Anda di halaman 1dari 44

KEANEKARAGAMAN

BUDAYA PROVINSI
SULAWESI
Nama Kelompok :
1. Firda Ayu Kristanti (148) 5. Lely Anashanty (160)
2. Krisfil Khoiri (151) 6. Nurul Hudayah (163)
3. Lidya lianita (155) 7. Marnis Wigati Ningtias (174)
4. Misba Khulhuda (157)
KESENIAN KABUPATEN BONE
ARTI LAMBANG KABUPATEN BONE
Lambang Daerah Kabupaten Bone berbentuk perisai bersudut lima dengan warna hijau
kebiru-biruan yang terdiri dari tujuh bagian yaitu :
1. Sisir (Salaga)
2. Jangkar
3. Timbangan
4. Keris Terhunus
5. Padi
6. Kapas
7. Di bawahnya bertuliskan Kabupaten Bone.
BOLA SOBA BONE
SAORAJA atau BOLASOBA, dalam bahasa
Indonesia yang berarti Rumah Besar atau
Rumah Persahabatan merupakan salah satu
peninggalan sejarah kerajaan Bone masa
lalu. Bangunan rumah panggung yang sarat
dengan nilai-nilai sejarah ini masih berdiri
kukuh terletak Jalan Latenritatta,
Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi
Selatan. Bahan dasar dari rumah ini adalah
kayu. Rumah ini mempunyai model seperti
rumah panggung dengan beberapa tiang
yang menyangga badan rumah.
SERAWU SULO, TRADISI
PERANG API WARGA BONE
Sementara warga
Tradisi ini hanya digelar setiap yang akan menjadi
tiga tahun sekali oleh peserta perang api
masyarakat setempat. Dalam membasuh sekujur
tradisi ini, puluhan warga saling tubuhnya dengan
lempar api dengan minyak kelapa muda
menggunakan obor berbahan yang diserahkan
daun kelapa kering yang diikat oleh tokoh adat.
menyerupai lembing, tak ayal Sejatinya tradisi ini
tradisi ini banyak memakan bermula dari nenek
korban luka bakar. Uniknya, moyang mereka
meski tradisi ini terkesan yang merupakan
eksrim dan konyol, namun penduduk kebupaten
malah menjadi ajang soppeng.
silaturrahmi warga setempat.
TARI ALUSU

Tari Alusu’ biasa digunakan sebagai Tari Penyambutan di Kabupaten Bone.


Tamu disambut dengan tari alusu. Nama tarian alusu diambil dari nama
properti tari yang disebut lalosu. Lalosu merupakan alat yang berupa seruas
bambu dan dibungkus dengan anyaman daun lontar. Ujungnya diberi semacam
bentuk kepala ayam jantan, burung nuri atau alo (burung enggang), sedang
pada ujung yang lain diberi semacam ekor unggas tersebut, dan badan lalosu
itu dibungkus dengan kain warna merah atau kuning.
MAPPERE
Mappere, berasal dari bahasa bugis yang
berarti permainan ayunan. Merupakan
salah satu pesta rakyat dan telah menjadi
tradisi tahunan masyarakat dibeberapa
desa di kecamatan Tellu Siattingnge,
kabupaten bone, Sulawesi selatan.
Sebagian besar masyarakat yang berada
dikecamatan tersebut, menjadikan
permainan mappere sebagai ritual dan
bentuk kesyukuran atas hasil panen yang
telah mereka peroleh. Tradisi mappere
telah menjadi ritual turun-temurun
Songkok Bone

Songkok Bone digunakan pada upacara adat


atau seremoni yang diadakan di Sulawesi
Selatan, mungkin akan melihat sebuah topi
atau songkok yang dipakai para pejabat atau
pemangku adat di sana. Saat memakai songkok
ini biasanya dipadukan dengan jas tutup. Inilah
yang disebut sebagai Songkok Bone, songkok
atau topi yang berasal dari Kabupaten Bone.
Penyebutan lainnya biasa menggunakan
Songkok Recca.
SINJAI
Tarian ini
menggunakan Seni Tari “MA’DONGI”
Tari Ma’dongi merupakan tari
Pallepa yang
kreasi baru karya Andi Budiarti
diguanakan sebagai yang terinspirasi dari kondisi
properti. Pallepa alam dan letak geografis serta
terbuat dari bambu terhadap pola hidup masyarakat
dan dapat berbunyi Kabupaten Sinjai terkhusus
ketika digoyang kepada masyarakat yang
maupun ditepuk- Tarian ini menceritakan menggantungkan hidupnya
tepuk tentang keseharian para sebagai petani sawah.
Petani yang sedang
menghalau burung
burung Pipit di sawah.
Seni Musik “Lagu LAHA
BETE”
Lagu laha bete berbahasa bugis
yang menggambar tentang salah
satu makanan dari ikan yang
berasal dari Kabupaten Sinjai.
Syairnya yang menggambarkan
potensi kuliner dan memuja
keterampilan para gadis Sinjai
dalam menghasilkan sebuah
kuliner khas Sinjai.
Seni Rupa “Ornamen Rumah
Adat Karampung”
Rumah Adat Karampuang terletak di desa
Karampuang, Kabupaten Sinjai,Sulawesi Selatan.
Rumah adat Karampuang terdiri dari dua unit
rumah adat yang masing-masing ditempati oleh
pemangku adat dengan fungsi yang berbeda-
beda. Dua buah rumah adat berstruktur Bugis
kuno. Salah satunya didiami oleh To Matoa (Raja)
dan yang satunya lagi didiami oleh Gella (Kepala
Pemerintahan Adat).
Rumah adat Karampung memiliki simbol-simbol gender yang dijadikan
sebagai bentuk tampilan bangunan dengan filosofi bentuk yang
melambangkan tubuh seorang perempuan.
Cerita Rakyat “Asal Muala
Bulu Ase”
Menurut cerita rakyat disana menyebutkan bahwa padi yang ada di Bulu Ase berasal dari kota Poso
(Sulawesi Tengah) yang berpindah ke Buluppoddo karena suatu sebab. Sebabnya adalah, dahulu kala di
waktu berdirinya kerajaan besar di Poso, rajanya selalu memerintahkan abdinya untuk melakukan “
Mappabbesse Ase “ atau pengikatan padi kemudian disimpan di tempat penyimpanan padi yang ada di bawah
atap yang biasa disebut “ Rakkeang “. Di tempat itu terdapat “ Meong Palo Karellae “ yang bertugas menjaga
semua padi raja agar terhindar dari tikus – tikus. Di suatu hari di tempat penyimpanan padi banyak tikus
yang merajalela ingin memakan padi di karung tapi beruntunglah dengan cepat Meong Palo Karellae
mengusir tikus – tikus itu, tanpa disengaja Meong Palo Karellae terpeleset dan terjatuh ke bawah sehingga
menumpahkan seluruh santan sayur di panci. Koki kerajaan sangat marah karena santan telah tertumpah di
lantai dapur sehingga tanpa sengaja dia langsung memukul kepala kucing dengan peniup api yang
mengakibatkan kepalanya keluar banyak darah. Singkat cerita Meong Palo Karellae merasa sakit hati dan
bergegas meninggalkan kerajaan tersebut dan pergi menuju kampung Buluppoddo ditemani padi-padinya
yang setia mengikutinya. Di kampung tersebut Meong Palo Karellae meyakini bahwa penduduknya berhati
mulia dikarenakan penduduknya di pagi hari sudah bangun pagi. Sehingga di sanalah Meong Palo Karellae
menjaga padi-padinya sehingga padi-padi tersebut membuat gunung yang dipenuhi dnegan persawahan.
Judul : Asal Mula Bulu Ase
Tokoh : Meong Palo Karellae, Padi, Dewi Padi, koki kerajaan
Tempat : Kerajaan Peso, Buluppoddo
Pesan Moral : Hikmah yang bisa di ambil dari cerita rakyat tersebut adalah
kita hendaknya mempunyai rasa kasih sayang terhadap semua
hewan karena walaupun hewan-hewan tersebut tidak dapat
berbicara namum mereka juga mempunyai perasaan sama
seperti mahluk hidup lainya yang Allah ciptakan, jadi janganlah
sekali-kali menyikasa hewan. Terutama saat ini banyak sekali
perburuan hewan langka yang terancam punah dan bahkan
banyak diantara kita secara sengaja sering memukul atau
mengusir kucing-kucing liar dan hewan lainya yang sedang
kelaparan.
Kesenian Toraja
Tari Pa'gellu
Tarian ini merupakan tari
sukacita yang biasa
dipentaskan pada upacara
adat di Toraja, Sulawesi
Selatan yang sifatnya riang
gembira. Pa’gellu atau
ma’gellu dalam bahasa
setempat berarti menari-nari
dengan riang gembira sambil
tangan dan badan bergoyang
dengan gemulai, meliuk-liuk
lenggak-lenggok
Seni Musik Pa’pompang
Musik bambu dalam
kebudayaan orang Toraja
disebut dengan Pa’pompang
atau Pa’bas. Musik ini
digunakan dengan cara ditiup
hingga mengeluarkan bunyi.
Sehingga bunyi yang
terdengar layaknya seperti
suara bas. Alatnya terbuat
dari bambu yang dipotong
dengan ukuran kecil dan
besar yang dilubangi
kemudian dirangkai. Dari
perbedaan ukuran ini akan
menghasilkan bunyi nada
yang berbeda ketika ditiup.
Seni Sastra (Tantanan
Kada/Kada-kada Tominaa)
Dalam seni sastra Toraja agak berbeda dengan daerah lain
di tanah air, hal tersebut nyata pada gaya yang terselip alam
pengungkapannya menggunakan gaya bahasa Paralelisme
dan Sinonisme sehingga dua kalimat yang diungkapkan
tersebut hanya mempunyai satu arti dan hubungan
pengungkapan itu sangat serasi (enak didengar). Juga
dalam pengungkapanya berbentuk prosa dengan
menggunakan gaya bahasa Allegoris yaitu mempergunakan
bahasa Toraja tinggi.
Seni Tenun

Tenun Toraja merupakan kain khas


Indonesia yang keberadaannya
mulai terekspos oleh wisatawan,
terutama wisatawan mancanegara.
Selain karena keindahan warnanya,
salah satu yang membuat tenun ini
menarik adalah keahlian membuat
kain tenun yang diwariskan dari
generasi ke generasi. Maka tidak
heran hingga kini tenun Toraja
merupakan salah satu kerajinan
tangan yang keberadaannya terus
dilestarikan dan dikembangkan.
Makassar

Seni Tari
Tari Gandrang Bulo

keberanian orang Makassar Tarian ini


diperagakan dengan semangat seiring bunyi
gendang yang menggebu-gebu. Dalam
pertunjukan, penari akan menyentakkan teriakan
sebagai simbol semangat dengan ekspresi
gembira.Kesenian ini hanya sekedar tarian
dengan iringan tabuhan gendang dan teriakan.
Hentakan teriakan merupakan gambaran.
Seni Musik

Gandrang

Gandrang, atau yang dalam Bahasa Indonesia


disebut gendang, adalah salah satu alat music
tradisional suku Makassar yang masih dapat
bertahan dan didengarkan saat sekarang.
Gandrang selain berfungsi sebagai alat pengiring
tarian tradisional, juga menjadi penanda
diadakannya upacara tradisional, diantaranya
upacara pernikahan adat Makassar.
Seni Drama
Kondo Buleng
Kondo Buleng atau Kondobuleng adalah
teater tradisional masyarakat penutur
bahasa Makassar di Sulawesi Selatan.
Teater rakyat Kondobuleng merupakan
bentuk teater bernafaskan komedi satir.
Teater ini dimainkan oleh lima orang
memerankan tokoh nelayan, satu tokoh
memerankan Kondobuleng (bangau
putih), satu tokoh memerankan
Pemburu, dan satu tokoh memerankan
Pak Lurah. Dalam pertunjukannya,
pemain menggunakan dialog, kostum
dan properti sesuai perannya dengan 
diiringi oleh kelompok musik antara 5
sampai 10 orang.
Seni Rupa

Batik Aksara Lontara

Aksara Lontara sendiri adalah aksara tradisional


masyarakat khas Bugis dan Makassar.
Kemunculan motif lontara pada batik Makassar
didasari keinginan untuk melestarikan huruf
aksara lontara. Tujuannya untuk memperkenalkan
kepada generasi muda supaya lebih mengenal dan
memahami aksara lontara nantinya.
KOTA PAREPARE
Tarian Adat
Tari Jeppeng Khas Parepare Makassar
Di Parepare, Sulawesi Selatan, ada sebuah

seni tari yang biasa disebut dengan tari Jeppeng.


Tarian ini memiliki arti sebagai tarian

pergaulandan kegembiraan. Jeppeng sendiri


memiliki makna ungkapan yang berarti pergaulan. Jeppeng adalah tarian
khas padang pasir yang dibawa oleh para saudagar Arab yang kala itu masuk
ke daerah Bugis Makassar di abad ke-16. Tarian ini biasa dilakukan warga
Parepare, Sulawesi Selatan, untuk menyambut tamu undangan dan
mempererat hubungan silaturahmi antarwarga, serta dipakai untuk mengisi
acara-acara yang bernuansa kegembiraan, misalnya pernikahan, khitanan
dan syukuran kelahiran bayi.
Tarian ini biasanya diiringi musik yang bernuansa padang pasir yang hampir
sejenis dengan tari zapin. Hanya yang membedakan adalah pakaiannya. Tari
Jeppeng menggunakan pakaian khas Bugis yakni songko to bone dan sarung
sabbe. Tarian Jeppeng ini masih dilestarikan oleh masyarakat Parepare
Alat Musik Gendang Bulo / Gendang Bugis

Alat musik gendang bulo atau biasa dikenal


dengan gendang bugis. Gendang bulo termasuk
alat musik khas Sulawesi Selatan. Gendang ini
secara fisik hampir sama dengan gendang pada
umumnya. Gendang bulo berasal dari bahan kayu
dan juga kulit binatang.

Gendang bulo merupakan alat musik tradisional


khas Sulawesi Selatan yang dimainkan dengan
cara dipukul. Alat musik ini juga digunakan untuk
mengiringi musik dari tarian Paduppa untuk
penyambutan tamu.
Seni Rupa
Batik Khas Parepare Sulawesi Selatan
Seiring berkembangnya dan berjalannya
waktu seluruh kota di Indonesia sudah
mengenal yang namanya batik, seperti batik
khas Solo, batik khas Surakarta dll. Kota
Parepare tidak ingin ketinggalan, hingga
mereka juga berhasil menciptakan batik khas
Parepare. Batik ini bernama batik “Cora
Toriolo”, banyaknya suku bugis di Parepare
membuat batik ini juga dikenal dengan
sebutan batik bugis.
Diberi nama cora toriolo ini mengartikan identitas kuat dan
khas dalam budaya Sulawesi Selatan. Selain itu, gambar
motifnya lebih bebas yang melambangkan karakter Sulawesi
Selatan, seperti gambar ayam jantan dari timur, motif huruf
lontara, motif Tana Toraja dan motif Lagaligo.

Perbedaan batik Cora Toriolo dengan batik lainnya dapat


dilihat dari segi warna dan motif. Secara umum, batik asal
Parepare ini muncul dengan warna-warna yang lebih cerah dan
berani seperti warna merah, biru dan hijau pupus. Pembuatan
batik ini dapat ditemukan jika kalian berkunjung ke Parepare.
Seni Drama
Teater
Drama Teater Maramanting
Drama ini merupakan cerita rakyat warga Parepare yang juga pernah
membawa juara saat ada festival Anantakupa (Pementasan drama cerita
rakyat dari berbagai daerah di Sulawesi) di Sulawesi yang digelar di
Hotel Grand palace, Makassar tahun lalu.
Singkat cerita, drama teater Maramanting mengisahkan tentang seorang
janda dari almarhum Puang Matoa ( Peanguasa negeri Antah Berantah)
bernama Maramanting. Suami Maramanting, Puang Matoa wafat karena
penyakit kronis yang menggerogotinya disamping usianya yang sudah
renta.
Alkisah, Maramanting yang merupakan istri kedua dengan perbedaan
usia yang sangat mencolok ternyata sangat cerdik memanfaatkan posisi
suaminya untuk menikmati hartanya dan menikmati hidup mewah.
GORONTALO
Bahasa

Orang Gorontalo menggunakan bahasa


Gorontalo, yang terbagi atas tiga dialek, dialek
Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa.
Pakaian Adat
Rumah Adat
Gorontalo memiliki 2 bentuk rumah
adat yang bernama Bandayo Poboide
dan Dulohupa. Dulohupa merupakan
rumah panggung yang terbuat dari
papan, dengan bentuk atap khas
daerah Gorontalo. Pada bagian
belakang ada ajungan tempat para raja
dan kerabat istana untuk beristirahat
atau bersantai sambil melihat kegiatan
remaja istana bermain sepak raga.
Alat Musik
Alat Musik asal Gorontalo
bernama Polopalo, alat
musik ini terbuat dari
bambu dan di iket
menggunakan tali yang
bentuknya menyerupai
garputala raksasa. Cara
memainkanya yaitu
dengan memukulkan
Polopala ke lutut dengan
Tarian Adat
Tari Dana-Dana
Dana-Dana adalah seni
budaya asli masyarakat
Gorontalo. Sejenis tari
pergaulan yang secara
keseluruhannya
menggambarkan
keakraban muda-mudi.
Dalam fungsinya, tarian
Dana-Dana bisa menjadi
tari penyambutan dan tari
perayaan.
Tari Elengge
Tari Elengge
menggambarkan nuansa
kegotong-royongan muda-
mudi ketika bersama-sama
menumbuk padi
menggunakan lesung atau
dalam bahasa Gorontalo
disebut didingga dan anak
lesung yaitu (wala’o
didingga). Ketika musim
panen tiba, sambil bercanda
muda-mudi menumbuk padi
Tari Saronde

Tari Saronde merupakan tarian Gorontalo


sebagai bagian dari rangkaian upacara
perkawinan adat Gorontalo. tarian Saronde
berkembang fungsinya sebagai tari hiburan
yang dipertunjukkan untuk berbagai acara.
Perkembangan juga terjadi pada komposisi
penarinya. Saat ini, tarian ini lebih sering
disajikan secara berpasangan oleh penari
pria dan penari wanita.
Tari Biteya
Istilah Biteya berasal dari kata bite yang
berarti dayung. Biteya bisa dimaknai dayunglah
sampai ke tempat tujuan. Penamaan ini
berkaitan dengan apa yang digambarkan dalam
tarian ini, yakni mengisahkan tentang
kehidupan nelayan, mulai dari persiapan sampai
pada proses penangkapan ikan. Mereka
mengenakan busana kaum nelayan yang
didominasi warna hitam. Mereka juga
mengenakan ikat kepala, sarung di pinggang
dan memakai tolu. Perpaduan musik etnis dan
modern mengiringi tarian ini.
Tidi (Tarian Klasik
Gorontalo)
 Istilah Tidi bisa dikatakan
mewakili tarian klasik dalam
budaya Gorontalo. Baik busana,
gerak, formasi, serta properti
tariannya sarat nilai sehingga
tidak boleh diubah. Jenis tarian
ini ada sejak masa pemerintahan
Raja Eyato atau ketika agama
Islam menguat di Kerajaan
Gorontalo.
Tari Langga Buwa
Tari Langga Buwa merupakan
tarian daerah Gorontalo yang
gerakannya diambil dari seni bela
diri tradisional, yakni Langga
(tanpa senjata) dan Longgo
(dengan senjata). Kedua jenis
seni bela diri tersebut dilakukan
kaum laki-laki, sementara Langga
Buwa menggambarkan aktivitas
beladiri perempuan.
v

Upacara Adat
Adati Mo Polihu Lo Limu

Adat ini ditunjukkan untuk anak


perempuan yang menginjak usia 2 tahun
dimana seorang anak perempuan tersebut
menjalani prosesi mandi kembang yang
bercampur lemon atau jeruk dengan tumbuhan
harum lainnya dipangkuan ibu yang
melahirkan, bermaksud untuk khitanan atau
mengkhitankan anak wanita, sebagai bukti
keislaman seorang wanita sehingga agenda
sakral tersebut yang harus dilalui oleh anak
perempuan pada usia balita.
Upacara adat Molonthalo
Molontalo atau raba puru bagi sang istri yang hamil 7 bulan anak pertama,
merupakan pra acara adat dalam rangka peristiwa adat kelahiran dan
keremajaan. Acara Molonthalo ini merupakan pernyataan dari keluarga pihak
suami bahwa kehamilan pertama adalah harapan yang terpenuhi akan
kelanjutan turunan dari perkawinan yang syah.
Makanan Khas
Gorontalo
Binte Biluhuta merupakan
makanan sejenis masakan sup
yang rasanya segar, gurih,
sehingga sangat cocok
dinikmati pada saat cuaca
dingin, terutama bagi mereka
yang sedang flu dan lebih
lezat ketika disajikan selagi
hangat
Palopo
Seni Musik
Suling adalah alat music
aerophoneyong terdapat
pada semua etnis disulawesi
selatan/ alat yang dapat
dimainkan secara tunggal
atau Bersama-sama dengan
alat musik lainnya pda
umumnya terbuat dari
bambu (Bagus Susetyo,
1999:13)
Seni Tari ( Tari Pajoge )
Seni tari merupakan produk
budaya yang banyak tersebar di
seantri Nusantara. Dalam
sejarahnya, tarian bisa terlahir dari
kreatifitas masyarakat ( tarian rakyat
) ataupun pusat-pusat kerajaan
( tarian istana ).
 Seni Drama ( Cerita Rakyat, Putri
Tandampalik )
Luwu adalah sebuah kabupaten di
Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia, yang
memiliki luas 3.098,97 km2. Dalam
perkembangannya, Kabupaten Luwu
dimekarkan menjadi tiga daerah strategis,
yaitu Kabupaten Luwu Utara yang kemudian
dimekarkan lagi menjadi Kabupaten Luwu
Timur dan Kota Palopo. Dahulu, Kabupaten
Luwu merupakan pusat kerajaan Bugis
tertua yang bernama Kerajaan Luwu, yaitu
bermula sebelum abad ke-14 dan berakhir
abad ke-16 M. Kerajaan Luwu atau yang
biasa juga dieja Luwuq, Luwok, atau Luwu‘,
tertera dalam epik I La galigo bersama dua
kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan, yaitu
Kerajaan Wewang Nriwuk dan Tompoktikka.
Namun, keberadaan kedua kerajaan yang
Seni Rupa ( Rumah Adat Langkanae )
Di Sulawesi Selatan
khususnyakota Palopo mempunyai
beberapa bangunan bersejarah, salah
satunya adalah rumah adat Luwu. Rumah
adat Luwu berdampingan dengan Museum
Batara Guruberlokasi di tengah
KotaPalopo, Pusat Kerajaan Luwu
(sekarang salah satu kota kelas menengah
di ProvinsiSulawesi Selatan). Dibangun
oleh Pemerintah Kolonial Belandasekitar
tahun1920-andi atas tanah bekas
"Saoraja"(Istana sebelumnya terbuat dari
kayu, konon bertiang 88 buah) yang
diratakan dengan tanah oleh Pemerintah
Belanda.

Anda mungkin juga menyukai