Anda di halaman 1dari 10

Adat Istiadat Sulawesi Selatan (Bugis)

Adat Istiadat Suku Bugis Ade - Siri - Na Pesse. Suku Bugis dengan Adat istiadat adalah sebuah simbol kebudayaan yang
unik dan selalu memancing keingintahuan kita tentang sebuah suku. Adat istiadat adalah sesuatu yang menarik untuk
dipelajari dan untuk diapresiasi. Adat memiliki makna yang sangat dalam, merupakan sebauh falsafah kehidupan. Demikian
pula dengan adat istiadat suku Bugis yang telah menjadi kekayaan budaya Indonesia yang penuh dengan nilai tradisi yang
bisa kita pelajari dan ambil hikmahnya. Ada pepatah mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang. Semakin kita mengenal
sebuah adat dan budaya, maka kita bisa semakin menyayanginya. Begitulah kiranya jika dikaitkan dengan adat dan budaya.

Suku Bugis atau to Ugi‘ adalah salah satu suku di antara sekian banyak suku di Indonesia. Mereka bermukim di Pulau
Sulawesi bagian selatan. Namun dalam perkembangannya, saat ini komunitas Bugis telah menyebar luas ke seluruh
Nusantara. Penyebaran Suku Bugis di seluruh Tanah Air disebabkan mata pencaharian orang–orang bugis umumnya adalah
nelayan dan pedagang. Umumnya orang-orang Bugis sangat meyakini akan hal to manurung, tidak terjadi banyak perbedaan
pendapat tentang sejarah ini. Sehingga setiap orang yang merupakan etnis Bugis, tentu mengetahui asal-usul keberadaan
komunitasnya. Kata “Bugis” berasal dari kata to ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama
kerajaan Cina (bukan negara Cina, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten
Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, mereka merujuk pada raja mereka.

Adat Istiadat Suku Bugis

Konsep Ade‘ (Adat) dan Spiritualitas (Agama)


Konsep ade‘ (adat) secara umum yang terdapat di dalam konsep pang‘ade‘reng, terdapat pula bicara (norma hukum), rapang
(norma keteladanan dalam kehidupan bermasyarakat), wari‘ (norma yang mengatur stratifikasi masyarakat), dan sara‘
(syariat Islam) (Mattulada, Kebudayaan Bugis Makassar : 275-7; La Toa). Tokoh-tokoh yang dikenal oleh masyarakat Bugis
seperti Sawerigading, We‘ Cudai, La Galigo, We‘ Tenriabeng, We‘ Opu Sengngeng, dan lain-lain merupakan tokoh–tokoh
yang hidup di zaman pra-Islam.
Tokoh–tokoh tersebut diyakini memiliki hubungan yang sangat erat dengan dewa–dewa di kahyangan. Bahkan diceritakan
dalam La Galigo bahwa saudara kembar dari Sawerigading yaitu We‘ Tenriabeng menjadi penguasa di kahyangan. Sehingga
konsep ade‘ (adat) serta kontrak-kontrak sosial, serta spiritualitas yang terjadi di kala itu mengacu kepada kehidupan dewa-
dewa yang diyakini. Adanya upacara-upacara penyajian kepada leluhur, sesaji pada penguasa laut, sesaji pada pohon yang
dianggap keramat, dan kepada roh-roh setempat menunjukkan bahwa apa yang diyakini oleh masyarakat tradisional Bugis di
masa itu memang masih menganut kepercayaan pendahulu-pendahulu mereka. Pengaruh Islam ini sangat kuat dalam budaya
masyarakat bugis, bahkan turun-temurun orang–orang bugis hingga saat ini semua menganut agama Islam. Pengamalan
ajaran Islam oleh mayoritas masyarakat Bugis menganut pada paham mazhab Syafi‘i, serta adat istiadat yang berlaku dan
tidak bertentangan dengan syariat Islam itu sendiri.
Adat panen:

Mulai dari turun ke sawah, membajak, sampai tiba waktunya panen raya. Ada upacara appalili sebelum pembajakan tanah.
Ada Appatinro pare atau appabenni ase sebelum bibit padi disemaikan. Ritual ini juga biasa dilakukan saat menyimpan bibit
padi di possi balla, sebuah tempat khusus terletak di pusat rumah yang ditujukan untuk menjaga agar tak satu binatang pun
lewat di atasnya. Lalu ritual itu dirangkai dengan massureq, membaca meong palo karallae, salah satu epos Lagaligo tentang
padi. Dan ketika panen tiba digelarlah katto bokko, ritual panen raya yang biasanya diiringi dengan kelong pare. Setelah
melalui rangkaian ritual itu barulah dilaksanakan Mapadendang. Di Sidrap dan sekitarnya ritual ini dikenal dengan
appadekko, yang berarti adengka ase lolo, kegiatan menumbuk padi muda. Appadekko dan Mappadendang konon memang
berawal dari aktifitas ini.

Adat pernikahan:

Pernikahan yang kemudian dilanjutkan dengan pesta perkawinan merupakan hal yang membahagiakan bagi semua orang
terutama bagi keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Di Sulawesi Selatan terdapat banyak adat perkawinan sesuai dengan
suku dan kepercayaan masyarakat. Bagi orang Bugis-Makassar, pernikahan/perkawinan diawali dengan proses melamar atau
“Assuro” (Makassar) dan “Madduta” (Bugis). Jika lamaran diterima, dilanjutkan dengan proses membawa uang lamaran dari
pihak pria yang akan dipakai untuk acara pesta perkawinan oleh pihak wanita ini disebut dengan “Mappenre dui” (bugis)
atau “Appanai leko caddi” (Makassar). Pada saat mengantar uang lamaran kemudian ditetapkan hari baik untuk acara pesta
perkawinan yang merupakan kesepakatan kedua belah pihak. Sehari sebelum hari “H” berlangsung acara “malam pacar”
mappaci (bugis) atau “akkorontigi” (Makassar), calon pengantin baik pria maupun wanita (biasanya sdh mengenakan pakaian
adat daerah masing-masing) duduk bersila menunggu keluarga atau kerabat lainnya datang mengoleskan daun pacar ke
tangan mereka sambil diiringi do’a-do’a untuk kebahagiaan mereka. Keesokan harinya (Hari “H”), para kerabat datang untuk
membantu mempersiapkan acara pesta mulai dari lokasi, dekoasi, konsumsi, transportasi dan hal-hal lainnya demi kelancaran
acara.

Tarian

1.  Tari Gandrang Bulo

Tari Gandrang bulo ini dimainkan oleh beberapa laki-laki. tarian ini biasanya dimainkan dalam kegiatan-kegiatan rakyat
Makassar. Tak ada gerakan baku dalam tarian ini. yang pasti para penari akan berputar-putar melakonkan beberapa gerakan
jenaka demi mengundang Tawa Penonton Seperti Melakonkan Gerakan seperti kera, Gerakan Pincang (Keppang dalam
bahasa Makassar). dan lain-lain. Sangat menarik menyaksikan tarian ini. Daeng pernah ikut penampilan tarian seperti ini dan
daeng sangat bangga menjadi bagiannya.

2. Tari Pakarena

Tari Pakarena adalah tarian tradisional dari Sulawesi Selatan yang diiringi oleh 2 (dua) kepala drum (gandrang) dan
sepasang instrument alat semacam suling (puik-puik). Selain tari pakarena yang selama ini dimainkan oleh maestro tari
pakarena Maccoppong Daeng Rannu (alm) di kabupaten Gowa, juga ada jenis tari pakarena lain yang berasal dari Kabupaten
Kepulauan Selayar yaitu “Tari Pakarena Gantarang”. Disebut sebagai Tari Pakarena Gantarang karena tarian ini berasal dari
sebuah perkampungan yang merupakan pusat kerajaan di Pulau Selayar pada masa lalu yaitu Gantarang Lalang Bata. Tarian
yang dimainkan oleh empat orang penari perempuan ini pertama kali ditampilkan pada abad ke 17 tepatnya tahun 1903 saat
Pangali Patta Raja dinobatkan sebagai Raja di Gantarang Lalang Bata.
3. Tari Paduppa Bosara
Tari Paduppa Bosara sering ditarikan pada setiap acara penting untuk menyambut raja dengan suguhan kue-kue
sebanyak dua kasera. Tarian ini juga sering ditarikan saat menyambut tamu agung, pesta adat dan pesta
perkawinan. Ini menggambarkan bahwa suku Bugis jika kedatangan tamu akan senantiasa menghidangkan bosara
sebagai tanda syukur dan penghormatan.

SUKU DI SULAWESI SELATAN

RUMPUN BUGIS = termasuk dalam rumpun Melayu Muda

selama ini yang orang tahu dari Sulsel cuma ada empat suku, yaitu makassar, bugis, mandar dan toraja... ternyata
masih banyak yang lain...

SUKU BENTONG = Suku Bentong tinggal di perbatasan Kabupaten Maros dan Bone, mereka mendiami daerah
Bulo-Bulo, bagian dari wilayah Kecamatan Tenete Riaja. Kabupaten Barru, Propinsi Sulawesi Selatan.
SUKU BUGIS = Suku tersebut berpusat di Sulawesi Selatan. Suku ini mendiami sebelas Kabupaten, yaitu Kab.
Bulukumba, Sinjai, Bone, Soppeng, Sidenreng-Rappang, Powelai-Mamasa, Luwu, Pare-pare, Barru, Pangkajene,
dan Maros.
SUKU CAMPALAGIAN = Nama lain dari suku ini adalah Tulumpanuae atau Tasing, dan biasa disebut oleh
pemerintah suku Mandar. Namun mereka menyebut diri mereka orang Campalagian. Mereka tinggal di sekitar
Kabupaten Majene, tepatnya di kota Campalagian dan Kab. Polewali-Mamasa (Polmas) serta di Kabupaten
Mamuju sepanjang sungai Mandar.
SUKU DURI = Suku Duri terletak di pedalaman Sulawesi Selatan, mendiami wilayah Kabupaten Enrekang yang
tersebar di lima kecamatan, yaitu Kec. Enrekang, Maiwa, Baraka, Anggareja dan Alia, yang berbatasan dengan
Tanah Toraja. Mereka menggunakan bahasa dengan dialek khusus yaitu bahasa Duri.
SUKU ENREKANG = Suku Enrekang terletak di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, kurang lebih 259 Km
dari kota Ujung Pandang .
SUKU KONJO PEGUNUNGAN = Suku ini mendiami hampir seluruh Kabupaten Gowa. Gowa bekas kerajaan
yang menjadi obyek wisata, terletak sekitar 30 km dari Ujung Pandang .
SUKU KONJO PESISIR = Suku Konjo tinggal di Kabupaten Bulukumbu, kurang lebih 209 km dari kota Ujung
Pandang , Propinsi Sulawesi Selatan. Nama lain suku ini adalah Kajang - merupakan perkampungan tradisional
khas suku Konjo.
SUKU LUWU = Suku Luwu tinggal di Kabupaten Luwu dan sekitarnya.

SUKU MAIWA = Suku Maiwa merupakan salah satu suku di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang.
SUKU MAKASAR = Wilayah suku Makasar berada di Kabupaten Takalar Jeneponto, Bantaeng, Selayar, Maros
dan Pakajene. Pada umumnya kehidupan orang Makasar dan orang Bugis berbaur, dengan penduduk terletak di
pesisir pantai dan Teluk Bone, serta di sekitar Gunung Lompobatang.
SUKU MAMUJU = Mamuju terletak di tepi pantai timur Sulawesi , terbentang dari arah selatan ke utara. Suku
ini dialiri oleh beberapa sungai, seperti Hua, Karamu, Lumu, Budung-Budung.
SUKU MANDAR = Suku Mandar terletak di Kabupaten Majene, Propinsi Sulawesi Selatan.
SUKU TOALA'/PANNEI = Sumpang Bita adalah obyek wisata gua yang terdapat di Kab. Pangkep, Sulsel. Pada
dinding gua Sumpang Bita itu terdapat bekas gambar telapak tangan, dan telapak kaki manusia, perahu, rusa dan
babi hutan. Mungkin unsur-unsur ini menunjukkan gaya hidup orang Toala/Pannei zaman dulu. Konon sejak
5000 tahun yang lampau merupakan tempat hidup nenek moyang suku Toala/Pannei.
SUKU ULUMANDA = Masyarakat Ulumanda berada di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Suku ini
merupakan salah satu anak suku Bungku.
7 Makanan Khas Sulawesi Selatan

1. Kapurung
Kapurung adalah salah satu makanan khas tradisional di Sulawesi Selatatan, khususnya masyarakat daerah Luwu (Kota
Palopo, Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur) Makanan ini terbuat dari sari atau tepung sagu.

2. Coto Makassar
Coto Makassar atau Coto Mangkasara adalah makanan tradisional Makassar, Sulawesi Selatan. Makanan ini terbuat dari
jeroan (isi perut) sapi yang direbus dalam waktu yang lama. Rebusan jeroan bercampur daging sapi ini kemudian diiris-iris
lalu dibumbui dengan bumbu yang diracik secara khusus.

3. Sop Konro
Sup Konro adalah masakan sup iga sapi khas Indonesia yang berasal dari tradisi Bugis dan Makassar. Sup ini biasanya
dibuat dengan bahan iga sapi atau daging sapi. Masakan berkuah warna coklat kehitaman ini biasa dimakan dengan ketupat
kecil yang dipotong-potong terlebih dahulu.

4. Jalangkote
Jalangkote adalah kue yang bentuknya serupa dengan kue yang ada di Jakarta dan sejumlah daerah disebut pastel. Bedanya,
kalau bahan kulit pastel umumnya tebal dan empuk, maka kulit jalangkote tipis. Kulit jalangkote menggunakan bahan dasar
terigu, telur, santan, mentega, garam, dan bahan-bahan tambahan lainnya dan dibuat tipis

5. Buras/Burasa'

Buras/Burasa' adalah masakan khas Sulawesi Selatan. Buras mirip dengan lontong, terbuat dari beras hanya saja bentuknya
agak berbeda. Buras lebih halus dengan balutan daun pisang muda, disajikan dengan taburan bumbu kelapa kering, gula,
garam dan cabai.
6. Mie Titi
Mie Titi ini adalah sejenis mie kering yang disajikan dengan kuah kental dan irisan ayam, udang, jamur, hati dan cumi. Mirip
ifumie, hanya mienya sangat tipis.

7. Pisang Epe
Pisang Epe adalah pisang mentah yang dibakar, kemudian dibuat pipih, dan dicampur dengan air gula merah. Paling enak
dimakan saat masih hangat. Makanan Ini banyak di temui di sekitar Pantai Losari Makassar.
Adat Istiadat Sumatera Selatan

Propinsi Sumatera Selatan sejak berabad yang lalu dikenal juga dengan sebutan Bumi Sriwijaya, pada abad ke-7
hingga abad ke-12 Masehi wilayah ini merupakan pusat kerajaan Sriwijaya yang juga terkenal dengan kerajaan
maritim terbesar dan terkuat di Nusantara. Gaung dan pengaruhnya bahkan sampai ke Madagaskar di Benua
Afrika. Sejak abad ke-13 sampai abad ke-14, wilayah ini berada di bawah kekuasaan Majapahit. Selanjutnya
wilayah ini pernah menjadi daerah tak bertuan dan bersarangnya bajak laut dari Mancanegara terutama dari negeri
china Pada awal abad ke-15 berdirilah Kesultanan Palembang yang berkuasa sampai datangnya Kolonialisme
Barat, lalu disusul oleh Jepang. Ketika masih berjaya, kerajaan Sriwijaya juga menjadikan Palembang sebagai
Kota Kerajaan.

Jumlah agama yang menjadi bahasan ini hanya meliputi 5 agama yaitu : Islam, Khatolik, Kristen, Budha dan
Hindu. Di tahun 2003 persentase pengikut agama Islam sebesar 95,16 persen, Budha 1,53 persen, Khatolik 1,29
persen, Kristen 1,16 persen dan Hindu 0,86 persen.

Hubungan sosial terutama di dasarkan kepada semangat kebangsaan, walaupun dalam kehidupan sehari-hari
sangat dipengaruhi oleh adat istiadat, seperti dalam bercakap-cakap atau cara bicara yang sopan.

Pada umumnya penduduk Sumatera Selatan sangat hormat kepada para tamu dan pengunjung yang berasal dari
daerah lain.

Gaya hidup mereka sangat dipengaruhi oleh era modernisasi. Sebagian besar penduduk sangat terbuka dalam
perilaku mereka terutama dengan aspek positif serta menyambut baik reformasi dan inovasi terutama yang
berkaitan dengan konsep pembangunan.

Secara umum adat istiadat pernikahan masyarakat Palembang dibagi menjadi enam bagian yaitu:

1. Madik
Dalam tradisi madik keluarga calon mempelai pria berkunjung ke rumah calon mempelai wanita untuk
berkenalan sekaligus melakukan observasi terhadap keadaan calon mempelai wanita dan keluarganya. Dalam
tradisi ini biasanya calon mempelai pria mengutus orang kepercayaan dari kerabat ibu atau bapak calon mempelai
pria yang dapat memberikan informasi yang akurat. Utusan tersebut datang berkunjung sambil melihat apakah
calon mempelai wanita sudah cocok dan pantas untuk dijadikan pasangan hidup untuk calon mempelai pria.
Penting juga untuk diketahui asal usul serta silsilah keluarga masing-masing dan apakah wanita yang dituju itu
belum ada orang lain yang meminangnya. Beberapa "tenong" atau "songket" yang berbentuk bulat terbuat dari
anyaman bambu, juga beberapa "tenong" berbentuk songket segi empat dibungkus dengan kain batik bersulam
benang emas yang berisi bahan makanan, seperti : mentega, telur, gula diserahkan kepada calon mempelai wanita
sebagai buah tangan yang bersifat tidak resmi.
2. Menyenggung.
Tradisi ini merupakan bentuk tanda keseriusan dari calon mempelai pria. Seperti halnya "madik", dalam
"menyenggung" calon mempelai pria juga mengutus kerabat dekat dan orang kepercayaannya untuk
membicarakan kesepakatan dan mengatur tanggal kedatangan berikutnya untuk melamar. Buah tangan yang
dibawa juga serupa dengan madik seperti "tenong" atau "songket" dan beberapa bahan makanan.

3. Meminang/Melamar
Keluarga calon mempelai pria beserta orang-orang yang diutus dan kerabat dekat lainnya datang ke rumah
keluarga calon mempelai wanita untuk meminang. Rombongan tersebut menjelaskan maksud dan tujuan untuk
meminang dengan membawa buah tangan dan apabila lamaran sudah diterima maka barang-barang hantaran
diserahkan kemudian dilanjutkan dengan memutus "rasan" atau menentukan hari dan tanggal pernikahan.

4. Berasan dan Mutus


Bermusyawarah untuk menentukan dua keluarga menjadi satu keluarga besar kedua belah pihak keluarga
memutuskan dan menetapkan kata sepakat tentang hari, tanggal dan tahun pernikahan. Pihak yang datang
biasanya adalah keluarga dekat calon mempelai serta 9 orang wanita dengan membawa "tenong".

Utusan yang diwakili juru bicaranya menyampaikan kata-kata indah kadang berupa pantun. Selanjutnya para
utusan melakukan upacara pengikatan tali keluarga, yakni dengan mengambil tembakau setumpuk dari sasak
gelungan (konde) dan dibagi-bagikan pada para utusan dan keluarga. Kedua belah pihak mengunyah sirih dengan
tembakau yang artinya kedua keluarga tersebut telah saling mengikat diri untuk menjadi satu keluarga.

5. Akad Nikah/Perkawinan
Sseperti halnya akad nikah dan perkawinan pada umumnya, acara ini dihadiri oleh karib kerabat dan keluarga
kedua mempelai. Mas kawin yang diserahkan biasanya berupa perhiasan atau barang lain sesuai dengan apa yang
diminta oleh keluarga pihak wanita dan telah disetujui pihak pria. Pengantin pria dibawa masuk ke ruangan, lalu
penghulu memimpin pelaksanaan akad nikah.

6. Mengarak Pacar.
Acara ini merupakan simbol bahwa mempelai wanita menerima pribadi suami atas pengakuan dan kemudian
ditimbang-timbang, seolah-olah mempelai wanita berkata : pada saat ini suamiku kusambut dan kuterima segala
titah dan kewajibanku sebagai ratu rumah tangga yang baik. Arak-arakan rombongan keluarga mempelai pria tiba
di rumah pengantin wanita. Rombongan disambut oleh ibu mempelai wanita. Para sesepuh perempuan sudah siap
dengan semangkok kecil beras tabur (beras tabur yang dicampur uang receh) untuk ditaburkan kepada pengantin
laki-laki beserta rombongan.

Beberapa Tarian dari Daerah Sumatera Selatan


Sumatera Selatan mempunyai banyak nilai seni dan budaya yang memang mengagumkan, salah satunya adalah
seni tari. Ada banyak seni tari yang berkembang di daerah yang terkenal dengan Sungai Musi ini. Berikut ini
terdapat beberapa tarian yang ada di daerah Sumatera Selatan.

 Tari Sebimbing Sekundang

  Tari ini merupakan tari tradisional masyarakat Kabupaten Ogan Komering Ulu yang ditampilkan dalam
penyambutan tamu-tamu kehormatan yang berkunjung di daerah ini. Tarian ini diperagakan baik di dalam gedung
maupun di tempat terbuka yang dilakukan oleh 9 penari, 1 orang puteri pembawa tepak, 2 orang pembawa
rempah-rempah, 1 orang pembawa payung agung dan 2 orang pengawal.

Tari Kebagh

Tari Kebagh atau Tari Kebar merupakan tarian adat tertua yang sangat populer di daerah Besemah sejak zaman
dahulu kala. Walau sempat dilarang hingga tahun 1940-an oleh pemerintah kolonial belanda, tarian ini tetap
terpelihara dan diajarkan secara tutun temurun dari generasi ke generasi. Tari Kebagh semakin terdesak,
tenggelam dan sempat menghilang pada masa pendudukan Jepang. 
Tari Tanggai

 Tari tepak atau tari tanggai yang biasa digelarkan untuk menyambut tamu-tamu terhormat. Tarian ini memiliki persamaan
dengan tari Gending Sriwijaya. Perbedaannya pada jumlah penari dan busananya. Tari tepak atau tanggai dibawakan oleh 5
penari sedangkan tari Gending Sriwijaya 9 penari. Busana penari tepak atau tanggai ini tidak selengkap busana dan asesoris
penari Gending.

 Tari Gending Sriwijaya

Tari Gending Sriwijaya berasal dari Kota Palembang. Tarian ini digelar untuk menyambut para tamu istimewa yang
bekunjung ke daerah tersebut, seperti kepala negara Republik Indonesia, menteri kabinet, kepala negara / pemerintahan
negara sahabat, duta-duta besar atau yang dianggap setara dengan itu.

Kuliner Khas Sumatera Selatan

Empek-empek

Empek-empak adalah kudapan yang terbuat dari ikan dan tepung sagu. Biasanya disajikan bersama kuah cuka (cuko) yang
berwarna hitam kecoklatan, potongan ketimun, sedikit mie basah atau soun serta udang kering yang ditumbuk (ebi). Ikan
yang digunakan untuk pembuatan empek-empek adalah ikan belida yang berada di sungai Musi. Seiring dengan langkanya
ikan belida makan jenis ikan lainnya digunakan sebagai pengganti, antara lain ikan gabus, tenggiri, ikan ekor kuning, parang-
prang, ikan sebelah dan kakap merah.klik disiniuntuk resep lemgkapnya. Tidak jelas siapa dan bagaimana sejarah terjadinya
empek-empek. Namun menurut cerita rakyat masyarakat Palembang, empek-empek adalah hasil kreasi Apek
(sebutan/panggilan bagi kaum lelaki masyarakat Cina) yang mengolah kelebihan ikan di daerah tersebut. Penjaja kudapan
baru ini dipanggil Mpek/Apek sehingga terciptalah nama Empek-empek. Berdasarkan cerita rakyat tesebut, sangatlah
mungkin empek-empek adalah adaptasi dari makanan Cina seperti bakso ikan, ngoh yang dan kekian. Jenis pempek yang
terkenal adalah "pempek kapal selam", yaitu telur ayam yang dibungkus dengan adonan pempek dan digoreng dalam minyak
panas. Ada juga yang lain seperti pempek lenjer, pempek bulat (atau terkenal dengan nama "ada'an"), pempek kulit ikan,
pempek pistel (isinya irisan pepaya muda rebus yang sudah dibumbui), pempek telur kecil, dan pempek keriting.

Mie celor

Satu lagi kuliner khas Palembang yang harus di ketahui dan tentunya di cicipi,
namanya adalah mie celor. selama ini kita mungkin mengenal palembang dengan empek-empek atau yang sudah saya
tampilkan sebelumnya yaitu celimpungan. Ternyata palembang juga memiliki kuliner khas lain yang berbahan dasar mie dan
di beri nma mie celor.
Mie dari mie celor ini terbuat dari mie basah biasa. Yang berbeda adalah kuahnya. Kuahnya agak kental dan
diberi udang. Yang khas dari mie celor adalah irisan telur rebus plus toge rebus yang dimakan bersama mie dan
kuah udang tadi. Rasanya agak hot sedikit karena dicampur dengan cabe merah. Tapi biasanya wong Palembang
akan makan dengan cabe hijau halus yang telah tersedia di masing-masing meja restoran karena kurang pedas,
katanya. tapi bagi yang kurang suka dengan pedas mie celor juga sudah cukup pedas.

Es kacang merah

Kali ini setelah kemarin kita ke bali untuk melihat minuman khas bali
berupa brem, kini saya akan ajak anda semua menuju ke palembang sumatra selatan. Bukan untuk
mencicipi empek-empek tetapi saya akan coba ajak anda mencicipi yang segar-segar dari sana yaitu es
kacang merah. Minuman khas palembang ini adalah jenis minuman yang selain segar juga
menyehatkan, karena es kacang merah ini mengandung susu dan tentunya kacang merah itu sendiri.

Celimpungan

Orang lebih tau kalau makanan khas dari palembang adalah empek-empek padahal ada makanan lain dari
palembang yang rasanya tidak kalah dari empek-empek, makanan itu adalah celimpungan. Celimpungan adalah
makanan yang berbahan dasar sagu dan ikan.
Perbedaan di antara celimpungan dan empek-empek terletak pada bentuk dan kuahnya. Celimpungan berbentuk
bulat dengan diameter 10 cm dan tipis (pipih). Kuahnya terbuat dari santan dan racikan bumbu-bumbu lainnya.
Celimpungan dimakan bersama sambal gorengnya

Suku - Suku di Sumatera Selatan


1. Suku Komering
2. Suku Palembang
3. Suku Gumai
4. Suku Semendo
5. Suku Lintang
6. Suku Kayu Agung
7. Suku Lematang
8. Suku Ogan
9. Suku Pasemah
10. Suku Sekayu
11. Suku Rawas
12. Suku Banyuasin

Anda mungkin juga menyukai