Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENDIDIKAN SOSIAL DAN BUDAYA ALAM MINANGKABAU

PERUBAHAN SOSIAL DAN FAKTOR PENYEBABNYA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Sosial dan Budaya Alam
Minangkabau yang diampuh oleh Susi Ratnasari, M. Pd

KELOMPOK 12 :

SILVIA HAFSAH (213010303103)

SITI NUR ATHIFAH (2130103097)

SYAVIRA SILSILIA MARETA (2130103106)

ZIKRI (2130103119)

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI BATUSANGKAR

Tahun 2021 M/ 1443 H


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi rahmat
dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah
Pendidikan Sosial dan Budaya Alam Minangkabau yang berjudul “Perubahan Sosial Dan Faktor
Penyebabnya” tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam juga penulis sampaikan kepada
kekasih Allah junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah selalu membimbing kita kejalan
yang baik dan benar semoga kita tetap sebagai pengikut sunnahnya sampai akhir zaman nanti.
Aamiin ya robbal alamin.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Susi Ratnasari, M. Pd yang telah
sabar memberikan materi dan pengajaran, ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Semoga makalah ini memberi dampak positif bagi kita semua dan pembaca khususnya.

Batusangkar, 29 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I .............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1
C. Tujuan............................................................................................................................... 2
BAB II............................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
A. Pengertian dan Faktor Penyebab Perubahan Sosial ......................................................... 3
B. Perubahan-perubahan Sosial yang Terjadi dalam Masyarakat Minangkabau ................. 4
C. Solusi Mengatasi Perubahan Sosial Budaya .................................................................. 14
BAB III ......................................................................................................................................... 17
PENUTUP..................................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan..................................................................................................................... 17
B. Saran ............................................................................................................................... 18
DAFTAR ISI................................................................................................................................. 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan Sosial merupakan perubahan yang terjadi dalam sistem sosial. Lebih tepatnya, ada
perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu yang berlainan. Kondisi kehidupan
sosial mengalami perubahan-perubahan yang didorong oleh faktor-faktor dari dalam maupun
dari luar. Faktor yang berasal dari dalam diantaranya: Pertama, bertambah dan berkurangnya
penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan menyebabkan perubahan jumlah dan persebaran
wilayah pemukiman. Wilayah pemukiman yang semuala terpusat pada satu wilayah (desa) akan
berubah terpencar karena faktor pekerjaan. Begitupun juga dengan berkurangnya penduduk juga
akan menyebabkan perubahan sosial budaya.

Perubahan sosial pada sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau telah banyak dilakukan
oleh para peneliti. Seperti kajian perpindahan masyarakat suku Minangkabau ke daerah lain
(merantau) secara tidak langsung membuat hubungan kekeluargaan yang erat dengan
keluarganya menjadi berkurang, khususnya peranan dan wewenang mamak dalam sistem
kekerabatan matrilineal yang semakin memudar seiring berjalannya waktu.

Upaya mengatasi dampak negatif budaya barat cara mengantisipasi dampak buruk budaya
asing masuk kedalam budaya lokal diindonesia, terkhusus mengantisipasi generasi muda,untuk
mencegah dampak buruk ini diperlukan keikut sertaan dari berbagai kalangan terpenting
dukungan dari kepemerintahan dan dari lingkungan sekitar kita misalnya ustad.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penulis mengidentifikasi masalah
yang ada dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Pengertian dan faktor penyebab perubahan sosial

1
2. Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau:
pengelolaan harta pusaka, kepemimpinan, tata cara perkawinan dan seterusnya.
3. Solusi mengatasi perubahan sosial budaya.

C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, makalah ini
bertujuan untuk:

1. Menjelaskan pengertian dan faktor penyebab perubahan sosial


2. Menjelaskan perubahan-perubahan Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam
masyarakat Minangkabau: pengelolaan harta pusaka, kepemimpinan, tata cara
perkawinan dan seterusnya.
3. Menjelaskan solusi mengatasi perubahan sosial budaya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Faktor Penyebab Perubahan Sosial


Perubahan sosial merupakan fenomena kehidupan yang dialami oleh setiap masyarakat di
manapun dan kapan pun. Setiap masyarakat manusia selama hidupnya pasti mengalami
perubahan-perubahan dalam berbagai aspek kehidupannya, yang terjadi di tengah-tengah
pergaulan (interaksi) antara sesama individu warga masyarakat, demikian pula antara masyarakat
dengan lingkungan hidupnya.

Apabila kita membandingkan kehidupan kita sekarang ini dengan beberapa tahun atau
beberapa puluh tahun yang lalu, pastilah kita merasakan adanya perubahan-perubahan itu. Baik
dalam tata cara pergaulan antara sesama anggota masyarakat sehari-hari, dalam cara berpakaian,
dalam kehidupan keluarga, dalam kegiatan ekonomi atau mata pencaharian, dalam kehidupan
beragama, dan seterusnya. Semua yang kita rasakan itu juga dirasakan oleh orang atau
masyarakat lain. Yang berbeda adalah kecepatan atau laju terjadinya perubahan itu, demikian
pula cakupan aspek kehidupan masyarakat (magnitude) perubahan yang dimaksud.

Kondisi kehidupan sosial mengalami perubahan-perubahan yang didorong oleh faktor-faktor


dari dalam maupun dari luar. Faktor yang berasal dari dalam diantaranya:

Pertama, bertambah dan berkurangnya penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan


menyebabkan perubahan jumlah dan persebaran wilayah pemukiman. Wilayah pemukiman yang
semuala terpusat pada satu wilayah (desa) akan berubah terpencar karena faktor pekerjaan.
Begitupun juga dengan berkurangnya penduduk juga akan menyebabkan perubahan sosial
budaya.

Kedua, adanya penemuan-penemuan baru. Misalnya saja teknologi, yang mana bisa
mengubah cara berinteraksi individu dengan orang lain. Dengan teknologi juga bisa
menggantikan tenaga manusia dalam kegiatan produksi di sektor industri. Karena dengan
menggunakan teknologi bisa lebih efektif dan efesien dalam pengerjaannya.

3
Ketiga, pertentangan atau konflik. Yang mana sebuah konflik akan terjadi ketika ada
perbedaan kepentingan atau terjadi ketimpangan sosial. Hal ini disebabkan karena setiap individu
mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam meraih sumber daya yang ada.

Keempat, terjadinya pemberontakan atau revolusi, hal ini masih berkaitan erat dengan faktor
sebelumnya yaitu konflik sosial, dengan adanya pemberontakan tentunya akan melahirkan
berbagai perubahan, karena pihak pemberontak akan memaksakan tuntutannya, yang
mengakibatkan lumpuhnya kegiatan ekonomi, pergantian kekuasaan dan sebagainya.

Sedangkan faktor-faktor yang berasal dari luar,diantaranya:

Pertama, terjadinya bencana alam atau yang mempengaruhi kondisi lingkungan fisik. Kondisi
ini kadang memaksa masyarakat suatu daerahuntuk mengungsi. Dan ketika masyarakat tersebut
mendiami tempat tinggal yang baru, maka mereka juga harus menyesuaikan diri dengan keadaan
alam dan lingkungan yang baru itu. Selain itu adanya pembangunan sarana fisik juga sangat
memengaruhi perubahan aktifitas masyarakat.

Kedua, peperangan. Hal itu bisa memicu terjadinya perubahan sosial lantaran pihak yang
menang biasanya akan dapat memaksakan ideologinya dan kebudayaannya kepada pihak yang
kalah.

Ketiga, adanya pengaruh dari kebudayaan masyarakat lain. jika pengaruh dari kebudayaan
lain dapat diterima tanpa paksaan maka disebut demonstration effect. Jika saling menolak
disebut cultural animosity. Jika suatu kebudayaan mempunyai taraf yang lebih tinggi dari
kebudayaan lain, maka akan muncul proses imitasi yang semakin lama akan menggeser unsur-
unsur kebudayaan asli.

B. Perubahan-perubahan Sosial yang Terjadi dalam Masyarakat Minangkabau


1) Perubahan Sosial pada Pengelolaan Harta Pusaka

Perubahan sosial pada sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau telah banyak dilakukan
oleh para peneliti. Seperti kajian perpindahan masyarakat suku Minangkabau ke daerah lain
(merantau) secara tidak langsung membuat hubungan kekeluargaan yang erat dengan

4
keluarganya menjadi berkurang, khususnya peranan dan wewenang mamak dalam sistem
kekerabatan matrilineal yang semakin memudar seiring berjalannya waktu. Secara fisik mereka
akan jauh dari sanak saudaranya yang berada di kampong halaman sehingga mereka akan
mengalami kesukaran untuk mengontrol keluarga maupun harta pusakanya, dan pada akhirnya
tanggung jawab terhadap kemenakan dan kerabatnya baik secara moral maupun ekonomipun
menjadi berkurang (Fatimah, 2008). Pergeseran terhadap tempat tinggal juga dialami oleh
masyarakat Minangkabau. Sebelum 1970-an, rumah gadang adalah tempat tinggal komunal yang
dapat menampung puluhan orang, namun saat ini perlahan-lahan mereka tidak lagi tinggal dalam
bentuk kelompok paruik tetapi dalam bentuk keluarga inti (Syahrizal & Meiyenti, 2012).
Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk juga berdampak terhadap kemampuan harta
pusaka dalam memberikan manfaat kepada anggota keluarganya, karena setiap tahunnya anggota
keluarga bertambah sementara jumlah harta pusaka tinggi tidak, sehingga akhirnya rumah
gadang tidak mampu menampung penghuninya dan hasil pertanian tidak lagi mencukupi
kebutuhan hidup suatu keluarga (Syahrizal & Meiyenti, 2012).

Hal ini kemudian berdampak kepada bergesernya budaya matrilineal juga berakibat tanggung
jawab para mamak/paman juga semakin berkurang? kepada para keponakannya karena yang
lebih dominan adalah orang tuanya masingmasing, sehingg budaya individualis semakin kuat,
dan kalau pun mamakpaman berperan terhadap kemenakannya, itu sifatnya sebagai pertolongan
biasa. Modernisasi juga berdampak pada perubahan dalam sistem pembagian warisan, dahulunya
memakai sistem kekerabatan matrilineal namun lambat laun harta-harta pusaka rendah atau harta
gono gini suatu keluarga hanya akan dibagi menurut hukum islam untuk anak-anaknya saja.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan adanya perpindahan masyarakat karena
merantau ini juga akan mengakibatkan transfer pengetahuan budaya kepada generasi mudanya
menjadi terhambat atau bahkan semakin menghilang, sehingga mengakibatkan ketidaktahuan
generasi mudanya akan budaya daerah asalnya.

Perubahan-perubahan ini berdampak terhadap eksistensi kemampuan sistem matrilineal


memberikan perlindungan kepada keturunanya, di mana ketahanan keluarga hanya bergantung
kepada kemampuan keluarga inti saja. Dari berbagai perubahan sosial yang telah terjadi, ada satu
hal yang masih cukup kuat berdiri pada sistem kekerabatan matrilineal saat ini, yaitu mengenai
harta pusaka. Syahrizal & Meiyenti (2012) menyebut bahwa pembagian harta warisan yang

5
menggabungkan antara hukum islam dan adat, sebagai contoh orangtua membeli sebidang tanah
dan membangun sebuah rumah, selanjutnyarumah tersebut diwariskan dan menjadi milik
bersama anak-anak perempuan. Dengan demikian aturan pada harta warisan menjadi harta
pusaka keluarga dapat terus dipelihara. Sesuai ketentuan sistem matrilineal harta pusaka rendah
yang berasal dari warisan orangtua, berupa rumah, sawah dan ladang dapat dipelihara dan
dipertahankan sampai dengan generasi berikutnya maka harta pusaka rendah tersebut dapat
menjadi harta pusaka tinggi bagi generasi termuda, sehingga jumlah harta pusaka tinggi setiap
generasi akan selalu ertambah.

2) Perubahan Sosial pada Perkawinan

Di era globalisasi ini mengakibatkan terjadi pergeseran pemahaman dalam memahami


pembentukan suatu keluarga, dan seharusnya masyarakat Minangkabau tidak terjebak dalam
pemikiran kapitalis secular di atas, yang membebaskan perempuan di ranah publik, tetapi
hakekatnya tidak menghormati hak azazi perempuan untuk selalu harus dilindungi, dihormati,
dimanjakan, dan diberi keleluasaan untuk menyenangkan hati suami dan anak anaknya.

Masyarakat Minangkabau memahami bahwa selama adat dipakai dia tetap akan menjadi
baru, dengan falsafahnya Adat dipakai baru, Guru nan tak mati, Surek nan tidak ilang, Alam
Takambang jadi guru nan Kitab terkembang lebar.32 Meskipun ada yang baru datang sifatnya
adalah memperkuat yang lama, dan adat lama tidak akan berubah. Orang minang seharusnya
tidak takut dengan adanya perubahan, tidak harus risau dengan adatnya akan hilang. Orang
Minang menerima pembaharuan, sakali ayia gadang, sakali tapain barubah, Namun aia kailia juo
sakali gadang baganti Sakali peraturan barubah Namun adat baitu juo (sekali air besar, sekali
tepian berubah, namun air ke hilir juga, sekali besar berganti, sekali peraturan berubah, namun
adat begitu juga). Menurut pandangan hidup orang Minangkabau ada unsur-unsur adat yang
bersifat tetap ada yang tidak bisa berubah. Yang tetap itu biasa dikatakan nan indak lapuak dek
hujan, nan indak lakan di paneh, (yang tidak lapuk karena hujan, yang tidak lekang karena
panas). Dengan demikian tentu saja bagi masyarakat Minangkabau bagaimanapun perubahan
yang dibawa oleh globalisasi namun mereka tidak akan mudah terpengaruh terutama
dalammasalah yang dibahas yaitu tetap pada tujuan perkawinan menciptakan keluarga sakinah.

6
Akan tetapi dalam tatanan global, suasana kebudayaan lebih didominasi oleh sistem patriaki.
Setiap keluarga Minangkabau (ayah, ibu dan anak-anak mereka) kini, hidup dalam Rumah
sendiri masing-masing. Keluarga atau rumah tangga Minangkabau sekarang, sama saja dengan
keluarga di Batak ataupun di Jawa, hidup dalam rumah masing-masing secara mandiri. Pada
masa dahulu, sewaktu anak-anak dan ibu mereka masih hidup dan bertempat tinggal dalam
Rumah Gadang, maka anak-anak mereka dibina oleh Mamak(dari garis keturunan mereka)Ayah
tidak banyak tinggal di rumah gadang itu. Pada masa kini, setiap keluarga Minangkabau (ayah,
ibu dan anak-anak mereka) hidup secara tersendiri di rumah masing-masing. Tidak lagi dalam
Rumah Gadang. Jika dipandang dari segi kepentingan, maka kepentingan perkawinan lebih berat
kepada kerabat pihak perempuan. Oleh karena itu, pihak perempuanlah yang menjadi
pemerkarsa dalam perkawinan dan kehidupan rumah tangga. Mulai dari mencari jodoh,
meminang, menyelenggaraka perkawinan lalu mengurus dan meyediakan segala keperluan untuk
membentuk rumah tangga, sampai dengan memikul segala yang ditumbulkan dari perkawinan
itu. Keluarga sakinah dalam konsep masyarakat minangkabau adalah keluarga yang berkaraktek,
tidak perlu berbicara masalah berapa jumlah anak, meskipun dua anak katanya cukup, namun
jika tidak ada karekterk dalam keluarga tersebut maka akan hanya juga. Maka keluarga sakinah
itu adalah keluarga yang berkarakter. Kemudian dalam tantan adat minangkabau juga dikenal
pada saat menjalani kehidupan rumatangga dalam beprilaku dan bergaul suami istri harus ramah
dan jujur serta jauh dari sifat kasar.

Istri harus bersikap ramah kepada suami dan suami pun harus ramah kepada istri. Dalam
menjalani rumah tangga pertengkaran-pertengkaran kecil bisa saja terjadi antara suami istri,
anak-anak, mertua dll, apabila pertengkaran ini terjadi maka selesaikan secara baik-baik dan
jangan sampai orang lain mengetahui pertengkaran itu, apabila suami istri bertengkar maka
selesaikan dulu secara berdu (kusuik bulu cotok manyalasaikan) dan apabila telah selesai dan
berdamai maka suami istri tidak perlu menaruh dendam begitu juga dengan anggota keluarga
lainnya. Jikok bakato ambiak bawah lamah di lua kuek di dalam Muluik manih kucindan
murahmuko janiah indak pandandam.

Perkawinan di Minangkabau merupakan jenis perkawinan eksogami, yaitu perkawinan


dengan orang di luar suku. Suku disini maksudnya adalah tetap dalam suku Minangkabau namun
tidak sejenis. Hal ini dikarenakan adanya anggapan apabila masih dalam satu suku yang sama,

7
maka kedua individu itu bersaudara. Selain itu, guna dianjurkan hal tersebut adalah untuk
menghindari hal-hal buruk yang mungkin terjadi seperti perebutan harta warisan. Selain itu, di
Minangkabau juga tidak dianjurkan menikah dengan orang di luar suku Minangkabau.

3) Perubahan Sosial pada Kepemimpinan

Sawah kagadangan masa yang silam disediakan untuk penghulu dan hasilnya digunakan
untuk penopang pelaksanaan tugas sehari-hari, dewasa ini telah dibagi rata untuk semua
anggota keluarga samande dalam satu kaum. Sebagian besar penghulu di Minangkabau tidak
mempunyai sawah kagadangan, sehingga untuk membiayai kehidupan pribadi serta anak dan
istrinya, mereka pergi merantau untuk berdagangan, bekerja di instasi pemerintah atau swasta.

Sebagian besar saudara laki-laki anggota keluarga yang berhak dan memenuhi syarat
untuk menyandang gelar penghulu, memimpin suku atau kaum menantikan penghulu yang
telah meninggal dunia, tidak jarang menolak jabatan tersebut. Mereka tidak sanggup
menjalankan tugas sebagai penghulu di samping tugas-tugas sebagai ayah dan suami di
lingkungan keluarga istri. Begitu juga posisi dan jabatan sebagai malin, manti, dubalang
sudah tidak populer ditelinga masyarakat, bahkan sebagian masyarakat tidak mengenal lagi
posisi tersebut. Posisi manti, malin, dubalang telah diganti oleh posisi baru dalam struktur
pemerintahan desa. Pemerintahan Daerah tingkat I Propinsi Sumatera Barat, menyadari
pentingnya untuk menjaga keberadaan adat di lingkungan masyarakat Minangkabau, maka
lahirlah Perturan Darah No.13 Tahun 1983 tentang nagari sebagai kesatuan masyarakat hukum
adat. Setelah lahirnya Peraturan Pemerintah Daerah No.13 Tahun 1983 tersebut, maka landasan
lahirnya Kerapatan Adat Nagari (KAN) memberi peluang bagi penghulu dan mamak untuk
memimpin kemenakan kembali, namun apabila diamati lebih lanjut anggota Kerapatan Adat
Nagari tidak diambil dari penghulu suku bergelar datuk seperti masa silam.

Di samping itu, Kerapatan Adat Nagari (KAN) menurut UU No.5 Tahun 1979 diberi
peranan dalam pengurusan adat dan kebiasaan anak nagari, namun dalam Peraturan
Daerah Sumatera Barat No.13 Tahun 1988 dijadikan lembaga tanpa wewenang urusan
pemerintahan telah dilaksanakan oleh kepala desa. Sehingga terjadi dualisme pemerintahan di
desa yang membigungkan masyarakat, selnjutnya ikut menurunkan wibawa penghulu di
mata kemenakannya. Hal ini sesuai dengan ungkapan adat : Manjua bamurah-murah,batimbang

8
jawab ditanyo.Panghulu jiko pacah, Adaik jo nagari indak baguno (Menjual bermurah-
murah, bertimbang jawab ditanya. Penghulu jika pecah, adat dengan nagari tidak berguna).
Cincin banama ganto sori, sasuai sajo di kalingkiang.Hilang picayo anak nagari, kato jo
karajo indak sasuai. (Cincin bernama ganto suri, sesuai saja di kelingking. Hilang percaya anak
negeri, kata dengan pekerjaan tidak sesuai) (Hasbi,1993:23) Dewasa ini segala permasalahan
yang menyangkut dengan adat istiadat, seperti perkawinan, penyelesaian sengketa harta
pusaka serta sako, penyelesaiannya diserahkan terlebih dahulu kepada Kerapatan Adat
Nagarti (KAN). Setelah Kerapatan Adat Nagari menemukan penyelesaian permasalahan melalui
musyawarah, tidak jarang ditemukan masyarakat yang bermasalah tidak puas dengan
keputusan yang telah diambil, sehingga tidak jarang kasus-kasus yang telah diselesaikan
oleh Keraparatan Adat Nagari bermuara ke pengadilan, karena kepercayaan masyarakat atas
kemampuan penghulu seperti anggota Kerapatan Adat Nagari (KAN) lainnya sudah berkurang.

Berkurangnya kepercayaan masyarakat atas kemampuan penghulu dalam membimbing


kemenakannya, membawa pengaruh kepada mamak tunganai yang selama ini memimpin
rumah gandang. Mamak Tungganai mengkoordinir mamak lainnya serta anggota keluarga
rumah gadang sudah tidak ditemukan di lingkungan masyarakat Minangkabau. Mamak
sebagian besar pergi meninggalkan kampung untuk 10 berdagang atau bekerja di instansi
pemerintah/swasta. Begitu juga mamak yang tinggal di kampung, mereka tinggal di lingkungan
anak dan istinya dan mengunjunggi saudara perempuan dan kemenakan apabila ada suatu
keperluan seperti salah seorang anggota keluarga sakit, meninggal, pesta serta permasalahan
menyangkut dengan harta pusaka. Keluarga saparuik (Satu rumah gadang) telah memecah
diri menjadi keluarga samande yang kepemimpinannya diambil alih oleh sumando. Sumando
dalam keluarga samande mengambil alih fungsi mamak sebatas aktifitas di lingkungan
keluarga samande, sedangkan segala sesuatu yang menyangkut dengan harta pusaka serta
pelaksanaan perkawinan masih dilaksanakan oleh mamak. Apabila sumando telah
meninggal dunia atau saudara perempuan sakit-sakitan tidak jarang untuk pebiayaan
kebutuhan kemenakan diambil alih oleh mamak yang sudah berduit, dengan memberikan
sebagian bantuan untuk baiaya sekolah

9
4) Perubahan sosial adat istiadat

Surau sebagai pusat pendidikan informal di Minangkabau ditinggalkan oleh masyarakat.


Mamak dan kemenekanan berkumpul di surau pada malam hari sudah tidak ditemukan lagi.
Sebagian besar mamak sudah pergi merantau dan tinggal bersama anak dan istrinya.
Surau yang selama ini tempat belajar mengaji dan adat istiadat tidak ditempati lagi,
sehingga semakin lama semakin rubuh dimakan binatang kecil. Sebagian besar surau
telah dibuka dan diganti dengan bangunan baru yang modelnya hampir sama dengan
mesjid, disebut masyarakat dengan musallah. Musallah dibuka saat waktu sembahyang
datang serta ceramah agama diadakan.

Membimbing kemenakan diambil alih oleh sumando dalam keluarga samande.


Keterbatasan kemampuan dan waktu sumando untuk mendidik anak sesuai dengan
kebutuhan zaman, sumando menyerahkan anaknya ke sekolah formal. Apabila anak sudah
menginjak umur empat atau lima tahun dimasukan ke Taman Kanak-kanak (TK). Bagi
keluarga yang berduit di perkotaan anak-anak sebelum umur empat tahun dimasuk ke Play
Group dengan biaya yang mahal. Satu atau dua tahun setelah dimasukan ke Taman Kanak-
kanak, anak dimasukan ke Sekolah Dasar (SD). Apabila ekonomi mereka sudah
memungkinkan, anak tersebut diserahkan lebih lanjut ke SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Di
samping melalui pendidikan umum, anak juga diserahkan untuk belajar mengaji Ke Taman
Bacaan Al Quran (TPA) yang ada di setiap nagari.

Sumando masa silam dalam masyarakat Minangkabau di kenal datang pada malam
hari dan kemenakan laki-laki tidur di surau tidak ditemukan lagi. Kemenakan sejak dari
dalam kandungan sudah bergaul secara dekat dengan sumando yang selama ini tidak
dijumpai dalam masyarakat Minangkabau tradisional. Tidak jarang ibu-ibu yang sedang hamil
besar ditemani oleh suaminya berjalan di pagi hari untuk berolah raga agar memudahkan
proses kelahiran anaknya.

Kemenekan sejak darikecil sudah diperkenalkan oleh sumando dan saudara perempuan
dalam kelaurga samande dengan sopan santun dalam bergaulyang dulunya dilakukan oleh
mamak di lingkungan rumah gadang. Setelah kemenakan menginjak dewasa sumando dan
saudara perempuan mulai memperhatikan cara mereka berpakaian. Kemenakan yang sudah

10
menginjak dewasa diharapkan oleh sumando dan saudara perempuan supaya dapat memakai
pakaian yang indah, sopan dan dapat menutup aurat. Bebeda dengan harapan mamak masa silam
yang menuntut kemenakan perempuan untuk memakai baju kuruang.

Sumando dan saudara perempuan menanamkan sopan santun kepada kemenakan


sebelum makan. Awal kemenakan belajar makan, sumando dan saudara perempuan
menunjukkan kepada kemenakan untuk menggunakan tangan kanan dan mencucinya
terlebih dahulu lebih makan. Selanjutnya saudara perempuan dan sumando membiasakan
kemenakan mengunyah makanan agar tidak berbunyi (mancapak), begitu juga dalam
menggunakan sendok. Selama makan, nasi tidak boleh bertebaran dan bila mulut masih
penuh dengan makanan tidak boleh berbicara.

Kemenakan yang sudah bersekolah, apabila jam sudah menunjukkan jam sembilan atau
sepuluh malam, terlihat sumando dan saudara perempuan menyuruh tidur. Kemenakan
perempuan yang sudah menginjak dewasa tidak diperbolehkan untuk tidur satu kamar
dengan kemenakan laki-laki, kecuali kemenakan laki-laki yang masih kesil atau anak-anak.
Begitu juga sebaliknya kemenakan perempuan disuruh tidur di kamar dan tidak diperbolehkan
tidur di ruang tengah atau tamu.

Di dalam keluarga samande, kemenakan laki-laki maupun perempuan sejak kecil


suduah didik oleh saudara perempuan dan sumando untuk saling mengasihi. Sumando dan
saudara perempuan dipandang oleh kemenakan sebagai orang pertama yang memelihara,
menjaga, mengasuh serta memenuhi segala kebutuhannya sejak dari kecil sampai dewasa.
Penghormatan kemenakan kepada mamak seperti masa silam telah beralih kepada sumando dan
saudara perempuan. Seiring dengan semakin menonjolnya keluarga samande (satu ibu)
dibandingkan dengan keluarga saparuik (satu nenek), hubungan sumando dengan anggota
keluarga samande mulai berubah. Sumando selamaini datang pada malam hari sekarang telah
tinggal menetap bersama keluarga samande dengan melakukan aktifitas, seperti bertani ke
sawah dan ladang, berdagang bersama keluarga samande lainnya. Begitu juga kemenakan
laki-laki sebelum menikah tidur di rumah ibu, dengan menempati bagian kamar terpisah dari
kamar yang ada di rumah induk disebut dengan rumah dapua.

11
Hubungan yang tidak begitu dekat salama ini dengan saudara istri serta mertua telah
berubah bagaikan hubungan kakak dengan adik serta orang tua dengan anak. Larangan sumando
menggunakan tempat mandi yang sama dengan anggota keluarga samande istri lainnya
tidak dipermasalahkan, karena masyarakat Minangkabau sebagian besar telah membuat
kamar mandi di setiap rumah yang diperuntukan untuk keluarga samande. Pemandian
umum, seperti pencuran yang sebagian masyarakat yang menggunakannya lagi.

5) Perubahan sosial pendidikan agama

Mamak selama ini berada di kampung dan siap setiap waktu membimbing serta mendidik
kemenakan telah mulai meninggalkan kampung untuk merantau. Pada awalnya merantau
semusim dan akhirnya sebagian besar menetap di rantau. Kadang-kadang mereka pulang
sekali dalam setahun, seperti : Hari Lembaran, namun mereka sebagian besar berada di
rumah istri bersama anak dan istrinya. Kemenakan kehilangan tokoh pembimbing yang
disegani, seperti masa silam. Pendidikan agama untuk kemenakan diambil alih oleh sumado
dan saudara perempuan dalam keluarga samande. Remaja laki-laki selama ini tidur di
surau sudah berkumpul bersama ibu, Bapak serta saudara perempuannya untuk membantu
menyelesaikan tugas orang tua serta mengulang pelajaran yang telah dipelajari di sekolah.
Saudara perempuan dan sumando menanamkan agama sejak dari kecil kepada kemenakan.
Kemenakan yang sudah bisa berjalan dibawa ke mesjid untuk mengikuti sembahyang
berjemaah ke mesjid.

Di bulan puasa kemenakan sudah bermur kira-kira tujuh tahun, tidak jarang ditemukan
ikut melaksanakan pausa bersama saudara perempuan, sumando sera saudara lainnya. Bagi
anak yang dapat menjalankan ibadah pausa dengan penuh, sering diberi hadiah oleh sumando
atau saudara perempuan berupa uang atau mainan yang disukai oleh anak tersebut. Orang tua
mengharapkan anaknya bisa membaca Al Quran serta taat menjalankan sholat lima waktu.
Apabila anak tersebut tidak bisa membaca Al Quran mereka sangat terhina. Orang tua
mengharapkan setelah meninggal dunia sering dibacakan Al Quran oleh anaknya, karena
mereka berpandangan anak soleh adalah yang dapat mebantu mereka apabila mendapat siksaan
kubur.

12
6) Perubahan sosial pada seni bela diri

Keterampilan bersilat dewasa ini sudah jarang dimiliki oleh sebagian laki-laki di
Minangkabau, tempat belajar silat selama ini, di pemedanan di sekitar surau diambil alih oleh
pengurus silat dengan guru yang dipandang sudah menguassinya. 20 Setiap tahun pemerintah
Kabupaten/Kota terlihat mengadakan lomba silat yang pelakanaannya bertepatan dengan
peringatan hari Kopri (Korp Pegawai negeri Sipil Republik Indonesia) Lomba silat diikuti oleh
bebera perguruan silat yang ada di Kabupate/kota. Di samping olah raga silat, sebagain
remaja yang sudah menginjak dewasa ditemukan mengikuti latihan bela diri, seperti karate
yang dilaksanakan setiap minggu di pusat Kabupaten. Keseniaan randai jarang diadakan
pertunjukkannya, pengemar randai dari hari-kehari semakin berkurang. Pertunjukkan randai
sering dilakukan apabila diadakan pekan buaya di pusat Kabupaten/Kota atau Propinsi,
atas prakarsa pemerintah daerah setempat. Pemain randai sudah mengalami perubahan, selama
ini pemainnya tidak ada diperankan oleh perempuan sekarang telah diperankan oleh
perempuan dan acara tersebut kadang-kadang dilakukan siang hari.

7) Perubahan sosial pada upacara kematian

Setelah keluarga samande (satu ibu) tergantung dengan harta penghasilan suami,
sumando dan saudara perempuan dipandang oleh kemenakan sebagai orang pertama yang
memelihara, menjaga, mengasuh serta memenuhi segala kebutuhannya. Apabila sumando
atau saudara perempuan sakit atau meninggal, dirawat atau dikebumikan dengan baik oleh
kemenakan sebagai ungkapan membalas kebaikan yang telah diberikan kepadanya. Begitu
juga mamak di rumah istri dan anaknya. Kehadiran kemenakan di rumah istri mamak
apabila mamak meninggal atau sakit dan tidak berbeda dengan tamu lainnya. Dewasa ini anak
dan istri berpandangan apabila Bapak sakit dan dirawat di rumah saudara perempuannya
seperti masa silam, mereka hina dipandang masyarakat, seusai dengan Ungkapan: Habih
dagiang tulang bakisai, Habih manih sampah dibuang. (Habis daging tulang dibuang. Habis
manis Sempah dibuang). Pelaksanaan upacara kematian tidak jauh berbeda dengan masa
silam namun pelaksanaannya upacara keatian masa silan dipimpin oleh malin. Dewasa ini
dilakukan oleh mamak, anak serta kerabat lainnya. Saudara laki-laki ibu atau mamak
apabila meninggal dunia tidak jarang ditemukan upacara keatiannya sejak dari memandikan
sampai dengan menguburkan dilakukan di lingkungan kelaurga istrinya.

13
C. Solusi Mengatasi Perubahan Sosial Budaya
Upaya mengatasi dampak negatif budaya barat cara mengantisipasi dampak buruk budaya
asing masuk kedalam budaya lokal diindonesia, terkhusus mengantisipasi generasi muda,untuk
mencegah dampak buruk ini diperlukan keikut sertaan dari berbagai kalangan terpenting
dukungan dari kepemerintahan dan dari lingkungan sekitar kita misalnya ustad, selain itu
seorang yang memiliki wawasan luas tentang kebudayaan dan yang paling penting orang tuanya.

 Peran pemerintah

Seharusnya dari pihak pemerintah dapat memberikan keputusan dengan melakukan


pembenahan pada cara pengajaran terutama berkaitan dengan batas batasan pembelajaran.pada
dasarnya disetiap sekolah memberikan sistem pengajaran dan pengetahuan berkenaan dengan
ilmu keagamaan kepada generasi muda kita (remaja) sekolah menerapkan belajar hanya berjalan
dua jam selama seminggu tentu itu sangat kurang waktunya untuk memadai dan mengharapkan
perubahan terhadap perilaku peserta didik. Peserta didik juga perlu tambahan belajar dan juga
kreativitas dalam mengajar di bidang studi dan harus bisa mengarahkan pesertanya mengenal
Kegiatan keagamaan .

Untuk pandangan agama sebaiknya pemerintah memiliki kebijakan menata ulang cara kerja
sistematika pendidikan dan mendorong guru dibidang study agar mengenal pelajaran dan
mengenal dalam keagamaan yang dinilai kurangnya waktu tersebut bukan hanya guru agama
yang harus mengenalkan keagamaan pada peserta didik namun guru guru mata pelajaran lain
juga perlu mengenal kan keagamaan pada peserta didik, misalnya. Seperti mempelajari ilmu
pengetahuan alam (IPA) peserta didik dapat mengetahui tentang anugrah Tuhan dalam
menciptakan bumi seisinya.dan juga dapat mengenang para pejuang atau tokoh tokoh
misalnya,sultan Hasanuddin dan lain sebagainya,beliau merupakan pahlawan dan juga tokoh
mengusir penjajah dari negara Pertiwi ini,yang berniat menguasai sumber daya diindonesia dan
juga membawa kebudayaan mereka dinegara Indonesia.

 Peran ahli keagamaan dan kebudayaan Keagamaan dan dari sanggar kebudayaan

14
Kegiatan ini merupakan strategi yang sangat bermanfaat untuk mencegah masuknya
pengaruh budaya barat disekitar kita terkhusus pada generasi remaja. Dan melibatkan tokoh
keagamaan dan kebudayaan yang meliputi program program seperti program kerja rohis,remaja
masjid (Muhammadiyah,nadatul ulama,dan lain sebagainya)itu bisa mengarahkan dan membina
para generasi muda supaya mereka dapat mempertahankan kebudayaan yang berkaitan dengan
keagamaan.begitu pula peran kebudayaan,para budayawan menyampaikan dengan cara membuat
sanggar dalam menciptakan cara kerja yang menarik Dimata generasi muda itu dapat
menimbulkan cara berfikir mereka dan itu akan membuat mereka tidak menyukai kebudayaan
barat. yang hanya suka ber hura Hura,cara berfikir ini dimainkan oleh tokoh keagamaan,budaya
hal ini sebagai pelajaran bagi para remaja pada idiologi negara serta aturan aturan keagamaan
yang mengarah ke perilaku positif dalam dunia pendidikan dengan mengikuti organisasi
organisasi keagamaan, kebudayaan serta dengan menciptakan kinerja tersebut para generasi
muda bisa berinteraksi dengan lingkungan sekitar nya.

 Peran anggota keluarga atau ayah ibu Anggota keluarga

Yaitu anggota yang paling terdekat dengan anak. Ayah dan ibu ialah peran yang berpengaruh
terhadap perkembangan anak Juga kepada seluruh anggota yang ada didalam rumah dan karna
sebab ini,cara hidup anggota keluarga serta masyarakat selalu berlingkup pada perilaku yang
baik diartikan seseorang disekitar nya tidak membawa ke hal hal yang sesat orang tua harus lebih
bisa selalu didekat anak peranan ortu amat sangat diperlukan bukan hanya mengontrol anak
orang tua juga harus tau dengan siapa anak bergaul agar tidak salah memilih pergaulan. Di
lingkungan yang ber era globalisasi ini generasi muda begitu menggantungkan pada bagaimana
orang tua mendidik.para remaja akan mempelajari bagaimana cara berperilaku, sikap,
berkeyakinan,cita citanya dan hasil yang ada didalam anggota keluarga juga dalam lingkungan
sekitarnya

Namun Disini Peran Generasi Muda Juga Penting Untuk Melindungi Bangsa Indonesia Dari
Pengaruh Buruk Bangsa Asing Generasi muda sering disebut sebagai penerus atau pewaris
bangsa yang akan meneruskan dan mewujudkan cita cita dan tujuan bangsa dengan cara adanya
perubahan pandangan hidup remaja dan selalu berlingkup dengan sosial atau masyarakat. Sebab
generasi muda itu harta terbesar dan terpenting dalam memajukan bangsa ini. Peranan generasi
muda sangat penting dalam membangun peradaban bangsa Indonesia. Cara cara generasi muda

15
untuk dapat mengembangkan dan mempertahankan budaya budaya dan aturan bangsa lokal
dengan cara sebagai berikut :

1. Mengajarkan Kepada Generasi Muda Dibawahnya Tentang Budaya kita Yang dimaksud
disini menyiapkan generasi muda yang sesuai tuntutan masyarakat,bangsa,dan negara
dengan cara mengajarkan ke generasi berikutnya agar dapat memperluas kebudayaan kita
untuk bangsa bangsa lain mengetahui kebudayaan yang ada di Indonesia ini dan pastinya
budaya dan aturan yang telah ada sejak dahulu tidak akan pernah hilang atau
musnah.karena kebudayaan itu terus berkembang dan selalu dikenal orang orang dari
bangsa kita sendiri dan bangsa lain.
2. Menerapkan pendidikan kepada generasi muda berikutnya Pada umumnya pendidikan itu
menumbuhkan karakter dan nilai peserta didik yang berguna untuk membentuk diri
peserta didik menjadi pribadi yang baik dan ber akhlak. Dalam hal ini pentingnya
generasi muda dibangsa ini untuk penguatan identitas bangsa dan dapat mempertahankan
kebudayaan lokal dari generasi kita.

Dengan adanya pendidikan dapat membantu generasi selanjutnya untuk bisa lebih
mengembangkan,mengkreasikan kebudayaan.namun juga bisa menempatkan batas aturan
aturannya.bisa dibayangkan saja jika tidak ada pendidikan untuk generasi penerus bisa jadi
kebudayaan yang ada dibangsa ini akan berubah atau diubah tanpa memperhatikan batas batas
aturannya. Generasi muda sangat berpegang pada perannya untuk memajukan bangsa dengan
mementingkan nilai budaya dan nasionalisme.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk juga berdampak terhadap kemampuan harta
pusaka dalam memberikan manfaat kepada anggota keluarganya, karena setiap tahunnya anggota
keluarga bertambah sementara jumlah harta pusaka tinggi tidak, sehingga akhirnya rumah
gadang tidak mampu menampung penghuninya dan hasil pertanian tidak lagi mencukupi
kebutuhan hidup suatu keluarga (Syahrizal & Meiyenti, 2012).

Perubahan Sosial pada Perkawinan Di era globalisasi ini mengakibatkan terjadi pergeseran
pemahaman dalam memahami pembentukan suatu keluarga, dan seharusnya masyarakat
Minangkabau tidak terjebak dalam pemikiran kapitalis secular di atas, yang membebaskan
perempuan di ranah publik, tetapi hakekatnya tidak menghormati hak azazi perempuan untuk
selalu harus dilindungi, dihormati, dimanjakan, dan diberi keleluasaan untuk menyenangkan hati
suami dan anak anaknya.

Perubahan Sosial pada Kepemimpinan Sawah kagadangan masa yang silam disediakan
untuk penghulu dan hasilnya digunakan untuk penopang pelaksanaan tugas sehari-hari,
dewasa ini telah dibagi rata untuk semua anggota keluarga samande dalam satu kaum.

Larangan sumando menggunakan tempat mandi yang sama dengan anggota keluarga
samande istri lainnya tidak dipermasalahkan, karena masyarakat Minangkabau sebagian
besar telah membuat kamar mandi di setiap rumah yang diperuntukan untuk keluarga
samande.

Solusi Mengatasi Perubahan Sosial Budaya Upaya mengatasi dampak negatif budaya barat
cara mengantisipasi dampak buruk budaya asing masuk kedalam budaya lokal diindonesia,
terkhusus mengantisipasi generasi muda,untuk mencegah dampak buruk ini diperlukan keikut
sertaan dari berbagai kalangan terpenting dukungan dari kepemerintahan dan dari lingkungan
sekitar kita misalnya ustad, selain itu seorang yang memiliki wawasan luas tentang kebudayaan
dan yang paling penting orang tuanya.

17
Di lingkungan yang ber era globalisasi ini generasi muda begitu menggantungkan pada
bagaimana orang tua mendidik.para remaja akan mempelajari bagaimana cara berperilaku, sikap,
berkeyakinan,cita citanya dan hasil yang ada didalam anggota keluarga juga dalam lingkungan
sekitarnya Namun Disini Peran Generasi Muda Juga Penting Untuk Melindungi Bangsa
Indonesia Dari Pengaruh Buruk Bangsa Asing Generasi muda sering disebut sebagai penerus
atau pewaris bangsa yang akan meneruskan dan mewujudkan cita cita dan tujuan bangsa dengan
cara adanya perubahan pandangan hidup remaja dan selalu berlingkup dengan sosial atau
masyarakat.

Menerapkan pendidikan kepada generasi muda berikutnya Pada umumnya pendidikan itu
menumbuhkan karakter dan nilai peserta didik yang berguna untuk membentuk diri peserta didik
menjadi pribadi yang baik dan ber akhlak.

B. Saran
Dengan adanya pembahasan tentang Perubahan Sosial dan Faktor Penyebabnya ini,
diharapkan pembaca dapat memahami lebih lanjut tentang “Perubahan Sosial dan Faktor
Penyebabnya” dan dapat memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Serta penulis juga
memerlukan krtik dan saran yang membangun untuk penulis, agar kedepannya penulis dapat
lebih baik lagi dalam pembuatan makalah.

18
DAFTAR ISI
Kasnawi, M. T,. Sulaiman Asang. "Konsep dan Pendekatan Perubahan
Sosial." Diaksesdari http://www. pustaka. ut. ac. id/lib/wpcontent/uploads/pdfmk/IPEM4439-M1.
pdfpada 3 (2016).
Sukmawati, Ellies. 2019.filosofi sistem kekerabatan matrilineal sebagai perlindungan
sosial keluarganya bagi masyarakat minang kabau. Empati jurnal ilmu Kesejahteraan sosial, vol
8(1) , p. 20-26
Irmania, E., Trisiana, A., & Salsabila, C. (2021). Upaya mengatasi pengaruh negatif
budaya asing terhadap generasi muda di Indonesia Seperti Indonesia mempunyai banyak sekali
kebudayaan , mengingat Indonesia Bangsa Indonesia memiliki beragam budaya yang tak
terhitung jumlahnnya . patut dilirik bangsa lain. 23(1), 148–160.

19

Anda mungkin juga menyukai