DARUSALAM)
Gayo adalah salah satu suku yang ada dan sudah lama berdomisili di aceh
terletak di tengah provinsi aceh , kota takengon di apit oleh pegunungan yang hijau
di sana kebudayaan dan kebiasaan masyarakat gayo berkebang dari masa
kemasa , masyarakat nya banyak bertempat tinggal di Aceh Tengah , Bener
Meriah ,Aceh Tenggara dan Gayo lues
Bahasa
adalah bahasa yang dipakai sebagai bahasa sehari-hari oleh suku Gayo. Bahasa
Gayo ini mempunyai keterkaitan dengan bahasa Suku Karo di Sumatera Utara.
Bahasa ini termasuk kelompok bahasa yang disebut "Northwest Sumatra-Barrier
Islands" dari rumpun bahasa Austrone
Kehidupan sosial
Rumah Adat Gayo Pitu Ruang
Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap
kampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung
disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional
berupa unsur kepemimpinan yang disebut sarak opat, terdiri
dari reje (raja), petue (petua), imem (imam), dan rayat (rakyat).
sia.
Seni Budaya
Kubur tradisional orang Gayo.Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di
kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami
kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal,
antara lain tari Saman dan seni bertutur yang disebut Didong.
SUKU BANJAR (KALIMANTAN SELATAN)
1. Agamis
Orang Banjar terkenal mempunyai karakter agamis karena masyarakatnya dominan beragama
Islam. Pada bulan Ramadhan, Maulid dan bulan Islam lainnya masyarakat Banjar selalu
mempunyai kebiasaan mengadakan acara seperti tadarus Qur’an dll.
Fakta lainnya adalah: Orang Banjar yang terkenal karena agamanya adalah Datuk Kalampayan,
Guru Izai, dan Ustad Arifin yang ternyata masih dalam 1 garis keturunan (klik link disini).
2. Suka Berbisnis/Berdagang
Suku Banjar dikenal dengan suku yang suka berniaga. Ini terbukti dengan adanya sebaran orang
Banjar di berbagai wilayah di Indonesia termasuk di luar negeri, khususnya di Arab Saudi.
4. Polig*m*
Mungkinkah hal ini dipengaruhi oleh keadaan situasi yang agamis seperti halnya dengan
masyarakat yang ada di Malaysia? Entahlah. Laki-laki orang Banjar yang kaya, biasanya
mempunyai istri lebih dari satu. Namun sekarang lambat laun sudah mulai berkurang.
5. Suka ngumpul
Budaya orang Banjar lainnya yang unik adalah budaya mewarung. Penulis pernah melakukan
pengamatan di daerah Martapura, sungai Jingah Banharmasin, Amuntai, dan Barabai tentang
budaya mewarung ini. Waktu yang digunakan hampir bersamaan dengan waktu anak-anak
mereka turun ke sekolah. Lucu memang. Sementara anak mereka berangkat ke sekolah,
sebagian orang tuanya juga ramai ngumpul di warung sambil ngopi.
6. Suka spekulasi
Kejadian ini sekitar tahun 1984-1985. Saat itu di Indonesia mengeluarkan kebijakan tentang
kupon sumbangan olah raga yang bernama SDSB/FORKAS. Saat itu di Banjarmasin maupun di
beberapa kabupaten (kecuali Martapura) banyak berjualan loket-loket kangetan berjualan
kupon tersebut. Suasananyapun seperti pasar malam. Pada malam tersebut biasanya orang-
orang ramai bergadang menunggu pengundian kupon. Pada saat yang sama, tahun tersebut
kegiatan TPA (Taman Pendidikan Al-qur’an) untuk anak-anak juga berhasil dilaksanakan. Dua
kegiatan yang sebenarnya bertolak belakang.
7. Setia kawan
Pernahkah kalian mendengar orang Banjar bila berkelahi ada berundangan kepada teman-
temannya? Itulah budaya Banjar tentang kesetia kawanan.
8. Suka Kuliner
Budaya kuliner identik dengan budaya orang Banjar. Ada Soto Banjar yang terkenal di
Nusantara, ada juga Kue 40 macam yang akan menjamu lidah penduduk Banjar di saat bulan
puasa atau di warung tertentu. Sampai sekarang masih ada warung yang terkenal di daerah
Martapura dengan sebutan Warung Wadai 40 macam. Bahkan sudah menjadi jadwal rutin
warga Banjar mengadakan pasar wadai tiap bulan Ramadhan/Puasa dan sudah menjadi agenda
rutin pariwisata daerah
2.8
SUKU BALI AGA (BALI)
SUKU ALAS(ACEH)
Sama halnya dengan kebudayaan suku aceh lainnya, suku alas juga memiliki bahasa yang berbeda
dan digunakan dalam kehidupan sehari hari suku alas. Bahasa dari rumpun austronesia tersebut
disebut sebagai bahasa alas atau cekhok alas. Bahasa suku alas ini juga hampir sama dengan
bahasa suku kluet yang merupakan suku didaerah aceh selatan. Selain sama dengan suku kluet,
bahasa alas juga memiliki beberapa kesamaan kosakata dengan suku karo di provinsi sumatera
utara.
Makanan juga termasuk dalam kebudayaan suku alas yang cukup terkenal. Beberapa makanan suku
alar yang menjadi menu makan sehari hari dari masyarakat alas diantaranya adalah :
Tumpi,godek,puket sekuning,cimpe
Tangis dilo
Tangis dilo merupakan salah satu kesenian dari masyarakat suku alas yang berupa syair syair dalam
sebuah perayaan tertentu dari suku alas. Tangis dilo akan dipertunjukan dalam kegiatan kegiatan
seperti acara tepung mawar, acara penyambutan tamu, dan acara pernikahan.
Tari masekat
Suku alas juga memiliki bentuk kebudayaan lain dari seni tari yang disebut sebagai tari masekat. Tari
masekat merupakan tarian traditional Indonesia yang berasal dari suku alas yang merupakan tarian
paling terkenal diantara tarian lainnya dari suku alas.
SUKU DOMPU(NUSA TENGGARA TIMUR)
1. Rumah Tradisional
Masyarakan dompu memiliki rumah tradisional yang bernama uma jompa dan
uma panggu, uma jompa berfungsi sebagai lumbung padi.
3. Kebudayaan Kapanca
Yaitu pemberian kecantikan pada diri wanita agar dia bisa melupakan rasa sakit
yang ia bayangkan yang dilakukan oleh setiap wanita yang memiliki karismatik
ditengah-tengah masyarakat terdiri dari 7-11 orang dengan menggunakan beras
kuning untuk di taburkan pada sekeliling anak, air bunga yang diteteskan pada
badan dan daun pacar yang di tempelkan di telapak tangan dengan melakukan
zikir sebagai pengirim niat melakukan kapanca. Kapanca di lakukan juga saat
perkawinan.
4. Pakaian Adat
–> Pakaian adat suku dompu bagi kaum wanita yaitu Rimpu tembe,sedangkan
pakaian adat laki llaki yaitu katembe tembe.
5. Tarian Adat
Jenis-jenis tarian adat dari dompu yaitu :
a.Tari Sampela Ma Rimpu, yang menceritakan gadis Dompu yang hendak pergi
mandi ke suatu telaga dengan rimpu kain yang berwarna warni,
Adat istiadat
Kebudayaan suku akit yang pertama terlihat dari adat istiadat yang sampai saat ini masih
dipertahankan dan dilestarikan. Suku akit dikenal sangat peduli dengan lingkungan dan
memperhatikan berbagai aspek alam. Perawakan orang akit dikenal memiliki tubuh yang tinggi besar
dan berbeda dengan orang melayu lainnya. Tubuh yang kekar ini sangat cocok dengan kondisi orang
akit yang mencari makan dengan berburu.
Dongeng
Dongeng merupakan bentuk kebudayaan suku akit lainnya yang sampai saat ini masih dilakukan oleh
para ibu orang akit untuk anak anaknya. Dongeng tersebut akan diceritakan pada saat menidurkan
anak anak suku akit. Dalam dongeng tersebut tersirat berbagai macam pesan yang baik untuk
kehidupan anak anak akit yang patut untuk diteladani.
Menurut adat yang berlaku pada masyarakat suku akit, para orang tua suku akit akan mengawinkan
atau menikahkan anak perempuan mereka setelah berumur 15 tahun dan anak laki laki setelah
memiliki umur 17 tahun. Untuk anak laki laki, mereka akan disunat pada usia 7 – 13 tahun dan hal ini
bukan karena pengaruh agama islam. Gadis yang sudah dinikahkan dapat dibawa oleh orang tua
mempelai pria setelah memberikan sejumlah “uang beli” sebagai bentuk kompensasi pada orang tua
dan keluarga dari mempelai wanita
Kepercayaan
Hampir sama dengan kebudayaan suku asmat di papua yang memuja roh nenek moyang dan bersifat
animistik, suku akit juga memiliki kepercayaan untuk memuja roh dari nenek moyangnya meskipun
saat ini sebagian besar suku akit sudah memeluk agama Budha. Sebelum masuknya agama dalam
masyarakat suku akit, mereka sudah mempercayai bahwa dalam proses hidupnya didunia ini ada 3
tahapan yang paling penting dan saling berkesinambungan yakni : hamil dan melahirkan bayi,
datangnya kematian, dan ritual perkawinan.
SUKU ANAK DALAM (JAMBI)
Kebiasaan Hidup
Suku anak dalam menyebut diri mereka sebagai orang rimba yang menjelaskan bahwa suku
anak dalam tinggal di hutan dan hidup dari semua bahan yang disediakan oleh hutan. Orang
rimba juga akan tinggal secara nomaden atau berpindah pindah serta mengantungkan
kebutuhan makanan dengan berburu dan mencari buah buahan di hutan.
Kepercayaan
Suku anak yang dikenal sebagai orang rimba memiliki kepercayaan dalam paham
animisme, yakni kepercayaan adanya roh dalam setiap kehidupan manusia. Kepercayaan
tersebut sama dengan kebudayaan suku minangkabau yang merupakan tetangga suku dari
suku anak dalam ini. Masyarakat suku anak dalam percaya bahwa jika ingin selamat dalam
kehidupan di dunia ini maka setiap aktivitas yang dilakukan harus menghormati para roh
yang terletak di hampir semua tempat. Meskipun pada awalnya masyarakat suku anak
dalam mempercayai paham animisme namun sekarang mulai banyak ditemui beberapa
kelompok dari suku anak dalam yang memeluk agama Islam dan agama kristen.
Kesederhanaan
Kehidupan suku anak dalam sangat dikenal dengan kebiasaan hidup terisolir dari dunia luar.
Karena kondisi yang terisolir tersebut mengakibatkan kebudayaan dan peradaban suku
anak dalam memiliki tingkat yang sangat rendah dibandingkan seperti kebudayaan suku
lainnya, sebut saja kebudayaan suku melayu sebagai contoh.
Ilmu Gaib
Salah satu budaya lainnya yang dimiliki oleh suku anak dalam adalah kemampuan untuk
menguasai ilmu gaib tertentu. Ilmu gaib tersebut dapat terlihat pada kondisi tertentu. Ada
satu larangan yang harus dihindari ketika bertemu dengan suku anak dalam terkait dengan
ilmu gaib yang mereka kuasai. Kondisi anak suku dalam yang jarang mandi menjadikan bau
badan mereka akan sangat menyengat.
Sistem Kepercayaan
Masyarakat Flores sudah menganut beberapa ajaran agama modern, seperti Katolik, Islam,
Kristen dan lain sebagainya. Namun masih terdapat tradisi leluhur yang dipertahankan. Salah
satunya adalah tradisi megalitik di beberapa sub etnis Flores. Misalnya, tradisi mendirikan dan
memelihara bangunan-bangunan pemujaan bagi arwah leluhur sebagai wujud penghormatan
(kultus) terhadap para leluhur dan arwahnya berawal sejak sekitar 2500 - 3000 tahun lalu dan
sebagian diantaranya masih berlangsung sampai sekarang
Bahasa
Suku Kaili mengenal lebih dari dua puluh bahasa yang masih hidup dan dipergunakan dalam
percakapan sehari-hari. Uniknya, di antara kampung yang hanya berjarak 2 km kita bisa
menemukan bahasa yg berbeda satu dengan lainnya. Namun demikian, suku Kaili
memiliki lingua franca, yang dikenal sebagai bahasa Ledo. Kata “Ledo” ini berarti “tidak”.
Bahasa Ledo ini dapat digunakan berkomunikasi dengan bahasa-bahasa Kaili lainnya. Bahasa
Ledo yang asli (belum dipengaruhi bahasa para pendatang) masih ditemukan di sekitar
Raranggonau dan Tompu. Sementara, bahasa Ledo yang dipakai di daerah kota Palu, Biromaru,
dan sekitarnya sudah terasimilasi dan terkontaminasi dengan beberapa bahasa para pendatang
terutama bahasa Mandar dan bahasa Melayu.
Kehidupan
Mata pencaharian utama masyarakat Kili adalah bercocok tanam disawah,diladang dan
menanam kelapa. Disamping itu masyarakat suku Kaili yang tinggal didataran tinggi mereka
juga mengambil hasil bumi dihutan seperti rotan,damar dan kemiri, dan beternak. Sedang
masyarakat suku Kaili yang dipesisir pantai disamping bertani dan berkebun, mereka juga
hidup sebagai nelayan dan berdagang antar pulau ke kalimantan
Budaya
Sebagaimana suku-suku lainnya diwilayah persada Nusantara, Suku Kaili juga mempunyai adat
istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan sosial, memiliki Hukum Adat
sebagai aturan dan norma yang harus dipatuhi, serta mempunyai aturan sanksi dalam hukum
adat.
Penyelenggaraan upacara adat biasanya dilaksanakan pada saat pesta perkawinan (no-Rano,
no-Raego, kesenian berpantun muda/i),pada upacara kematian (no-Vaino,menuturkan
kebaikan orang yg meninggal), pada upacara panen (no-Vunja, penyerahan sesaji kepada Dewa
Kesuburan), dan upacara penyembuhan penyakit (no-Balia, memasukkan ruh untuk mengobati
orang yg sakit); pada masa sebelum masuknya agama Islam dan Kristen, upacara-upacara adat
seperti ini masih dilakuan dengan mantera-mantera yang mengandung animisme.