Anda di halaman 1dari 32

Yuana Ryan Tresna

Makna Politik

Pengarang kitab al-Mughrib fi Tartib al-Mu'rib,
menegaskan,
‫ض َها ( َوِم ْن ُو‬
َ ‫ام َعلَْي َها َوَرا‬ َ َ‫اب إ َذا ق‬ َّ ) ‫وس‬
َّ ‫الد َو‬ ُ ُ ُ ‫س‬ ‫ي‬
َ ( ‫ل‬‫ج‬ُ ‫الر‬
َّ ‫ال‬ ُ ‫ق‬
َ ‫ي‬
ُ‫و‬َ
‫َي يَلِي أ َْم َرُى ْم‬ ِ َ‫الر ِعيَّة‬
‫أ‬
ْ َ َ‫ة‬
ً ‫اس‬‫ي‬ ‫س‬ َّ ‫وس‬
ُ ‫س‬ ُ َ‫) ال َْو ِاِل ي‬
Jadi dapat kita simpulkan bahwa kata siyasah identik
ri'ayah. (al-Mughrib fi Tartib al-Mu'rib, Juz III hlm. 107)

Secara lebih spesifik pengertian politik di dalam Islam
didiskripsikan dalam Mu'jam Lughah al-Fuqaha' dengan,

‫رعاية شئون االمة ابلداخل واخلارج وفق الشريعة‬


.‫االسالمية‬
(Muhammad Rawas Qal'ahji, Mu'jam Lughah al-Fuqaha',
juz I hlm. 253)

Dari definisi di atas maka esensi politik (siyasah)
adalah PEMELIHARAAN urusan masyarakat oleh
negara, dan KEPEDULIAN dari masyarakat untuk
melakukan kontrol (muhasabah).

Saat tidak ada negara yang menjalankan politik Islam,


umat Islam wajib PEDULI pada urusan umat dengan
jalan dakwah untuk menegakkan negara yang akan
MEMELIHARA urusan mereka.
Hadits tentang
Wajibnya Peduli
(Ihtimam bi Amr al-Muslimin)


Dari Hudzaifah ra., dari Nabi Saw., beliau bersabda,

‫ َوَم ْن ََْل‬،‫اَّلل ِِف َش ْي ٍء‬


َِّ ‫ فَ لَيس ِمن‬،‫الدنْ يا أَ ْكب ر َِهّ ِو‬
َ َ ْ ُ َ َ ُّ ‫َصبَ َح َو‬ ْ ‫َم ْن أ‬
،ً‫ني َع َّامة‬ ِ
‫م‬ ِ‫ ومن ََل ي ْهت َّم لِلْمسل‬،‫اَّلل ِِف َشي ٍء‬
َِّ ‫ فَ لَيس ِمن‬،‫اَّلل‬ َّ ِ
‫َّق‬‫يَت‬
َ ْ ُ َ َ ْ ْ ََ ْ َ َ ْ َ
‫س ِم ْن ُه ْم‬ َ ‫فَ لَْي‬
“Barang siapa yang pada pagi harinya hasrat dunianya lebih besar
maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barang siapa
yang tidak takut kepada Allah maka itu tidak ada apa-apanya di
sisi Allah, dan barang siapa yang tidak perhatian dengan urusan
kaum muslim semuanya, maka dia bukan golongan mereka.” (HR.
Al-Hakim)
Takhrij

Hadits ini dikeluarkan oleh al-Hakim dalam
Mustadrak, al-Thabarani dalam Mu‟jam al-
Ausath, al-Baihaqi dalam Syu‟ab al-Iman, dan
al-Suyuthi dalam al-Jami‟ al-Kabir.

Kedudukan hadits ini ada kelemahan pada


sebagian besar sanadnya, meski ada satu jalur
yang diterima oleh sebagian ulama, namun
hadits ini maqbul (diterima) secara matan.
Naqd (Kritik) Hadits

Kritik Sanad (Naqd al-Sanad)
Pada hadits ini beberapa jalur periwayatan:

1. Dari Hudzaifah ra. (Lihat al-Thabarani, al-Mu‟jam al-


Awsath, 7/270). Al-Haitsami berkata (Lihat Majma‟ al-
Zawa‟id, 1/47), “di dalamnya ada Abdullah bin Abi Ja‟far
ar-Razi, yang didhaifkan oleh Muhammad bin Humaid
dan ditsiqahkan oleh Abu Hatim, Abu Zur‟ah, dan Ibn
Hibban”. Ibn Rajab dalam kitab Jami‟ al-Ulum wa al-Hikam
(9/2) mencantumkan hadits tersebut dari Hudzaifah tanpa
komentar.

2. Dari Hudzaifah ra. (riwayat al-Hakim dan al-
Suyuthi). Ada nama dalam sanad ini yang dikritik
tajam oleh para imam, yaitu: Ishaq bin Bisyir. Abu
Zur‟ah mengatakan bahwa dia meriwayatkan hadits-
hadits palsu. Sedangkan Abu Hafsh Amru bin Ali
mengatakan: matrukul hadits (haditsnya ditinggalkan).
Imam al-Daraquthni mengatakan: dia termasuk orang
yang suka memalsukan hadits. Al-Falas dan lainnya
mengatakan: matruk. (Imam Ibn al-Jauzi, al-Dhu‟afa wa
al-Matrukin, No. 308; Imam Adz Dzahabi, Mizan al-
I‟tidal, 1/186)

3. Dari Abu Dzar ra. (riwayat al-Thabarani). Menurut al-
Haitsami (Lihat Majma‟ al-Zawa‟id, 11/143), di dalamnya
ada Yazid bin Rabi‟ah, dan dia matruk.
4. Dari Anas ra. dengan lafazh: “wa man laa yahtam lil
muslimina falaysa minhum” (al-Baihaqi, Sya‟b al-Iman, 22/11).
Dalam sanad hadits ini juga terdapat beberapa nama yang
bermasalah, yakni Wahb bin Rasyid dan Farqad al-Sabkhi.
Tentang Wahb bin Rasyid, para ulama memberikan kritikan
keras kepadanya. Imam Abu Hatim mengatakan: munkarul
hadits (haditsnya munkar). (al-Jarh wa al-Ta‟dil, No. 121).
Demikian juga dengan Farqad al-Sabkhi, mayoritas ulama
melemahkannya.

5. Dari Ibn Mas‟ud ra. (riwayat al-Hakim, 4/356). Pada
sanad hadits ini ada beberapa nama yang bermasalah, yakni
Ishaq bin Bisyir dan Muqatil bin Sulaiman, keduanya tidak
tsiqah dan bukan orang jujur menurut Imam al-Dzahabi
sebagaimana dalam al-Talkhish-nya.

Ishaq bin Bisyir sudah dibahas sebelumnya. Adapun


Muqatil bin Sulaiman dinilai oleh Imam Waki‟: dia
pendusta. Imam al-Nasa‟i mengatakan: dia memalsukan
hadits. Imam al-Bukhari mengatakan: mereka diam terhadap
haditsnya. Imam Ibnu Hibban mengatakan: dia suka
berbohong dalam hadits. (Mizan al-I‟tidal, 4/174-175)

Dengan demikian, hadits tersebut di atas bersumber
dari beberapa shahabat, dan kebanyakan ulama hadits
mendha‟ifkan (parah dan ringan), hanya saja untuk
jalur dari Hudzaifah ra. yang diriwayatkan oleh al-
Thabarani; al-Haitsami, Abu Zur‟ah, Abu Hatim, dan
Ibn Hibban menilai tsiqah terhadap Abdullah bin Abi
Ja‟far ar-Razi. Jadi sebenarnya hadits tersebut ada
ulama yang menerima. Bahkan ketika Ibn Rajab
mencantumkan hadits tersebut dalam kitabnya, dan
tidak memberikan komentar apapun, menunjukkan
penerimaan beliau terhadap hadits tersebut.

Kritik Matan (Naqd al-Matn)

1. Matan hadits ini selaras dengan al-Quran


2. Matan hadits ini selaras dengan Hadits
shahih

Dari segi maknanya, hadits tsb sejalan dengan hadits-
hadits shahih dan ayat-ayat al-Qur‟an yang
mewajibkan ihtimam (peduli) atas kaum muslim dan
urusan mereka. Jadi, bisa dikatakan bahwa
periwayatan hadits tersebut adalah bi al-ma’na, dan ini
bagi para ulama salaf dan khalaf adalah boleh. Pada
konteks inilah hadits tersebut termasuk yang
“talaqqathu al-ulama’ bi al-qabul“, yakni para ulama
menerima matannya. Allahu a‟lam.
Syarh (Penjelasan)

Hadits ini memberikan beberapa pesan penting:
1. Hal pertama dan utama yang harus dipikirkan
kaum muslim adalah bukan urusan dunia, karena
itu tidak bernilai di sisi Allah.
2. Hendaknya hanya takut kepada Allah, karena tidak
ada yang layak ditakuti kecuali Allah.
3. Hendaklah memberi perhatian pada urusan kaum
muslim semuanya, karena itu ciri dari seorang
muslim.

Dengan demikian, makna dari hadits
ini adalah pondasi penting dalam
politik Islam. Dimana politik salah
satu unsur pentingnya adalah
kepedulian dan keberpihakan.
Munasabah

ٍ ‫ض ُه ْم أ َْولِيَاءُ بَ ْع‬
‫ض‬ ‫م‬ِ‫ؤ‬ ‫ْم‬
‫ل‬ ‫ا‬‫و‬ ‫ن‬‫و‬ ‫ن‬‫م‬ِ
ُ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ ُ ‫َوال ُْم ْؤ‬
‫ع‬ ‫ب‬ ‫ات‬ ‫ن‬
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebahagian yang lain….” (QS. At-
Taubah: 71)

َّ ‫اص ْوا ِاب‬


‫لص ِْب‬ ‫و‬ ‫ت‬
َ‫و‬ ‫ق‬
ِّ
َ َ َ َ ‫اص ْوا‬
‫ْل‬
ْ ِ
‫اب‬ َ ‫َوتَ َو‬
“(Mereka) saling menasihati supaya dalam kebenaran
dan saling menasihati kesabaran” (QS. Al „Ashr: 3)
ِ ِ‫الَ ي ْؤ‬
‫ب لِنَ ْف ِس ِو‬
ُّ ‫ب ألَخ ْي ِو َما ُُِي‬
َّ ‫َح ُد ُك ْم َح ََّّت ُُِي‬
‫أ‬ ‫ن‬‫م‬
َ ُ ُ
“Tidak sempurna iman seorang di antara kalian sampai ia
mencintai untuk saudaranya seperti ia mencintai untuk dirinya
sendiri” (HR al-Bukhari Muslim)

‫ إِ َذا‬،‫س ِد‬ ‫ْل‬ ْ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ث‬


َ ‫م‬ ‫م‬ ِ
‫ه‬ ِ
‫ف‬ ‫ط‬
ُ ‫ا‬‫ع‬ ‫ت‬
َ‫و‬ ‫م‬ ِ
‫ه‬ ِ
‫اُح‬
ُ ‫ر‬ ‫ت‬
َ‫و‬ ‫م‬ ‫ى‬ِ ِ
‫د‬
ّ ‫ا‬‫و‬ ‫ت‬
َ ‫ِف‬ِ ‫ني‬ ِ
‫ن‬ ِ
‫م‬‫ؤ‬ْ ‫ْم‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ث‬
َ ‫م‬
َ َُ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ ُِ ُ َ
َّ ‫س ِد ِاب‬
. ‫لس َه ِر َوا ْْلُ َّمى‬ ‫ْل‬
ْ
ََ ُ َ ‫ا‬ ‫ر‬ِ‫اعى لَوُ سائ‬َ ‫ تَ َد‬،‫ض ٌو‬ْ ‫ا ْشتَ َكى م ْنوُ َع‬
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam rasa cinta
mereka, kasih-sayang mereka, dan kelemah-lembutan mereka
bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh sakit, maka
anggota tubuh lainnya merasakan sakit dengan tidak tidur dan
demam” (HR. Muslim)
Hadits tentang Fungsi
Penguasa Memelihara
Urusan Umat

‫‪‬‬
‫‪Dari Abu Hurairah ra.,‬‬

‫ِب‬ ‫ِ‬‫ن‬ ‫ك‬ ‫ل‬


‫َ‬ ‫ى‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫َّ‬
‫ل‬ ‫ك‬
‫ُ‬ ‫اء‬ ‫ي‬ ‫ِ‬
‫ت بَنُو إِ ْس َرائ َ َ ُ ُ ُ ُ ْ َ ُ َ َ َ َ ٌّ‬
‫ب‬ ‫ن‬‫َ‬‫أل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫وس‬ ‫س‬ ‫ت‬ ‫يل‬ ‫ِ‬ ‫َكانَ ْ‬
‫ِب بَ ْع ِدى َو َستَ ُكو ُن ُخلَ َفاءُ فَ تَ ْكثُ ُر‪.‬‬ ‫ِب َوإِنَّوُ الَ نَِ َّ‬ ‫َخلَ َفوُ نَِ ٌّ‬
‫وى ْم‬ ‫ط‬ ‫ع‬ ‫َ‬
‫أ‬‫و‬ ‫ل‬‫ِ‬ ‫و‬ ‫َ‬
‫أل‬ ‫ا‬ ‫ف‬ ‫ل‬‫ِ‬ ‫و‬ ‫َ‬
‫أل‬ ‫ا‬ ‫ِ‬
‫ة‬ ‫ع‬ ‫ِ‬ ‫قَالُوا فَ َما ََتْ ُم ُرََن قَ َ‬
‫ُ‬
‫َ ْ ُ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ال فُوا بَ ْ َ‬
‫ي‬ ‫ب‬
‫اى ْم‬ ‫ع‬ ‫ر‬ ‫ت‬‫اس‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ع‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫ِ‬
‫ائ‬ ‫س‬ ‫َّ‬
‫اَّلل‬ ‫ن‬‫َّ‬ ‫ِ‬
‫إ‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫َّ‬
‫َ‬
‫َْْ ُ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫َ َ ُْ‬ ‫َ‬ ‫َح ُ ْ‬
‫ه‬ ‫ق‬

“Dulu Bani Israil selalu diurus oleh para nabi. Setiap
kali seorang nabi meninggal, ia digantikan oleh nabi
yang lain. Sungguh tidak akan ada nabi setelahku,
tetapi akan ada banyak khalifah.” Para Sahabat
bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada
kami?” Beliau menjawab, “Penuhilah baiat yang
pertama, yang pertama saja. Beri mereka hak mereka
karena Allah nanti akan meminta pertanggungjawaban
mereka atas urusan saja yang telah diserahkan kepada
mereka.” (HR. Muslim).
‫‪Takhrij‬‬
‫‪‬‬
‫أخرجو البخاري ِف "صحيحو" (‪ )64 / 1‬برقم‪ )278( :‬ومسلم ِف‬
‫"صحيحو" (‪ )183 / 1‬برقم‪ )99 / 7( ، )339( :‬برقم‪)339( :‬‬
‫وابن حبان ِف "صحيحو" (‪ )94 / 14‬برقم‪ )6211( :‬والبيهقي ِف‬
‫"سننو الكبري" (‪ )198 / 1‬برقم‪ )976( :‬وأُحد ِف "مسنده" (‪/ 2‬‬
‫‪ )1717‬برقم‪)8290( :‬‬

‫‪Kedudukan hadits ini adalah shahih (terdapat‬‬


‫‪dalam Shahihain).‬‬
Naqd (Kritik) Hadits

Kritik Sanad (Naqd al-Sanad)

1. Sanad hadits ini muttashil (bersambung)


2. Semua rawinya maqbul dan pada
kebanyakannya tsiqah
3. Madar isnad hadits ini bermuara pada rawi
bernama Abdurrazaq dari Ma‟mar dari
Hammam

Kritik Matan (Naqd al-Matn)

1. Matan hadits ini selaras dengan al-Quran


2. Matan hadits ini selaras dengan Hadits
shahih lainnya
3. Matan hadits ini menunjukkan keagungan
pada lafazhnya yang jawami’ al-kalim
Syarh (Penjelasan)

Imam an-Nawawi dalam Shahih Muslim bi Syarh
al-Nawawi menjelaskan pengertian "tasusuhum
al-anbiya'" dengan: Mengatur urusan mereka
sebagaimana yang dilakukan oleh para
pemimpin dan wali terhadap rakyat(nya).

(Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Marwa al-Nawawi,


Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, juz VI hlm. 316
syarah hadits nomor 3420)

Kata tasusu berasal dari sasa-yasusu-siyasah. Menurut
Ibn Manzhur dalam Lisan al-‘Arab, sasa al-amr
siyasah bermakna: qama bihi (melaksanakan amanah).
Menurut As-Suyuthi, Abdul Ghani dan Fakhr al-Hasan
ad-Dahlawi dalam Syarh Sunan Ibn Majah, as-
siyasah adalah riyasah wa ta’dib ‘ala ar-ra’iyah
(kepemimpinan dan pendidikan terhadap rakyat).
Secara bahasa, siyasah maknanya ra’a
syu’unahu (memelihara urusan-urusannya).

Dalam hadits diatas Rasulullah Saw
menegaskan, bahwa yang mengatur atau yang
memelihara urusan Bani Israil adalah para
nabi, sedangkan untuk umat beliau Saw adalah
para khulafa', dan jumlahnya banyak. Maka
Imam al-Hafizh al-Nawawi pun menegaskan:
‫‪‬‬
‫َوَم ْع ََن َى َذا ا ْْلَ ِديث ‪ :‬إِ َذا بُويِ َع ِخلَلِي َف ٍة بَ ْعد َخلِي َفة فَ بَ ْي َعة ْاألَ َّول‬
‫َّاِن َاب ِطلَة َُْي ُرم ال َْوفَاء ِِبَا ‪،‬‬
‫يحة ََِيب ال َْوفَاء ِِبَا ‪َ ،‬وبَ ْي َعة الث ِ‬ ‫َ َ‬‫ح‬‫صِ‬
‫ني بِ َع ْق ِد ْاألَ َّول أ َْو‬ ‫م‬‫ِ‬ ‫َّاِن َعالِ‬
‫ِ‬ ‫ث‬ ‫ل‬‫وَُْيرم َعلَي ِو طَلَبها ‪ ،‬وسواء َع َق ُدوا لِ‬
‫َ‬ ‫َ َ ََ‬ ‫َ ُ ْ‬
‫َحدهَا ِِف بَلَد‬ ‫أ‬ ‫َو‬ ‫أ‬ ‫‪،‬‬ ‫د‬ ‫ل‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ْ َ‬ ‫َ‬ ‫َج َ َ َ َ َ َ َ ْ ْ َ‬
‫ب‬ ‫َو‬‫أ‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫د‬ ‫ل‬
‫َ‬ ‫ب‬ ‫ِف‬ ‫اَن‬‫ك‬‫َ‬ ‫اء‬‫و‬ ‫س‬‫و‬ ‫‪،‬‬ ‫ني‬ ‫ل‬ ‫اى‬
‫الص َواب الَّ ِذي َعلَْي ِو‬ ‫صل َو ْاْل َخر ِِف غَ ْريه ‪َ ،‬ى َذا ُى َو َّ‬ ‫اْلمام الْم ْن َف ِ‬
‫َْ ُ‬ ‫ِ‬
‫اىري الْعُلَ َماء‪... ,‬‬ ‫أَصحابنَا و ََج ِ‬
‫َْ َ َ‬

"Makna hadits ini adalah apabila terjadi bai'at untuk seorang
khalifah setelah (sebelumnya dibai‟at) khalifah, maka bai‟at yang
pertamalah yang benar, dan wajib mencukupkan diri dengan
bai‟at untuk yang pertama tersebut. Sedangkan bai‟at yang kedua
adalah bathil dan haram mencukupkan diri dengan bai‟at tersebut.
Dan haram atas yang kedua menuntut bai‟at, baik apakah dia tahu
ataupun tidak terhadap bai‟at yang pertama. Baik mereka berdua
ada di dua negeri atau di satu negeri, atau salah satu dari
keduanya berada di negerinya yang (posisinya) terpisah
sedangkan yang lain di luar negerinya. Inilah yang benar dimana
shahabat-shahabat kita di dalamnya, begitupula jamahir al-
ulama'…" (Lihat al-Nawawi, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi,
hlm. 316)
Munasabah

Banyak nash baik dalam al-Qur'an maupun al-Sunnah yang
menegaskan hal yang sama. Dalam surah al-Nahl ayat 89,
ditegaskan,
‫ني‬ ِ
‫م‬ ِ‫ْكتاب تِب ي ًاَن لِ ُك ِل َشي ٍء وى ًدى ور ُْحةً وب ْشرى لِلْمسل‬
ِ
َ ْ ُ َ َُ َ ََ ُ َ ْ ّ َ ْ َ َ ‫ك ال‬َ ‫َونَ َّزلْنَا َعلَْي‬
Abdullah Ibn Mas'ud ra menjelaskan, sebagaimana dikutip
oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam tafsirnya: "Sungguh Dia
(Allah) telah menjelaskan untuk kita semua ilmu dan semua
hal". Ayat ini menegaskan bahwa Allah melalui al-Qur'an
telah menjelaskan semua hal, tentu termasuk hal-hal yang
berkaitan dengan kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
(Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azhim, juz IV hlm. 594)
Kesimpulan

Jadi, politik adalah permeliharaan
(ri'ayah) urusan umat baik dalam negeri
maupun luar negeri, yang subjeknya
adalah negara dan umat. Negara, secara
ril melaksanakan pemeliharaan tersebut,
dan umat yang melakukan kontrol
terhadap ri'ayah yang dilakukan oleh
negara
Alhamdulillah

Anda mungkin juga menyukai