Anda di halaman 1dari 9

TAFSIR BIL MATSUR DAN

TAFSIR BIL RAYI


TAFSIR BIL MATSUR
Tafsir bil matsur adalah metode penafsiran dengan cara mengutip,atau
mengambil rujukan pada Al-quran , hadist Nabi, kutipan sahabat serta
tabiin[3]. Metode ini meng-haruskan mufasir menelusuri shahih tidaknya
riwayat yang digunakannya.

Sejarah Serta Perkembangan Tafsir Bil Matsur


Tafsir bil matsur telah ada sejak zaman sahabat. Pada zaman ini tafsir bil
matsur dilakukan dengan cara menukil penafsiran dari Rasulullah SAW, atau
dari sahabat oleh sahabat,serta dari sahabat oleh tabiin dengan tata cara
yang jelas periwayatannya, cara seperti ini biasanya dilakukan secara lisan.
Setelah itu ada periode dimana penukilannya menggunakan penukilan pada
zaman sahabat yang telah dibukukan dan dikodifikasikan, pada awalnya
kodifikasi ini dimasukkan dalam kitab- kitab hadits, namun setelah tafsir
menjadi disiplin ilmu tersendiri, maka ditulis dan terbitlah buku-buku yang
memuat khusus tafsir bil matsur lengkap dengan jalur sanad kepada nabi
muhammad Saw, para sahabat, tabiin al tabiin.[4]
Semua kitab tafsir ini biasanya memuat hanya tentang tafsir bil matsur
kecuali kitab yang dikarang ibn Jarir yang menyertakan pendapat dan
menganalisannya serta mengambil istinbath yang mungkin ditarik dari ayat
al-quran. Pada perkembangan selanjutnya, ada banyak tokoh yang
mengkodifikasikan tafsir bil matsur tanpa mengemukakan periwayatan
sanadnya dan hanya mengemukakan pendapat-pendapatnya sendiri serta
tidak membedakan periwayatn yang shahih atau tidak. Karena adanya
kecurigaan pemalsuan, muncullah studi-studi kritis yang berhasil
menemukan dan menyingkap sebagian riwayat palsu sehingga para mufasir
dapat berhati hati. Hal ini kita temukan ketika menafsirkan Al-Quran pada
ayat yang mujmal ditafsirkan oleh ayat lain yang mufasshal, ayat Al-Quran
yang mutlaq dengan ayat Al-Quran yang muqayyad.[5]
Namun perlu kita tekankan juga bahwa dalam perkembangan tafsir bil
matsur sendiri, tidak bisa terlepas dari unsur royi. Walaupun pada masa ini
blum begtu dikenal adanay tafsir bil royi tetapi mereka dalam melakukan
penafsiran bil matsur tidak bisa lepas dari unsur royi secara tidak langsung.
Begitupun dalam penafsran bil rayi mereka tidak serta lepas dari tafsir bil
matsur.

Penafsiran Al-quran dengan Al-quran


Contoh, seperti firman Allah :

Artinya : Demi langit dan yang datang dimalam hari.QS. Ath-Thariq : 1

Artinya : Ialah bintang yang bercahaya. QS. Ath-Thariq : 3
Kemudian firman Allah Azza wa jalla :



Artinya : Kemudian Adam memperoleh beberapa kalimat dari tuhannya (ia
mohon ampun), lalu Allah menerima tobatnya. QS. Al-Baqarah : 37.
Ditafsirkan dengan firman Allah :




Artinya : Keduanya berkata, ya tuhan kami, kami telah menganiaya diri
kami sendiri, jika engkau tidak ampuni kesalahan kami dan tidak engkau
asihi kami, tentulah kami orang yang merugi. QS. Al-Araf : 23.
Lagi firman Allah Azza wa jalla :


Artinya : Sesungguhnya kami menurunkan dia pada malam yang penuh
berkah. QS. Ad-Dukhan : 3.
Ditafsiri dengan firman Allah :



Artinya : Sesungguhnya telah kami turunkan Al-quran pada malam Qadar
(malam mulia atau taqdir. QS. Al-Qadar : 1.
Penafsiran Al-quran dengan Al-quran adalah bentuk tafsir yang tertinggi.
Keduannya tidak diragukan lagi untuk diterimanya yang pertama, karena
Allah SWT. Adalah sumber berita yang paling benar, yang tidak mungkin
tercampur perkara batil dari-Nya. Adapun yang kedua, karena himmah Rasul
adalah Al-quran, yakni untuk menjelaskan dan menerangkan.

Penafsiran Al-quran dengan Hadits


Allah Azza wa jalla berfirman :


(
) :

Artinya: Hendaklah kamu sediakan untuk melawan mereka, sekedar tenaga
kekuatanmu . QS. Al-Anfal : 60.
Nabi SAW. Menafsirkan kata Al-quwwah ( ) dengan Ar-Ramnya (

)
yang artinya panah. Sabda Nabi : ingat, sesungguhnya kekuatan adalah
anak panah, ingat, sesungguh-Nya kekuatan adalah anak panah.

Tafsir Sahabat, Tabiin Dan Tabiit-Tabiin


Sesungguhnya tafsir para sahabat yang telah menyaksikan wahyu dan
turunya adalah memiliki hukuman marfu artinya, bahwa tafsir para sahabat
mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan Hadits Nabawi yang
diangkat dari Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian, tafsir sahabt itu
termasuk matsur.[6]
Adapun tafsir para tabiin dan tabiit-tabiin ada perbedaan pendapat
dikalangan ulama. Sebagian ulama berpendapat, tafsir itu termasuk matsur,
karena tabiin itu bejumpa dengan sahabat. Ada pula yang berpendapat,
tafsir itu sama saja dengan tafsir bi rayi (penafsiran dengan pendapat).
Artinya, para tabiin dan tabiit-tabiin itu mempunyai kedudukan yang sama
dengan Mufasyir yang hanya menafsirkan berdasarkan kaidah bahasa arab.
Diantara kitab tafsir yang memuat tentang tafsir bil matsur yakni :[7]
Tafsir Jamiul Bayan ( Ibnu Jarir Ath Thabary)
Tafsir Al Bustan (Abul Laits as Samarqandy)
Tafsir Baqy Makhlad
Tafsir Malimut Tanzil (Al Baghawy)
Tafsir Al Qur- anul Adhim ( Al Hafidh ibnu Katsir)
Tafsir Asbabun Nuzul (Alwahidy)
Tafsir An Naskh wal mansukh (Abu Jafar An Nahas)
Tafsir Ad Durrul Mantsur fit Tafsir bil Matsur (As Suyuthy)
Al jawahir al-Hassan fi tafsir al-quran (Abdurrahman Atsalibi)

Pada perkembanganya tafsir bil matsur juga mengalami perbedaan


pendapat antar Para periwayat, namun perbedaan itu hanya terletak pada
aspek redaksional sehingga maknanya sama hanya kata-kata yang berbeda.
Perbedaan ini dapat diklasifikasikan dalam dua macam yaitu :
Pertama, seorang mufasir mengungkapkan maksud sebuah kata dengan
redaksi yang berbeda dengan mufasir lain. Contoh pada kata as sirat al
mustaqim sebagian menafsirkan dengan Quran sedang yang lain dengan
islam, namun keduanya bermakna sama karena islam ialah mengikuti quran
(Mudzakir AS, 2011:484)
Kedua, masing mufasir menafsirkan kata-kata yang bersifat umum dan
menyebutkan makna dari sekian banyak makna yang ada, contoh penafsiran
tentang firman Allah yang berbunyi : kemudian kitab itu kami wariskan
kepada ornang-orang yang kami pilih diantara hamba-hamba kami namun
diantara mereka ada yang berbuat aniaya (zalim)terhadap diri sendiri, ada
pula yang bersikap moderat (muqtasid) dan ada pula yangterdepan (sabiq)
dalam berbuat kebajikan (Fathir 35:32) (Mudzakir AS, 2011:485)[8]
Dalam pengartian zalim,muqtasid dan sabiq ada musafir yang mengaitkan
dengan sholat ada pula yang mengaitkannya dengan zakat sehingga terasa
ada perbedaan namun dalam makna sesungguhnya masih menggambarkan
hal yang sama. Perbedaan juga terkadang dikarenakan ada dua lafadz yang
bermakna ganda, namun itu bukan masalah besar selama tidak menyim-
pang dari konteks yang asal.

TAFSIR BIL RAYI


Tafsir bil rayi ialah pejelasan-penjelasan yang bersendi kepada ijtihad dan
akal, berpegang kepada kaidah-kaidah bahasa dan adat istiadatorang arab
dalam mempergunakan bahasanya.[9]
Tafsir bil rayi ada setelah berakhir masa salaf sekitar abad 3 H dan
peradaban islam semakin maju dan berkambang, sehingga berkembanglah
berbagai madzhab dan aliran di kalangan umat islam.masing-masing
golongan berusaha menyakinkan umat islam dalam rangka mengembangkan
paham mereka. Didukung dengan banyaknya para ahli tafsir yang telah
menguasai berbagai disiplin ilmu, maka pada proses penafsiran mereka
cenderung memasukkan hasil pemikiran serta pembahasan tersendiri yang
berbeda dengan penafsir lain. Contohnya ada yang cenderung pada ilmu
balagh (imam al Zamakhsyari) , pembahasan aspek hukum syariah (imam al-
Qurtuby) karena individulisme seperti inilah banyak penafsir yang sampai
mengesampingkan tafsir yang sesungguhnya karena sibuk memasukkan ide
nya masing- masing. Tafsir bir-Rayi masih bisa diterima selama penafsir
menjauhi lima hal berikut:[10]
Menjauhi sikap terlalu berani menduga-duga kehendak Allah didalam
KalamNya, tanpa memiliki syarat penafsir
Memaksa diri memahami sesuatu yang hanya wewenang Allah untuk
mengetahuinya.
Menghindari dorongan dan kepentingan hawa nafsu
Menghindari tafsir yang ditulis untuk kepentingan madzhab
Menghindari penafsiran pasti (qathi)

Sehingga jika sudah menjauhi lima hal diatas maka mufasir dinilai berniat
ikhlas untuk menafsirkan tanpa ada kepentingan terselubung.karena apabila
tafsirnya memihak kepentingan suatu madzhab atau golongan maka ia
dianggap sebagai pencipta bidah, tafsirnya dianggap tercela dan ditolak.
Seperti pada kasusu dimana banyak penafsir dari golongan mutazilah yang
memasukkan paham ke mutazilahannya yang bertumpu pada lima dasar
yakni: tauhid, adil, allwadu wa alwaid, almanzilah bayanal manzilatayn
serta amar maruf nahi munkar.
Selain mutazilah ada beberapa golongan pula yang melakukan hal yang
sama. Dalam perkembangannya tafsir bir-rayi mengalami perkembangan
yang pesat, namun dalam penerimaan nya di mata para ulama ada dua
tanggapan yakni memperbolehkan dan melarang. Meski ada beberapa
ulama yang memperbolehkan penafsiran dengan ijtihad yang berdasarkan
Al- Quran dan sunnah rasul serta kaedah yang dianggap mutabarat. Nmun,
para ulama salaf lebih suka diam daripada menafsirkan Al- quran. Dan tidak
ada dalil yang kuat untuk pelarangan tafsir birrayi sebagaimana ditulis oleh
Ibn Taymiyat: mereka senantiasa membicarakan apa-apa yang mereka
ketahui dan mereka diam pada halhal yang tidak mereka ketahui. Inilah
kewajiban setiap orang [lanjutnya], ia harus diam kalau tidak tahu ,dan
sebaliknya harus menjawab jika ditanya sesuatu yang diketahuinya
Jadi diamnya ulam salaf bukan karena tidak mau menafsirkannya, bukan
pula karena dilarang. Tapi, karena ke hati-hatian mereka supaya tidak masuk
ke dalam apa yang disebut takhmin dalam menafsirkan Al- quran. Karena
ada dua pandangan dalam hukum tafsir bir rayi, maka kiitab-kitab tafsir bir-
rayi dibedakan jadi dua macam yakni yang Mahmud (diperbolehkan) dan
yang Mazhmum (terlarang /tercela).
Comtoh Kitab yang mahmud (diperbolehkan)[11]
Tafsir anwarut Tanzil wa Asrarut Takwil (Al Baidhawy)
Tafsir Irsyadul Aqlis Salim ( Abu Suud Al Imady)
Tafsir Fathul Qadir (Al Imam as Ayaukany)
Tafsir Fathul Bayan (Siddiq hassan Khan)
Tafsir Ruhul Maani (Syihabudin al Alusy)
Al-jami Liahkami Quran (muhammad bin Abi bakr)
Tafsir Al Jalalain (Jalaludin Muhammad AlMahally dan Jalaludin Muhammad
A Sayuthy)

Contoh kitab yang Mazhmum


Tanjihul quran ani Mathain ( abu hasan abdul jabar) dari golongan
mutazilah
Miratul Anwar wa Misykatul ashrar (Maula Abdul Latif Al-Kazarani) dari
golongan Syiah
Tafsir Hassan Al-Askari (Abu Musa ) dari golongan Syiah
Himyanul Zad Ila Daril maad (muhammad bin Yusuf) dari golongan
Khawarij
Gharar Al-Fawaid wa Darar Al Qalaid (Abu Qasim Ali) dari golongan
Mutazilah.
Rahul Maani (Syihabudin Al Alusi ) dari golongan khawarij
Tafsir Athiyah bin Muhammad An-Nazwany Al-zayidi tafsir fi tafsir (Muhsin
bin Muhammad) dari golongan Zayidiyah

HUKUM TAFSIR BIL MATSUR DAN BIR- RAYI


Tafsir bil matsur adalah tafsir yang harus diikuti dan dipedomani karena
berdasar pada yang shahih seperti Al-quran dan Hadits nabi, maka bisa
digunakan agar tidak tergelincir dalam kesesatan pengetahuan dalam
memahami kitab Allah. Diriwayatkan oleh ibnu Abbas, ia berkata : tafsir itu
ada empat macam ; tafsir yang yang dapat diketahui oleh orang arab melalui
bahasa mereka, tafsir yang harus diketahui oleh setiap orang, tafsir yang
hanya bisa diketahui para ulama dan tafsir yanga sama sekali tidak mungkin
diketahui oleh siapapun selain Allah.
Dari yang dikatakan ibnu Abbas kita bisa tahu bahwa ada beberapa tafsir
yang tidak bisa dirtikan secara gamblang dan masih disembunyikan oleh
Allah yang hanya bisa diuraikan oleh utusannya yakni Nabi Muhammad saw,
seperti dalam hal- hal seperti ayat-ayat yang mengandung perintah
wajib,anjuran dan himbauan, larangan, fungsi-fungsi hak, hukumhukum,
batasbatas kewajiban, kadar keharusan bagi sebagian makhluk terhadapa
sebagian lain dan hukum- hukum lain yang terkandung dalam ayat- ayat Al-
quran yang tidak dapat diketahui kecuali dengan penjelasan Rassulullah.
Maka dari itu tafsir Matsur dianjurkan untuk dipedomani karena metode
tafsir jenis ini merujuk pula pada Sunnah Nabi Muhammad SAW.[12]
Tafsir Bil Rayi adalah diperbolehkan apabila ada dasar yang shahih namun
apabila tidak ada maka tafsir jenis ini diharamkan atau tidak boleh dilakukan.
Ada beberapa alasan yang melarang tafsir jenis ini seperti seperti yang di
kutip oleh Mudzakir As Dan jangan lah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya (al-Isra [17] :36).

Katakanlah: tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang


tampak maupun tersembunyi, perbuatan dosa dan melanggar hak manusia
tanpa alasan yang benar ; (mengharamkan) kamu mempersekutukan
dengan Allah sesuatu yang tidak ia turunkan hujjah mengenainya dan
(mengharamkan ) kamu mengatakan terhadap Allah sesuatu yang tidak
kamu ketahui (al-Araf [7]:33).

Secara umum dapat dikatakan bahwa jenis metode ini bisa dibilang tidak
aman untuk menafsirkan karna biasanya termasuki oleh ide-ide penafsir itu
sendiri tanpa disandarkan pada bukti-bukti yang shahih, namun masih ada
beberapa yang diperbolehkan asalkan memenuhi persyaratan tertentu, serta
tidak memihak salah satu golongan atau madzhab apapun.

Contoh Tafsir Bi ra`yi


Pada QS. Al-Ahzab ayat ke 59







Artinya : Hai, Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, putri-pitrimu, dan istri-
istri orang-orang yang beriman. Hendaklah mereka mengulurakan jilbabnya
kedeluruh tubuh mereka. Dengan pakaian serupa itu, mereka lebih mudah
dikenal maka mereka tidak diganggu lagi, dan Allah senantiasa Maha
Pengampun dan Maha Penyayang.
Perintah berjilbab dalam ayat itu tampak kepada kita tidak secara tegas dan
mutlak, melainkan tergantung kondisi kaum wanita itu. Diminta untuk
memakai jilbab, manakala mereka diganggu oleh orang-orang usil dan nakal.
Dengan demikian dimanapun di dunia ini baik dulu maupun sekarang, bila
dijumpai kasus yang sama kreterianya dengan peristiwa yang
melatarbelakangi turunya ayat ini, maka hukumnya adalah sama sesuai
dengan kaidah ushul fiqih, yaitu hokum-hukum syara didasarkan pada ilat
penyebabnya ada atau tidak ilat tersebut. Jika ilat ada, maka ada pula
hukumnya. Sebaliknya, jika tidak ada ilat, maka taka da
hukumnyaberdasarkan kaidah itu. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kewajiban memakai jilbab pada ayat itu bersifat kondisional.[13]

TOKOH-TOKOH TAFSIR BIL MATSUR DAN BIL RAYI [14]


Tafsir bil Matsur memiliki beberapa tokoh-tokoh seperti
Ibnu jarir Ath thabary
Abul Laits as Samarqandy
Al Wahidy
Al Hafidh Ibnu katsir
Abdul haqq bin Ghalib
Abu Muhammad Al- Husain bin Masud
alaludin Asuyuthi
Abdurrahman Atsalibi
Tokoh-tokoh dalam tafsir bir-Rayi dibedakan jadi dua yakni yang tidak
memihak pada golongan, yang tafsirnya mahmud yakni:
Muhammad bin Husain ibnu Al- Hasan
Muhammad bin Abi Bakr
Jalaludin Muhammad bin ahmad
Jalaludin abdurahman bin Abi Bakr
Nidhamuddin ibnu hasan
Shihabudin As- Sayid
Tokoh-tokoh yang tafsirnya Mazhmuz yakni :
Maula Abdul Latif al- Kazarani (dari golongan Syiah)
Muhammad bin Syah Murtadha (dari golongan Syiah)
Shaltan bin muhammad (dari golongan Syiah)
Abu Hasan Abdul Jabar bin Muhammad (dari golongan Mutazilah)
Abu Qasim Muhammad bin Amr bin Muhammad (dari golongan
Mutazilah)
Abu Abdurrahman As Sulami (dari golongan Khawarij)

Contoh penafsiran dengan Tafsir bil matsur dan tafsir bil rayi
Tafsir bil matsur
QS. Al-Ahzab : 59







Artinya : Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, Hendaklah mereka
menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar
mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Kemudian di jelaskan dalam QS an-Nur : 31, pada ayat ini jilbab dijelaskan
tidak harus memakai jilbab yang menutupi seluruh tubuh.






Artinya: Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar
mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa)
terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya..
An-Nur[24]:31
Kemudian dalam hadis Nabi juga di terangkan tentang batasan jilbab yang
diulurkan dari atas hingga bawah harus bisa menutupi dua telapak kaki
wanita
Hal ini didasarkan pada Hadis Nabi saw :
Siapa saja yang menyeret bajunya lantaran angkuh, Allah tidak akan
melihatnya pada Hari Kiamat. Ummu Salamah bertanya, Lalu bagaimana
dengan ujung-ujung pakaian kami? Beliau menjawab, Turunkanlah satu
jengkal. Ummu Salamah bertanya lagi, Kalau begitu, telapak kakinya
tersingkap. Lalu Rasulullah saw. bersabda lagi, Turunkanlah satu hasta dan
jangan lebih dari itu. (HR at-Tirmidzi).

Tafsir bil rayi


Perintah berjilbab dalam ayat itu tampak kepada kita tidak secara tegas dan
mutlak, melainkan tergantung kondisi kaum wanita itu. Diminta untuk
memakai jilbab, manakala mereka diganggu oleh orang-orang usil dan nakal.
Dengan demikian dimanapun di dunia ini baik dulu maupun sekarang, bila
dijumpai kasus yang sama kreterianya dengan peristiwa yang
melatarbelakangi turunya ayat ini, maka hukumnya adalah sama sesuai
dengan kaidah ushul fiqih, yaitu hokum-hukum syara didasarkan pada ilat
penyebabnya ada atau tidak ilat tersebut. Jika ilat ada, maka ada pula
hukumnya. Sebaliknya, jika tidak ada ilat, maka taka da
hukumnyaberdasarkan kaidah itu. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
kewajiban memakai jilbab pada ayat itu bersifat kondisional.

DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, Hashbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran
/Tafsir.Jakarta:Bulan Bintang, 1980
Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002
Al-Aridi,Ali Hasan Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj.Ahmad Akrom. Jakarta:
PT. Raja Grafindo persada, 1994
http://imaza17.blogspot.com/2012/02/makalah-tafsir-bil-masur-dan-bir-
royi.html
http://amarsuteja.blogspot.com/2012/09/tafsir-bil-matsur-dan-tafsir-bir-
rayi.html

[1] Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2002) hlm. 33
[2] Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran ,,, hlm. 40
[3] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran /Tafsir.
(Jakarta:Bulan Bintang, 1980) hlm. 227
[4] Lihat Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran /Tafsir.
(Jakarta:Bulan Bintang, 1980) hlm 226-236.
[5] Ali Hasan Al-Aridi, Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj.Ahmad Akrom
(Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 1994) hlm. 42
[6] Ali Hasan Al-Aridi, Sejarah dan Metodologi Tafsir, ibid hlm. 44
[7] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran /Tafsir, ibid
Hlm. 252-253
[8] http://amarsuteja.blogspot.com/2012/09/tafsir-bil-matsur-dan-tafsir-bir-
rayi.html
[9] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran /Tafsir. hlm
227
[10] Ali Hasan Al-Aridi, Sejarah dan Metodologi Tafsir, ibid hlm. 50
[11] Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran /Tafsir, ibid
hlm.253
[12] Ali Hasan Al-Aridi, Sejarah dan Metodologi Tafsir, ibid hlm. 49
[13] http://imaza17.blogspot.com/2012/02/makalah-tafsir-bil-masur-dan-bir-
royi.html
[14] Lihat Ali Hasan Al-Aridi, Sejarah dan Metodologi Tafsir, ibid Hlm. 227-
233

Anda mungkin juga menyukai