Anda di halaman 1dari 7

G R A F I B U D A

E O Y A
G

S U K U

A S A
M K A S R

A PRESENTATION BY: KELOMPOK 1


SUKU MAKASSAR
Suku Makassar ( Bahasa Makassar : ᨈᨘ ᨆᨀᨔᨑ ( Tu Mangkasara ))
adalah kumpulan etnik yang mendiami pantai selatan pulau
Sulawesi, meliputi wilayah Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Maros,
Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Selayar, sebagian Bulukumba, dan
sebagian Pangkajene dan Kepulauan. Suku Makassar adalah suku
kedua terbesar di Sulawesi setelah suku Bugis yang merupakan salah
satu suku asli yang mendiami daerah sulawesi selatan. Sama seperti
suku bugis, masyarakat dari suku makassar juga memiliki kebiasaan
merantau melintasi laut. Sebagian di antara mereka merantau ke
berbagai daerah lain di Indonesia oleh karena itu suku makassar
dikenal sebagai penakluk lautan dan pedagang antar pulau yang
gigih.
UNSUR - UNSUR KEBUDAYAAN
BAHASA
Bahasa Makassar atau Mangasara dapat dibagi atas beberapa dialek, antara lain
dialek Lakiung, Turatea, Bantaeng, Konjo dan Selayar. Sama seperti bahasa Bugis,
bahasa Makassar juga pernah mengalami perkembangan dalam kesusasteraan
tertulis yang dikenal sebagai aksara lontarak, yaitu sistem huruf yang bersumber
dari tulisan sansekerta. Salah satu naskah yang terpenting adalah Sure Galigo
atau La Galigo, yaitu sebuah kumpulan mitologi tentang asal usul masyarakat
dan kebudayaan Bugis. Selain itu bahasa Makassar juga berkembang dalam
berbagai bentuk puisi klasik, seperti kelong (pantun) dan sinriti (prosa liris yang
dinyanyikan).
Aksara Lontara diciptakan oleh Daeng Pamatte, dimana ia berhasil mengarang
Aksara Lontara yang terdiri dari 18 huruf . Lontara ciptaan Daeng Pamatte ini
dikenal dengan istilah Lontara Toa (het oude Makassarche letters chrif) atau
Lontara Jangang-Jangang (burung) karena bentuknya seperti burung. Juga ada
pendapat yang mengatakan dasar pembentukan aksara Lontara dipengaruhi oleh
huruf Sangsekerta. Kemudian Lontara ciptaan Daeng Pamatte' ini, mengalami
perkembangan dan perubahan secara terus menerus sampai pada abad ke XIX.
Perubahan huruf tersebut baik dari segi bentuknya maupun jumlahnya yakni 18
menjadi 19 dengan ditambahkannya satu huruf yakni "ha" sebagai pengaruh
masuknya Islam.
UPACARA ADAT
Accera Kalompoang Mappalili

Upacara adat Accera Kalompong Tradisi Mappalili merupakan upacara adat


adalah ritual untuk membersihkan Suku Makassar, untuk mengawali musim
benda-benda pusaka peninggalan tanam padi di sawah. Ritual ini akan
Kerajaan Gowa yang tersimpan di berlangsung di bawah pimpinan seorang
Museum Balla Lompoa. pendeta, dengan sebutan Puang Matoa

Upacara Ammateang Adat Perkawinan

Upacara Adat Ammateang adalah Tahapan pelaksanaan upacara perkawinan


prosesi orang meninggal, khususnya suku makassar, antara lain A’jangang-
bagi masyarakat Suku Makassar. jangang, A’suro, A’pa’nassar, Appanai Leko
Prosesi ini akan melewati berbagai ‘Lompo, A’barumbung, Appassili bunting,
tahap pelaksanaan, dari Pajenekang, A’bubbu, Akkorontigi, Assimorong, Allekka
Pasuina, Pabbisina, Pamaralui ‘bunting, dan Appa’bajikang bunting.

Suro Maca Anynyapu Battang

Ritual tradisional ini dilakukan Ritual tradisional ini dikenal pula dengan
untuk menandai permulaan dari sebutan Nipassili yang merupakan
bulan puasa sebagai bentuk rasa upacara 7 bulanan yang bertujuan untuk
syukur yang dipimpin oleh guru menjaga calon ibu dan bayi yang akan
yang dituakan. Setelah itu maka lahir, dari semua pengaruh jahat, serta
mereka akan makan bersama. meramal jenis kelamin bayi.
Sistem kemasyarakatan
Pelapisan sosial masyarakat Makassar terpengaruh oleh sisa-sisa sistem sosial
zaman Kerajaan Tana (Buta) ri Gowa dan Kesultanan Makassar dulu. Pada zaman
dulu Kerajaan Gowa dibagi ke dalam beberapa daerah yang disebut bate. Masing-
masing diperintah oleh seorang kepala negeri yang disebut karaeng atau
gollarang. Pada masa sekarang para bangsawan keturunan raja-raja Gowa itu
disebut ana' karaeng Maraenganaya. Lapisan sosial orang biasa yang mayoritas,
disebut maradeka. Pada zaman dulu dikenal pula satu lapisan paling bawah,
yaitu para hamba sahaya yang disebut ata.
Sistem hubungan kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat ini adalah
bilateral, karena keluarga besar pihak ayah dan pihak ibu dianggap sama-sama
memiliki peran penting dalam kehidupan sosial seseorang. Tetapi mereka
mengkategorikan hubungan kekerabatan itu berdasarkan kedekatan dan
keakrabatan. Kerabat yang dianggap "dekat" disebut bija. Kerabat dekat ini
dibedakan lagi menjadi bija pammanaka, yaitu kerabat dekat karena hubungan
darah, dan bija panreng-rengan, yaitu kerabat dekat karena hubungan
perkawinan. Bentuk pemilihan jodoh secara tradisional cenderung endogami
keluarga besar, terutama pilihan yang disebut saudara sepupu silang, walaupun
pada masa sekarang sudah amat sulit dipertahankan. Sedangkan pola menetap
sesudah menikah cenderung untuk bersifat virilokal, yaitu tinggal menetap di
lingkungan pihak orang tua lelaki suami.
Kesenian
Tarian Tradisional Alat Musik Tradisional Rumah Adat
1. Tari pakarena 1. Gandrang Bulo Rumah adat Balla Lompoa, bekas istana
Raja Gowa. Rumah adat itu berlokasi di Kota
Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan. Arsitektur rumah adat Balla
Lompoa berbentuk rumah panggung,
mencerminkan bentuk kebudayaan masa
lampau.
2. Tari Gandrang Bulo
2. Kecapi
Baju Adat
Baju Bodo merupakan baju adat khas suku
Bugis Makassar. Baju ini merupakan kain
yang ditenun dari pilinan kapas yang
dijalin dengan benang katun yang di
pasangkan dengan sarung sutra atau lipa,
Sabbe.
3. Pui Pui
Lagu Tradisional
Lagu tersebut di antaranya
adalah anging Mammiri,
Sulawesi pa’rasanganta, Ma’
rencong - renccong, Ati Raja,
Dan masih banyak lagi.
CONIC
I

1915140002 Nining Nurfitriani


1915140003 Nur Achmad Rasuli M
1915140008 Indah Setyani
LOVE THIS
1915140011 Ros Meli Simon
1915141009 Fitriani
1915142010 Wafiq Nur Azizah K

CHEF
'S
KISS

Anda mungkin juga menyukai