Kebudayaan Beterang Suku Serawai Provinsi Bengkulu
Oleh : Dinda Rachmawati/ Jurnalistik 3B/ 11190511000071
Kebudayaan merupakan segala aspek kehidupan yang meliputi perilaku, kepercayaan, tradisi, adat istiadat yang merupakan kebiasaan yang khas suatu masyarakat atau sekelompok penduduk tertentu. Kebudayaan dalam suatu daerah bisa saja berubah tergantung pengikutnya yang berubah sesuai zamannya sehingga kebudayaan juga ikut berubah seiring dengan perkembangan zaman. Kebudayaan di Indonesia sendiri berbeda-beda tergantung daerah, ras, suku, dan agama yang dianut pengikutnya masing-masing. Salah satunya di daerah Bengkulu yang mempunyai berbagai suku di dalamnya. Tiga suku terbesar di provinsi Bengkulu adalah Suku Rejang dan Suku Serawai dan Suku Lembak dan masih banyak terdapat suku lainnya . Setiap suku mempunyai perbedaan kebudayaan walaupun berada pada provinsi yang sama. Salah satunya tradisi Beterang atau Sunat perempuan yang dilakukan oleh Suku Serawai Beterang merupakan tradisi sunat untuk anak perempuan yang dalam tradisi Suku Serawai dilakukan pada saat memasuki usia gadis remaja. Tidak hanya prosesi sunat saja, banyak ritual atau prosesi yang harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan prosesi utamanya. Prosesi Beterang diawali dengan Ibu tua setempat (tetua perempuan) bersama ibu-ibu lain dan teman-teman anaknya pergi menuju sungai terdekat untuk dimandikan. Mandi ini dimaksudkan untuk membersihkan segala kotoran dari masa anak-anak untuk memasuki masa remaja. Setelah mandi anak tersebut dihiasi dengan pakaian adat pengantin wanita suku serawai. Setelah dihiasi anak tersebut dibawa kembali ke halaman rumah yang telah disediakan dua tikar yang dibuat seakan-akan menyerupai tanda tambah (+) yang bermakna bahwa usia anak tersebut memasuki masa gadis atau bertambah umurnya dan satu bibit kelapa yang telah tumbuh sekitar 50 cm- 100 cm. Setelah itu anak tersebut dipersilahkan untuk mengucapkan syahadat dan anak tersebut menari bersama ibunya, teman-temannya dan Ibu dai temannya mengelilingi bibit kelapa searah jarum jam dan berbalik arah melawan jarum jam dilakukan selama lima sampai enam putaran dan diiringi oleh bunyi kelintang ( gamelan kecil) yang ditabuh oleh dua orang dan bunyi redap rebana yang ditabuh satu orang. Setelah menari anak tersebut diharuskan makan bersama teman-temannya di tikar tempatnya menari dan dibawa keruangan khusus yang dihias seperti kamar mempelai dan disiapkan juga pelaminan kecildan anak tersebut dipersilahkan untuk duduk selama acara berlangsung. Tradisi ini sudah mulai ditinggalkan oleh suku setempat namun masih banyak suku serawai yang masih merayakannya khususnya di perdesaan yang kental dengan tradisinya. Acara ini bertujuan untuk memberitahukan kepada tamu undangan atau lingkungannnya bahwa anak tersebut sudah memasuki masa remaja.