Anda di halaman 1dari 7

AKTIVITAS KOMUNIKASI PADA RITUAL KEAGAMAAN (STUDI

ETNOGRAFI KOMUNIKASI DALAM RITUAL TUMPEK WARIGA DI BALI)

COMMUNICATION ACTIVITIES IN RELIGION RITUALS (STUDY OF


COMMUNICATION ETHNOGRAPHY IN TUMPEK WARIGA RITUALS IN BALI)

Putu Feby Sukma Yanti1, Iis Kurnia Nurhayati2


Program Studi Ilmu Komunikasi
Fakultas Komunikasi dan Bisnis Universitas Telkom
Email: 1putufeby18@gmail.com, 2iiskurnian@gmail.com

ABSTRAK
Indonesia terdiri dari berbagai macam provinsi, wilayah, suku, dan adat istiadat dengan
keanekaragaman budaya. Salah satu wilayah di Indonesia dengan ciri khas kebudayaan yang cukup
kental adalah Bali. Budaya tersebut dapat berupa sebuah ritual suci keagamaan sebagai
penghormatan khusus baik bagi manusia itu sendiri maupun lingkungan sekitar, mulai dari siklus
kehidupan manusia hingga siklus alam. Salah satunya, ritual suci Tumpek Wariga yang
dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan atas segala tumbuh-
tumbuhan yang memberi kemakmuran dan kesejahteraan bagi kehidupan manusia. Hal yang
menarik dari Tumpek Wariga ini adalah bahwa di era globalisasi seperti sekarang ini, saat
masyarakat lebih mementingkan dirinya sendiri dan mengacuhkan lingkungannya serta budayanya,
ternyata masih ada masyarakat yang tetap memegang teguh budaya tentang prinsip terhadap
pelestarian lingkungan serta kewajiban agamanya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif studi etnografi komunikasi serta menggunakan
paradigma konstruktivis. Data diperoleh dari hasil observasi partisipan, hasil wawancara
mendalam, dan studi pustaka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan aktivitas
komunikasi dalam ritual Tumpek Wariga di Bali melalui unit-unit diskrit yakni situasi komunikatif,
peristiwa komunikatifm dan tindak komunikatif.
Berdasarkan hasil penelitian, ditarik kesimpulan situasi komunikatif yang terjadi dalam ritual
Tumpek Wariga yaitu suasana hikmat, tenang, sakral, ketat akan tradisi adat dan budaya Hindu di
Bali, dan penuh pengharapan. Peristiwa komunikatif menggambarkan secara berurutan mengenai
proses ritual Tumpek Wariga mulai dari awal hingga akhir. Tindak komunikatif mendeskripsikan
bagaimana tindakan-tindakan atau interaksi yang terjadi melalui komunikasi verbal, nonverbal, dan
simbol-simbol yang ada. Ketiga unsur hasil penelitian yaitu situasi komunikatif, peristiwa
komunikatif, dan tindak komunikatif menjadi kunci dalam mendeskripsikan proses komunikasi
yang terdapat dalam ritual Tumpek Wariga di Bali.

Kata kunci: Aktivitas Komunikasi, Ritual, Tumpek Wariga, Bali, Etnografi Komunikasi

ABSTRACT
Indonesia consists of various provinces, regions, tribes, and customs with cultural diversity.
One of famous region in Indonesia which is the best known for its culture is Bali. The cultures
could be in form of sacred ritual as the special honor either for the human beings themselves or the
environments, started from the human life cycle to the environmental cycle. Tumpek Wariga as one
of sacred ritual in Bali is conducted as human gratitude and thanks to the Almighty God for all the
plants which have given prosperity and welfare for human life. The interesting thing from Tumpek
Wariga ritual is that in this globalization era, when people grows more selfish and ignores the
environment and culture around them, evidently there are still people who hold their cultural about
environment conservation principle and their religious responsibilities.
This research uses qualitative method with ethnography communication studies, and also
with constructivism paradigm. The data was collected through partisipants observation, depth
interview and literature review. This research is intended to explain the communication activity on

40
41

Tumpek Wariga ritual in Bali through diskrit units those are communicative situation,
communicative events and communicative acts.
Based on the result of the research, the conclusion is that the communicative situation on
Tumpek Wariga ritual was really peaceful, quite, sacred, full of Hindu culture and tradition and
full of hope. Communicative events are reflected ritual procession in sequence from the start to the
end. While on communicative acts showed how acts or interactions which happen through verbal,
nonverbal and symbol of communication. All three elements of research results consisting of
communicative situation, communicative events and communicative acts became the key in
describing communication process that was found on Tumpek Wariga ritual in Bali.

Keywords: Communication Activity, Ritual, Tumpek Wariga, Bali, Ethnography Communication

PENDAHULUAN Sang Hyang Sangkara (Dewa Sangkara) yaitu


1.1 Latar Belakang pencipta dan pemelihara keselamatan hidup
Indonesia terdiri dari banyak pulau yang segala tumbuh-tumbuhan yang memberi
berjajar dari Sabang hingga Merauke. Setiap kemakmuran dan kesejahteraan bagi
jajaran pulau-pulau tersebut terdapat berbagai kehidupan di dunia. Pada hari jatuhnya
macam provinsi, wilayah, suku, dan adat perayaan Tumpek Wariga, umat Hindu tidak
istiadat yang melahirkan keanekaragaman diperbolehkan menebang pohon bahkan
budaya, mulai dari tari-tarian, lagu, musik, dengan kemauan sendiri, masyarakat Hindu di
alat musik tradisional, hingga ritual-ritual Bali tidak memetik buah, bunga, dan daun.
keagamaan yang diwariskan secara turun- Tumpek Wariga memberikan cerminan pada
temurun. Salah satu wilayah di Indonesia masyarakat agar lingkungan alam dilestarikan,
dengan ciri khas kebudayaan yang cukup karena manusia tidak bisa hidup tanpa
kental adalah Bali. Mayoritas masyarakat Bali lingkungan alam (tumbuh-tumbuhan).
adalah pemeluk agama Hindu sehingga Hal menarik yang diangkat oleh peneliti
kebudayaan yang ada memiliki keterkaitan adalah ditengah kondisi dan keadaan pada saat
yang erat dengan kepercayaan Hindu yang ini, kehidupan manusia telah dipenuhi oleh
sampai saat ini masih tetap dijaga dan kuatnya arus globalisasi dimana salah satunya
dilestarikan. Budaya tersebut dapat berupa memberikan pengaruh yang menyebabkan
sebuah ritual suci keagamaan sebagai manusia lebih mementingkan dirinya sendiri
penghormatan khusus baik bagi manusia itu dan mengacuhkan lingkungannya, seperti
sendiri maupun lingkungan sekitar, mulai dari terjadinya pembakaran hutan besar-besaran
siklus kehidupan manusia hingga siklus alam. dan penebangan liar untuk kepentingan
Salah satunya, ritual suci Tumpek Wariga pribadi. Namun kondisi ini, tidak sepenuhnya
yaitu perayaan untuk alam yakni tumbuh- mempengaruhi umat Hindu di Bali. Buktinya,
tumbuhan. sampai saat ini umat Hindu di Bali masih
Tumpek Wariga merupakan perayaan melaksanakan, memegang teguh, dan
ritual suci Hindu untuk alam yakni tumbuh- menjunjung tinggi budaya, tradisi, dan prinsip
tumbuhan yang diperingati setiap hari terhadap pelestarian alam dan lingkungan
Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Wariga melalui perayaan ritual Tumpek Wariga setiap
(Putra, 1985:20). Ritual Tumpek Wariga 6 bulan sekali.
merupakan salah satu kearifan lokal Bali yang Pada penelitian mengenai ritual Tumpek
telah dijalankan secara turun-temurun. Wariga di Bali ini, peneliti akan membahas
Perayaan Tumpek Wariga dilaksanakan mengenai aktivitas komunikasi yang ada di
sebagai wujud rasa syukur dan terima kasih dalamnya. Untuk meninjau dan menganalisis
kepada Sang Pencipta Ida Sang Hyang Widhi penelitian ini, peneliti menggunakan suatu
Wasa (Tuhan) dalam manifetasinya sebagai metode kualitatif studi etnografi komunikasi.
42

Melalui studi etnografi komunikasi ini akan dari kelahiran, ulang tahun, pertunangan,
mampu menganalisis perilaku komunikasi pernikahan, hingga upacara kematian. Ritus-
yang ada dalam ritual Tumpek Wariga untuk ritus lain seperti berdoa (sholat, sembahyang,
mengetahui aktivitas komunikasi dari unsur misa), upacara atau perayaan keagamaan
situasi, peristiwa, dan tindak komunikatif apa seperti Natal dan Idul Fitri juga adalah
yang coba diungkapkan dalam ritual Tumpek komunikasi ritual. Dalam upacara-upacara
Wariga ini. Oleh karena beberapa ketertarikan tersebut orang mengucapkan kata-kata atau
yang telah dijabarkan peneliti sebelumnya, menampilkan perilaku-perilaku simbolik.
peneliti hendak membuat suatu penelitian Mereka yang berpartisipasi dalam bentuk
dengan judul “Aktivitas Komunikasi pada komunikasi ritual tersebut menegaskan
Ritual Keagamaan (Studi Etnografi kembali komitmen mereka pada tradisi
Komunikasi dalam Ritual Tumpek Wariga keluarga, komunitas, suku, bangsa, negara,
di Bali)”. ideologi, atau agama mereka (Mulyana,
2013:27).
1.2 Identifikasi Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian 2.2 Komunikasi verbal dan nonverbal
yang telah dipaparkan, maka berikut adalah 2.2.1 Komunikasi Verbal
perumusan masalah dalam penelitian ini: Bentuk yang paling umum dari
1. Bagaimana situasi komunikatif yang bahasa verbal manusia adalah bahasa
terjadi dalam ritual Tumpek Wariga di terucapkan atau bahasa lisan. Bahasa
Bali? tertulis adalah sekedar cara untuk merekam
2. Bagaimana peristiwa komunikatif bahasa lisan dengan membuat tanda-tanda
yang terjadi dalam ritual Tumpek pada kertas dan lain-lain. Bahasa terdiri
Wariga di Bali? dari simbol-simbol (kata-kata) dan aturan
3. Bagaimana tindak komunikatif yang penggunaannya. Menurut Samovar (dalam
dilakukan dalam ritual Tumpek Daryanto, 2013:112), bahasa terucapkan
Wariga di Bali? merupakan rangkaian simbol-simbol dan
4. suara yang dapat mewakili benda,
1.3 Tujuan Penelitian perasaan, dan gagasan. Kelihaian manusia
Dalam penelitian ini tujuan ditetapkan dalam menggunakan suara dan tanda
agar terfokus dari awal hingga akhir. Adapun sebagai pengganti benda dan perasaan,
tujuan dari penelitian ini yaitu: mencangkup menerima, menyimpan,
1. Untuk mengetahui bagaimana situasi mengolah, dan menyebarkan simbol-
komunikatif yang terjadi dalam ritual simbol, sehingga membuat manusia unik
Tumpek Wariga di Bali. dan berbeda dengan makhluk hidup
2. Untuk mengetahui bagaimana lainnya.
peristiwa komunikatif yang terjadi
dalam ritual Tumpek Wariga di Bali. 2.2.2 Komunikasi Nonverbal
3. Untuk mengetahui bagaimana tindak Komunikasi nonverbal dapat
komunikatif yang dilakukan dalam dijabarkan melalui pengertian berikut,
ritual Tumpek Wariga di Bali. menurut Malando dan Barker yaitu
komunikasi tanpa kata, komunikasi yang
TINJAUAN PUSTAKA terjadi jika individu berkomunikasi tanpa
2.1 Komunikasi Ritual menggunakan suara, sesuatu mengenai
Suatu komunitas sering melakukan ekspresi wajah, sentuhan, waktu, gerak,
upacara-upacara berlainan sepanjang tahun isyarat, bau, perilaku mata, dan lain-lain.
dan sepanjang hidup, yang disebut para Komunikasi nonverbal adalah sebuah
antropolog sebagai rites of passage, mulai proses yang dijalani oleh seorang individu
43

atau lebih pada saat menyampaikan peristiwa itu mengandung satu atau
isyarat-isyarat nonverbal yang memiliki lebih tindak komunikasi.
potensi untuk merangsang makna dalam b. Peristiwa komunikatif
pikiran individu atau individu lain Keseluruhan perangkat komponen
(Daryanto, 2013:117). yang utuh yang dimulai dengan tujuan
umum komunikasi, topik umum yang
2.3 Etnografi Komunikasi sama, dan melibatkan partisipan yang
Definisi etnografi komunikasi itu sendiri secara umum menggunakan varietas
merupakan pengkajian peranan bahasa dalam bahasa yang sama, mempertahankan
perilaku komunikatif suatu masyarakat, yaitu tone yang sama, dan kaidah-kaidah
cara-cara bagaimana bahasa dipergunakan yang sama untuk interaksi dalam
dalam masyarakat yang berbeda-beda setting yang sama. Sebuah peritiwa
kebudayaan. Tujuan utama etnografi komunikatif dinyatakan berakhir,
komunikasi adalah menghimpun data ketika terjadi perubahan partisipan,
deskriptif dan analisis terhadapnya tentang adanya periode hening, atau
bagaimana makna-makna sosial dipergunakan perubahan posisi tubuh.
(dalam konteks komunikasi atau ketika makna c. Tindak komunikatif
itu dipertukarkan) (Kuswarno, 2011:11-13). Tindak komunikatif yaitu fungsi
Pada etnografi komunikasi yang menjadi interaksi tunggal, seperti pernyataan,
fokus perhatian adalah perilaku komunikasi permohonan, perintah, ataupun
dalam tema kebudayaan tertentu yang perilaku nonverbal. Sehingga dalam
mencoba menemukan hubungan antara tindak komunikatif termasuk di
bahasa, komunikasi, dan konteks kebudayaan dalamnya bentuk komunikasi verbal
dimana peristiwa komunikasi itu berlangsung, dan nonverbal.
jadi bukan keseluruhan perilaku seperti dalam Jadi aktivitas menurut etnografi
etnografi (Kuswarno, 2011:17). Adapun yang komunikasi tidak bergantung pada adanya
dimaksud dengan perilaku komunikasi pesan, komunikator, komunikate, media, efek,
menurut ilmu komunikasi adalah tindakan dan sebagainya. Sebaliknya yang dimaksud
atau kegiatan seseorang, kelompok, atau dengan aktivitas komunikasi adalah aktivitas
khalayak ketika terlibat dalam proses yang khas yang kompleks dimana di
komunikasi. Perilaku komunikasi dalam dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas
etnografi komunikasi adalah perilaku dalam komunikasi yang melibatkan tindak-tindak
konteks sosial kultural. komunikasi tertentu dan dalam konteks
komunikasi yang tertentu pula (Kuswarno,
2.4 Aktivitas Komunikasi 2011:42).
Menurut Hymes (dalam Kuswarno,
2011:41) untuk mendeskripsikan dan 2.5 Interaksi Simbolik
menganalisis aktivitas komunikasi dalam Ide mengenai teori interaksi simbolik
etnografi komunikasi, diperukan pemahaman ditemukan oleh George Herbert Mead yang
mengenai unit-unit diskrit aktivitas kemudian dimodifikasi dan diperkenalkan
komunikasi. Unit-unit diskrit aktivitas pertama kali oleh Herbert Blumer untuk
komunikasi tersebut yaitu sebagai berikut: tujuan tertentu. Karakteristik dasar ide ini
a. Situasi komunikatif adalah suatu hubungan yang terjadi secara
Situasi komunikatif merupakan alami antara manusia dalam masyarakat dan
konteks terjadinya komunikasi. hubungan masyarakat dengan individu.
Sebuah peristiwa komunikasi terjadi Interaksi yang terjadi yang terjadi antar
dalam satu situasi komunikasi dan individu berkembang melalui simbol-simbol
yang mereka ciptakan. Realitas sosial
44

merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi dan menjelaskan perilaku komunikasi dari
pada beberapa individu dalam masyarakat. suatu kelompok sosial (Kuswarno, 2011:86).
Interaksi yang dilakukan antar individu itu Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah
berlangsung secara sadar dan berkaitan pelaksana ritual Tumpek Wariga, Sulinggih
dengan gerak tubuh, vokal, suara, dan (pendeta), dan cendikiawan Hindu. Objek
ekspresi tubuh, yang kesemuanya itu penelitian dalam penelitian ini adalah aktivitas
mempunyai maksud dan disebut dengan komunikasi dalam ritual Tumpek Wariga.
“simbol” (Kuswarno, 2011:22). Untuk mendeskripsikan dan menganalisis
Pendekatan interaksi simbolik yang aktivitas komunikasi dalam ritual Tumpek
dimaksud Blumer mengacu pada tiga premis Wariga di Bali, maka dibagi dalam 3 unit-unit
utama yaitu, manusia bertindak terhadap diskrit yaitu situasi komunikatif, peristiwa
sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada komunikatif, dan tindak komunikatif.
pada sesuatu itu bagi mereka, makna itu
diperoleh dari hasil interaksi sosial yang HASIL PENELITIAN DAN
dilakukan oleh orang lain, dan makna-makna PEMBAHASAN
tersebut disempurnakan di saat proses 4.1 Situasi Komunikatif
interaksi sosial sedang berlangsung. Situasi komunikatif atau konteks
Maksudnya adalah simbol-simbol diperoleh terjadinya komunikasi adalah suasana yang
dari interaksi sosial dan disempurnakan saat menggambarkan peristiwa atau proses
proses interaksi sosial berlangsung. Simbol- komunikasi dalam rangkaian kegiatan ritual
simbol yang diciptakan tentunya memiliki Tumpek Wariga, mulai dari awal hingga akhir
makna-makna yang dapat membentuk sebuah ritual tersebut berlangsung, suasana yang
interaksi simbolik. terasa pada saat itu hikmat, tenang, sakral, dan
kental akan tradisi adat dan budaya Hindu di
METODE Bali ketika doa dan puja puji dihaturkan
Dalam penelitian ini, paradigma yang kehadapan Ida Sang Hyang Widhi dibarengi
digunakan adalah paradigma konstruktivisme dengan lantunan suara gentha. Suasana penuh
yakni paradigma yang memandang bahwa pengharapan juga terasa ketika menyayat atau
kenyataan atau realita itu merupakan hasil memukul bagian batang pohon dengan
konstruksi atau bentukan dari manusia itu semangat sambil mengucap nyanyian
sendiri. Kenyataan tersebut ada sebagai hasil berbahasa Bali dengan nada yang khas yang
bentukan dari kemampuan berpikir seseorang. merupakan doa atau harapan untuk kesuburan
Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak tumbuhan yang telah diupacarai.
bersifat tetap tetapi berkembang terus.
Pengenalan manusia terhadap realitas sosial 4.2 Peristiwa Komunikatif
berpusat pada subjek dan bukan pada objek, Peristiwa komunikatif merupakan
hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan bukan peristiwa yang menggambarkan proses ritual
hasil pengalaman semata, tetapi merupakan Tumpek Wariga mulai dari tahap awal hingga
juga hasil konstruksi oleh pemikiran (Arifin, akhir. Terdapat dua rangkaian utama dalam
2012:140). Metode yang digunakan dalam proses upacaranya yaitu upacara munggah di
penelitian ini adalah metode kualitatif studi sanggah kemulan dan upacara ngatag di
etnografi komunikasi. Peneliti memilih tumbuh-tumbuhan. Tahap awal upacara
metode etnografi komunikasi karena metode munggah di sanggah kemulan. Sebelum
ini dapat menggambarkan, menjelaskan dan memulai pelaksana ritual melakukan
membangun hubungan dari kategori-kategori persiapan mulai dari menggunakan pakaian
dan data yang ditemukan. Hal ini sesuai adat Bali dan pembersihan diri dengan
dengan tujuan dari studi etnografi komunikasi, memercikkan tirta ke kepala dan badan.
yakni untuk menggambarkan, menganalisis, Banten tumpeng pitu dihaturkan sebagai
45

persembahan rasa terima kasih kepada Tuhan dilakukan contohnya mengucapkan mantram
atas sumber kehidupan yang telah diberikan. ketika menghaturkan banten dan memohon
Pemujaan pun dimulai dengan mengucapkan penganugrahan. Bentuk komunikasi nonverbal
doa-doa dan mantram kepada Sang Hyang yang dilakukan contohnya memukul batang
Bhatara Guru serta permohonan kepada Sang pohon sebanyak 3 kali yang memiliki dua
Hyang Sangkara yaitu Dewa pemelihara alam makna yaitu untuk memberikan ruang atau
dan pemberi kesuburan. Dihaturkan pula air area untuk memasukkan bubur (kesuburan) ke
suci (tirtha) dan bubur/bubuh dengan dalam tubuh tumbuhan melalui batang dan
melakukan puja-puji dan doa agar Tuhan untuk membangunkan tumbuhan. Segala
memberkati dan memberikan anugrahnya bentuk komunikasi verbal dan nonverbal
serta memberi sumber kesuburan pada bubur tersebut dilakukan baik secara lisan maupun
yang dihaturkan. simbolik. Dalam ritual Tumpek Wariga
Selanjutnya dilakukan upacara ngatag di menggunakan berbagai simbol sebagai bentuk
tumbuh-tumbuhan. Banten, tirtha, dan bubur interaksi yang memiliki makna yang khas.
dibawa sebagai sarana ritual. Tumbuh- Simbol-simbol pada ritual Tumpek Wariga
tumbuhan yang diritualkan adalah tumbuhan- terdapat pada peristiwa-peristiwa komunikatif
tumbuhan yang telah memberi manfaat untuk yang terjadi. Simbol-simbol yang digunakan
kehidupan baik itu berupa buah, bunga, daun, berupa air untuk pembersihan dan penyucian,
atau keseluruhan bagian dari tumbuhan bubur simbol kesuburan, banten sarana
tersebut. Proses upacara dimulai dengan penyampaian wujud terima kasih kepada
memukul atau menyayat sedikit sebanyak tiga Tuhan, kapak sebagai sarana pemberi ruang
kali pada bagian batang pohon dengan kesuburan, dan pakaian yang digunakan.
menggunakan blakas (kapak) sembari
mengucapkan nyanyian berbahasa Bali yang SIMPULAN
berbunyi “kaki kaki dadong jumah, bin slae Dalam penelitian mengenai ritual
lemeng Galungan, pang nyak mebuah nged Tumpek Wariga di Bali, peneliti membahas
nged nged” (kakek, kakek, nenek di rumah, mengenai aktivitas komunikasi yang ada di
lagi 25 hari Galungan agar mau berbuah, lebat dalamnya. Aktivitas komunikasi sama halnya
lebat lebat!). Dilanjutkan dengan memasang dengan mengidentifikasikan peristiwa
ornamen janur berupa gantung-gantungan dan komunikasi dan atau proses komunikasi.
sasap pada bekas luka di batang pohon lalu Peristiwa atau proses komunikasi yang
diolesi dengan bubur yang telah diberkati dibahas adalah khas yang dapat dibedakan
Tuhan. Tujuan pemberian bubur ini adalah dengan proses komunikasi yang dibahas pada
memberikan kesuburan kepada pohon agar konteks komunikasi yang lain. Proses
dapat tumbuh dengan baik, subur, dan lebat komunikasi melibatkan aspek-aspek sosial
untuk nantinya bisa dipersembahkan kembali dan kultural dari partisipan komunikasinya
kepada pemberi kehidupan (Tuhan) sehingga dimana komunikasi dipandang sebagai proses
dapat mengangkat kualitas pohon tersebut yang sirkuler dan dipengaruhi oleh
setelah dia mati. Proses terakhir adalah sosiokultural lingkungan tempat komunikasi
menghaturkan banten tipat dan blayag dihatur tersebut berlangsung. Dalam mendiskripsikan
secara bergantian dengan mengayab kearah dan menganalisis aktivitas komunikasi pada
pohon. ritual Tumpek Wariga menggunakan tiga unit-
unit diskrit yaitu situasi komunikatif,
4.3 Tindak Komunikatif peristiwa komunikatif, dan tindak
Tindak komunikatif dalam ritual Tumpek komunikatif. Berikut adalah uraian
Wariga terdiri dari bentuk komunikasi verbal kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dan nonverbal. Bentuk komunikasi verbal dijabarkan sebelumnya:
dapat berupa doa dan nyanyian. Doa yang
46

1. Situasi komunikatif yang terjadi DAFTAR PUSTAKA


pada rangkaian ritual Tunpek Arifin, Zainal. (2012). Penelitian Pendidikan
Wariga adalah suasana hikmat, Metode dan Paradigma Baru. Bandung:
tenang, sakral, penuh pengharapan PT. Remaja Rosdakarya.
dan ketat akan tradisi adat dan Daryanto. (2013). Ilmu Komunikasi 1.
budaya Hindu di Bali. Gambaran Bandung: PT. Sarana Tutorial Nurani
situasi ini didukung dengan Sejahtera.
lantunan doa dan puja puji Kuswarno, Engkus. (2011). Etnografi
diucapkan dan suara gentha serta Komunikasi: Pengantar dan Contoh
lantunan nyanyian berbahasa Bali Penelitiannya (Cetakan Kedua).
dengan nada yang khas yang Bandung: Widya Padjadjaran.
merupakan doa atau harapan untuk Mulyana, Deddy. (2013). Ilmu Komunikasi
kesuburan tumbuhan yang telah Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja
diupacarai. Rosdakarya.
2. Peristiwa komunikatif dalam ritual Putra, Ny. I. G. Ag. Mas. (1985). Upacara
Tumpek Wariga di Bali Dewa Yadnya. Jakarta: Yayasan Dharma
mendeskripsikan secara berurutan Duta.
mulai dari proses awal hingga
akhir ritual. Mulai dari tahap awal
upacara munggah di sanggah
kemulan untuk memberi
persembahan rasa terima kasih
kepada Tuhan dan memohon
aungrah kesuburan untuk
tumbuhan hingga tahap akhir
upacara ngatag di tumbuh-
tumbuhan yaitu untuk memberi
berkat Tuhan kepada tumbuh-
tumbuhan agar tumbuh baik,
subur, dan lebat.
3. Tindak komunikatif dalam ritual
Tumpek Wariga terdiri dari bentuk
komunikasi verbal dan komunikasi
nonverbal. Segala bentuk
komunikasi verbal dan nonverbal
tersebut dilakukan baik secara
lisan maupun simbolik. Bentuk
komunikasi verbal dapat berupa
doa dan nyanyian. Bentuk
komunikasi nonverbal berupa
bahasa tubuh dan penampilan fisik.
Simbol-simbol yang digunakan
dalam ritual Tumpek Wariga
memiliki makna tersendiri dan
dipahami secara bersama. Simbol-
simbol yang digunakan berupa air,
bubur, banten, kapak/pisau, dan
pakaian yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai