Anda di halaman 1dari 19

NASIKH MANSUKH

DALAM ALQURAN
Pengertian :
Nasikh-Mansukh berasal dari kata naskh. Dari segi
Etimologi, kata ini dipakai untuk beberapa
pengertian :
a. Nasikh, dapat bermakna ‘izalah (menghilangkan)
b. Nasikh dapat bermakna tabdil (mengganti/menukar)
c. Nasikh dapat bermakna tahwil (memalingkan)
d. Nasikh dapat bermakna menukilkan dari suatu tempat
ke tempat yang lain
Menurut Imam al-Ghazali :
Naskh adalah khitab yang menunjukkan
atas terangkatnnya hukum yang telah
ditetapkan dengan khitab yang datang
belakangan, yang kalaulah tidak datang
khitab itu niscaya hukum yang pertama
tetap berlaku.
Rukun Nasikh :
1. Adat naskh, adalah pernyataan yang menunjukkan
adanya pembatalan hukum yang telah ada.
2. Nasikh, yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum
yang telah ada. Pada hakikatnya, nasikh itu berasal
dari Allah, karena Dialah yang membuat hukum dan
menghapusnya.
3. Mansukh, yaitu hukum yang dibatalkan, yang
dihapuskan, atau dipindahkan.
4. Mansukh ‘anh, yaitu orang yang dibebani hukum.
Syarat Naskh :
1. Yang dibatalkan adalah hukum syara’.
2. Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’.
3. Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya
waktu pemberlakuan hukum, seperti perintah Allah
tentang kewajiban berpuasa tidak berarti dinasikh
setelah selesai melaksanakan puasa tersebut.
4. Tuntutan yang mengandung naskh harus datang
kemudian.
MACAM-MACAM NASIKH
1. Al-Quran dinasikhkan dengan Al-Quran
Ulama sepakat mengatakan ini diperbolehkan.
Demikian juga mengenai jatuhnya. Umpama
menurut ayat Masa Iddah bagi perempuan itu
lamanya satu tahun. Ayat Iddah ini ternasikhkan
oleh ayat lain. Masa Iddah itu cukup empat bulan
sepuluh hari.
2. Al-Quran dinasikhkan dengan Sunnah
Yang termasuk dalam hal ini, terdapat dua macam
definisi, yaitu:
Pertama, Al-Quran dinasikhkan dengan Hadist Ahad.
Menurut jumhur tidak diperbolehkan, karena Al-Quran itu
mutawatir, harus diyakini. Sedangkan hadist ahad masih
diragukan.
Kedua, Al-Quran dinasikhkan dengan Hadist Mutawatir.
Hal ini diperbolehkan menurut Imam Malik, Abu Hanifah
dan Ahmad Bin Hambal.
3. Sunnah dinasikhkan dengan Al-Quran
Ini diperbolehkan menurut jumhur.
Menghadap sembahyang ke Baitul Mukaddas
itu ditetapkan oleh Sunnah, sedangkan di
dalam Al-Quran tidak ada yang menunjukkan
demikian itu. Di sini dinasikhkan oleh Al-
Qur’an QS 2:144.
144. Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96],
Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu
berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang
4. Sunnah dinasikhkan dengan Sunnah
Yang termasuk golongan ini ada empat
macam, yaitu :
1. Mutawatir dinasihkan dengan mutawatir
pula
2. Ahad dinasihkan dengan ahad pula
3. Ahad dinasikhkan dengan mutawatir
4. mutawatir dinasikhkan dengan ahad
BENTUK-BENTUK NASIKH
Nasikh di dalam Al-Qur’an terdapat tiga bentuk, yaitu :
1. Nasikh tilawah dan hukumnya sekaligus
Contoh : Ayat yang menyatakan 10 kali penyusuan mengharamkan
pernikahan. Aisyah berkata :
‫ضعَات َم ْعلُو َمات يُ َح ِ ِّر ْم َن ث ُ َّم نُ ِس ْخ َن ِبخ َْمس‬ َ ‫ع ْش ُر َر‬
َ ‫آن‬ ِ ‫ان فِي َما أ ُ ْن ِز َل ِم َن ْالقُ ْر‬
َ ‫َك‬
ِ ‫سلَّ َم َو ُه َّن فِي َما يُ ْق َرأ ُ ِم َن ْالقُ ْر‬
.‫آن‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َللا‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َللا‬ ُ ‫ي َر‬ َ ِِّ‫َم ْعلُو َمات فَت ُ ُوف‬
Dahulu di dalam apa yang telah diturunkan di antara Al-Qur’an adalah :
“Sepuluh kali penyusuan yang diketahui, mengharamkan”, kemudian itu
dinaskh (dihapuskan) dengan: “Lima kali penyusuan yang diketahui”.
Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat dan itu termasuk
yang dibaca di antara Al-Qur’an. [HR. Muslim, no: 1452]
‫‪2. Nasikh hukum dan tetap adanya tilawah.‬‬
‫‪Contohnya firman Allah Swt :‬‬
‫علَى ْال ِقتَا ِل ِِن يَ ُكن ِ ِّمن ُك ْم ِع ْش ُر َ‬
‫ون‬ ‫ين َ‬ ‫ض ْال ُمؤْ ِمنِ َ‬ ‫ي َح ِ ِّر ِ‬‫يَآأَيُّ َها النَّ ِب ُّ‬
‫ون يَ ْغ ِلبُوا ِمائَتَي ِْن َو ِِن يَّ ُكن ِ ِّم ْن ُك ْم ِمائَةٌ يَ ْغ ِلبُوا أ َ ْلفا ِ ِّم َن الَّ ِذ َ‬
‫ين‬ ‫صا ِب ُر َ‬ ‫َ‬
‫َكفَ ُروا ِبأَنَّ ُه ْم قَ ْو ٌم الَ يَ ْفقَ ُه َ‬
‫ون‬
‫‪Kemudian hukum ini dihapus dengan firman Allah Swt‬‬
‫‪dengan ayat selanjutnya :‬‬
‫ض ْعفا فَإِن يَ ُكن ِ ِّمن ُكم ِ ِّمائَةٌ َ‬
‫صا ِب َرة ٌ‬ ‫ع ِل َم أ َ َّن فِي ُك ْم َ‬ ‫عن ُك ْم َو َ‬ ‫ف هللاُ َ‬ ‫ان َخفَّ َ‬ ‫ْالئ َ َ‬
‫ف يَ ْغ ِلبُوا أ َ ْلفَي ِْن ِبإِ ْذ ِن ِ‬
‫هللا َوهللاُ‬ ‫يَ ْغ ِلبُوا ِمائَتَي ِْن َو ِِن يَ ُك ْن ِ ِّم ْن ُك ْم أ َ ْل ٌ‬
‫ين‬
‫صا ِب ِر َ‬ ‫َم َع ال َّ‬
3. Menasikhkan tilawah disamping tetapnya hukum.
Contoh : Lafazh ayat rajm, disebutkan oleh sebagian
riwayat dengan bunyi :
َ‫ار ُج ُمو ُه َما ْالبَتَّة‬ َ
ْ َ‫ف‬ ‫ا‬‫ي‬َ ‫ن‬ َ‫ز‬ ‫ا‬ َ
‫ذ‬ ِ ُ َّ ‫ش ْي ُخ َوال‬
ِ ‫ش ْي َخة‬ َّ ‫ال‬
‫ع ِزي ٌْز َح ِك ْي ٌم‬ ِ ‫نَ َكاال ِم َن‬
َ ُ‫هللا َو هللا‬
Laki-laki tua dan perempuan tua apabila berzina, maka
rajamlah keduanya. Pembalasan itu pasti dari Allah. Dan
Allah itu maha Gagah lagi Maha Bijaksana.
KEDUDUKAN KEBERADAAN NASKH
Masalah naskh bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Ia
merupakan bagian yang berada dalam disiplin Ilmu Tafsir dan
Ilmu Ushul Fiqh. Dalam kaitan ini Imam Subki menerangkan adanya
perbedaan pendapat tentang kedudukan naskh. Naskh berfungsi
mencabut (raf) atau menjelaskan (bayan). Dilihat dari jenis-jenis naskh
yang diuraikan di atas. Jika ditinjau dari segi formalnya maka fungsi
pencabutan itu lebih nampak. Tapi bila ditinjau
dari segi materinya, maka fungsi
penjelasannya lebih menonjol. Meski demikian, pada akhirnya dapat
dilihat adanya
suatu fungsi pokok bahwa naskh merupakan salah satu interpretasi
hukum.
HIKMAH KEBERADAAN NASKH
Menurut Manna Al-Qaththan terdapat empat
ketentuan naskh, yaitu:
1. Menjaga kemaslahatan hamba.
2. Pengembangan pensyariatan hukum sampai
kepada tingkat kesempurnaan seiring dengan
perkembangan dakwah dan kondisi manusia itu
sendiri.
3. Menguji kualitas keimanan mukallaf dengan cara
adanya perintah yang kemudian di hapus.
4. Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat.
Sebab apabila ketentuan nasikh lebih berat
daripada ketentuan mansukh, berarti mengandung
konsekuensi pertambahan pahala. Sebaliknya, jika
ketentuan dalam nasikh lebih mudah daripada
ketentuan mansukh, itu berarti kemudahan bagi
umat.
CARA MENGETAHUI NASIKH DAN MANSUKH
Cara untuk mengetahui nasakh dan mansukh dapat
dilihat dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Keterangan tegas dari nabi atau sahabat, seperti hadis
yang artinya :
Aku (dulu) pernah melarangmu berziarah ke kubur,
sekarang Muhammad telah mendapat izin untuk
menziarahi ke kubur ibunya, kini berziarahlah kamu ke
kubur. Sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan
pada hari akhir. (Muslim, Abu Daud, dan Tirmizi).
2. Kesepakatan umat tentang
menentukan bahwa ayat ini nasakh
dan ayat itu mansukh.
3. Mengetahui mana yang lebih
dahulu dan kemudian turunnya
dalam perspektif sejarah.
Nasikh tidak dapat ditetapkan berdasarkan ijtihad,
pendapat mufassir, atau keadaan dalil-dalil yang secara
lahir tampak kontradiktif, atau terlambatnya keislaman
seseorang dari dua perawi.
Ketiga persyaratan tersebut merupakan faktor yang
sangat menentukan adanya nasakh dan mansukh dalam
Al-Qur’an. Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat
dipahami bahwa nasakh mansukh hanya terjadi dalam
lapangan hukum dan tidak termasuk penghapusan yang
bersifat asal (pokok).

Anda mungkin juga menyukai