Anda di halaman 1dari 5

Budaya Sulawesi Tengah Dan Seni Kebudayaan Daerah Sulteng

Propinsi Sulteng atau Sulawesi Tengah ternyata juga memiliki kekayaan budaya yang patut di
banggakan di negeri tercinta ini dan tak kalah menariknya untuk di ketahui.

Banyak sekali warisan budaya Sulawesi Tengah yang wajib di lestarikan sehingga anak cucu
Indonesia lebih cinta kebudayaan Indonesia sendiri ketimbang kebudayaan asing. Banyaknya
seni kebudayaan Sulawesi Tengah tentu menjadi bagian dari kebudayaan nasional Indonesia.
Semua tradisi yang berkaitan dengan aspek kehidupan di Sulteng dipelihara dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama mungkin merupakan salah satu warisan budaya yang
tetap terpelihara hingga sekarang dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai
pengaruh modern serta pengaruh agama.

Di Propinsi Sulawesi Tengah banyak terdapat kelompok suku/etnis yang sekarang ini masih
mendiami daerah Sulawesi Tengah. Sehingga ada beberapa perbedaan di antara etnis tersebut
dan inilah yang menjadikan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat Sulteng.

Kesenian Daerah Sulawesi Tengah

Memiliki banyak alat musik tradisional dan tarian daerah yang menjadi keanekaragaman seni
dan budaya di Sulawesi Tengah. Musik tradisional Sulteng memiliki instrumen seperti misalnya
suling, gong serta gendang. Ketiga alat musik daerah tersebut berfungsi sebagai alat musik
hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan.

Di salah satu daerah beretnis Kaili yaitu di sekitar pantai barat - waino - alat musik tradisional
sering juga ditampilkan saat ada upacara kematian. Dan kesenian daerah ini sudah
dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari
pasangan di suatu keramaian.

Salah satu tarian daerah propinsi Sulawesi Tengah yang cukup terkenal bernama Dero yang
berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi,
kabupaten Donggala. Tarian daerah ini khususnya sering ditampilkan saat masyarakat sedang
musim panen, kadang juga untuk upacara penyambutan tamu, untuk syukuran serta untuk hari-
hari besar tertentu. Tarian Dero merupakan salah satu tarian dimana laki-laki dan perempuan
berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tapi konon Tarian daerah ini bukan merupakan
warisan leluhur setempat tetapi merupakan salah satu kebiasaan selama penjajahan bangsa
jepang di Indonesia yaitu ketika terjadi Perang Dunia II.
Beberapa kesenian Sulawesi Tengah :
1.Pakaian Adat Etnis Saluan di Kab. Luwuk
a.Pakaian Adat Perempuan

o Blus atau pakaian wanita yang disebut dalarn bahasa Saluan adalah Pakean
Nu’boune.
o Rok panjang yang disebut dalam bahasa Saluan adalah Rok Mahantan
o Perhiasan berbentuk bintang

Assesoris yang digunakan:


- Gelang atau Potto
- Kalung atau Kalong
- Sunting, anting atau Sunting, Jaling
- Selempang atau Salandoeng
Pakaian Adat Laki-laki

 Kemeja pria yang disebut dalam bahasa Saluan adalah Pakean Nu’moane
 Celana panjang yang disebut dalam bahasa Saluan adalah Koja
 Penutup kepala/topi (Sungkup Nu’ubak)
 Sarung pelengkap celana panjang (Lipa).

Warna ciri khas : Kuning melambangkan Kayu Ulin.

2.Makam Dato Karama


Situs Cagar Budaya makam Dato Karama adalah sebuah situs Budaya berupa pekuburan tempat
di makamkannya seorang tokoh penyebar agama Islam yang pertama di Sulawesi Tengah pada
abad17. Makam ini terletak di Kampung Lere tidak jauh dari Taman Budaya Palu. Di depan
makam ada warung makanan unik ala makassar yang dagingnya serba kuda, ada coto kuda,
konro kuda pokoknya serba kuda. Nama Dato Karama sendiri merupakan gelar yang diberikan
oleh khalayak yang artinya seorang dato yang sakti atau keramat. Nama asli Dato Karama
adalah Abdullah Raqie berasal dari Sumatera Barat. Karena kesaktiannya maka Raja Kabonena I
Pue Njidi serta rakyatnya memeluk Agama Islam. Isteri Dato Karama bernama Intje Djille
sedangkan anaknya bernama Intje Dongko dan Intje Saribanong, Injte Dongko kawin dengan
pemuda dari Sulawesi Selatan. Pada kompleks Makam Datokarama selain makam beliau juga
terdapat makam isterinya dan keluarga serta pengikutnya yang terdiri dari 9 (sembilan) makam
laki-laki, dan 11 (sebelas) makam wanita serta 2(dua) makam yang tidak jelas, karena nisannya
juga tidak jelas.
3.Musik Etnik Sulawesi Tengah
Instrumen ini dimainkan oleh masyarakat suku Kaili—suku asli di Sulawesi Tengah. Selain di
Sulawesi Tengah, instrument ini dapat pula ditemukan di Sulawesi Utara (Bolaang
Mongondow), Kalimantan, Sumatra, Maluku, Sabah dan Serawak Malaysia dan Brunai
Darussalam. Musik Kakula yang kita kenal sebagai salah satu seni musik tradisional suku Kaili
khususnya dan masyarakat Sulawesi Tengah pada umumnya sudah sangat sukar menentukan
kapan mulai dikenal oleh masyarakat di daerah ini.
Pada tahun 1618 agama Islam masuk di daerah ini dengan membawa serta pula kebudayaannya.
Mengikuti penyebar-penyebar Islam ini sebagai alat pendukung dakwah, mereka membawa serta
alat musik yang terbuat dari tembaga/kuningan yang sekarang ini kita kenal dengan Musik
Kakula. Alat musik tersebut berbentuk bulat dan pada bagian tengalmya muncul atau munjung,
sama dengan bonang di Pulau Jawa.
Sejarah Kehidupan Musik Kakula Namun jauh sebelum alat musik ini masuk, daerah ini sudah
mengenal alat musik yang terbuat dari kayu yang pipih dengan panjang kira-kira 60 cm dan tebal
2 cm serta lebar 5 sampai 6 cm disesuaikan dengan nada. Alat musik tersebut juga sering mereka
katakan sebagai gamba-gamba. Gamba-gamba kayu adalah salah satu bentuk embrio atau awal
dari musik kakula karena nada yang ada pada musik kakula yang terbuat dari tembaga/kuningan
persis dengan nada yang ada pada gamba-gamba atau Musik Kakula Kayu. Masyarakat Sulawesi
Tengah yang kita kenal sebagai masyarakat agraris karena sebagian besar penduduk Sulawesi
Tengah hidup dari pertanian. Masyarakat itulah pemilik Musik Kakula atau Gamba-gamba kayu
tadi.
Perkembangan Musik Kakula Bapak Alm. Hasan M. Bahasyuan adalah seorang seniman musik
kakula tradisi (pemain) disamping sebagai pemain musik juga sebagai pencipta tari. Setelah
beberapa tarinya berhasil diiringi oleh seperangkat alat musik kakula yang masih pentatonis,
terdiri dari tujuh buah kakula dengan nada masing-masing la, do, re, mi, sol, la, si, do, 6 1 2 3 5 6
71
4.Rumah Adat Sulawesi Tengah
Rumah souraja berbentuk rumah panggung yang ditopang sejumlah tiang segiempat dari kayu;
beratap bentuk piramide segitiga: bagian depan dan belakang ditutup dengan papan berukir
(panapiri) serta pada ujung bubungan bagian depan dan belakang berhias mahkota berukir
(bangko-bangko). Bangunan terbagi atas tiga ruangan, yaitu ruang depan (lonta karawana) untuk
menerima tamu dan untuk tidur tamu yang menginap; ruang tengah (lonta tatangana) untuk
tamu keluarga; serta ruang belakang (lonta rorana), untuk ruang makan, meskipun kadang-
kadang ruang makan berada di lonta tatangana. Tempat tidur perempuan dan anak gadis berada
di pojok belakang lonta rorana. Dapur (avu), sumur, dan jamban berada di belakang sebagai
bangunan tambahan yang dihubungkan melalui hambate, yang berarti jembatan, ke rumah induk.
Rumah souraja di Anjungan Sulawesi Tengah dipergunakan sebagai tempat pameran dan
peragaan berbagai aspek budaya: lonta tatangana sebagai ruang pamer berbagai busana daerah
serta pasangan pengantin Kaili lengkap dengan pengiringnya; lontana rorana dipergunakan
sebgai tempat peragaan ruang tidur keluarga; dan avu dimanfaatkan sebagai ruang peragaan
pembuatan kain sarung Donggala.

5.Tarian Khas Sulawesi Tengah


Tari Pomonte adalah salah satu tari daerah yang telah merakyat di Provinsi Sulawesi Tengah, yang
merupakan simbol dan refleksi gerak dari salah satu kebiasaan gadis-gadis suku Kaili pada zaman
dahulu dalam menuai padi, yang mana mayoritas penduduk suku Kaili adalah hidup bertani.
*Tari Pomonte telah dikenal sejak tahun 1957 yang di ciptakan oleh seorang seniman besar,
putra asli Sulawesi tengah yaitu (alm) Hasan. M. Bahasyuan, beliau terinspirasi dari masyarakat
Sulawesi Tengah yang agraris. Tari Pomonte melambangkan sifat gotong-royong dan memiliki
daya komunikasi yang tinggi, hidup dan berkembang ditengah masyarakat yang telah menyatu
dengan budaya masyarakat itu sendiri.
*Kata POMONTE berasal dari bahasa Kaili Tara ; – PO artinya = Pelaksana – MONTE artinya =
Tuai (menuai) – POMONTE artinya = Penuai Tari Pomonte menggambarkan suatu kebiasaan para
gadis-gadis suku Kaili di Sulawesi Tengah yang sedang menuai padi pada waktu panen tiba dengan
penuh suka cita, yang dimulai dari menuai padi sampai dengan upacara kesyukuran terhadap sang
Pencipta atas keberhasilan panen.

Anda mungkin juga menyukai