Bengkulu
Data Umum:
Mata pencaharian utama suku Rejang adalah bercocok tanam. Usaha lainnya
adalah: peternakan, pertukangan kayu, penebangan kayu, menangkap ikan di sungai,
penyadapan karet, atau bekerja di perkebunan dan pengolahan kayu. Mereka juga
melakukan penggalian batu bara, perak, emas, timah, seng, tembaga dan belerang
yang masih dikerjakan secara tradisional.
Pola pemukiman orang Rejang tidak banyak berbeda dengan pola yang
terdapat di pulau Simutera, terutama Sumatera Selatan, yaitu rumah panggung di atas
tiang-tiang setinggi 1,5 - 2 meter di atas permukaan tanah. Rumah-rumah umumnya
terbuat dari kayu , dengan tiga atau empat kamar, termasuk dapur di bagian belakang.
Kakus tidak terdapat di rumah-rumah ini. Di sini keluarga-keluarga tidak tinggal
bersama-sama dalam rumah yang besar. Kalaupun sebuah rumah banyak kamarnya,
tidak berarti anak-anak pemilik rumah itu boleh tinggal terus di rumah setelah mereka
kawin.
Ayah menjadi kepala keluarga dan harus bertanggung jawab untuk istri dan
anak-anaknya. Ia dibantu oleh istri dan anak-anaknya untuk menyediakan keperluan
keluarga. Pada prinsipnya terdapat pantangan untuk mempunyai istri lebih dari satu.
Desa orang Rejang disebut juga Marga. Ini merupakan daerah administratif
pemerintah yang dikepalai oleh seorang Ginde (pemimpin tradisional), yang kadang-
kadang dibantu oleh seorang Penggao. Dalam adat orang Rejang pegawai pemerintah
juga merupakan pemimpin tradisional. Di beberapa daerah mereka disebut sebagai
raja penghulu. Selain itu ada juga pemimpin yang besar pengaruhnya dalam Marga
atau Dusun, yaitu orang lanjut usia yang biasa disebut Tua Dusun atau orang yang
dianggap sesepuh di desa tersebut. Orang Rejang menyebutnya Tuai-kutai, seorang
persona grata di dalam masyarakat mereka, seorang penasehat warga desa, dan selalu
ditunjuk sebagai pemimpin tertua dalam upacara-upacara tradisional.
Kepercayaan Adat
Jika orang rejang ingin membuat rumah untuk tempat tinggal, terlebih dahulu
mereka memilih jenis kayunya. Misalnya kayu meranti, kayu semalo, kayu medang.
Cara untuk mengambil kayu tersebut pun ada aturan adatnya, yaitu jika tumbangnya
mengarah ke kepala air atau mengarah mata air, atau menusuk ke leko’ itu tidak boleh
diambil. Itu tandanya celaka dalam arti orang rejang. Rumah yang sudah kita bangun
dan setelah kita huni kita akan jatuh sakit ataupun meninggal dunia. Meninggal dalam
artian bukan karena rumah tersebut, tapi karena celaka atau musibah, banyak masalah
yang datang. Kemungkinan hidup kita akan susah setelah itu karena kayu tadi
membawa bencana. Bagusnya dalam membangun rumah adalah jika kayu yang kita
ambil tumbangnya mengarah ke desa atau kampung. Maka hal tersebut sebagai tanda-
tanda yang bagus untuk membangun rumah.
Kondisi Fisik Rumah Rejang:
Keterangan
http://localwisdom.ucoz.com/_ld/0/7_2nd-1-jolw-suge.pdf
http://www.tuntopos.com/artikel/menapak-jejak-sejarah-suku-rejang-een-irawan
https://gogoleak.wordpress.com/2010/08/15/menapak-jejak-sejarah-suku-rejang/
http://www.sabda.org/misi/profilo_isi.php?id=52
http://rejanglebong.blogspot.com
http://prestylarasati.wordpress.com/2009/05/06/rumah-tua-suku-rejang/