dikatakan kepada mereka, “Selamat jalan
untuk kehormatan dan cita-cita.”
Berlarutnya krisis yang merundungi negeri ini merupakan contoh yang terlalu jelas
untuk dilewatkan. Kita tidak perlu melihat secara detail bagaimana rakyat banyak telah
terjangkiti penyakit jiwa ini. Cukuplah kita perhatikan bagaimana para pembesar negeri.
Jangankan berkorban untuk mengangkat umat dan bangsa dari kehinaan, para pembesar
itu justru mengeruk kekayaan rakyat dan memasukkan ke pundi-pundi kekayaan pribadi
dan golongannya. Kekuasaan yang ada pada mereka tidak dipergunakan untuk melanyani
umat, justru mereka memposisikan diri sebagai yang harus dilayani. Jiwa pengorbanan
merosot ke titik nadir, dan memunculkan jiwa mencari korban.

Perilaku para pemimpin ini dituruti oleh generasi yang lebih muda. Mereka menjadi
generasi yang kehilangan semangat juang dan berkorban untuk mengemban misi mulai
kehidupan. Sementara itu mereka terlena oleh kenikmatan remeh-temeh, kesenangan
sesaat. Mereka menjadi generasi hasil didikan generasi pendahulunya, sehingga hasilnya
setali tiga uang, tidak terlalu jauh berbeda dengan seniornya.
Sekedar contoh, lihat apa yang terjadi. Dalam tiga tahun, pengguna narkoba di Jakarta
mengalami peningkatan luar biasa, 400 persen. Tercatat, tahun 1996 ada 1.729
pengguna narkoba dan pada tahun 1999 naik menjadi 8.823 orang. Remaja di Jakarta
dalam sehari membelanjakan uangnya sekitar Rp1,3 milyar hanya untuk membeli
ekstasi, shabu-shabu, narkotika, dan obat-obatan terlarang lainnya.

Sebanyak 200 sekolah dari 600 SLTA di Jakarta telah masuk daftar hitam
penyalahgunaan narkoba selama tahun 2000. Selain itu sebanyak 181 sekolah dari 600
SLTP juga tercantum dalam daftar hitam tersebut. Sekitar 1.200 pelajar SLTA
tercatat kecanduan. Tidak kurang dari 1.100 pelajar SLTP terjerat kasus
penyalahgunaan narkoba
Bercermin dari kondisi di atas, wajar memang kalau kemudian umat ini menjadi umat
yang mempunyai hati yang lembek, loyo dan tidak berbobot. Maka menjadi semakin
banyak bukti dari prediksi Rasulullah di atas.
Itu baru sekedar dilihat dari sisi moral. Kalau saja kita mau melihat secara lebih luas
dan detail, niscaya kita akan semakin mengerti mengapa umat ini menjadi seperti buih
yang tidak mampu membuat arus dan terjebak dalam krisis multi dimensional. Sisi
ekonomi, perundangan, teknologi, pendidikan adalah bagian lain letak kelemahan umat,
yang semakin menambah ketidakmampuannya membuat arus peradaban dunia.

Untuk menterapi virus tersebut, kita membutuhkan terapi yang disebut tarbiyah.
Dengan proses tarbiyah, insya Allah akan menambah berat timbangan dan membuat
arus, sehingga kita mampu menghancurkan taghut.

Solusi Islam
Semua alasan tersebut menjadikan tarbiyah menjadi penting dan urgen. Kegagalan
pendidikan (sekolah) dalam mencetak kader-kader umat dan bangsa, membuat kita
bertanya. Apa yang salah dengan system pendidikan kita?
Pendidikan telah mengalami penyempitan makna sekadar menjadi pengajaran dan
pelatihan. Pembinaan, tarbiyah, pendidikan tidak identik dengan pengajaran dan
pelatihan. Pelatihan itu berurusan dengan praktik, dengan belajar melakukan.
Pengajaran lebih kepada transfer pengetahuan atau proses mengembangkan potensi
intelektualitas. Sementara pendidikan, pembinaan dan tarbiyah adalah proses untuk
menemukan dan kemudian mengaktualisasi segenap potensi diri manusia. Pembentukan
karakter-karakter mulia manusia seperti integritas, tekad kuat, jujur, kerendahan
hati, kesetiaan, keadilan, kesabaran, kesungguhan, lapang dada dan karakter mulia tidak
lainnya mungkin dilakukan dengan pengajaran, ia hanya bisa dilakukan dengan
pembinaan, pendidikan dan dilatih.
Yang terlupakan oleh metode pendidikan dewasa ini adalah bahwa manusia tidak saja
mempunyai fisik dan pikiran, tetapi juga mempunyai hati. Ini yang jarang atau bahkan
tidak pernah disentuh dalam dunia pendidikan. Bahkan barangkali dipandang tidak ada
hubungan antara fisik dan akal dengan hati. Bukankah ini cara memandang manusia
secara keliru?

Dibutuhkan suatu pendekatan yang komprehensif dalam mendidik umat. Hal terpenting
yang harus menjadi perhatian pertama dalam mendidik umat adalah mengupayakan
kebangkitan spiritual, kebangkitan ruhani, kehidupan hati, kebangkitan hakiki manusia
dan perasaannya. Tidak cukup menjejali manusia dengan pengetahuan. Ia hanya akan
menjadi orang yang tahu, punya pengetahuan. Tetapi kemauan seseorang untuk
merealisasi pengetahuan menjadi karakter dan akhlaq diri tidak diperoleh dari
pengajaran. Diperlukan wadah dan hati yang kuat dalam diri manusia yang akan diisi
pengetahuan, agar bisa mendorongnya menjadi manusia yang mempunyai karakter luhur
dan mulia.
Penting untuk menengok kepada Guru Besar Kehidupan, Rasulullah saw, bagaimana
beliau mampu mendidik dan membina generasi terbaik umat manusia yang pernah
dilahirkan di muka bumi ini. Yang kemudian dari mereka nantinya dua imperium adidaya
kala itu, Romawi dan Persi, bisa ditundukkan. Yang kemudian dari generasi ini
memunculkan generasi yang memperbarui peradaban dunia. Memuliakan kemanusiaan
manusia dan mengeluarkan dari kebinatangan manusia. Membebaskan manusia dari
belenggu ikatan materi menuju ikatan ketauhidan.

Penting untuk disimak apa yang dilakukan oleh Rasulullah dalam membina dan
mentarbiyah para sahabatnya, yaitu bahwa Rasulullah membina dan mempersiapkan
para sahabatnya dengan pembinaan yang menyentuh seluruh aspek kehidupannya:
ruhani, jasmani dan fikiran. Dan untuk membina kekuatan ruhani, kekokohan jiwa,
pancaran spiritual, sampai-sampai dibutuhkan waktu paling tidak 13 tahun. Sebelum
akhirnya Rasul mengajarkan aspek-aspek lain dari kehidupan ini. Dilihat dari sudut
pandang seperti ini, bukankah apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang saat ini dalam
mendidik umat menjadi terbalik?

Para pengikut Rasulullah dibentuk dan diproses melalui Tarbiyah Islamiyah yang
merealisasikan ‘ubudiyahnya hanya kepada Allah saja; ‘ubudiyah yang meliputi i’tiqad,
ibadah dan aturan yang benar-benar diterapkan dalam segala aktivitas hidup mereka.
Proses ‘ubudiyah seperti ini akan membersihkan jiwa, hati, dan spiritualitas mereka
dari beriman kepada selain Allah dan meluruskan aktivitas mereka dari orientasi yang
lain daripada Allah semata-mata.
Mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Rasul, kebangkitan kembali umat ini
memerlukan tarbiyah islamiyah. Model pembinaan yang komprehensif untuk
membangkitkan umat dari keterpurukannya. Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang
mengandung arti kurang lebih penjagaan, pengasuhan dan pendidikan. Tarbiyah
Islamiyah adalah penjagaan, pengasuhan dan pendidikan berasaskan Al-Quran dan
sunnah Rasulullah SAW. Sumber-sumber ini adalah sumber-sumber rabbani. Dengan
sumber inilah generasi sahabat dididik oleh Rasulullah SAW sehingga melahirkan
generasi rabbani yang mendapat julukan dan pujian dari Allah: “Kamu adalah sebaik-
baik ummah yang dikeluarkan untuk manusia. Kamu menyuruh berbuat kebaikan,
melarang berbuat kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah.” (Ali ‘Imran: 110)

Tarbiyah ingin mewujudkan kondisi yang kondusif bagi manusia untuk dapat hidup di
dunia secara lurus dan baik, serta hidup di akhirat dengan naungan ridho dan pahala
Allah swt. Tarbiyah membentuk pribadi muslim yang mempunyai karakteristik:
mempunyai aqidah yang lurus, ibadahnya benar, akhlak terpuji, fikiran yang kaya dengan
ilmu, tubuh yang kuat, mampu berusaha untuk mencari rizki, mampu mengendalikan
hawa nafsu dan mau melakukan mujahadah pada dirinya, memiliki waktu dengan teratur,
urusan dan pekerjaannya ditata dan diatur dengan disiplin, dan bermanfaat bagi orang
lain.
Tarbiyah adalah proses penyiapan manusia yang shalih, agar tercipta suatu
keseimbangan dalam potensi, tujuan, ucapan, dan tindakannya secara keseluruhan.
Keseimbangan potensi artinya kemunculan suatu potensi tidak boleh memandulkan
potensi yang lain atau untuk memunculkan potensi yang satu dimandulkan potensi yang
lain. Juga keseimbangan antara potensi ruhani, jasmani, dan akal pikiran; keseimbangan
antara keruhanian manusia dan kejasmaniannya.

Tarbiyah mendorong seseorang untuk memiliki dinamika yang tinggi di seluruh


kehidupannya bersama diri dan orang-orang yang ada disekitarnya, bahkan lingkungan
alam sekitarnya. Tarbiyah istimewa karena mampu mengiringi fitrah manusia dalam
menghadapi realitas hidupnya di bumi dan alam materi.

Tarbiyah islamiyah merupakan cara ideal berinteraksi dengan fitrah manusia, baik
secara langsung (dengan kata-kata) atau tidak langsung (berupa keteladanan dan sarana
yang lain), untuk memproses perubahan dalam diri manusia menjuju kondisi yang lebih
baik. Secara global tarbiyah islamiyah bertujuan membangun kepribadian Islam yang
integral dalam segala sisi-sisinya, khususnya dalam sisi aqidah, ibadah, ilmu
pengetahuan, budaya, akhlaq, perilaku, pergerakan, keoganisasian dan manajerial,
sehingga seluruh kegiatan tarbiyah akan mengembangkan potensi ruhani, jasmani dan
akal pikiran manusia.

Coba cermati firman Allah yang menciptakan manusia beserta segala kehidupannya, di
surat Ali Imran 164: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa)
mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya
sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang
nyata.” Senada dengan ayat tersebut adalah surat Al Baqarah ayat 151: “Sebagaimana
(Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu
Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan
kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” Atau ayat 2 surat Al Jumuah:
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka,
yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang yang nyata.”
Banyak sisi yang bisa dilihat dari membaca ayat-ayat di atas. Dari sisi tarbiyah
islamiyah kita bisa mengambil makna bahwa sebelumnya kaum mukmin ini benar-benar
tersesat. Mereka menuhankan batu-batu yang dianggapnya bisa memberikan kebaikan
dan mencegah keburukan dari mereka. Gaya hidup hedonisme orang Arab jahiliyah yang
berkecenderungan kepada materialisme duniawi, tergambar dalam salah satu syair
Tarafah pra Islam:
Cari aku di kumpulan orang-orang, kau akan menemukan aku di sana
Buru aku di kedai minuman, kau akan menangkapku di sana
Datangi aku di pagi hari, akan kuberi kau secangkir penuh anggur. Bila kau menolak,
tolaklah sesukamu dan jadilah penghibur yang baik.

Syair di atas menunjukkan kebiasaan minum orang Arab jahiliyah yang merupakan
sumber kenikmatan. Kira-kira tidak berbeda dengan kebiasaan banyak orang jahiliyah
masa kini.
Kemudian diutuslah Rasul untuk membacakan ayat-ayat Allah, mensucikan jiwa mereka,
dan mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan apa yang
belum diketahui. Diutuslah Rasulullah untuk mentarbiyah, mendidik dan membina
masyarakat arab jahiliyah. Mensucikan jiwa mereka, mengisi hati mereka, menguatkan
ruhani, mengajarkan kepada mereka ayat-ayat Allah, memutuskan ikatan-ikatan duniawi
kemudian mengikatkan kepada ikatan aqidah. Menumbuhkan perasaan takut kepada
Tuhannya, perasaan rendah di hadapan Tuhan, hidup dengan ketinggian akhlaq.
Dengan proses seperti inilah generasi terbaik umat ini dilahirkan. Melalui proses ini
lahirlah ummat yang akan menjadi dasar penyelesaian problematika kemanusiaan secara
keseluruhan. Masalah manusia hari ini tidak akan dapat diurai dan dipecahkan kecuali
kembali kepada Islam. Dan Islam tidak akan dapat memainkan perannya kecuali jika
terdapat pendukung yang komitmen terhadapnya. Pendukung yang komit terhadap
Islam tidak akan dapat diwujudkan kecuali dengan pembinaan, dengan tarbiyah
islamiyah.

Model Tarbiah
Pengertian tarbiah Islamiyah, sebagaimana telah disinggung di muka, adalah cara ideal
dalam berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung (kata-kata) maupun
secara tidak langsung (keteladanan dan sarana lain), untuk memproses perubahan dalam
diri manusia menuju kondisi yang lebih baik. Secara global tarbiah Islamiah bertujuan
membangun kepribadian Islam yang integral dari segala sisinya, khususnya sisi aqidah,
ibadah, ilmu pengetahuan, budaya, akhlaq, perlilaku, pergerakan, keorganisasian dan
manajerial, sehingga seluruh kegiatan tarbiah akan mengembangkan potensi ruhani,
jasmani, dan akal manusia. Tujuan akhir tarbiah adalah menyiapkan seseorang untuk
dapat mengemban tanggung jawab da’wah dan menghadapi rintangan dalam da’wah.

Sasaran tarbiah
Sasaran tarbiah untuk tingkat individu mencakup sepuluh point yaitu; salimul aqidah,
setiap individu dituntut untuk memiliki kelurusan aqidah yang hanya dapat diperoleh
melalui pemahaman terhadap Al Quran dan As-Sunnah
Shahihul ibadah, setiap individu dituntut untuk beribadah sesuai dengan petunjuk yang
disyariatkan kepada Rasulullah saw. Pada dasarnya, ibadah bukanlah ijtihad seseorang
karena ibadah itu tidak dapat diseimbangkan melalui penambahan, pengurangan atau
penyesuaian dengan kondisi kemjuan zaman.
Matinnul khuluq, setiap individu dituntut untuk memiliki ketangguhan akhlaq/karakter
sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwat.

Qadirun ‘alal kasbi, setiap individu dituntut untuk mampu menunjukkan potensi dan
kretivitasnya dalam dunia kerja.
Mutsaqqaful fikri, setiap individu dituntut untyuk memiliki keluasan wawasan. Artinya,
dia harus mampu memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengembangkan wawasan.
Qawiyul jism, setiap individu dituntut untuk memliki kekuatan fisik melalui sarana-
sarana yang dipersiapkan Islam.
Mujahidun li nafsi, setiap individu dituntut untuk mengendalikan hawa nafsunya dan
senatiasa mengokohkan diri di atas hukum-hukum Allah melalui ibadah dan amal saleh.
Artinya, ia dituntut untuk berjihad melawan bujuk rayu setan yang menjerumuskan
manusia pada kejahatan dan kebatilan.

Munadzam fi syu’unihi, setiap individu dituntut mampu mengatur segala urusannya


sesuai dengan keteraturan Islam. Pada dasarnya, setiap pekerjaan yang tidak teratur
hanya akan berakhir pada kegagalan.
Haritsun ‘ala waqtihi, setiap individu dituntut untuk memelihara waktunya sehingga dia
akan terhindar dari kelalaian. Dengan begitu, diapun akan mampu menghargai waktu
orang lain sehingga dia tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
melakukan kesia-siaan, baik untuk kehidupan dunia maupun akhiratnya. Tampaknya,
tepat sekali apa yang dikatakan oleh ulama salaf bahwa waktu itu ibarat pedang. Jika ia
tidak ditebaskan dengan tepat, ia akan menebas diri kita sendiri.
Nafi’un li ghairihi, setiap individu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.
Perangkat tarbiah
Untuk merealisasikan sasaran dalam proses tarbiyah diperlukan berbagai sarana
anatara lain; halaqoh, mabit, rihlah, mukhayyam, dan tatskif. Di antara beberapa sarana
tarbiyyah tersebut, halaqoh merupakan sarana yang memiliki peran penting karena
beberapa alasan;

pertama,
dalam tarbiah dengan system halaqoh ini didapatkan kearifan, kejelian, dan langsung di
bawah asuhan seorang murabbi. Sehingga setiap kecenderungan dan perubahan yang
terjadi segera bisa dipantau dan diarahkan oleh murabbi. Sedang programnya
bersumber dari Kitabullah dan sunnah rasul, dengan jadwal yang sudah diatur.

Kedua,
tarbiah melalui halaqoh merupakan ‘tujuan yang terkandung dalam perangkat.’ Demikian
itu karena penyiapan seorang individu secara islami, pematangan mentalitas, pemikiran,
aqidah, dan perilaku merupakan aktivitas yang memerlukan kesinambungan dan
kontinuitas, sekaligus menjadi tujuan abadi. Kendati sarana ini termasuk perangkat,
namun karena kuatnya keterkaitan dengan tujuan, mengharuskan system ini memiliki
kontinyuitas.

Ketiga,
sepanjang perjalanan tarbiah, hanya sistem halaqoh yang mampu memantapkan proses
penyiapan individu islami secara integral. Oleh karenanya system ini harus tetap
berlanjut, meski daulah islam telah berdiri karena ia yang akan menjadi penyuplai
kebutuhan pemerintahan akan sumber daya manusia dengan proses yang baik.
Keempat, taruhlah pemerintah dapat menguasai system pengajaran dan informasi,
namun keduanya tidak akan mampu mentarbiyah. Meskipun tarbiah yang integral, yang
menanamkan dalam jiwa sifat keutamaan, kesungguhan, dan kepekaan terhadap
tanggung jawab memang berhubungan erat dengan proses pengajaran dan informasi.
Kompetensi Tarbiah

Diperlukan kajian yang komprehensif untuk mendorong terealisasikannya sasaran


tarbiah, yang meliputi seluruh segi yang memungkinkan mencuatnya segala potensi
kebaikan. Secara garis besar ada empat kelompok kajian, yaitu; dasar-dasar keislaman,
pengembangan diri, dakwah dan pemikiran islam, serta social kemasyarakatan.

Dasar-dasar keislaman mencakup al qur’an dan ulumul qur’an, hadist dan ulumul hadits,
aqidah, fiqh, akhlaq, sirah dan kepribadian muslim. Pengembangan diri terdiri dari
metodologi berfikir dan riset, belajar mandiri, rumah tangga muslim, manajemen,
bahasa arab, kesehatan dan kekuatan fisik, kependidikan dan keguruan. Dakwah dan
pemikiran meliputi fiqh dakwah, sejarah dan peradaban umat, dunia islam kontemporer,
pemikiran, gerakan dan organisasi pembaharuan, islam dan kekuatan lawan. Dan social
kemasyarakatan meliputi tata social kemasyarakatan, perundang-undangan, system
politik dan hubungan internasional, ekonomi, seni dan budaya, iptek dan lingkungan,
serta isu kontemporer social politik dakwah islam.

Tarbiyah Islamiyah

“Tarbiyah bukanlah segalanya, namun dengan tarbiyah segalanya bisa tercapai”

Makna dan hakekat pendidikan islam

Dalam bahasa arab pendidikan islam disebut attarbiyah al-islamiyah.

Secara bahasa tarbiyah memiliki beberapa arti :

1. Raba yarbu : Tumbuh berkembang


2. Robia yarba : Tumbuh secara alami
3. Robba yarrubu : Memperbaiki atau meningkatkan.

Berarti proses pendidikan islam seharusnya menumbuh kembangkan secara alami,


juga sebagai proses perbaikan peningkatan diri bagi orang yang terlibat didalamnya.

Secara istilah makna tarbiyah adalah :

1. Menyampaikan sesuatu sampai pada tingkat sempurna sedikit demi sedikit


( Al Badawi )
2. Menumbuhkan sesuatu sedikit demi sedikit sampai dengan tahap sempurna
(Al Asmahadi ).

Mengapa pendidikan islam diperlukan ?

Melihat kondisi umat islam

 Umat islam tidak memahami islam itu sendiri


 Akibatnya umat islam terjebak dalam kondisi kebodohan, kelemahan dan
kehinaan
 Umat islam berada dalam kerusakan
 Penyebabnya :
 Kecintaan kepada dunia yang berlebihan dan takut mati
 Saling berpecah belah
 Mengkotak-kotakan ajaran islam
 Meninggalkan jihad.

Hakekat jiwa manusia

 Memiliki kecenderungan untuk berbuat fujur (dosa)


 Terbuka untuk menerima hidayah (petunjuk)

Solusi

Melihat kondisi umat saat ini serta memperhatikan hakekat jiwa manusia maka
dibutuhkan sebuah pendidikan islam bagi umat islam.

Pendidikan islam (tarbiyah islamiyah) tersebut harus bersifat :

 Kontinyu (Mustamiroh)
 Membentuk syahsiyah islamiyah bukan sekedar transfer ilmu (Takwiniyah)
 Bertahap atau berprogram (Muthdarrijah)
 Menyeluruh (Kaffah).

Karakteristik Tarbbiyah Islamiyah

1. Robbaniyah

Robbaniyah baik materi, tujuan, sasaran, motivasi, metode dan caranya.


Tujuan umum tarbiyah islamiyah adalah beribadah hanya kepada Allah dan
memakmurkan bumi dengan aturan Allah. Sasarannya adalah terbentuknya
manusia-manusia robbani. Motivasi harus karena Allah semata. Sedangkan sumber
tarbiya islamiyah adalah ilmu Allah baik yang tertulis (wahyu) dan yang tidak
tertulis (ayat kauniah).

2. Akhlak sebagai sarana ( Wasilah )

Islam menghendaki agar proses pendidikan berjalan sesuai dengan norma


dan akhlak islam, baik dalam pendekatan ataupun dalam penggunaan sarana. Islam
melarang penggunaan sarana yang bertentangan dengan syar’i dan merusak fitrah
manusia.

3. Syumuliyah ( Menyeluruh )

Obyek tarbiyah islamiyah adalah manusia seutuhnya. Tarbiyah islamiyah


berusaha menjaga keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan potensi akal,
jasad dan ruh manusia. Dengan adanya keseimbangan diharapkan dapat
membentuk manusia secara utuh, manusia yang emmiliki kepribadian kokoh, tahan
menghadapi tantangan hidup dan berguna bagi orang lain.

ARTI PENTING TARBIYAH ISLAMIYAH


Barangkali tidak akan ada yang menyangkal bahwa Muslim yang istiqomah dengan Islam
atau dengan kata lain yang berpegang teguh pada din Allah merupakan modal dasar
terbenuknya masyarakat Islam. Ia adalah batu bata yang dapat disusun menjadi
bangunan. Semakin tinggi dan besar suatu bangunan maka semakin memerlukan batu
bata yang kuat dan kukuh. Di sisi lain berpegang teguh dengan din Allah adalah dasar
umum bagi penyelesaian krisis keimanan yang melanda kaum muslimin terutama para
pemudanyya. Karena ittu peranan tarbiyah dalam upaya mengatai munculnya gejala
krisis konfedensi di kalangan kaum muslimin yang diakibatkan oleh derasnya arus
ghazwl fikri (perang pemikiran) semakin jelas. Secara ringkas urgensi dari tarbiyah
Islamiyah ini terlihat jelas pada peranannya dalam kehidupan ini.

1.Membentuk generasi yang Islami


Pendidikan islami (tarbiyah Islamiyah) adalah satu-satunya cara terbaik dalam
membentuk individu berkepribadian, masyarakat yang ideal dan peradaban kemanusiaan
yang tinggi. Hubungan ketiga aspek tersebut saling terkait, karena terbentuknya
masyarakat ideal. Sedangkan terbentuknya masyarakat ideal merupakan medium
terbentunya peradabn kehidupan manusia yang tinggi.
Apabila ketiga aspek tersebut terwujud maka akan melahirkan kebaikan-kebaikan dan
kebahagiaan hidup. Semua itu dapat diwujudkan melalui Tarbiyah Islamiyah.
2. Merupakan kebutuhan manusia
Manusia adalah makhluk Allah yang mempunyai insting, watak, dan kecenderungan yang
berbeda-beda. Ada orang yang didalam kehidupannya dijajah oleh nafsu. Perilaku
tersebut tidak ubahnya seperti binatang. Tetapi ada pula manusia yang mampu
meningkatkan derajadnya ke tingkat yang paling tinggi. Namun ada juga manusia yang
mengikuti kehendak syetan.
Jika manusia dibiarkan dengan kecenderungan dan watak masing-masing tanpa ada
upaya pembentukan melalui media pendidikan yang sesuai dengan fitrah kejadiannya,
niscaya panorama bumi akan diwarnai dengan kezaliman dan permusuhan.
Sehubungan dengan itu satu-satunya media untuk menyelamatkan manusia dari
kenistaan dan jeratan konflik akibat adanya pertentangan ialah tarbiyah islamiyah yang
menyeluruh terutama pembinaan iman dan keyakinan.

3. Tarbiyah Islamiyah adalah suatu kewajiban agama


Pendidikan islam adalah wajib, karena ia merupakan sarana terlaksananya kewajiban din
yaitu ibadah. Ta’lim adalah bagian dari tarbiyah dan ibadah tidak sah tanpa mengetahui
hokum dan syarat sahnya ibadah. Atas dasar tersebut Rasulullah SAW bersabda “
Menuntut ilmu itu ajib bagi setiap Muslim”.

Itulah beberapa bukti dan pertimbangan yang memastikan urgensi tarbiyah islamiyah
salam kehidupan. Tetapi perlu kita sadari bahwa tanpa adanya tarbiyah yang terarah
dan sistemik mustahil akan mencetak insan yang memiliki Syakhsiyah Islamiyah.

PENGERTIAN TARBIYAH ISLAMIYAH


Dari segi bahasa tarbiyah islamiyah bermakna: Rabba-yarbu (tumbuh berkembang),
rabbiya-yarba (tumbuh secara alami), rabba-yarabbu (memperbaiki, meningkatkan).
Sedangkan secara istilah Tarbiyah Islamiyah adalah memperbaiki sesuatu, menjaga
serta memeliharanya.
Tarbiyaah memiliki pengertian cara ideal dalam berinteraksi dengan fitrah manusia,
baik secara langsung (dengan kata-kata) ataupun secara tidak langsung (dengan
keteladanan) untuk memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih
baik.
Tarbiyah Islamiyah berarti proses mempersiapkan orang dengan persiapan yang
menyenuh seluruh aspek kehidupan meliputi jasmani, ruhani, dan akal pikiran. Demikian
juga dengan kehidupan duniawinya, dengan segenap aspek hubungan dan kemaslahatan
yang mengikatnya, dan kehidupan akhirat dengan segala amal yang sihisabnya yang
membuat Allah ridha atau murka.
Jadi secara ringkas tarbiyah islamiyah adalah proses penyiapan manusia yang saleh,
yakni agar tercipta suatu keseimbangan dalam potensi, tujuan, ucapan, dan tindakannya
secara keseluruhan. Keseimbangan potensi yang dimaksud adalah hendaknya jangan
sampai kemunculan potensi menyebabkan lenyapnya potensi yang lain atau suatu potensi
sengaja dimandulkan agar muncul potensi yang lain.
Juga keseimbangan antara potensi ruhani, jasmani, dan akal pikiran, keseimbangan
antara kebutuhan primer dan sekundernya, antara cita-cita dan realitasnya, antara jiwa
ambisi pribadi dan jiwa kebersamaannya, antara keyakinan kepada alam ghaib dan
keyakinan pada alam kasat mata, keseimbangan antara makan, minum, pakaian, dan
tempat tinggalnya, tanpa adanya sikap berlebih-lebihan si satu sisi dan pengabaian di
sisi yang lain. Benar-benar keseimbangan yang mengantarkan pada sikap yang adil dalam
segala hal.

TUJUAN TARBIYAH ISLAMIYAH


Secara umum terbiyah islamiyah bertujuan membentuk manusia yang hanya beribadah
kepada Allah SWT dan memakmurkan bumi hanya dengan aturan-aturan Allah baik yang
berupa wahyu atau pun sunatullah, sehingga lahir suasana kehidupan yang islami di bumi
ini.
Dalam rangka mewujudkan hal tersebut dijabarkan dalam tiga tujuan utama dari
tarbiyah islamiyah, yaitu:
1. Terbentuknya Tashawur (persepsi) Islami yang jelas.
Islam sebagai din, sebagai pedoman hidup dari Allah SW mencakup seluruh aspek
kehidupan dan perilaku untuk seluruh zaman dan ummat manusia. Ketidakmenyeluruhan
persepsi terhadap Islam akan mengakibatkan Islam terisolasi dari pentas kehidupan,
juga menjadi sumber bid’ah, khurafat, takhayul, dan tradisi jahiliyah serta berbagai
kontradiksi. Bahaya persepsi yang parsial (Juz’I) dijelaskan dalam firman Allah Q.S. Al
Baqarah:85 sedangkan kejelasan dan keuniversalan Islam terlihat pada firman Allah
Q.S. An-Nisaa’:89.
2. Membentuk Syakhsiyah Islamiyah (pribadi yang Islami)
Pribadi yang Islami adalah pribadi yang menjadikan nilai-nilai Islam sebagai bahan
utama pembentuk kepribadiannya, sehingga identitas dirinya benar-benar
mencerminkan keislamannya.
Komponen dasar bagi terbentuknya kepribadian seseorang adalah keyakinan, pendirian,
perasaan, pemikiran, watak, performa, dan perilaku. Dan akidah islamiyah adalah dasar
pembentukan dari semua komponen tersebut.
Tarbiyah ilamiyah diharapkan menghasilkan buah yang baik. Buah yang diharapkan dari
pembinaan islami (tarbiyah islamiyah) adalah terciptanya sosok pribadi Muslim yang
ideal, pribadi muslim yang kaffah. Yaitu pribadi muslim yang mengimplemetasikan nilai-
nilai Islam secara keseluruhan, tidak hanya bagian per bagian.
Beberapa deskripsi tentang pribadi muslim yang kaffah yang harus diketahui oleh
seorang muslim, antara lain:
1. Lurus aqidahnya
Kelurusan akidah merupakan pokok terpenting bagi pribadi muslim. Demikian pula yang
dilakukan Rasulullah SAW pertama kali dapat ditelusuri bahwa ayat-ayat Al Qur’an
Makiyyah turun selama 13 tahun yang menjelaskan kalimat Laailaaha illallah. Yang
demikian itu karena din ini seluruhnya tegak di atas kalimat Laa ilaaha illallah.
Memahamkan pada manusia bukan membuat tertarik pada cabang-cabang Islam saja,
namun dengan pemahaman akidah dalam hati mereka yang kemudian secara otomatis
akan melaksanakan segala syariatnya.
2. Benar Ibadahnya
Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah SWT, baik berupa
perkataan, kepasrahan, dan ketundukan yang sempurna serta membebaskan diri dari
segala yang bertentangan. Dengan demikian serang muslim harus paham bahwa ibadah
kepada Allah merupakan kebutuhan dan kepentingan manusia, baik ibadah khusus
(khashah), shalat, puasa, zakat, dsb. Ataupun ibadah umum (ammah), menuntuk ilmu,
jual beli, dsb. Seorang muslim dalam beribadah haruslah benar yaitu niat ikhlas karena
Allah dan berdasar atas syariat Islam.
3. Terpuji Akhlaknya
Islam mengatur dalam segala aspek dari mulai bangun tidur smpai pada pagi berikutnya.
Sehingga gerak langkah seorang muslim senantiasa indah karena mengikuti irama
kehidupan yang diatur oleh Allah SWT. Seorang muslim yang berakhlak membawa
dampak tidak hanya pada dirinya sendiri tapi juga lingkungan sekitar. Sehingga nantinya
akan tercipta umat yang berakhlak mulia. Kesempurnaan iman seseorang dapat dilihat
dari kualitas akhlaknya.
4. Berwawasan Luas
Wawasan disini bermaksud senantiasa memikirkan sesuatu yang membangun,
memperbaiki bukan membuat hal yang tidak berguna, dan menjauhkan diri dari sifat
yang merendahkan. Karena pentingnya berwawasan luas inilah maka setiap muslim
diwajibkan untuk senantiasa menuntut ilmu, baik ilmu keagamaan maupun ilmi-ilmu alam
dan ilmu yang lainnya.
5. Kuat Fisiknya
Rasulullah bersabda “ Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada
mukmin yang lemah pada keduanya ada kebajikan” (HR. Muslim)
Rasulullah telah menegaskan pentingnya pembentukan badan yang sehat dan menjaga
dari berbagai penyakit. Kewajiban dan tanggung jawab pribadi muslim ideal tidak akan
terlaksana dengan baik tanpa adanya badan/fisik yang sehat.

Anda mungkin juga menyukai