Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

KITAB THAHARAH
(AIR, NAJIS, ISTINJA)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fikih Ibadah


Dosen Pengampu: Ikin Sodikin,S. Ud

Disusun oleh:
Aang Husni 180.101.259
Maman Maulana Akbar 180.101.274
Rifki Hakiki 180.101.284

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MUHAJIRIN
PURWAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Allah itu bersih dan suci. Untuk menemuinya, manusia harus terlebih dahulu
bersuci atau disucikan. Allah mencintai sesuatu yang bersih dan suci. Dalam
hukum Islam bersuci dan segala seluk beluknya adalah termasuk bagian ilmu dan
amalan yang penting terutama karena diantaranya syarat-syarat sholat telah
ditetapkan bahwa seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib suci dari hadas
dan suci pula badan, pakaian dan tempatnya dari najis. Bahkan Islam juga
mengajarkan bahwa kebersihan merupakan sebagian dari iman. Dalam kehidupan
sehari-hari kita tidak terlepas dari sesuatu (barang) yang kotor dan najis sehingga
thaharah dijadikan sebagai alat dan cara bagaimana mensucikan diri sendiri agar
sah saat menjalankan ibadah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan thaharah ?
2. Apa saja macam-macam dan pembagian air?
3. Apa saja jenis-jenis najis ?
4. Bagaimana cara mensucikan najis ?
5. Apa yang dimaksud dengan istinja’ ?
6. Bagaimana cara ber-istinja’ menggunakan air ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui maksud thaharah
2. Mengetahui jenis-jenis najis
3. Mengetahui cara mensucikan najis
4. Mengetahui maksud istinja’
5. Mengetahui cara ber-istinja’ dengan menggunakan air

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. THAHARAH
1. Pengertian Thahrah
Thaharah menurut arti bahasa adalah bersih dan suci dari kotoran atau najis
hissi (yang dapat terlihat) seperti kencing atau lainnya, dan najis ma’nawi (yang
tidak kelihatan zatnya) seperti aib maksiat.
Adapun menurut istilah syara’, thaharah ialah bersih dari najis haqiqi, yaitu
khabats (kotoran) atau najis hukumi, yaitu hadats.

Imam an-Nawawi mendefinisikan thaharah sebagai mengangkat hadats atau


menghilangkan najis. Definisi yang dibuat oleh ulama madzhab Maliki dan
Hambali adalah sama dengan definisi ulama madzhab Hanafi, mereka mengatakan
bahwa thaharah adalah menghilangkan apa yang menghalangi shalat yaitu hadas
atau najis dengan menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan
tanah.

Thaharah amat penting dalam islam baik thaharah haqiqi yaitu suci pakaian,
badan, dan tempat shalat dari najis, ataupun thaharah hukmi yaitu suci anggota
wudhu dari hadats dan suci seluruh anggota zahir dari janabah (junub). Seperti
firman Allah SWT dalam QS.al-Baqarah : 222, QS. At-Taubah : 108

Artinya :

3
“Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai
waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada
setiap orang yang berbuat baik. Dan jika kamu berpaling maka sungguh Aku takut
kamu akan ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat)”
2. Jenis – Jenis Alat Untuk Thaharah
Perkara yang diwajibkan adalah wudhu, mandi junub, mandi karena
menyucikan diri dari haid, dan mandi nifas dengan air.
Alat-alat bersuci menurut madzhab hanafi
1) Air mutlak meskipun air musta’mal
contohnya ialah menggunakan air hujan , laut, air sumur, dan air yang tertampung
di bagian lembah. Allah SWT menamakan jenis air ini sebagai air yang
menyucikan, sebagaimana disebut dalam firman Nya.
“ ... dan kami turunkan dari langit air yang sangat bersih.” (al-furqaan :48)
2) Benda cair yang suci.
cairan yang suci ialah yang mengalir apabila diperah. Ia dapat menghilangkan
najis.
3) Menggosok (ad-Dalk).
menggosok ialah mengusap bagian yang terkena najis dengan tanah secara kuat,
hingga bekas atau zat najis itu hilang.
4) Mengusap yang dapat menghilangkan bekas najis.
cara ini dapat membersihkan benda-benda yang licin seperti mata pedang, cermin,
kaca, wadah yang dilumuri minyak, kuku, tulang, permukaan barang, dari perak,
dll. Karena semua barang itu tidak akan diserap oleh najis.
5) Mengeringkan dengan cahaya matahari atau udara dan bekas najis itu menjadi
hilang.
cara ini dapat digunakan untuk membersihkan tanah dan semua benda
yangmelekat pada tanah seperti pohon, rumput, dan batu yang menghampar yang
akan digunakan untuk shalat, bukan untuk bertayamum.tetapi hal ini hal ini
berbeda dengan hamparan permadani, tikar, pakaian, tubuh, dan setiap benda yang

4
dapat dipindahkan. Benda-benda yang dapat dipindahkan jika terkena najis harus
dibasuh untuk membersihkannya.
6) Pakaian panjang yang dipakai menyentuh tanah yang najis dan kemudian
menyentuh tanah yang suci secara berulang kali.
Kejadian ini dapat menyucikan pakaian itu, sebab tanah dapat saling
membersihkan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini berdasarkan hadis yang
diriwayatkan oleh ummu salamah,”saya adalah perempuan yang sering
memanjangkan pakaian saya sering berjalan di tempat yang kotor.” Lalu
Rasulullah saw berkata kepadanya “ ia dapat dibersihkan oleh (tanah ) yang
berikutnya.”
7) Mengeruk (al-Farku).
cara ini dapat membersihkan air mani manusia yang mengenai pakaian kemudian
kering. Dan jika bekasnya masih ada ketika sudah dikeruk maka ia masih tetap
bersih. Syaratnya adalah kepala kemaluan yang dilaluai oleh air mani tersebut
adalah suci.
8) Mengusap (an-Nadfu).
kapas akan membersihkan najis apabila diusapkan. Bekas najis akan hilang jika
najis itu sedikit.
9) Menyingkirkan (at-Taqwir).
menyingkirkan maksudnya adalah menyingkirkan bagian yang terkena najis dari
bagian yang tidak terkena najis. Cara ini dapat membersihkan minyak beku yang
terkena najis, seperti minyak samin dan yang semacamnya.
10) Membagi benda yang terkena najis.
benda yang terkena najis dapat dibagi dengan cara memisahkan bagian yang
terkenas najis dengan dari bagian yang bersih atau suci.
11) Istihalah.
istihalah adalah perubahan atau bertukar-tukar sendiri benda yang najis atau
perubahan melalui sesuatu. Contohnya arak berubah menjadi cuka dengan
sendirinya atau melalui sesuatu.
madzab syafi’i mengatakan bahwa tidak ada barang najis yang dapat menjadi suci
disebabkan oleh perubahan sifatnya kecuali tig jenis.

5
a. Arak dan juga tempatnya apabila berubah menjadi cuka dengan sendirinya.
b. Kulit, selain kulit anjing dan babi yang najis karena bangkai kemudian menjadi
suci lahir dan batinnya setelah disamak.
c. Sesuatu yang berubah menjadi binatang seperti bangkai apabila menjadi ulat
karena terjadi kehidupan baru.
12) Menyamak.
samak digunakan untuk membersihkan kulit yang terkena najis ataupun kulit
bangkai. Samak dapat menyucikan semua jenis kulit kecuali kulit manusia dan
kulit babi, serta kulit binatang kecil yang tidak dapat disamak seperti kulit tikus
dan ular yang kecil.hukum ini berdasarkan hadits : “semua kulit yang disamak
maka ia menjadi suci”.
13) Sembelihan menurut syara’
cara ini dapat menucikan binatang yang disembelihan. Sembelihan yang diakui
oleh syara’ ialah sembelihan binatang yang dilakukan oleh seorang muslim atau
seorang ahli kitab walaupun binatang yang disembelih itu tidak boleh dimakan
dagingnya.
14) Menyuci dengan cara membakar
dalam beberapa kasus api dapat menjadi alat penyuci, yaitu jika ia mampu
mengubah najis atau menghilangkan bekasnya dengan pembakaran itu, seperti
tahi yang berubah menjadi abu ketika membakar batu bara atau seperti tempat
berdarah pada kepala kambing yang terbakar.
15) an naz’ah (menguras)
An-naz’ah artinya menimba semua air telaga yang terkena najis atau membuang
ukuran yang wajib dibuang. Cara ini akan menyucikan telaga tersebut. Dengan
kata lain naz’ah adalah membuang beberapa timba air yang wajib dibuang atau
pun membuang seluruh air sesudah apa yang terjatuh ke dalam telaga itu baik
manusia maupun binatang dikeluarkan.
16) Masuknya air dari satu arahdan keluar dari arah yang lain sebanyak tiga kali
Hal ini bisa terjadi pada kuliah yang kecil. Dengan cara ini seakan-akan ia dibasuh
sebanyak tiga kali. Ini merupakan cara penyucian kulahh ataupun bejana apabila

6
terkena najis. Sebab ia dapat menghilangkan bekas najis yaitu dengan keluarnya
air dari arah yang lain.
17) Membalikkan tanah (al-Hafru)
Maksud al-hafru adalah dengan cara membalikkan tanah : bagian yang
dikebawahkan. Cara ini dapat mensucikan tanah yang najis.
18) Membasuh ujung pakaian ataupun badan
Cara ini dapat mengganti basuhan keseluruh pakaian atau badan, apabila orang
tersebut lupa tempat yang terkena najis. Cara ini boleh dilakukan meskipun ia
tidak mencari tempat najis itu. Ini merupakan pendapat yang terpilih di kalangan
ulama madzhab hanafi.

B. NAJIS
3. Jenis – Jenis Najis
Najis ada dua yaitu najis hukmi dan najis haqiqi. Kotoran khusus bagi
najis haqiqi, sedangkan hadats adalah sebutan khusus bagi najis hukmi. Dari segi
bahasa najis haqiqi ialah benda-benda yang kotor seperti darah,air kencing, dan
tahi. Sedangkan najis hukmi ialah najis yang terdapat pada beberapa bagian
anggota badan yang menghalangi sahnya shalat. Najis ini mencakup hadats kecil
yang dapat dihilangkan dengan wudhu dan hadats besar (janabah) yang dapat
dihilangkan dengan mandi. Najis haqiqi terbagi kepada beberapa jenis, yaitu
mughallazhah (berat), mukhaffafah (ringan), najis yang keras, najis yang cair,
najis yang dapat dilihat, dan najis yang tidak dapat dilihat.

4. Cara Mensucikan Najis


Adapun cara membersihkan najis dengan air ataupun syarat-
syaratnyaadalah sebagai berikut :
a. Dari segi bilangan
Ulama madzhab Hanafi mensyaratkan kadar bilangan tertentu untuk
membersihkan najis yang tidak dapat dilihat oleh mata normal, yaitu sebanyak
tiga kali basuhan. Oleh sebab itu mereka berkata “jika najis itu dari jenis yang
tidak dapat dilihat oleh mata normal seperti air kensing, bekas air liur anjing dll.

7
Maka cara membersihkannya ialah dengan membasuhnya hingga ia menjadi
bersih mengikuti keyakinan pembasuhnya. Ia tidak akan menjadi bersih kecuali
dengan tiga kali basuhan.’
b. Memerah sesuatu yang dapat diperah dan yang telah menyerap banyak najis
Ulama madzhab Hanafi berpendapat jika tempat yang terkena najis itu termasuk
jenis benda yang meresap banyak najis. Jika ia dapat diperah seperti pakaian maka
cara membersihkannya adalah dengan membasuh serta memerahnya hingga
hilang zat najis itu.
c. Mencurahkan ataupun menuangkan air ke atas najis (dan membasuh wadah)
Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa disyaratkan mencurahkan air ataupun
menuangkannya ke tempat yang terkena najis dibersihkan di dalam wadah-wadah
dengan cara mengganti airnya sebanyak tiga kali, dan basuhan itu hendaknya
diperah setiap kali air ditukar.
d. Membersihkan tanah yang terkena najis dengan air banyak
Ulama madzhab Hanafi berpendapat jika tanah yang terkena najis itu keras dan
curam, maka hendaklah digali satu lubang di bawahnya, kemudian dicurahkan air
tiga kali keatasnya dan dibiarkan ia turun melewati lubang it. Hal ini berdasarkan
kepada hadits riwayat ad-Daruquthni dari Anas tentang kisah orang Arab
kampung yang kencing di dalam masjid. “hendaknya kamu menggali satu lubang
di tempatnya kemudian curahkan air ke atasnya.”
Ulama madzhab Syafi’i telah menguraikan dengan terperinci tentang cara
membersihkan air yang terkena najis dengan cara menambahkan jumlah air yang
banyak.
1. Jika najis itu menyebabkan terjadinya perubahan dan jumlah air itu melebihi dua
kullah maka ia dihukumi bersih jika perubahan yang terjadi hilang dengan
sendirinya dengan menambahkan air lain kepadanya ataupun dengan membuang
sebagiannya. Karena najis yang ada di sebabkan perubahan dan itu telah hilang.
2. Jika najis itu jatuh di air yang tidak ada dua kulah, maka ia akan menjadi bersih
dengan cara ditambah air lain kepadanya, sehingga kadarnya mencapai dua kulah
baik air itu diperbanyak dengan air yang bersih ataupun air mutanajjis, dan baik

8
kadar air yang ditambah itu banya atau sedikit. Ia akan menjadi bersih dengan
memperbanyak kadar air itu meskipun tidak mencapai kadar dua kulah.
e. Bersuci dengan air yang mengalir
Ulama madzhab Hanafi mengatakan bahwa hukum air yang mengalir berlainan
dengan hukum air yang tidak mengalir. Yang dimaksud dengan air yang mengalir
ialah air yang biasanya dianggap mengalir oleh banyak orang.

C. ISTINJA’
5. Pengertian Istinja’
Istinja’ menurut bahasa adalah perbuatan yang dilakukan untuk
menghilangkan najis yaitu tahi. Adapun menurut istilah syara’ istinja’ adalah
perbuatan yang dilakukan untuk menghilangkan najis dengan menggunakan benda
seperti air atau batu.pembersihan najis bukan dilakukan begitu saja melainkan
dilakukan ketika ada keperluan saja yaitu dengan menggunakan air ataupun batu.
Beristinja’ dengan air merupakan cara yang mendasar dalam
menghilangkan najis. Juga dberdasarkan sabda Rasulullah saw “ jika salah
seorang diantara kamu hendak pergi ke tempat buang air besar hendaklah
membawa tiga batu. Karena sesungguhnya batu itu sudah cukup untuk
membersihkannya.”
Juga berdasarkan sabda Rasul.
“ hendaknya seseorang diantara kamu tida beristinja’ dengan bilangan batu yang
kurang dari tiga.” (HR Muslaim)
Syarat beristinja’ dengan batu ataupun kertas dan yang seumpamanya adalah
sebagai berikut.
1. Hendaklah najis keluar itu belum kering. Jika ia sudah kering, maka wajib
menggunakan air ketika membersihkannya.
2. Jangan sampai najis itu berpindah tempat dari tempat keluarnya dan melekatnya
pada tempat yang lain itu. Dan jangan sampai najis itu melewati tempat
keluarnya.jika ia melewati dan berada di tempat lain maka untuk
membersihkannya wajib menggunakan air. Ini merupakan kesepakatan ulama.
Janganlah najis bercampur dengan benda lain yang basah, baik benda itu najis

9
maupun suci. Jika ia bercampur dengan benda lain yang kering maka tidaklah
mengapa.

6. Cara ber-istinja’ dengan air


Hendaklah seseorang menuangkan air ke atas tangan kirinya sebelum
menyentuh najis, kemudian dia membasuh qubulnya, yaitu saluran air kencing,
kemudian barulah membasuh dubur diikuti dengan mencurahkan air dan
menggosok dengan tangan kiri. Hendaklah dia membungkukkan badan sedikit
kemudian menggosoknya dengan cermat sehigga tempat itu menjadi bersih.
Beristinja’ dengan tangan kanan tidak dianjurkan.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kebersihan yang sempurna menurut syara’ disebut thaharah, merupakan
masalah yang sangat penting dalam beragama dan menjadi pangkal dalam
beribadah yang menghantarkan manusia berhubungan dengan Allah SWT. Tidak
ada cara bersuci yang lebih baik dari pada cara yang dilakukan oleh syarit Islam,
karena syariat Islam menganjurkan manusia mandi dan berwudlu. Walaupun
manusia masih dalam keadaan bersih, tapi ketika hendak melaksanakan sholat dan
ibadah-ibadah lainnya yang mengharuskan berwudlu, begitu juga dia harus pula
membuang kotoran pada diri dan tempat ibadahnya dan mensucikannya karena
kotoran itu sangat menjijikkan bagi manusia

DAFTAR PUSTAKA
Wahbah az-zuhaili , Fiqih islam dan dalil – dalilnya

10

Anda mungkin juga menyukai