Anda di halaman 1dari 3

Surah Al-Baqarah Ayat 3 (Tafsir Ibnu Katsir dan

Asbabun Nuzul)

َ ُ‫ص َل ٰو َة َو ِممَّا َر َز ۡق ٰ َنهُمۡ يُن ِفق‬


٣ ‫ون‬ َّ ‫ُون ٱل‬ ِ ‫ون ِب ۡٱل َغ ۡي‬
َ ‫ب َو ُيقِيم‬ َ ‫ٱلَّذ‬
َ ‫ِين ي ُۡؤ ِم ُن‬
Artinya: “(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan salat dan menafkahkan
sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”

Abu Ja’far Ar-Razi menceritakan, dari Abdullah, ia mengatakan: “Iman itu adalah kebenaran.” Dari
Ali bin Abi Thalhah dan juga yang lainnya menceritakan, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan: “Mereka
beriman (maksudnya adalah) mereka membenarkan.” Sedangkan Mu’ammar mengatakan, dari Az-
Zuhri, “Iman adalah amal.” Ibnu Jarir mengatakan, yang lebih baik dan tepat adalah mereka harus
menyifati diri dengan iman kepada yang ghaib baik melalui ucapan maupun perbuatan. Kata iman
itu mencakup keimanan kepada Allah Ta’ala, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya sekaligus
membenarkan pernyataan itu melalui amal perbuatan.

Berkenaan dengan ini, Ibnu Katsir mengatakan, secara etimologis, iman berarti pembenaran
semata. Alquran sendiri terkadang menggunakan kata ini untuk pengertian tersebut, sebagaimana
yang dikatakan oleh saudara-saudara Yusuf kepada ayah mereka pada Surah Yusuf ayat 17 yang
artinya: “Dan engkau sekali-kali tidak akan pernah percaya kepada kami, sekalipun kami adalah
orang-orang yang benar.” Demikian pula ketika kata iman itu dipergunakan beriringan dengan amal
salih, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-‘Ashr ayat 3 yang artinya: “Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal salih.”

Adapun jika kata iman dipergunakan secara mutlak, maka iman menurut syariat tidak mungkin ada
kecuali yang diwujudkan melalui keyakinan, ucapan dan mal perbuatan. Demikian itulah pendapat
yang menjadi pegangan mayoritas ulama. Bahkan telah menyatakan secara ijma’ (sepakat) Imam,
Syafi’iy, Imam Ahmad bin Hanbal, Abu Ubaidah dan lain-lainnya bahwa iman adalah pembenaran
dengan ucapan dan amal perbuatan, bertambah dan berkurang. mengenai hal ini telah banyak
hadis dana atsar yang membahasnya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa beriman kepada yang ghaib sama seperti beriman kepada
yang nyata, dan bukan seperti yang difirmankan Allah Ta’ala mengenai orang-orang munafik dalam
Surah Al-Baqarah ayat 14 yang artinya: “Dan jika mereka berjumpa dengan orang-orang yang
beriman, mereka mengatakan: ‘Kami telah beriman.’ Dan jika mereka kembali kepada setan-setan
mereka, mereka mengatakan: ‘Sesungguhnya kami sependirian dengan kalian, kami hanyalah
berolok-olok.” Dengan demikian, firman-Nya ‘li al-ghaib’ berkedudukan sebagai ‘haal’ (menerangkan
keadaan), artinya pada saat keadaan mereka ghaib dari pengelihatan manusia. Sedangkan
mengenai makna ghaib yang dimaksud ini terdapat berbagai ungkapan ulama salaf yang beragam,
semua benar maksudnya.

Mengenai firman Allah Ta’ala ‘yu’minu bi al-ghaibi’, Abu Jafar Ar-Razi menceritakan, dari Ar-Rabi’
bin Anas, dari Abu Al-‘Aliyah, ia mengatakan: “Mereka beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, surga dan neraka, serta pertemuan dengan Allah,
dan juga beriman akan adanya kehidupan setelah kematian ini, serta adanya kebangkitan. Dan
semuanya itu adalah hal yang ghaib.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Muhairiz, ia menceritakan, aku pernah mengatakan kepada
Abu Jam’ah:

ُ َ
ِ ‫ َعنْ َخالِ ِد ب‬،‫ َح َّد َثنِي أ َس ْي ُد بْنُ َع ْب ِد الرَّ حْ َم ِن‬، ُّ‫ أَ ْخ َب َر َنا اأْل ْو َزاعِ ي‬،ِ‫ِيرة‬
‫ْن‬ َ ‫َح َّد َث َنا أَبُو ْال ُمغ‬
ِ ‫ُول هَّللا‬
ِ ‫ِيثا َس ِمعْ َت ُه ِمنْ َرس‬ً ‫ َح ِّد ْث َنا َحد‬:‫ت أِل َ ِبي ُجم َُع َة‬ ُ ‫ قُ ْل‬:‫ َقا َل‬،‫ْن م َُحيريز‬ ِ ‫ َع ِن اب‬،‫ُد َريك‬
ُ ‫صلَّى هَّللا‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
ِ ‫ َت َغ َّد ْي َنا َم َع َرس‬:‫ِيثا َج ِّي ًدا‬ ً ‫ك َحد‬ َ ‫ أ ُ َح ِّد ُث‬،‫ َن َع ْم‬:‫صلَّى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َقا َل‬َ
‫ َه ْل أَ َح ٌد َخ ْي ٌر ِم َّنا؟ أَسْ َل ْم َنا‬،ِ ‫ َيا َرسُو َل هَّللا‬:‫ َف َقا َل‬t،‫اح‬ ْ َ َّ
ِ َّ‫َع َل ْي ِه َو َسل َم َو َم َع َنا أبُو ُع َبيْدَ َة بْنُ ال َجر‬
‫ون ِبي َو َل ْم َي َر ْونِي‬ َ ‫ َق ْو ٌم ِمنْ َبعْ ِد ُك ْم ي ُْؤ ِم ُن‬،"‫ " َن َع ْم‬:‫ َقا َل‬.‫ك‬ َ ‫ك َو َجا َه ْد َنا َم َع‬ َ ‫" َم َع‬
Artinya: “Beritahukan kepada kami sebuah hadis yang engkau dengar dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam?”. Ia pun berkata: “Baiklah, aku beritahukan sebuah hadis kepadamu. Kami pernah
makan siang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan bersama kami terdapat Abu
Ubaidah bin Ar-Jarrah, lalu ia bertanya: ‘Ya Rasulullah, adalah seseorang yang lebih baik dari kami?
Sedangkan kami telah masuk Islam bersamamu dan berjihad bersamamu pula? Beliau menjawab:
“Ya ada. Yaitu suatu kaum setelah kalian, mereka beriman kepadaku padahal mereka tidak
melihatku.”

Ibnu Abbas mengatakan ‘yuqiimuuna ash-shalaata’ berarti mendirikan salat dengan segala
kewajibannya. Dari Ibnu Abbas, Adh-Dhahhak mengatakan, mendirikan salat berarti mengerjakan
dengan sempurna rukuk, sujud, bacaan, serta penuh kekhusyukan. Qatadah mengatakan
‘yuqiimuuna ash-shalaata’ berarti berusaha mengerjakannya tepat pada waktunya, berwudhu, rukuk
dan bersujud. Muqatil bin Hayyan mengatakan ‘yuqiimuuna ash-shalaata’ berarti menjaga untuk
selalu mengerjakannya pada waktunya, menyempurnakan wudhu, rukuk, sujud, bacaan Alquran,
tasyahhud, serta membaca shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian itu
makna mendirikan salat.

Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas mengatakan firman-Nya ‘wa mimmaa razaqnaahum yunfikuuna’
berarti mengeluarkan zakat dari harta kekayaan yang dimilikinya. As-Suddi menceritakan Ibnu
Abbas, dari Ibnu Mas’ud dan dari beberapa sahabat mengatakan ayat ini berarti pemberian nafkah
seseorang kepada keluarganya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa ayat tersebut bersifat umum
mencakup segala bentuk zakat dan infak. Ia mengatakan, sebaik-baik tafsir mengenai sifat kaum itu
adalah hendaklah mereka menunaikan semua kewajiban yang berada pada harta benda mereka,
baik berupa zakat ataupun memberi nafkah orang-orang yang harus dia jamin dari kalangan
keluarga, anak-anak dan yang lainnya dari kalangan orang-orang yang wajib ia nafkahi, karena
hubungan kekerabatan, kepemilikan (budak) atau faktor lainnya. Yang demikian itu karena Allah
Ta’ala menyifati dan memuji mereka dengan hal itu secara umum. Setiap zakat dan infak
merupakan sesuatu yang sangat terpuji.

Ibnu Katsir mengatakan bahwa seringkali Allah Ta’ala mempersandingkan antara salat dan infak
(zakat). Salat merupakan hak Allah Ta’ala sekaligus sebagai bentuk ibadah kepada-Nya, dan ia
mencakup peng-Esaan, penyanjungan, pengharapan, pemujian, pemanjatan doa, serta tawakal
kepada-Nya. Sedangkan infak merupakan salah satu bentuk perbuatan baik kepada sesame
makhluk dengan memberikan manfaat kepada mereka. Dan yang paling berhak mendapatkannya
adalah keluarga, kaum kerabat, serta orang-orang terdekat. Dengan demikian segala bentuk nafkah
dan zakat yang wajib, tercakup dalam firman Allah Ta’ala ini. Oleh karena itu, dalam kitab Sahih Al-
Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
bersabda:
«‫ َش َهادَ ِة أَنْ اَل إِ َل َه إِاَّل هَّللا ُ َوأَنَّ م َُح َّم ًدا َرسُو ُل هَّللا ُ َوإِ َق ِام‬:‫س‬ٍ ‫ُبن َِي اإْل ِسْ اَل ُم َع َلى َخ ْم‬
ِ ‫ان َو َح ِّج ْال َب ْي‬
‫ت‬ َ ‫ص ْو ِم َر َم‬
َ ‫ض‬ َّ ‫صاَل ِة َوإِي َتا ِء‬
َ ‫الز َكا ِة َو‬ َّ ‫»ال‬
Artinya: “Islam itu didirikan di atas lima landasan; bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan
Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan,
serta melaksanakan ibadah haji.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Cukup banyak hadis yang membahas mengenai hal ini. Dalam percakapan bahasa Arab, salat
adalah doa. Sebagaimana Al-A’sya berkata dalam syairnya:

Artinya: “Wanita itu memiliki penjaga, yang selamanya tidak pernah meninggalkannya. Dan jika si
wanita itu menyembelih kurban, maka si penjaga itu berdoa untuknya, dan menjaganya.

Menurut syariat, salat diartikan sebagai rukuk, sujud dan amalan-amalan khusus pada waktu yang
khusus pula dengan syarat-syaratnya yang jelas serta sifat-sifat dan macam-macamnya yang telah
masyhur. Dan bahwa kata salat itu adalah musytaq dari kata ‘ad-du’a’, inilah pendapat yang paling
benar dan paling masyhur.

http://baitsyariah.blogspot.com/2019/01/tafsir-surah-al-baqarah-ayat-3.html

Anda mungkin juga menyukai