Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tren perjalanan wisata kini telah banyak berubah, dari sekadar mencari
udara segar, menikmati indahnya alam baik pegunungan maupun pantai menjadi
mencari ketenangan diri (spiritualitas). Banyaknya tempat wisata religi di tanah
air menjadi peluang yang harus dimanfaatkan dengan baik untuk menggenjot
kunjungan wisatawan. Wisata religi sangat identik dengan wisata berbasis
keyakinan di Indonesia. Wisata religi merupakan bagian dari wisata budaya.
Saat ini sedang terjadi pergeseran tren kepariwisataan dari ”sun, sand and
sea” menjadi ”serenity, sustainability, and spirituality”. Bahkan United Nations
World Tourism Organization (UNWTO) memperkirakansekitar 330 juta
wisatawan atau 30% dari keseluruhan wisatawan global akan berbondong-
bondong ke situs-situs religius di seluruh dunia. Kunjungan itu baik yang berdasar
pada motif spiritual ataupun kognitif.
Seperti wisata pada umumnya, pergerakan wisata religi juga mempunyai
multiplier effect. Di Indonesia salah satu ikon wisata religi adalah Candi
Borobudur dan makam Walisongo. Kementerian Pariwisata mempunyai strategi
untuk mengembangkan pariwisata religi di antaranya pengelolaan destinasi,
pengemasan produk wisata, serta promosi dan pemasaran pada segmen wisata
minat khusus tersebut. Strategi tersebut diharapkan tidak hanya menarik minat
jumlah kunjungan wisatawan lokal berkunjung ke sejumlah destinasi wisata religi,
tapi juga bisa menarik wisatawan mancanegara.
Potensi menarik kunjungan wisatawan asing ke Indonesia melalui konsep
wisata religi sangat terbuka. Keanekaragaman agama dan keyakinan yang dimiliki
Indonesia menjadi modal untuk ”menjual” wisata religi ke mancanegara. Masing-
masing agama memiliki ikon tempat ziarah atau prosesi peribadatan yang
memiliki keunikan dan mungkin tidak ada di negara lain. Agama Hindu dengan
Candi Prambanan, Budha dengan Candi Borobudur, Kristen dengan acara Jumat
Agung di NTT, atau Patung Dewi Kwan Im di Batam yang diperuntukkan bagi
umat Konghucu. Sedangkan bagi umat Islam, Indonesia telah mengembangkan

1
wisata halal. Bahkan pada akhir tahun lalu, Pulau Lombok telah meraih
penghargaan sebagai destinasi wisata halal dunia. Jika destinasi wisata religi dan
berbagai acara keagamaan bisa dikemas sedemikian rupa sehingga menarik serta
menarik minat wisatawan lokal maupun asing berkunjung. Namun potensi dan
strategi yang dimiliki Indonesia harus didukung seluruh stakeholders (pemangku
kepentingan) pariwisata.
Pada saat ini, pengembangan wisata religi di sejumlah daerah di tanah air
sudah mulai dijalankan dan akan terus berkembang. Sebagai contoh,
pengembangan wisata religi telah dilaksanakan di Bali, salah satu daerah
Indonesia yang banyak didatangi wisatawan untuk berbagai keperluan. Untuk itu,
stakeholders pariwisata sebaiknya memenuhi segala keperluan dan fasilitas terkait
pengembangan wisata religi.
Terjadinya peningkatan tren wisata religi saat ini karena setiap orang ingin
memenuhi kebutuhan rohaniah mereka. Pasalnya dalam setiap tubuh manusia ada
roh dan jiwa, dan roh ini yang harus diisi salah satunya dengan mendatangi
tempat-tempat yang menurut mereka suci. Apalagi ketika kehidupan telah mapan,
maka akan semakin mengarah ke sana (spiritualitas).
Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita)
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Udhi Sudiyono mengatakan, sejak dua tahun
terakhir para biro perjalanan (travel agent) serius menggarap segmen wisata religi
ini. Wisata religi memiliki potensi yang cukup bagus untuk digarap, meskipun di
satu sisi ada beberapa kekurangan yang masih menjadi kebiasaan mereka.
”Biasanya untuk tamu-tamu yang ingin wisata religi tidak banyak berbelanja,
sehingga untuk manfaat ke masyarakat masih kurang,” paparnya.
Menurutnya, kontribusi wisata religi memang masih kalah jauh jika
dibandingkan dengan wisata budaya ataupun alam. Hanya, segmen wisata religi
bagus untuk digarap jika ingin mendatangkan wisatawan baru dan juga wisatawan
yang reguler selalu datang dalam momen-momen tertentu. Mereka akan loyal
untuk terus datang untuk melakukan perayaan hari besar agama mereka.
Ketua Asita Jawa Tengah Joko Suratno mengakui wisata religi masih
didominasi pasar domestik. Keanekaragaman yang ada dinilai belum mampu
menyedot wisatawan dari Asia Tenggara, seperti Brunei Darussalam, Malaysia,

2
dan Singapura. Pasar ini belum tersentuh. Beberapa agen tur sudah memiliki
pilgrimage tour (paket wisata ziarah).
Selain itu, atraksi ditempat wisata religi sehingga wisatawan bisa
menikmati pertunjukan lain. Kehadiran atraksi akan membuat wisatawan betah
saat berkunjung. Amenities atau fasilitas juga perlu diperhatikan menyangkut
ketersediaan akomodasi di sekitar lokasi. Misalkan di Demak, hotel berbintang
yang memenuhi standar segmen menengah ke atas agak susah. Langkah terakhir
adalah promosi oleh semua pelaku pariwisata. Elemen-elemen tersebut akan
mampu memberi kontribusi untuk mencapai target wisatawan mancanegara.
Kabupaten Bogor memiliki potensi untuk dijadikan objek wisata religi.
Tidak banyak daerah yang memiliki keunggulan seperti ini. Oleh karena itu,
sangat bergantung pada keseriusan Pemerintah Daerah Kabupaten sendiri apakan
potensi ini akan diaktualkan secara maksimal atau tidak. Kabupaten Bogor
memiliki pariwisata yang beragam. Banyak obyek wisata menarik yang sering
dikunjungi wisatawan, baik wisata alam, agro, sejarah, religius, wisata boga, dan
seni budaya, termasul wisata religi.
Selain obyek wisata alam dan prasasti, pada daerah tujuan wisata Bogor
Barat terdapat pula wisata agama atau religius, salah satunya adalah Pura
Parahyangan Agung Jagatkhartha, dengan arti Alam Dewata yang sangat
sempurna kesuciannya. Pura ini merupakan pura tersebar di Jawa Barat, dan
merupakan stana (tempat tinggal) dari Prabu Siliwangi dan seluruh leluhur di
Jawa Barat. Setiap minggunya banyak dikunjungi oleh peziarah dari Bogor
maupun dari daerah lain
Kompleks Pura yang proses pembangunannya dimulai pada 1995dan
baru diresmikan satu dekade kemudian memang terletak kaki Gunung Salak yang
sangat asri. Keindahan pemandangan serta tenangnya suasana membuat orang
betah berlama-lama di sana. Dan serunya, tidak hanya orang beragama Hindu saja
yang boleh masuk ke dalam pelataran Pura. Namun pemeluk agama lainnya juga
boleh menikmati panorama Pura Parahyangan Agung Jagatkarttya.
Tapi jangan sembarangan. Selain harus menjaga kebersihan, ketertiban
serta sopan santun lantaran berada dalam lokasi suci, pengunjung juga diwajibkan
untuk menggunakan salempot alias selendang berwarna kuning. Makna dari kain

3
ini adalah selain untuk menghormati kesucian pura, juga dianggap sebagai
pengikat niat-niat buruk.
Pemilihan Kampung Warung Loak, Desa Taman Sari, Bogor sebagai
tempat berdirinya Pura Parahyangan Agung Jagatkarttya adalah sebagai
penghormatan terhadap Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi yang sangat berpengaruh
terhadap penyebaran agama Hindu di Tanah Sunda. Selain itu, lokasi ini juga
dianggap sebagai petilasan Prabu Siliwangi sebelum akhirnya Ngahyang atau
menghilang alias Moksa dari muka bumi.
Sama seperti kompleks Pura Hindu di Bali, terdapat beberapa bagian
utama dari Pura Parahyangan Agung Jagatkarttya ini. Mulai dari Jaba Pisan alias
Nista Mandala yang berada di bagian terluar Pura, Jaba Tengah atau Madya
Mandala yang merupakan tempat umat beraktivitas beserta beberapa fasilitas
pendukungnya dan Jero alias Utamaning Mandala yang menjadi zona paling suci
dari Pura. Di bagian ini terdapat Bale Pesamuan Agung, Padmasana, Bale Pepelik,
Pengeluran Agung, Taksu Agung, Patirtaan dan Candi.
Melihat potensi Pura Parahyangan Agung Jagatkarttya, maka tidak
tertutup kemungkinan bahwa lokasi ini dapat dikembangkan untuk dijadikan salah
satu destinasi wisata religi di kabupaten Bogor, khususnya bagi umat Hindu.

B. Pembatasan dan Perumusan masalah penulisan


1. Pembatasan Masalah Penulisan
Berdasarkan uraian pada latar belakang penulisan masalah di atas,
agar penelitian ini lebih fokus pada masalah yang diteliti serta tidak terlalu
melebar dalam pembahasannya, maka berdasarkan pertimbangan kemampuan
peneliti dalam hal keterbatasan waktu, tenaga, biaya dan kemampuan lainnya
maka masalah penelitian ini dibatasi pada : ‘Analisis pengembangan wisata
religi agama hindu di Pura Parahyangan Agung Jagatkarta, Bogor, Jawa
Barat’.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penilitian ini adalah sebagai berikut,
1. Apakah Pura Parahyangan Agung Jagatkarta memiliki potensi untuk
dijadikan destinasi wisata religi di kabupaten bogor?

4
2. Apa saja faktor-faktor yang mendukung pengembangan potensi Pura
Parahyangan Agung Jagatkarta untuk dijadikan sebagai destinasi wisata
religi?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
mendukung pada pengembangan potensi Pura Parahyangan Agung Jagatkarta
untuk dijadikan destinasi wisata religi di kabupaten bogor.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wisata Religi
Wisata religi dapat diartikan sebagai kegiatan wisata yang memiliki makna
khusus bagi umat beragama, bisa berupa tempat ibadah yang memiliki kelebihan
dari sisi sejarah, arsitektur bangunan, dan mitos(legenda) mengenai tempat
tersebut. Di samping menambah wawasan, wisata religi juga dapat mempertebal
keimanan kepada Sang Pencipta. (http://www.Wikipedia.org).
Istilah Religi secara harfiah berarti kepercayaan akan adanya kekuatan
akodrati di atas manusia (Gayatri, 1994). Sedangkan menurut Histono (1998),
religi adalah konsep pemikiran tentang suatu fenomena abstrak diluar jangkauan
pemikiran manusia, dan fenomena tersebut sangat berperan besar dalam
mempengaruhi kehidupan manusia tersebut. Banyak orang menyamakan religi
sebagai agama, pendapat tersebut tidak dapat disalahkan walaupun pada dasarnya
pembicaraan tentang religi jauh lebih luas jangkauannya dalam lingkup agama,
karena religi sendiri pada dasarnya merupakan suatu fenomena pada segala aspek
yang ada di luar kekuatan manusia berupa kepercayaan akan kehidupan lain dan
mahluk - mahluk gaib (Gayatri, 1994).
Sidi Gazalba dalam (Toyib & Sugiyanto, 2002 : 4), religi adalah
kepercayaan pada dan hubungan manusia dengan Yang Kudus, dihayati sebagai
hakikat yang gaib, hubungan yang menyatakan diri dalam bentuk serta system
kultus dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu.
Wisata Religi adalah salah satu jenis produk wisata yang berkaitan erat
dengan religi atau keagamaan yang dianut oleh manusia. Wisata religi dimaknai
sebagai kegiatan wisata ke tempat yang memiliki makna khusus bagi umat
beragama, biasanya berupa tempat ibadah, makam ulama atau situs-situs kuno
yang memiliki kelebihan. Kelebihan ini misalnya dilihat dari sisi sejarah, adanya
mitos dan legenda mengenai tempat tersebut, ataupun keunikan dan keunggulan
arsitektur bangunannya (http://nuruzzaman2.multiply.com, 08 September 2016).
Wisata religi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang
percaya dengan adanya roh-roh nenek moyang atau pendahulu-pendahulunya.

6
Dalam membahas mengenai religi perlu membicarakan keterkaitan antara
keberagaman tradisi, kemajemukan dan perbedaan budaya. Tradisi tertentu
(mistik). Islam, lokal (yang mengalami hibridasi akan masuk ke dalam wacana
ritual dan religi). Jika di dalamnya terdapat sinkretisme, maka yang terjadi adalah
sebuah proses dinamik dan berulang, suatu faktor konstan dalam reproduksi
kebudayaan dan bukan hasil yang statis. Sinkretisme merupakan konsep yang
mengarah pada “isu akomodasi, kontes, indigonisasi dan wadah bagi proses
budaya dan dinamika”. Tegasnya religi adalah wajah kultural suatu bangsa yang
unik. Religi adalah dasar keyakinan, sehingga aspek kulturalnya sering
mengapung di atasnya. Hal ini merepresentasikan bahwa religi adalah fenomena
budaya universal. Religi adalah budaya yang bersifat khas, budaya dan religi
memang sering berbeda dalam praktek dan penerapan keyakinan. Namun
demikian keduanya sering banyak tiitk temu yang menarik untuk diperbincangkan
Happy Marpaung (2002 : 95), menyebutkan bahwa wisata keagamaan,
etnis dan nostalgia adalah jenis wisata yang erat kaitannya dengan wisatawan atau
pengunjung yang memiliki latar belakang budaya, agama, etnis dan sejarah yang
sama atau hal-hal yang pernah berhubungan dengan masa lalunya. Nyoman S.
Pendit (2002 : 42), menjelaskan bahwa wisata ziarah adalah jenis wisata yang
sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat istiadat dan kepercayaan
umat atau kelompok dalam masyarakat. Wisata ziarah banyak dilakukan oleh
perorangan atau rombongan ke tempat-tempat suci, ke makam-makam orang
besar atau pemimpin yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dianggap
keramat, tempat pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib penuh
legenda.
Seseorang yang percaya bahwa di sekelilingnya ada kekuatan yang
disebut dengan spirit, makhliuk ini akan menempati sekeliling manusia, menjadi
penjaga bangunan, pohon, benda dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan
tempat-tempat tertentu menjadi keramat (sacer), itulah sebabnya manusia sering
melakukan ritual atau tradisi untuk menegosiasi agar kekuatan halus tadi tidak
mengganggu hidupnya. Menurut Nyoman S. Pendit (2002 : 42), Wisata ziarah ini
banyak dihubungkan dengan niat atau hasrat sang wisatawan untuk memperoleh
restu, kekuatan batin, keteguhan iman dan tidak jarang pual untuk tujuan

7
memperoleh berkah dan kekayaan melimpah. Dalam hubungan ini, orang
Katholik misalnya melakukan wisata ziarah ke istana Vatikan di Roma, orang
Islam ke Tanah Suci Mekkah, agama Budha di India, Nepal, Tibet dan sebagainya.
Di Indonesia tradisi ziarah ke makam keramat oleh umat Islam merupakan
kelanjutan dari tradisi nenek moyang yang memiliki kebiasaan mengunjungi candi
atau tempat suci lainnya dengan maksud melakukan pemujaan roh nenek moyang.
Dengan masuknya agama Islam, maka kegiatan ziarah hanya meneruskan
kebiasaan yang lama (Morissan, 2002 : 26).
Di Indonesia banyak tempat-tempat suci atau keramat yang dikunjungi
oleh umat-umat beragama tertentu, misalnya seperti candi Borobudur, Prambanan,
Pura Besakih di Bali, Sendang Sono di Jawa Tengah, Makam Wali Songo,
Gunung Kawi, Makam Bung Karno di Blitar dan sebagainya (Nyoman S. Pendit,
2002 : 42). Indonesia mempunyai potensi wisata religi yang sangat besar. Hal ini
dikarenakan sejak dahulu Indonesia dikenal sebagai negara yang religius. Banyak
bangunan atau tempat bersejarah yang memiliki arti khusus bagi umat beragama.
Selain itu, besarnya jumlah penduduk umat beragama di Indonesia merupakan
sebuah potensi bagi perkembangan wiasata religi di Indonesia
(http://nuruzzaman2.multiply.com, 08 September 2016).
Di Indonesia istilah ziarah sudah tidak asing lagi bahkan seringkali
dilakukan oleh kalangan tertentu pada waktu-wkatu tertentu pula. Istilah ziarah
sering kali diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau
beberapa orang dengan mengunjungi tempat-tempat suci atau tempat-tempat
peribadatan dengan tujuan menjalankan tradisi-tradisi leluhur yang masih
dijunjung tinggi oleh masyarakat. Ziarah adalah kunjungan ke tempat yang
dianggap keramat atau mulia (Dyah Ivana Sari, 2010 : 19).
Di Indonesia tempat-tempat yang dikategorikan ke dalam objek wisata
ziarah (objek wisata pilgrim) diantaranya dalah makam, masjid, gereja, wihara,
klenteng dan lainnya. Masyarakat Jawa mempunyai tradisi berziarah ke makam
para leluhur, yaitu kebiasaan mengunjungi makam, misal makam Raden Umar
Said, leluhur, makam para Wali, pujangga keraton ataupun makam yang
dikeramatkan untuk nyekar atau mengirim bunga dan mendoakan orang yang
telah dikubur kepada Tuhan. Hal ini merupakan keharusan yang merupakan tradisi

8
religi dari para pendahulu yang tidak pernah tergoyahkan oleh berbagai paham
baru yang berbeda sama sekali (Dyah Ivana Sari, 2010 : 20)

B. Pura Parahyangan Agung Jagatkarta


Dibangunnya sebuah pura di kaki Gunung Salak berawal dari cita-cita
sekelompok umat Hindu yang mendambakan sebuah pelinggih di tempat yang
hening dan sejuk. Bagi umat Hindu, Pelinggih merupakan tempat beribadah dan
meditasi yang jauh dari keramaian untuk berkonsentrasi memusatkan pikiran
kepada Tuhan. Cita-cita tersebut makin menjadi nyata ketika berbagai pihak turut
mendukung pendirian pelinggih, yang kemudian berkembang menjadi keinginan
untuk membangun sebuah pura besar.
Pembangunan pura di kaki Gunung Salak diawali pada tahun 1995.
Pembangunan tersebut ditandai dengan dibuatnya sebuah candi tepat di lokasi
petilasan Prabu Siliwangi, Raja Sunda dari zaman keemasan Kerajaan Hindu
Pajajaran. Selama proses pembangunan, pura ini dinamakan dengan Penataran
Agung Gunung Salak.
Proses pembangunan pura memakan waktu hingga 10 tahun. Hingga pada
2005, pura ini diresmikan berdiri dengan nama Pura Parahyangan Agung
Jagatkartta. Nama tersebut mengandung makna filofosi yang dalam tentang
penciptaan alam semesta. Nama Jagatkartta diambil dari gelar Sang Hyang ketika
Ida Sang Hyang Widhi Wasa menciptakan alam semesta, serta menurunkan ajaran
Sang Hyang Catur Veda.
Meski secara filosofi pemberian nama pura tersebut dikaitkan dengan
penciptaan alam semesta, secara etimologi nama Parahyangan Agung Jagatkartta
juga mengandung makna yang dalam. Parahyangan mengandung makna tempat
para Hyang Widhi, sedangkan agung mempunyai arti besar atau mulia. Sementara,
Jagat berarti bumi dan Kartta berarti lahir. Dilengkapi dengan nama Taman Sari
yang diambil dari nama lokasi pura tersebut didirikan, yaitu di Kecamatan
Tamansari, Bogor, tepatnya di kawasan hening dan sejuk di kaki Gunung Salak.
Sehingga secara harfiah nama Pura Parahyangan Agung Jagatkartta Tamansari
mengandung arti sebagai pura yang berlokasi di tempat yang indah untuk
memuliakan Tuhan yang Maha Agung.

9
Diresmikannya pura yang difungsikan sebagai tempat ibadah umat Hindu
ditandai dengan upacara Ngenteg Linggih. Rangkaian upacara tersebut
dilaksanakan pada purnama Karo, Sukra Po Kuliantir, pada 19 Agustus 2005.
Kemudian dilanjutkan dengan puncak upacara Ngenteg Linggih yang diadakan
pada 19 September 2005. Selama 10 tahun proses pembangunannya, panitia
pembangunan berhasil membangun seluruh pelinggih.
Memasuki kawasan pura, pengunjung akan diberi sebuah kain untuk
kemudian diikatkan pada pinggang. Setelah melepas alas kaki, pengunjung
dipersilahkan masuk pura melewati jalan samping. Masuk ke kawasan pura,
pengunjung akan merasakan kesejukan hawa pegunungan, selain juga dapat
menikmati keindahan bangunan pura yang berlatar belakang Gunung Salak.
Namun tidak semua pengunjung pura boleh memasuki bangunan utama pura yang
hanya diperuntukan bagi umat Hindu untuk beribadah.
Secara umum, Pura Parahyangan Agung Jagatkartta terdiri dari berbagai
bangunan, antara lain pelinggih di Utamaning Utama dan Utama Mandala berupa
padmasana. Selain itu dibangun candi, angerurah agung, dan dua buah bale
pepelik, bale pesamuan agung, penganyengan dalem Peed, bale paselang,
pawedan, reringgitan, panjang, dan panggungan.

Setelah 8 tahun difungsikan, kini Pura Parahyangan Agung Jagatkartta yang


berlokasi di kaki Gunung Salak tidak hanya menjadi tempat beribadah umat
Hindu, melainkan juga menjadi tempat wisata religi bagi mereka yang
mendambakan suasana hening dan sejuk. Bahkan, para wisatawan yang datang
juga berasal dari agama non-Hindu yang sengaja datang ingin menikmati udara
sejuk sambil melihat indahnya bangunan pura

D. Analisis Potensi Pengembangan Wisata Religi Pura Parahyangan di


Kabupaten Bogor

10
Masyarakat Bogor memiliki beranekaragam agama atau kepercayaan
seperti Kristen, Hindu, Budha, Islam, Khong Hu Cu. Oleh karena itu tempat
ibadahnya pun berada dimana-dimana dengan berbagai jumlah. Menurut hasil
data anilisis peneliti, tempat ibadah yang ada di Bogor terbagi menjadi
beberapa kategori yang diantaranya Gereja, Pura, Klenteng, Vihara dan
Masjid yang masing-masing terdiri atas beberapa jumlah seperti Gereja (6),
Pura (2), Klenteng (2), Masjid (7). Potensi pengembangan wisata religi di
Bogor sangatlah minim terutama destinasi wisata agama Hindu yang berada
di Bogor. Jumlahnya hanya ada tiga pura yang berada di Bogor. Salah satu
destinasi wisata religi agama Hindu yang peneliti analisis adalah Pura
Parahyangan yang terletak di Ciapus, Bogor, Jawa Barat. Pura ini
dikategorikan sebagai pura kedua terbesar setelah Pura yang berada di Bali.
Salah satu objek penelitian adalah Pura yang terdapat didaerah
Ciapus, Bogor, Jawa Barat. Seperti yang kita ketahui,di jaman dulu sedikit
sekali umat hindu sunda di Jawa Barat yang meninggalkan warisan dalam
bentuk bangunan seperti candi atau pura. Terlebih lagi kita selelu mengenal
bahwa hindu selalu identik dengan Bali. Oleh karena itu kami mengambil
salah satu objek wisata religi didaerah Ciapus, Bogor, Jawa Barat. Objek
wisata religi ini dikenal dengan Pura Parahyangan Agung Jagatkarta, Pura
terbesar dijawa dan kedua di Indonesia setelah pura yang ada di Bali.
Berangkat dari masalah itu pemeluk Hindu sunda bergotong royong
membangun pura tersebut. Selain itu, pembangunan pura yang tingginya
hampir 5 meter ini juga sebagai bentuk penghormatan kepada prabu
siliwangi, raja pajajaran terakhir yang memeluk agama hindu. Konon
kabarnya area parahyangan ini juga adalah tempat petilasan dan
menghilangnya prabu siliwangi dan pengikutnya.

1. Aspek Sarana dan Prasarana


a. Transportasi Umum
Secara umum sarana transportasi untuk menuju lokasi pura sudah
tersedia. Untuk menuju Pura Parahyangan Agung Jagathartta, bisa
naik angkot 13 jurusan Bantar Kemang-Ramayana atau 06 jurusan

11
Ciheuleut-Ramayana dari terminal Baranang Siang. Kemudian turun
di Bogor Trade Mall dan disambung dengan angkot 03 jurusan
Ciapus-Ramayana arah Warung Loa. Dari Stasiun Bogor, naik angkot
02 jurusan Terminal Bubulak/Laladon-Sukasari, turun di Bogor Trade
Mall dan disambung dengan angkot 03 jurusan Ciapus-Ramayana arah
Warung Loa.
b. Akses jalan menuju lokasi Pura
Akses jalan utama untuk menuju lokasi sebenarnya sudah tersedia
namun sayangnya luas jalan masih kurang lebar sehingga jika ada
mobil berukuran besar berpapasan harus lebih hati-hati.
c. Cafe dan Rumah Makan
Bagi para pengunjung tidak perlu khawatir jika ingin berkunjung ke
Pura Parahyangan karena daerah ini tersedia cafe dan rumah makan
yang terletak disebelah kiri Pura tersebut. Buka hanya cafe, di daerah
tersebut juga terdapat destinasi wisata lain seperti Curug Luhur
dengan fasilitas kolam renangnya.
d. Fasilitas Kesehatan
Selain itu, terdapat sarana kesehatan berupa puskesmas yang terletak
di Jalan Raya Suka Makmur dan rumah sakit bersalin medika di Jalan
Raya Ciapus Bogor.
2. Aspek Akomodasi
Menurut hasil observasi yang dilakukan peneliti, tentang sarana
akomodasi yang ada di sekitar Pura Parahyangan Ciapus, Bogor, Jawa
Barat ini antara lain:
a. The Highland Park Hotel and Resort.
Highland Park Resort Hotel adalah resort bintang lima mewah yang
terletak tidak jauh dari Pura Parahyangan. Resort ini dikelilingi oleh 9
hektar taman-taman indah yang subur, pohon eksotis dan jalan pribadi.
Kamar-kamar hotel yang dalam bentuk Camp Mongolia yang unik,
sempurna untuk peserta rapat, keluarga, wisatawan bisnis, pelancong,
atau pengantin baru yang mencari tempat untuk bersantai yang
berbeda.
Fasilitas AC, Kamar mandi dan seterusnya sama dengan hotel.
Ukurannya tenda berdiameter 5 meter dengan jumlah saat ini ada 28
Camp Standard, 4 Camp Deluxe, 16 Camp Superior dan 4 Camp
Barack Superior. Semua ukuran kemahnya gak kelihatan bedanya

12
walaupun ukuran deluxe dan superior sama, standard agak lebih kecil
dan yang mencolok adalah tipe barak memang besar karena
menampung banyak orang.
Selain Mongolian Camp yang merupakan tenda-tenda besar ala kaum
nomaden Mongol di jaman dahulu kala yang terkenal itu, di Highland
Park resort ini juga dilengkapi berbagai fasilitas. Misalnya tempat
futsal, mini golf range, tempat outbond, flying fox, restoran, ballroom
besar, ruang karaoke, billiard, pingpong, dart dan juga kolam renang.
Oya kolam renang ini dibuat dengan konsep mini water-boom dengan
perosotan yang memiliki dua tipe ketinggian. Patut dicoba! Anda juga
bisa berjalan lebih ke atas untuk mendekati gunung Salak dan juga
kandang Kuda yang tentu menawarkan sensasi ranch yang unik.
b. Villa dan Penginapan
Terdapat banyak villa dan penginapan yang dikelola oleh masyarakat
yang dapat disewa untuk kepentingan akomodasi. Biaya sewa cukup
terjangkau, yakni berkisar antara Rp. 300.000 – Rp. 500.00 / malam
3. Aspek Aktivitas
Hasil observasi yang dilakukan peneliti mengenai aktivitas yang
dilakukan oleh para pengunjung yang sengaja datang ke objek wisata religi
Pura Parahyangan ini pada umumnya adalah untuk menjalankan ritual
ibadah umat Hindu serta memanjatkkan doa. Selain digunakan untuk
menjalankan ibadah umat Hindu, di dalam Pura Parahyangan ini terdapat
tempat petilasan menghilangnya Prabu Siliwangi dan pengikutnya, yang
sampai saat ini petilasan itu dijadikan tempat ziarah oleh umat lain selain
Hindu.
4. Aspek Atraksi
Atraksi yang berada di Pura Parahyangan ini adalah ibadah
sekaligus berwisata, karena selain didalamnya terdapat tempat beribadah
umat Hindu, para pengunjung juga bisa menikmati pemandangan alam
untuk mengabadikan gambar berupa foto serta menikmati alam yang sejuk
dan hening.
Meski merupakan tempat ibadah Umat Hindu, pura Parahyangan
juga sangat terbuka untuk pemeluk agama lain. Apalagi, untuk masuk ke
sana tidak akan dipungut biaya. Hanya saja, sikap yang baik dan
menghormati tempat ibadah agama lain mutlak harus punya. Berwisata

13
sembari menikmati berbagai pesona yang ditawarkan oleh bangunan-
bangunan dengan desain serta bentuk unik khas umat beragama Hindu
tersebut, merupakan salah satu kegiatan wisata yang cukup menarik.
Banyak upacara yang biasa dilakukan di pura ini, salah satunya
adalah Upacara Siwa Ratri. Siwa Ratri adalah hari suci untuk
melaksanakan pemujaan ke hadapan Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang
Maha Esa dalam perwujudannya sebagai Sang Hyang Siwa.
5. Aspek Aksebilitas
Banyak jalan yang bisa kita tempuh untuk menuju Pura Parahyangan, baik
menggunakan kendaraan pribadi ataupun tranportasi umum. Akses yang
bisa kita lewati dengan menggunakan transportasi umum dengan jarak
tempuh dari stasiun Bogor menggunakan angkutan umum 02 (hijau) turun
di Ramayana atau BTM, dan dilanjutkan menaiki angkutan umum 03
(biru) Ciapus, perjalanan ditempuh sekitar 30-45 menit. Setelah sampai
dilokasi kita tidak bisa langsung melihat Pura dikarenakan kita harus
menggunakan jasa transportasi lain seperti ojek, angkot (carter).
6. Aspek Sosial Budaya
Pemanfaatan Pura Parahyangan yang merupakan tempat suci untuk
kepentingan pariwisata telah terjadi di Desa Tamansari, Kabupaten Bogor.
ealitas sosial masyarakat terkait dengan keberadaan pura. Berdasarkan
hasil observasi menunjukkan bahwa pemanfaatan Pura Parahyangan
sebagai daya tarik wisata berdampak terhadap kehidupan sosial ekonomi
dan sosial budaya masyarakat Desa Tamansari. Dampak terhadap
kehidupan sosial ekonomi cenderung positif, karena dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan membuka lapangan kerja baru. Sedangkan
dampak terhadap kehidupan sosial budaya cenderung negatif karena telah
terjadi komersialisasi tempat suci dan pencemaran kesucian pura.

14
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Potensi destinasi wisata religi yang ada di Bogor masih sangat bisa
dikembangkan dan dapat dilihat dari beranekaragaman kepercayaan di setiap
masyarakatnya dan dilihat dari berdirinya tempat-tempat ibadah tersebut.
Namun, dalam konteks ini peneliti membatasi penulisan masalah pada wisata
religi di kota Bogor ini. Pembatasan ini dilakukan karena keterbatasan waktu,
tempat, biaya dan tenaga yang peneliti miliki.
Salah satu point pembatasan peneliti adalah lebih menuju ke agama
Hindu yang dibuktikan dengan adanya objek wisata religi pura yang
dinamakan Pura Parahyangan Agung Jagatkarta di daerah Ciapus, Bogor,

15
Jawa Barat. Potensi pengembangan di Pura Parahyangan ini sangat bisa
dikembangkan karena di daerah Bogor hanya terdapat dua tempat ibadah
untuk agama Hindu. Salah satunya adalah Pura Parahyangan Agung
Jagatkarta, pura ini yang sangat bisa dikembangkan menjadi wisata religi.
Dari aspek akomodasinya tempat ini masih bisa di kembangkan
seperti mendirikan villa, wisma dan akomodasi lainnya. Namun dari aspek
sarana dan prasarana masih sangat membutuhkan pengembangan seperti,
restaurant, rumah sakit, serta sarana dan prasarana yang mendukung
pengembangan wisata religi di pura parahyangan.
Dilihat dari pengunjung tempat ibadah ini yang datang dari berbagai
daerah dengan menggunakan berbagai kendaraan seperti, bus, angkutan
umum, atau kendaraan pribadi
Dari akses jalan menuju pura yang memang kurang baik dikarenakan
jalan yang begitu kecil dan berlubang dan menyebabkan kemacetan. Oleh
karena itu peneliti mengharapkan agar pemerintah setempat dapat turut serta
dalam mengembangkan objek wisata religi tersebut.
Peneliti menyimpulkan bahwa potensi wisata religi di kota bogir ini
dapat di kembangkan terutama dalam agama hindu dengan bukti adanya Pura
Parahyangan Agung Jagatkarta di daerah Ciapus, Bogor.
B. Saran
Demikian penulisan tentang penjelasan mengenai potensi
pengembangan wisata religi yang ada dikota Bogor, khususnya wisata religi
agama hindu. Tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan, waktu, dan tenaga. Serta kurangnya rujukan atau
referensi yang kami peroleh hubungannya dengan artikel ini. Peneliti banyak
berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada peneliti demi sempurnanya artikel ini. Penelitipun
mengaharapkan untuk pemerintah setempat agar bisa membantu
mengembangkan wisata religi di kota Bogor ini, khususnya wisata religi
Hindu yang masih sangat minim tempat ibadahnya. Menyadari bahwa
peneliti masih jauh dari kata sempurna, kedepannya peneliti akan lebih fokus
dan detail dalam menjelaskan tentang artikel diatas dengan sumber-sumber

16
yang lebih banyak yang tertuang dan dapat dipertanggung jawabkan. Semoga
artikel ini dapat bermanfaat khusus bagi peneliti dan umunya bermanfaat
untuk para pembaca.

17

Anda mungkin juga menyukai