Anda di halaman 1dari 13

Dakwah Bi Al-Qolam

Makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Ilmu Dakwah

Dosen Pengampu :

Rubiyanah,S. Ag, M.A.

Disusun Oleh :

Anisa Hafifah 11190511000066

Dinda Rachmawati Nurdin 11190511000071

PROGRAM STUDI JURNALISTIK 3B

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020
A. Pendahuluan

a. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan bisa terlepas dari proses komunikasi.
Komunikasi ialah suatu hal yang pasti dimiliki oleh setiap individu. Ada banyak sekali
bentuk komunikasi yang ada, salah satunya yaitu Komunikasi Dakwah. Komunikasi Dakwah
merupakan semua bentuk komunikasi yang berkaitan dengan pesan seruan ke jalan Allah
SWT atau bentuk mengajak berbuat baik dan meninggalkan keburukan. 1

Metode dalam Komunikasi Dakwah yang digunakan harus mampu disesuaikan dengan
keadaan komunikan. Di zaman modern yang dikelilingi teknologi canggih seperti sekarang,
Komunikasi Dakwah ini tentu tidak cukup jika hanya dilakukan dengan lisan. Keberadaannya
mesti didudukung dengan metode lain yang mampu menjadi penghubung antara komunikator
dengan komunikan dengan jangkauan yang lebih luas. Hal ini dapat diperoleh jika
komunikasi dakwah juga dilakukan dengan metode berupa Dakwah Bil Qalam. Dakwah Bil
Qalam sebagai metode dalam berdakwah membantu memperbaiki kelemahan dakwah yang
hanya dilakukan dengan lisan. Dakwah bil lisan yang mempunyai kekurangan pada
jangkauan dan waktu, dapat dipenuhi melalui dakwah Bil Qalam. Dakwah bil Qalam
memberikan peluang komunikan dalam suatu komunikasi dakwah menuangkan gagasan dan
ide secara utuh lewat tulisan. Sehingga efek yang ditimbulkan dari suatu komunikasi dakwah
akan bersesuaian dengan yang diharapkan.2

b. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dakwah Bil Qalam?
2. Bagaimana Proses Dakwah Bil Qalam sebagai Metode Komunikasi Dakwah?
3. Apa Peran Dai pada Dakwah Bil Qalam?
4. Apa fungsi Dakwah bil Qalam?
5. Apa kekurangan dan kelebihan Dakwah bil Qalam ?

B. Pembahasan
1
Wahyu Ilaihi, “Komunikasi Dakwah”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 17
2
Rini Fitria,”Prospek dan Tantangan Dakwah Bil Qalam sebagai Metode Komunikasi Dakwah”. JURNAL ILMIAH
SYIAR Vol. 19, No. 02, Desember 2019; hlm. 224-234
1. Pengertian Dakwah Bi Al-Qolam

Secara umum, dakwah adalah ajakan atau seruan kepada hal baik agar individu mampu
menjadi lebih baik. Dakwah berisikan ide menyangkut progresivitas, sebuah proses tanpa
henti untuk mengajak individu kepada yang baik dan yang lebih baik dalam mewujudkan
tujuan dakwah tersebut. Namun, dakwah pada sisi prakteknya meliputi kegiatan
mentransformasikan nilai-nilai agama yang mempunyai arti krusial dan berperan langsung
dalam membentuk persepsi umat terhadap berbagai nilai kehidupan. 3 Dapat diartikan pula
bahwa dakwah merupakan suatu kegiatan yang mengajak dan menyeru kepada agama Allah
SWT, yang meliputi wilayah yang luas dalam semua aspek kehidupan. Dakwah memiliki
ragam metode, bentuk, pesan, media, pelaku, serta mitra dakwah. Dakwah dilakukan guna
mememperoleh tujuan tertentu. Agar tujuan dakwah dapat tercapai, dibutuhkan metode yang
tepat. Salah satunya ialah metode dakwah Bil Qalam.

Pengertian Dakwah bil qalam dapat dirujuk dari asal bahasanya, yaitu bahasa Arab.
Dakwah bil qalam jika ditulis sesuai gramatikal bahasa Arab, maka akan ditulis ad-da’wah bi
alqalam, terdiri dari dua kata yaitu, da’wah dan qalam. Dakwah Bil Qalam yaitu suatu upaya
menyeru manusia menggunakan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan
perintah Allah Swt melalui seni tulisan. Pengertian dakwah Bil Qalam menurut Suf Kasman
yang dikutip dari Tasfir Departemen Agama RI menjelaskan definisi dakwah Bil Qalam,
ialah menyeru manusia secara bijaksana ke jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah
Swt, melalui seni tulisan.4

Mengacu pada arti qalam sebagai tulisan, dakwah bil qalam bisa diidentikkan dengan
istilah dakwah bil kitabah. Qalam berarti pena, memiliki konotasi lebih aktif karena sebagai
alat. Sedangkan kitabah berarti tulisan, berkonotasi pasif karena tulisan merupakan sebuah
produk dari pena (Romli, 2003: 21-22). Maka untuk menghindari kerancuan dalam
penggunaan kata kitabah atau qalam, peneliti menggunakan istilah dakwah bil qalam yang
merujuk pada istilah dakwah melalui tulisan. Pengertian dakwah bil qalam lainnya yaitu
mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar menurut perintah Allah
Swt. lewat seni tulisan (Kasman 2004: 120).

3
Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah.. hlm. 24
4
Abdul Wachid, “Wacana Dakwah Kontemporer”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal. 223
Penggunaan nama “qalam” merujuk kepada firman Allah SWT Q.S al Qalam ayat 1
yakni َ١ ‫ي ۡس ُط ُرو َن ِم قَ َل ۡ َوٱل ۚ ٓ ن‬
َ ‫“ و َما‬Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis.”
Kasman juga mengutip pendapat Ali Yafie yang menyebutkan bahwa, dakwah bil qalam
pada dasarnya menyampaikan informasi tentang Allah Swt., tentang alam atau makhluk-
makhluk dan tentang hari akhir atau nilai keabadian hidup. Dakwah model ini merupakan
dakwah tertulis lewat media cetak (Kasman, 2004: 119-120).
Samsul Munir Amin memberi pengertian dakwah bil qalam adalah dakwah melalui
tulisan yang dilakukan dengan keahlian menulis di surat kabar, majalah, buku, maupun
internet. Jangkauan yang dicapai dakwah bil qalam lebih luas daripada melalui media lisan.
Diperlukan keahlian khusus 48 dalam hal menulis, yang kemudian disebarkan melalui media
cetak (printed publications) (Amin, 2009: 11-12). Menurut Ma’arif dakwah bil qalam
disebarkan melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, buletin, buku, surat, tabloid, dan
jurnal (Ma’arif, 2010: 161). Tetapi menurut Ma’arif, seiring kemajuan teknologi, aktifitas
menulis dakwah tidak hanya dilakukan melalui media cetak. Menulis juga dapat dilakukan
melalui handphone dan media maya (internet) antara lain melalui fasilitas website, mailiing
list, chatting, jejaring sosial dan sebagainya (Ma’arif, 2010: 173).
Dakwah Bil Qalam ini telah diaplikasikan pada zaman Rasulullah. Karena pada saat itu,
tradisi tulis menulis sudah berkembang. Terbukti ketika Rasulullah SAW menerima wahyu,
beliau langsung meminta para sahabat yang mempunyai kemampuan untuk menulis wahyu
yang diterimanya. Padahal di zaman itu secara teknis sangat susah untuk bisa melaksanakan
kegiatan tulis-menulis dikarenakan sarana yang belum tersedia seperti kertas dan alat tulis
lainnya, disamping budaya yang kurang mendukung. Namun para sahabat tetap berusaha
untuk mampu melakukannya.5

Bentuk dakwah Dakwah Bil Qalam terbagi menjadi melalui tulisan dan melalui media
cetak. Dakwah Bil Qalam melalui tulisan dilakukan dengan cara dimana para penulis (ulama,
kyai, dan para pengarang kitab) menyajikan dalam bentuk seperti kitab kuning dan berbagai
kitab karangan untuk dipelajari dan di kaji oleh para pelajar, santri maupun yang lainya.
Mengingat wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah SAW yang memerintahkan untuk
“Bacalah”, maka diadakanya suatu perintah untuk menulis sesuatu tentang Islam dan hukum-
hukum yang ada dalam Al-Quran supaya dapat di baca para khalayak yang luas. 6
5
Ibid., hlm. 223
6
Asep Syamsul M. Romli,“Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam”, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003), hlm. 44
Sedangkan dakwah Bil Qalam melalui media cetak, ialah suatu bentuk penyajian dakwah
Bil Qalam dengan bahasa dan kemasan yang mudah untuk dipahami dalam suatu media
cetak. Seperti halnya buku, koran, majalah, tabloid, benner, pamflet, stiker dan kaos yang
mengandung unsur Islam sehingga dapat diterima dengan mudah kepada pembacanya.
Dakwah Bil Qalam memiliki efisiensi dalam kegiatan penyampaian kepada para khalayak
luas. Para ulama maupun pemimpin menggunakan ilmu jurnalistik untuk mendesain dengan
sedemikian rupa sampai akhirnya pembaca suatu buku, surat kabar, majalah, maupun karya
tulis lainnya mampu dimasuki unsur Islam maupun dakwah berupa tulisan. Bagaimanapun
dinamikanya, dakwah melalui tulisan tetaplah sebuah tantangan untuk para da’i, tulisan
seolah menjadi suatu metode serta media yang lebih mampu bertahan jika dibandingkan
dengan dakwah secara lisan. 7 Dakwah bil Lisan bukannya harus ditinggalkan, namun
sebaliknya, kita hanya perlu mengambil satu langkah lagi untuk menulis konsep dakwah yang
ingin disampaikan secara lisan menjadi sebuah tulisan sehingga dakwah yang kita jalankan
semakin efektif.

2. Dakwah Bil Qalam sebagai Metode Komunikasi Dakwah

Menurut bahasa kata metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos”
(jalan, cara). Sehingga dapat diartikan bahwa metode atau jalan yang mesti dilewati untuk
meraih suatu tujuan. Sumber lain menyebutkan bahwa kata metode berasal dari bahasa
Jerman methodicay yang artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani kata metode
merupakan akar dari kata methodos yang memiliki arti jalan yang dalam bahasa arab disebut
thariq.8 Metode ialah tata urutan kerja yang tersistem untuk memudahkan melakukan suatu
kegiatan agar mampu memperoleh tujuan yang diinginkan. Metode dakwah atau yang biasa
disebut manhaj al-dakwah adalah cara yang digunakan da’i untuk menyampaikan materi
dakwah (Islam). Metode dakwah berperan penting dalam aktivitas dakwah. Apabila metode
yang digunakan tidak benar, sekalipun materi yang diberikan berisi hal baik, maka pesan baik
itu dapat ditolak. Seorang da’i harus jeli serta bijak dalam menentukan metode, sebab metode
sangat mempengaruhi kelancaran serta keberhasilan dakwah. 9

7
Al-Hasjmy, “Dustur Dakwah dalam Al-Qur’an”, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), hlm. 37.
8
Wahidin Saputra, “Pengantar Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 242
9
Acep Aripudin, “Pengembangan Metode Dakwah”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 8
Wahidin Saputra dalam buku pengantar ilmu dakwah juga mengemukakan bahwa metode
dakwah ialah tata cara tertentu yang dilakukan seorang da’i (komunikator) kepada mad’u agar
mampu mencapai tujuan berdasarkan hikmah serta kasih sayang. Hal ini bermakna bahwa
pendekatan dakwah mesti bertumpu pada pandangan human oriented yang meletakkan
penghargaan mulia atas diri manusia. Samsul Munir Amin mengategorikan dakwah bil qalam
dalam pendekatan atau metode dakwah. Pendekatan atau metode dakwah ialah cara-cara yang
digunakan dalam menyampaikan dakwah, agar pesan dakwah mudah diterima mad’ū. Amin
menyebutkan tiga pendekatan dakwah, antara lain: dakwah bil lisan, dakwah bil qalam, dan
dakwah bil hal.
Melalui metode dakwah Bil Qalam, seorang komunikator dalam komunikasi dakwah
dapat melakukan komunikasi melalui tulisan yang disebarkan baik melalui media cetak
ataupun konvergensi, sehingga mampu memberikan kesempatan para mad’u memilah pesan
dakwah sesuai kebutuhan dan kepentingannya. Selain itu, dengan dakwah bil qalam, pesan
dakwah dapat dibaca berulang kali, dapat berhenti, atau melanjutkan ketika ingin
mendapatkan pemahaman lebih dan mendetail serta tidak terikat oleh suatu waktu dalam
mencapai khalayaknya. Sehingga dapat memperdalam pemahaman mad’ū. Dalam
komunikasi dakwah melalui Dakwah Bil Qalam, komunikator mengajak komunikan untuk
tiga hal, yakni at-taqrīb (memberi motivasi), at-tahdīd (imbauan peringatan), al-iqnā bi al-
fikrah (memersuasi dengan pemikiran dan prinsip agama). Sehingga pada akhirnya tercapai
perubahan yang lebih baik pada diri mad’ū atau komunikan. 10

Misalnya pemberian motivasi melalui tulisan yang memberikan kabar gembira tentang
balasan Allah Swt. terhadap hambanya yang beriman, atau tulisan self help yang
membangkitkan semangat pembacanya. Imbauan peringatan misalnya tentang pembalasan
Allah Swt terhadap hambanya yang musyrik dan munafik, memberi peringatan tentang
kebiasaan masyarakat yang tidak sesuai dengan syariah, dan sebagainya. Kemudian, ajakan
untuk memersuasi dengan pemikiran dan prinsip agama misalnya memberi pengetahuan
keagamaan atau hal-hal yang sifatnya baru tentang sesuatu yang masih minim diketahui oleh
masyarakat namun hal tersebut menjadi penting untuk diketahui masyarakat. Karena tulisan
bisa membentuk opini publik yang masif (kuat) dan massal (melibatkan khalayak luas).
.

10
Bambang S. Ma’arif, “Komunikasi Dakwah: Paradigma untuk Aksi”, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2010),
hlm. 161.31
3. Peran Dai pada Dakwah Bil Qalam

Dai sebagai subjek dakwah merupakan pelaku dari kegiatan dakwah itu sendiri. Dai
melaksanakan dakwah baik melalui lisan, tulisan maupun dengan perbuatan sebagai teladan
bagi mad’u. dai dapat dilakukan oleh satu orang, kelompok, maupun melalui organisasi-
orgaisasi keagamaan (Munir, 2006: 22). Peran dai sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah
berkaitan dengan empat potensi. Empat potensi ini bisa dijadikan dasar untuk berjuang
menyiarkan agama Islam, yaitu shiddīq, amanah, fatanah, dan tablīgh. Potensi ini merupakan
perpaduan aspek etika dan keahlian. Seorang dai dituntut memiliki sifat shiddīq (kejujuran),
amanah (dipercaya), selain itu juga harus bersifat tablīgh (memiliki keahlian komunikasi),
serta fatanah (cerdas) (Enjang dan Aliyudin, 2009: 175). Dai juga harus mampu menjadi
penggerak yang profesional.

Di samping profesional, kesiapan subjek dakwah baik penguasaan terhadap materi,


metode, media dan psikologi sangat menentukan aktifitas dakwah mencapai keberhasilannya
(Amin, 2009: 13). Profesional dapat diartikan suatu kegiatan atau pekerjaan berdasarkan
keahlian dan kualitas, dengan kata lain pekerjaan yang sesuai bidangnya. Keahlian dan
kualitas seseorang biasanya diperoleh dari pendidikan dan pelatihan khusus. Pekerjaan itu
menyita waktu (full timer) dan menjadi tumpuan sumber kehidupan sekaligus
mempertahankan reputasi, disertai dengan keilmuan dan ketrampilan yang memadai, maka
pekerjaan itu termasuk profesi, pelakunya disebut profesional (Enjang dan Aliyudin, 2009:
174). Keprofesionalan memerlukan tiga persyaratan utama, yaitu komitmen, loyalitas atau
kecintaan terhadap profesi, keahlian yang berbasis pendidikan dan pelatihan, serta memiliki
kebersihan hati serta mental yang positif (Enjang dan Aliyudin, 2009: 176). Begitu juga
dengan petugas dakwah (rijāl ad-da’wah), baik guru, mubalig, ulama dan sebagainya mereka
dapat digolongkan ke dalam sebuah profesionalitas (Enjang dan Aliyudin, 2009: 174)

Terdapat lima peranan yang dapat dimainkan oleh dai penulis. Antara lain: sebagai
muaddib, musaddid, mujadid, muwahid, dan mujahid. Peranan ini sama halnya dengan tujuan
yang hendak dicapai dalam melakukan dakwah bil qalam, adapun penjelasannya sebagai
berikut:
1. Muaddib (sebagai pendidik), yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang Islami. Melalui
dakwah bil qalam, dai mendidik umat Islam agar melaksanakan perintah Allah Swt. dan
menjauhi larangan-Nya. Selain itu juga mencegah umat Islam dari perilaku menyimpang
dari syariat Islam, juga melindungi umat dari pengaruh buruk media massa anti Islam.
2. Musaddid (sebagai pelurus informasi). Terdapat tiga hal yang harus diluruskan dai melalui
dakwah bil qalam. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi
tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, penulis muslim dituntut mampu
menggali tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia, sehingga informasi
tentang Islam dan umatnya tidak manipulatif dan memojokkan Islam. Di sini penulis
muslim harus berusaha mengikis fobia Islam, yang memperlihatkan wajah Islam yang
tidak humanis menjadi lebih humanis.
3. Mujadid (sebagai pembaharu), yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan
pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam).
4. Muwahid (sebagai pemersatu), yaitu menjadi penjembatan yang mempersatukan umat
Islam.
5. Mujahid (sebagai pejuang), yaitu pejuang dan pembela Islam. Penulis berusaha
membentuk pendapat umum yang mendorong penegakan syiar Islam, mempromosikan
citra Islam yang positif dan raḥmah li al- ’alamin, serta menanamkan rūḥ al-jihād di
kalangan umat.11

Mengingat kemajuan teknologi informasi yang memungkinkan seseorang berkomunikasi


secara intens dan menyebabkan pesan dakwah bisa menyebar seluas-luasnya, maka
dakwah bil qalam mutlak dimanfaatkan oleh kemajuan teknologi informasi. Langkah
menjadi pendakwah melalui tulisan, antara lain:
a. Menambah wawasan. Cara yang dilakukan untuk hal ini adalah membaca buku atau
majalah, memperoleh ide karena ada pertanyaan orang lain, berdiskusi dengan teman
sejawat, berdiskusi dengan keluarga, bertemu dengan orang yang lebih ahli dan berdiskusi
dengan rang yang berseberangan pendapat.
b. Mengamati relitas dan terlibat langsung. Beberapa alternatif untuk menjalankan hal ini
diantaranya: terjun didalam kancah aktivitas tertentu, peka terhadap kejadian didepan
mata, sengaja datang ke pusat kegiatan manusia sebagai pengamat.
c. Melakukan aktivitas selingan. Kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan antara lain:
melakukan aktivitas yang menyenangkan dengan keluarga, melakukan aktivitas lain
dibidang penulisan dan mencari suasana baru.
d. Mengintensifkan perilaku ibadah. Dalam hal ini kegiatan yang relevan untuk
dilaksanakan yaitu: selalu percaya bahwa ide berasal dari Allah, melakukan salat malam,
dan berpuasa

11
Asep Syamsul M. Romli, “Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi... hlm. 39-41.
e. Berpikiran dan berperilaku bersih. Teknik ini dilakukan dengan berpikir positif,
keikhlasan dan menjaga diri dari perusak keikhlasan, serta sopan santun terhadap orang
lain. (Aziz, 2009: 375-376)

4. Fungsi Dakwah Bil Qalam

Dakwah bil qalam memiliki fungsi yang berbeda dengan dakwah bil lisan
maupun bila hal. Hartono A. Jaiz menjelaskan fungsi dakwah bil qalam dalam tiga hal,
diantaranya12:

1. Melayani kebutuhan masyarakat akan informasi Islam. informasi Islam yang dimakud
disini adalah informasi yang bersumber dari al-Quran dan Hadits.

2. Berupaya mewujudkan atau menjelaskan seruan al-Quran secara cermat melalui


berbagai media cetak untuk mengemabalikannya kepada fikrah dan keuniversalannya
serta menyajikan prosuk-produk Islam yang elaras dengan pemikiran.

3. Menghidupkan dialog-dialog bernuansa pemikiran, politik, budaya, sosial, dan lain-


lain (Jaiz, 1996: 174).

5. Kelebihan dan Kekurangan Dakwah Bil Qalam

Kelebihan dakwah melalui tulisan yang disebarkan baik melalui media cetak
ataupun konvergensi, yaitu: memberikan kesempatan untuk memilih pesan dakwah sesuai
dengan kemampuan dan kepentingannya. Dapat dibaca berulang kali, dapat berhenti, atau
melanjutkan ketika ingin mendapatkan pemahaman lebih dan mendetail. Tidak terikat oleh
suatu waktu dalam mencapai khalayaknya. sehingga dapat memperdalam pemahaman
mad’ū. Berbeda dengan dakwah melalui ceramah, yang lebih mudah dilupakan oleh
mad’ū walaupun dapat menggelorakan jiwa secara langsung. 13 Kekuatan lain yaitu dari
segi kearsipannya, karena buku bisa diwariskan oleh generasi penerus sehingga kelestarian
pemikiran penulis buku terjaga. Hal ini dapat dilihat dari karya-karya pendahulu Islam,
misalnya Imam Nawawi al-Bantani yang mengarang kitab Arba’īn anNawawy, Imam al-
Ghazali dengan salah satu kitabnya Ihyā’ Ulūm ad-dīn, Imam Suyuti dengan kitab al-
Asybah wa al-Nadhāir. Keunggulan lainnya adalah objek dan cakupan dakwah bil qalam

12
Suf Kasman, “Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prisip Dakwah Bil Qalam dalam Alquran”,(Jakarta: Teraju.
2004), hlm. 124.

13
Moh. Ali Aziz,Op. cit,.(Jakarta: Kencana. 2009). h. 415.
lebih banyak dan luas jika dibandingkan dakwah bil lisan. Karena pesan dakwah dan
informasi yang dituliskan dapat dibaca oleh puluhan hingga ribuan bahkan jutaan orang 14.

Hingga kemudian dapat membuka jaringan sosial yang lebih luas. Apabila media
telah diapresiasi dan disambut baik oleh masyarakat luas, akan terjalin hubungan yang
kental antar jemaah. Pemahaman mereka dibentuk dengan cara yang sama dan dibakukan
dalam format pengetahuan (kognisi) yang melandasi gerakan suatu komunitas atau
jama’ah.15

Beberapa kekurangan dari dakwah bil qalam, antara lain:


pertama, tulisan yang disebarkan melalui buku menjadi media massa yang mempunyai
sifat paling tidak massal dibandingkan dengan media massa lain dalam menjangkau
khalayak. Hal ini dikarenakan hubungan buku dan pembaca bersifat lebih pribadi, orang
menentukan untuk membeli dan membaca sebuah buku dikarenakan kebutuhannya.
Berbeda dengan televisi, yang bisa sekali memproduksi program bisa didistribusikan
kepada jutaan khalayak secara serempak.
Kedua, tulisan tidak dapat secara menyeluruh menjangkau lapisan masyarakat, terutama
masyarakat dengan budaya membaca yang lemah. Masyarakat yang lebih menyukai
kegiatan menghabiskan waktu dengan menonton televisi biasanya tidak menyukai
kegiatan membaca.
Ketiga, tidak semua pemikiran yang dituangkan oleh penulis mendapat respons yang sama
oleh para pembaca, sebaliknya tulisan akan menimbulkan kontroversi.

C. Penutup

Kesimpulan

Pengertian Dakwah bil qalam dapat dirujuk dari asal bahasanya, yaitu bahasa Arab. Dakwah bil
qalam jika ditulis sesuai gramatikal bahasa Arab, maka akan ditulis ad-da’wah bi alqalam, terdiri
dari dua kata yaitu, da’wah dan qalam. Dakwah Bil Qalam yaitu suatu upaya menyeru manusia

14
Asep Syamsul M. Romli,op. cit,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), h. 130.
15
Bambang S. Ma’arif, op.cit., h. 163.
menggunakan cara yang bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah Swt
melalui seni tulisan

Melalui metode dakwah Bil Qalam, seorang komunikator dalam komunikasi dakwah dapat
melakukan komunikasi melalui tulisan yang disebarkan baik melalui media cetak ataupun
konvergensi, sehingga mampu memberikan kesempatan para mad’u memilah pesan dakwah
sesuai kebutuhan dan kepentingannya. Selain itu, dengan dakwah bil qalam, pesan dakwah dapat
dibaca berulang kali, dapat berhenti, atau melanjutkan ketika ingin mendapatkan pemahaman
lebih dan mendetail serta tidak terikat oleh suatu waktu dalam mencapai khalayaknya. Sehingga
dapat memperdalam pemahaman mad’ū. Dalam komunikasi dakwah melalui Dakwah Bil Qalam,
komunikator mengajak komunikan untuk tiga hal, yakni at-taqrīb (memberi motivasi), at-tahdīd
(imbauan peringatan), al-iqnā bi al-fikrah (memersuasi dengan pemikiran dan prinsip agama).
Sehingga pada akhirnya tercapai perubahan yang lebih baik pada diri mad’ū atau komunikan

Terdapat lima peranan yang dapat dimainkan oleh dai penulis. Antara lain: sebagai
muaddib, musaddid, mujadid, muwahid, dan mujahid. Peranan ini sama halnya dengan tujuan
yang hendak dicapai dalam melakukan dakwah bil qalam, adapun penjelasannya sebagai
berikut:
6. Muaddib (sebagai pendidik), yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang Islami. Melalui
dakwah bil qalam, dai mendidik umat Islam agar melaksanakan perintah Allah Swt. dan
menjauhi larangan-Nya. Selain itu juga mencegah umat Islam dari perilaku menyimpang
dari syariat Islam, juga melindungi umat dari pengaruh buruk media massa anti Islam.
7. Musaddid (sebagai pelurus informasi). Terdapat tiga hal yang harus diluruskan dai melalui
dakwah bil qalam. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi
tentang karya-karya atau prestasi umat Islam. Ketiga, penulis muslim dituntut mampu
menggali tentang kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia, sehingga informasi
tentang Islam dan umatnya tidak manipulatif dan memojokkan Islam. Di sini penulis
muslim harus berusaha mengikis fobia Islam, yang memperlihatkan wajah Islam yang
tidak humanis menjadi lebih humanis.
8. Mujadid (sebagai pembaharu), yakni penyebar paham pembaharuan akan pemahaman dan
pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam).
9. Muwahid (sebagai pemersatu), yaitu menjadi penjembatan yang mempersatukan umat
Islam.
Mujahid (sebagai pejuang), yaitu pejuang dan pembela Islam. Penulis berusaha membentuk
pendapat umum yang mendorong penegakan syiar Islam, mempromosikan citra Islam yang
positif dan raḥmah li al- ’alamin, serta menanamkan rūḥ al-jihād di kalangan umat.

Dakwah bil qalam memiliki fungsi yang berbeda dengan dakwah bil lisan maupun bila
hal. Hartono A. Jaiz menjelaskan fungsi dakwah bil qalam dalam tiga hal, diantaranya:

1. Melayani kebutuhan masyarakat akan informasi Islam. informasi Islam yang dimakud
disini adalah informasi yang bersumber dari al-Quran dan Hadits.

2. Berupaya mewujudkan atau menjelaskan seruan al-Quran secara cermat melalui


berbagai media cetak untuk mengemabalikannya kepada fikrah dan keuniversalannya
serta menyajikan prosuk-produk Islam yang elaras dengan pemikiran.

3. Menghidupkan dialog-dialog bernuansa pemikiran, politik, budaya, sosial, dan lain-


lain (Jaiz, 1996: 174).

Kelebihan dakwah melalui tulisan yang disebarkan baik melalui media cetak ataupun
konvergensi, yaitu: memberikan kesempatan untuk memilih pesan dakwah sesuai dengan
kemampuan dan kepentingannya. dapat membuka jaringan sosial yang lebih luas. Sedangkan
kekurangannya ialah :

Pertama, tulisan yang disebarkan melalui buku menjadi media massa yang mempunyai
sifat paling tidak massal dibandingkan dengan media massa lain dalam menjangkau khalayak.
Hal ini dikarenakan hubungan buku dan pembaca bersifat lebih pribadi, orang menentukan untuk
membeli dan membaca sebuah buku dikarenakan kebutuhannya. Berbeda dengan televisi, yang
bisa sekali memproduksi program bisa didistribusikan kepada jutaan khalayak secara serempak.

Kedua, tulisan tidak dapat secara menyeluruh menjangkau lapisan masyarakat, terutama
masyarakat dengan budaya membaca yang lemah. Masyarakat yang lebih menyukai kegiatan
menghabiskan waktu dengan menonton televisi biasanya tidak menyukai kegiatan membaca.

Ketiga, tidak semua pemikiran yang dituangkan oleh penulis mendapat respons yang
sama oleh para pembaca, sebaliknya tulisan akan menimbulkan kontroversi.

D. Daftar Pustaka

Al-Hasjmy, “Dustur Dakwah dalam Al-Qur’an”, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.

Amin, Samsul Munir. “Ilmu Dakwah”, Jakarta: Amzah, 2009.


Aripudin, Acep. “Pengembangan Metode Dakwah”, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Aziz, Moh. Ali. “Ilmu Dakwah”, Jakarta: Kencana, 2004.

Fitria,Rini. ”Prospek dan Tantangan Dakwah Bil Qalam sebagai Metode Komunikasi Dakwah”.
JURNAL ILMIAH SYIAR Vol. 19, No. 02, Desember 2019

Ilaihi, Wahyu. “Komunikasi Dakwah”, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.

Kasman, Suf, “Jurnalisme Universal: Menelusuri Prinsip-Prisip Dakwah Bil Qalam dalam Alquran”,
Jakarta: Teraju. 2004.

Ma’arif, Bambang S. “Komunikasi Dakwah: Paradigma untuk Aksi”, Bandung: Simbiosa Rekatama
Media. 2010

Ma’arif, Bambang S. “Komunikasi Dakwah: Paradigma untuk Aksi”, Bandung: Simbiosa Rekatama
Media. 2010.

Munir dan Wahyu Ilaihi, “Manajemen Dakwah”, Jakarta: Kencana, 2006.

Romli, Asep Syamsul M. “Jurnalistik Dakwah: Visi dan Misi Dakwah Bil Qalam”, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003.

Saputra, Wahidin. “Pengantar Ilmu Dakwah”, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Wachid, Abdul. “Wacana Dakwah Kontemporer”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Anda mungkin juga menyukai